membantu remaja untuk mengetahui dirinya dalam perbandingannya dengan orang-orang lain sehingga mereka dapat membandingkan dirinya dengan
kelompoknya, nilai-nilai yang ada pada dirinya dengan nilai-nilai dalam kelompok
yang selanjutnya akan berpengaruh kepada pertimbangan-
pertimbangan apakah dia akan menerima atau menolak nilai-nilai yang ada dalam kelompok tersebut. Remaja dalam kehidupan sosialnya akan dihadapkan kepada
peran yang ditawarkan oleh lingkungan keluarga maupun kelompok sebaya, yang kadang-kadang membingungkan dan sering menimbulkan benturan-benturan,
misalnya menjadi anggota kelompok musik tetapi harus menjadi siswa teladan. Maka dalam hal ini remaja harus mampu mengintergrasikan berbagai peran
tersebut ke dalam diri pribadi identitas diri dan apabila terjadi benturan-benturan berbagai tuntutan peran harus dapat diselesaikan
2.10 Remaja dan Kelompok Sebaya
Dalam perkembangan sosialnya remaja maka remaja mulai memisahkan diri dari orang tua dan mulai memperluas hubungan dengan teman sebaya. Pada
umumnya remaja menjadi anggota kelompok usia sebaya peer group. Kelompok sebaya menjadi begitu berarti dan sangat berpengaruh dalam
kehidupan sosial remaja. Kelompok sebaya juga wadah untuk belajar kecakapan- kecakapan sosial, karena melalui kelompok remaja dapat mengambil berbagai
peran. Di dalam kelompok sebaya, remaja menjadi sangat bergantung kepada teman sebagai sumber kesenangannya dan keterikatannya dengan teman sebaya
sangat kuat. Kecenderungan keterikatan kohesi dalam kelompok tersebut akan bertambah dengan meningkatnya frekuensi interaksi di antara anggotanya.
Santrock 2002 menyebutkan besarnya peranan teman sebaya dalam kehidupan remaja mendorong remaja untuk membentuk kelompok-kelompok usia
sebaya, kelompok tersebut bisa merupakan kelompok yang besar karena anggotanya banyak, yang disebut crowd tetapi dapat juga kelompok kecil yang
disebut sebagai clique. Kelompok besar biasanya terdiri dari beberapa clique. Karena jumlah anggotanya sedikit, maka klik mempunyai kohesi kelompok yang
lebih tinggi. Di dalam pembentukan kelompok juga akan diikuti dengan adanya perilaku konformitas kelompok, di mana remaja akan berusaha untuk dapat
menyesuaikan dan menyatu dengan kelompok agar mereka dapat diterima oleh kelompoknya.
Di dalam kelompok besar akan terjadi persaingan yang berat, masing-masing individu bersaing untuk bisa tampil menonjol. Oleh karena itu sering terjadi
perpecahan yang disebabkan oleh menonjolnya kepentingan pribadi tiap orang. Di dalam kelompok kecil, proses penyesuaian diri, kemampuan intelektual,
dan emosi mempunyai pengaruh yang kuat. Dalam kelompok yang terdiri dari pasangan remaja berbeda jenis pertimbangan faktor masalah agama dan suku
sering menjadi masalah rumit. Pengaruh egosentrisme dalam pikiran remaja
a Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitikberatkan pikiranya
sendiri tanpa memikirkan akibat dan tanpa memperhitungkan kesulitan yang menyebabkan suatu persoalan tidak terselesaikan
b Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, masih sulit membedakan
pokok perhatian orang lain dari pada tujuan perhatian diri sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan
dan penilaian orang lain mengenai dirinya. Proses penyesuaian diri yang dilandasi sifat egonya dapat menimbulkan reaksi
lain dimana remaja itu justru melebih-lebihkan dirinya dalam penilaian diri. Mereka merasa dirinya ampuh dan hebat sehingga aktivitas yang dilakukan pada
umumnya membahayakan remaja yang biasanya masih bersifat komfromis, kemudian tertarik pada keinginan terhadap hal yang baru dapat menyebabkan
perilaku yang berisiko merusak diri self-destructive. Pendapat Elkind Beyth- Marom, dkk., 1993 bahwa remaja memiliki semacam perasaan invulnerability
yaitu keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin mengalami kejadian yang membahayakan diri, Umumnya remaja biasanya dipandang memiliki keyakinan
yang tidak realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.
2.11 Temuan