Rumusan tentang asas personalia juga dapat ditemukan dalam PP No. 82 Tahun 2012, di mana disebutkan bahwa, transaksi elektronik
yang dilakukan para pihak memberikan akibat hukum bagi para pihak.
90
Artinya, pihak di sini adalah subyek hukum yang dapat melakukan suatu perjanjian atas namanya sendiri. Sehingga, atas perjanjian itu
maka pihak tersebut harus menerima akibat hukum yang ditimbulkan dari perjanjian itu.
Dengan demikian, jelas bahwa e-commerce dalam UU ITE maupun PP No. 82 Tahun 2012 tetap menggunakan asas Personalia
yang juga telah dikenal dalam hukum perdata Indonesia. Asas ini bertujuan untuk menjamin kegiatan e-commerce benar-benar dilakukan
oleh pihak yang berkepentingan.
2.2 Asas Konsensualitas
Asas konsensualitas berkaitan dengan kesepakatan antara para pihak dalam melakukan suatu perjanjian. Kesepakatan dari para pihak
tersebut menjadi titik penting, oleh karena dengan kesepakatan tersebut maka suatu perjanjian dapat dikatakan sah, dan dapat melahirkan suatu
hak dan kewajiban bagi para pihak.
91
Ketentuan mengenai asas konsensualitas sudah dikenal dalam sistem hukum Indonesia yaitu dalam Pasal 1320 angka 1 KUHPerdata,
yaitu untuk perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat, dan syarat yang pertama adalah kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
90
Pasal 46 ayat 1 PP No. 82 Tahun 2012.
91
Ibid, hlm. 34.
Rumusan itulah yang menjadi landasan yuridis bagi suatu aktivitas perjanjian yang selama ini dilakukan. Namun, di dalam
konteks e-commerce yang merupakan suatu jenis perdagangan baru, aturan tersebut tetap berlaku akan tetapi diatur tersendiri dalam
peraturan tentang itu. Hal ini dapat dilihat di dalam Pasal 20 ayat 1 dan 2 UU ITE
yang menyebutkan bahwa, kecuali ditentukan lain oleh para pihak, transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirm
pengirim telah diterima dan disetujui, dan selanjutnya persetujuan atas penawaran transaksi elektronik harus dilakukan pernyataan penerimaan
secara elektronik. Rumusan pasal tersebut menegaskan bahwa para pihak yang
akan melakukan suatu transaksi elektronik e-comemrce memerlukan suatu kesepakatan. Jika para pihak sudah bersepakat, maka dapat
dikatakan bahwa suatu transaksi elektronik sudah terjadi. Dalam hal ini, pernyataan kesepakatan harus dilakuakn melalui
suatu pernyataan penerimaan atau pernyataan persetujuan yang dilakukan secara elektronik pula. Atau dengan kata lain, consensus
antara para pihak dalam transaksi elektronik e-commerce adalah melalui suatu pernyataan elektronik.
Hal ini berbeda dengan perjanjian bisnis atau perjanjian jual beli pada ruang nyata yang dapat dilakukan secara lisan. Mengingat e-
commerce dilakukan pada suatu ruang yang virtual, maka pernyataan
secara elektronik diperlukan untuk mengetahui bahwa para pihak telah bersepakat untuk melakukan transaksi elektronik e-commerce.
Selain dari rumusan Pasal 21 ayat 1 dan 2 UU ITE, di dalam Pasal 47 ayat 2 huruf a PP No. 82 Tahun 2012 juga secara eksplisit
mengatur bahwa, kontrak elektronik dianggap sah apabila ada kesepakatan para pihak.
Rumusan tersebut nampaknya merupakan penulisan kembali atas rumusa Pasal 1320 KUHPerdata, yang memuat tentang syarat
sahnya suatu perjanjian. Artinya, hukum siber baik itu UU ITE maupun PP No. 82 Tahun 2012 yang merupakan umbrella act bagi e-commerce
tetap mempraktikan prinsip hukum yakni asas konsensualitas yang sudah dipraktikan juga sebelum lahirnya UU ITE dan Peraturan
Pelaksananya. Oleh karenanya, asas konsensualitas dalam UU ITE maupun PP
No. 82 Tahun 2012 yang mengatur tentang e-commerce tetap mendudukan asas konsensualitas sebagai salah satu asas penting untuk
dilangsungkannya suatu aktivitas e-commerce.
2.3 Asas Kebebasan Berkontrak