Asas Kebebasan Berkontrak Asas-Asas E-Commerce Dalam UU ITE

secara elektronik diperlukan untuk mengetahui bahwa para pihak telah bersepakat untuk melakukan transaksi elektronik e-commerce. Selain dari rumusan Pasal 21 ayat 1 dan 2 UU ITE, di dalam Pasal 47 ayat 2 huruf a PP No. 82 Tahun 2012 juga secara eksplisit mengatur bahwa, kontrak elektronik dianggap sah apabila ada kesepakatan para pihak. Rumusan tersebut nampaknya merupakan penulisan kembali atas rumusa Pasal 1320 KUHPerdata, yang memuat tentang syarat sahnya suatu perjanjian. Artinya, hukum siber baik itu UU ITE maupun PP No. 82 Tahun 2012 yang merupakan umbrella act bagi e-commerce tetap mempraktikan prinsip hukum yakni asas konsensualitas yang sudah dipraktikan juga sebelum lahirnya UU ITE dan Peraturan Pelaksananya. Oleh karenanya, asas konsensualitas dalam UU ITE maupun PP No. 82 Tahun 2012 yang mengatur tentang e-commerce tetap mendudukan asas konsensualitas sebagai salah satu asas penting untuk dilangsungkannya suatu aktivitas e-commerce.

2.3 Asas Kebebasan Berkontrak

Dalam hukum perjanjian, asas kebebasan berkontrak juga mendasarkan dirinya pada Pasal 1320 KUHPerdata, khususnya angka 4 yaitu, untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yaiitu, syarat keempat adalah suatu sebab yang tidak terlarang. Dengan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saj, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. 92 Suatu sebab yang tidak terlarang dalam hal ini harus memperhatikan pula ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa, “suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesulilaan baik atau ketertiban umum”. Asas kebebasan berkontrak juga dapat dipahami dalam hal berkaitan dengan isi perjanjian. Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada subyek hukum untuk menentukan dengan siapa seseorang akan mengadakan perjanjian, apa bentuk perjanjian, serta memberikan kebebasan kepada subyek hukum untuk menentukan isi perjanjian. 93 Dalam konteks e-commerce UU ITE sendiri tidak menjabarkan secara rinci asas kebebasan berkontrak sebagaimana mestinya. Ketentuan tersebut justru ditemukan dalam Pasal 47 ayat 2 huruf d PP Nomor 82 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa, kontrak elektronik dianggap sah apabila objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum. 92 Ibid, hlm. 46. 93 Christiana Tri Budhayati. Dinamika Perkembangan Hukum Kontrak Di Indonesia, Universitas Kristem Satya Wacana, Salatiga, 2013, hlm. 48. Dengan demikian, Penulis berpendapat bahwa sejatinya dalam sebuah e-commerce atau transaksi elektronik sekalipun, masih tetap menggunakan asas kebebasan berkontrak yang selama ini juga dijalankan dalam perjanjian-perjanjian konvensional. Rumusan Pasal 47 ayat 2 huruf d PP No. 82 Tahun 2012 sudah membuktikan bahwa, asas kebebasan berkontrak yang diakui dalam KUHPerdata yang merupakan Lex Generalis hukum perdata Indonesia, juga diakomodir di dalam transaksi elektronik e-commerce. Sehingga, suatu kontrak elektronik yakni e-commerce juga tetap menjalankan prinsip atau asas kebebasan berkontrak bagi para pihak.

2.4 Asas Pacta Sunt Servanda