41
yang bersuami. Tetapi pada subjek yang terakhir, yaitu perempuan bersuami telah dihapuskan oleh Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun
1963, sehingga sekarang kedudukan perempuan yang bersuami diangkat ke derajat yang sama dengan pria dan cakap untuk mengadakan perbuatan
hukum. 3. Suatu hal tertentu;
Artinya suatu perjanjian harus mempunyai sesuatu yang dijadikan sebagai objek dalam perjanjian tersebut. Mengenai suatu hal tertentu diatur di dalam
Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 KUHPerdata. Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu
hal tertentu, artinya bahwa suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu, apa yang diperjanjikan atau barang yang dimaksudkan dalam
perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya dan tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barangnya tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian
dapat ditentukan atau dihitung.
72
4. Suatu sebab yang halal. Syarat keempat untuk sahnya suatu perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1335
sampai dengan Pasal 1337 KUHPerdata adalah mengenai suatu sebab yang halal. Terkait dengan hal ini, Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa “tidak
mungkin ada suatu persetujuan yang tidak memiliki sebab atau causa, oleh karena causa sebetulnya adalah isi dari persetujuan dan tiap-tiap persetujuan
tentu mempunyai isi”.
73
5. Hapusnya Perjanjian
72
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.cit., hal. 155.
73
Wirjono Prodjodikoro, Op.cit., hal. 37.
Universitas Sumatera Utara
42
Setiap pihak yang membuat perjanjian pastilah menginginkan pelaksanaan isi perjanjian dengan sempurna dan secara sukarela. Namun adakalanya salah satu pihak
dalam perjanjian mengingkari terhadap isi dari perjanjian yang telah disepakati bersama tersebut. Terhadap keingkaran dari salah satu pihak memberi hak pada
pihak lain untuk memaksakan pelaksanaan prestasi kepada debitur. Tentunya tidak dengan cara main hakim sendiri eagen richting. Umumnya pemaksaan prestasi
harus melalui kekuatan putusan vonis pengadilan. Setelah perjanjian dilaksanakan kemudian akan diakhiri. Berakhirnya suatu
perjanjian dapat disebabkan karena: a. Ditentukan oleh para pihak yang bersangkutan dalam perjanjian.
b. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian. c. Karena adanya suatu peristiwa tertentu, misalnya salah satu pihak meninggal
dunia. d. Karena putusan hakim.
e. Karena tujuan perjanjian telah tercapai. f.
Dengan persetujuan para pihak.
74
Sementara menurut Subekti suatu perjanjian akan berakhir apabila: a. Berakhir dengan sendirinya, apabila jangka waktu perjanjian ini habis.
b. Berakhir sebelum jangka waktu berakhir, apabila: 1. Masing-masing pihak telah memenuhi segala hak dan kewajiban masing-
masing sebelum jangka waktu perjanjian berakhir. 2. Salah satu pihak melanggar ketentuan-ketentuan dalam pasal ini dan atau
menyebabkan kerugian terhadap pihak lain tanpa alasan yang sah. Terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan tersebut pihak yang dirugikan
berhak untuk memutuskan perjanjian secara sepihak. 3. Berlakunya suatu syarat batal. Hapusnya perikatan akibat berlakunya
suatu sarat batal dapat terjadi pada perikatan bersyarat, yaitu perikatan yang lahirnya maupun berakhirnya didasarkan pada suatu peristiwa yang
belum atau tentu terjadi. 4. Lewat waktu daluwarsa. Lewat waktu atau daluwarsa menurut
Pasal 1946 KUHPerdata adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan. Lewat waktu untuk
74
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1977, hal, 107.
Universitas Sumatera Utara
43
memperoleh hak milik atas suatu barang dinamakan daluwarsa acquisitive, sedangkan daluwarsa untuk dibebaskan dari perikatan disebut daluwarsa
extinctif.
75
Apabila suatu perikatan yang lahirnya ditentukan oleh peristiwa yang belum terjadi dinamakan perikatan dengan syarat tangguh. Sedangkan perikatan yang
berakhirnya ditentukan oleh peristiwa yang belum terjadi dinamakan dengan perikatan dengan syarat batal. Pasal 1265 KUHPerdata menentukan apabila syarat
batal dipenuhi, maka menghapuskan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perjanjian.
6. Perjanjian Pengangkutan