Bentuk-Bentuk Perjanjian Pelaksanaan Perjanjian Baku Dalam Perjanjian Pengangkutan Barang Melalui Perusahaan Angkutan Darat Di Kota Medan (Studi Di Perusahaan Pengangkutan Barang CV. Asi Murni)

45 Dengan adanya pengangkutan berarti bahwa dapat dimungkinkan terjadi perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain dimana barang lebih diperlukan tepat pada waktunya. 78 Namun di dalam pelaksanaan pengangkutan barang melalui darat, tidak semua jenis barang dapat diangkut oleh pihak perusahaan pengangkut barang umum. Hal ini terkait adanya ketentuan peraturan perundang-undangan yang melarang terhadap perusahaan angkutan barang umum untuk mengangkut jenis-jenis barang tertentu dan hanya dapat diangkut oleh angkutan barang khusus. Ketentuan yang mengatur mengenai larangan tersebut adalah sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 160 huruf b UULLAJ yang berbunyi: Yang dimaksud dengan “angkutan barang khusus” adalah angkutan yang membutuhkan mobil barang yang dirancang khusus untuk mengangkut benda yang berbentuk curah, cair, dan gas, peti kemas, tumbuhan, hewan hidup, dan alat berat serta membawa barang berbahaya, antara lain: a. Barang yang mudah meledak; b. Gas mampat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau temperatur tertentu; c. Cairan mudah menyala; d. Padatan mudah menyala; e. Bahan penghasil oksidan; f. Racun dan bahan yang mudah menular; g. Barang yang bersifat radioaktif; dan h. Barang yang bersifat korosif.

7. Bentuk-Bentuk Perjanjian

Pembagian bentuk-bentuk perjanjian dapat dilakukan dengan banyak cara, yaitu antara lain: a. Perjanjian konsensuil, yaitu “perjanjian yang dianggap sah jika telah ada konsensus antara para pihak yang membuat dan perjanjian ini tidak 78 Sri Redjeki Hartono, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, Seksi Hukum Dagang FH Universitas Diponegoro, Semarang, 2004, hal. 8. Universitas Sumatera Utara 46 memerlukan bentuk tertentu”. 79 b. Perjanjian formil, yaitu “perjanjian yang harus dibuat dengan bentuk tertentu misalnya harus dibuat dengan akta notaris”. 80 c. Perjanjian sepihak, yaitu “perjanjian dimana hak atau kewajiban hanya ada pada salah satu pihak saja”. 81 d. Perjanjian timbal balik, yaitu “perjanjian yang membebankan hak dan kewajiban pada kedua belah pihak”. 82 e. Perjanjian atas beban, yaitu “perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum”. 83 f. Perjanjian obligatoir, yaitu “perjanjian dimana pihak-pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain”. 84 g. Perjanjian kebendaan zakelijk, yaitu “perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban oblige pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain levering, transfer”. 85 h. Perjanjian riil, yaitu “perjanjian didalam KUHPerdata yang hanya berlaku 79 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, 1984, hal. 36. 80 Ibid., hal. 36. 81 Ibid., hal. 36. 82 Ibid., hal. 36. 83 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Op.cit., hal. 67. 84 Ibid., hal. 67. 85 Ibid., hal. 68. Universitas Sumatera Utara 47 sesudah terjadi penyerahan barang”. 86 i. Perjanjian liberatoir, yaitu “perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada”. 87 j. Perjanjian pembuktian, yaitu “perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka”. 88 k. Perjanjian publik, yaitu “perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta”. 89 l. Perjanjian untung-untungan, yaitu “perjanjian yang obyeknya ditentukan kemudian”. 90 m. Perjanjian pokok, yaitu “perjanjian yang dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada perjanjian lainnya”. 91 n. Perjanjian accesoir, yaitu “perjanjian yang adanya tergantung pada perjanjian pokok dan tidak dapat berdiri sendiri tanpa perjanjian pokoknya”. 92 o. Perjanjian yang dikenal dengan nama khusus atau sering disebut perjanjian bernama benoemd, nominaatcontracten yaitu “perjanjian-perjanjian yang diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari”. 93 Adapun pembagian jenis pembagian bernama yang diatur dalam buku III 86 Ibid., hal. 68. 87 Ibid., hal. 68. 88 Ibid., hal. 69. 89 Ibid., hal. 69. 90 Ibid., hal. 69. 91 Hartono Hadisoeprapto, Op.cit., hal. 3-7. 92 Ibid., hal. 7. 93 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Op.cit., hal. 19. Universitas Sumatera Utara 48 KUHPerdata diatur dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII yaitu: 1. Jual beli Bab V; 2. Tukar menukar Bab VI; 3. Sewa menyewa Bab VII; 4. Perjanjian-perjanjian untuk melakukan kegiatan Bab VIIA; 5. Persekutuan Bab VIII; 6. Perkumpulan Bab IX; 7. Hibah Bab X; 8. Penitipan barang Bab XI; 9. Pinjam pakai Bab XII; 10. Pinjam meminjam Bab XIII; 11. Bunga tetap atau bunga abadi Bab XIV; 12. Perjanjian untung-untungan Bab XV; 13. Pemberian kuasa Bab XVI; 14. Penanggungan Bab XVII; 15. Perdamaian Bab XVIII. p. Perjanjian yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu atau yang sering disebut perjanjian tidak bernama Onbenoemd, innominaatcontracten, yaitu ”perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata tetapi terdapat dalam masyarakat”. 94 q. Perjanjian campuran, yaitu ”perjanjian yang mengandung berbagai unsur 94 Ibid., hal. 19. Universitas Sumatera Utara 49 perjanjian”. 95

8. Klausula Eksonerasi