70
penumpang diangkut dan berakhir di tempat tujuan yang disepakati Pasal 192 ayat 3.
7. Perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat
penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah
atau dihindari atau kesalahan pengirim Pasal 193 ayat 1 . 8. Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dihitung berdasarkan kerugian
yang nyata-nyata dialami Pasal 193 ayat 2. 9. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dimulai sejak barang
diangkut sampai barang diserahkan di tempat tujuan yang disepakati Pasal 193 ayat 3.
10.Perusahaan angkutan umum tidak bertanggung jawab jika kerugian disebabkan oleh pencantuman keterangan yang tidak sesuai dengan surat
muatan angkutan barang Pasal 193 ayat 4.
3. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
Pengangkutan barang melalui laut tidak lepas dari bahaya resiko oleh karena itu, pengangkut membatasi tanggung jawab atas kerusakan atau hilangnya barang
yang diangkut. Tanggung jawab pengangkut sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, adalah: 1. Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan
dan keamanan penumpang danatau barang yang diangkutnya.
Universitas Sumatera Utara
71
2. Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen
muatan danatau
perjanjian atau
kontrak pengangkutan
yang telah
disepakati. Pengaturan lebih lanjut mengenai tanggung jawab perusahaan pengangkutan
melalui laut, diatur dalam Pasal 41 yang berbunyi: 1. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan
sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa: a. Kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. Musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut; c. Keterlambatan angkutan penumpang danatau barang yang diangkut; atau
d. kerugian pihak ketiga.
2. Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada Pasal 40 ayat 1 huruf b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh
kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.
3. Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 40 ayat 1 dan melaksanakan asuransi
perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan pengaturan dalam KUHDagang mengenai tanggung jawab perusahaan pengangkutan melalui laut, antara lain diatur dalam:
1. Pasal 453 sampai dengan 465 KUHDagang mengenai carter menurut waktu dan carter menurut perjalanan.
2. Pasal 518 h sampai dengan 518 z, 519, 519 a sampai dengan 519 z, 520, 520 a sampal dengan 520 f KUHDagang mengenai carter menurut perjalanan.
Mengenai batas tanggung jawab pengangkut, diatur dalam Pasal 470 KUHDagang. Berdasarkan Pasal 470 KUHDagang mengatur antara lain:
1. Pasal 470 ayat 1 KUHDagang Pengangkut hanya bertanggung jawab sampai suatu batas harga tertentu atas
kerugian yang disebabkan karena:
Universitas Sumatera Utara
72
a. Kurang diusahakannya pemeliharaan, perlengkapan dan peranakbuahan terhadap kapal.
b. Kurang diusahaknnya
kemampuan kapal
untuk menyelenggarakan
pengangkutan sesuai dengan perjanjian. c. Salah memperlakukan atau menjaga barang yang kurang cukup terhadap
barang yang diangkut. d. Kalau ada janji-janji yang bermaksud demikian adalah batal.
2. Pasal 470 ayat 2 KUHDagang. Pengangkut tidak bertanggung jawab lebih dari suatu jumlah tertentu
untuk sepotong
barang yang
diangkut, kecuali
telah diberitahukan
sifat dan harga barang tersebut, sebelum atau pada saat barang itu diterima.
KUHDagang ini tidak berlaku bagi muatan curah, misalnya minyak bumi, terigu, semen dan lain-lainnya.
3. Pasal 470 ayat 3 KUHDagang. ”Pengangkut tidak akan memberikan ganti rugi, apabila sifat dan harga barang
dengan sengaja diberitahukan secara keliru”. Bahwa sifat dan isi Buku II KUHDagang, adalah merupakan pokok
pengaturan pengangkutan melalui laut, maka dasar utamanya adalah berpedoman kepada ketentuan di dalam KUHDagang itu sendiri yang khusus berlaku di Indonesia.
Namun karena adanya perkembangan ekonomi global sekarang ini yang membuat hubungan antar negara semakin meningkat, yang mempergunakan jasa
angkutan laut di dalam pengiriman dan penerimaan barang, juga harus diperhatikan konvensi-konvensi internasional tentang pengangkutan itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
73
Adapun konvensi yang paling berpengaruh di dalam pengaturan masalah pengangkutan di laut tersebut, salah satunya adalah yang terdapat di dalam The
Hague Rules dan Konvensi Hamburg tahun 1978. Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 The Hamburg Rules 1978, “tanggung jawab
pengangkut sejak barang diserahkannya dalam pengusaan pengangkut dipelabuhan muat, selama pengangkutan dan sampai saat penyerahan dipelabuhan tujuan kepada
consignee”.
126
Menurut pasal tersebut diatas tanggung jawab pangangkut pada saat pengusaannya
yaitu di
pelabuhan pemberangkatan
selama berlangsungnya
pengangkutan sampai dipelabuhan pembongkaran atau tanggung jawab pengangkutan pada saat barang ada di pihak penguasaan pengangkut sampai barang diserahkan
kepada consignee. Dalam The Hamburg Rules 1978, juga ditegaskan tanggung jawab
pengangkut atas hilanggnya atau rusaknya barang, bahkan diperluas dengan tanggung jawab atas keterlambatan penyerahan barang, jika hal itu dalam pengusaan
pengangkut, ini berarti jika terjadi keterlambatan penyerahan barang itu pengangkut harus membuktikan bukan karena kesalahannya apabila terjadi tuntutan ganti rugi.
Hal ini berlaku pula untuk hilangnya atau rusaknya barang tersebut.
4. Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan