25
yang sama kuat. Posisi yang tidak seimbang tersebut juga menyebabkan batas- batas kebebasan berkontrak seperti itikad baik, tidak melanggar norma-norma
kepatutan, dan perasaan keadilan akan sulit diterapkan. Perjanjian baku memang tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang, namun
berdasarkan kebutuhan masyarakat dalam kenyataannya dapat diterima. Penerimaan perjanjian baku oleh masyarakat motifasinya adalah bahwa hukum berfungsi untuk
melayani kebutuhan masyarakat dan bukan sebaliknya. Masyarakat memang diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk mengadakan
perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak dilarang oleh ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
Pada prinsipnya Undang-undang tidak melarang adanya klausula baku dalam suatu perjanjian yang dibuat, namun yang dilarang hanyalah pencantuman klausula
baku yang memberatkan atau merugikan salah satu pihak.
2. Konsepsi
Konsepsi diartikan
sebagai ”kata
yang menyatukan
abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.”
39
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa, “kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis
yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.”
40
39
Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 28.
40
Soejono Soekanto, Op.cit., hal. 133.
Universitas Sumatera Utara
26
Samadi Surya Brata memberikan arti khusus mengenai pengertian konsep, yaitu sebuah konsep berkaitan dengan defenisi operasional, “konsep diartikan sebagai
kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang
disebut dengan
defenisi operasional”.
41
Defenisi operasional
perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas masalah, tidak boleh memiliki
makna ganda. Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada
proses penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian
defenisi operasional
atas beberapa
variable yang
digunakan. Selanjutnya, untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman
yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi operasional sebagai
berikut: Wirjono Prodjodikoro menyatakan, perjanjian adalah: “Suatu perhubungan
hukum mengenai harta benda antar dua pihak, dimana salah satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan
sesuatu hal, sedang pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu”.
42
Pengertian perjanjian baku menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, adalah: “setiap aturan atau ketentuan
dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian
41
Samadi Surya Barata, Op.cit, hal. 3.
42
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, cet. 8, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
27
yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”. “Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan
pengirim, dimana
pengangkut mengikatkan
diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan
selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan”.
43
Menurut Pasal 1 angka 21 UULLAJ, yang dimaksud dengan “Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang
danatau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum”. “Hak adalah wewenang yang diberikan hukum objektif kepada subjek hukum
untuk melakukan segala sesuatu yang dikhendakinya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan”.
44
“Kewajiban adalah beban yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum”.
45
“Tanggungjawab adalah kewajiban, wewenang, dan hal lain yang melekat pada suatu kedudukan”.
46
G. Metode Penelitian 1.
Spesifikasi Penelitian
43
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 3, Djambatan, Jakarta, 1983, hal. 2.
44
Ade Didik Irawan, Pengantar Ilmu Hukum, http:www.mypulau.comadedidikirawan blog731632, diakses tanggal 20 Januari 2011.
45
Ibid.
46
Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001, hal. 619.
Universitas Sumatera Utara
28
“Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif, artinya penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta individu,
kelompok atau keadaan, dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi”.
47
Penelitian yang
bersifat deskriptif
dimaksudkan untuk
melukiskan keadaan objek atau peristiwanya, kemudian menelaah dan menjelaskan serta
menganalisa data secara mendalam dengan mengujinya dari berbagai peraturan perundangan yang berlaku maupun dari pendapat ahli hukum sehingga dapat
diperoleh gambaran tentang data faktual yang berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian baku dalam perjanjian pengangkutan barang melalui perusahaan
angkutan darat.
2. Metode Pendekatan