BAB III HUBUNGAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN
DI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA
A. Lembaga Pemasyarakatan
Adanya model pembinaan bagi narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak terlepas dari sebuah dinamika, yang bertujuan untuk lebih
banyak memberikan bekal bagi Narapidana dalam menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman bebas. Seperti halnya yang terjadi jauh
sebelumnya, peristilahan Penjara pun telah mengalami perubahan menjadi pemasyarakatan. Tentang lahirnya istilah Lembaga Pemasyarakatan dipilih sesuai
dengan visi dan misi lembaga itu untuk menyiapkan para narapidana kembali ke masyarakat. Istilah ini dicetuskan pertama kali oleh Rahardjo, S.H. yang menjabat
Menteri Kehakiman RI saat itu.
41
Pemasyarakatan dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadap para pelanggar hukum dan sebagai suatu pengejawantahan keadilan yang bertujuan
untuk mencapai reintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan hubungan antara Warga
Binaan Pemasyarakatan dengan masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya
Sistem Pemasyarakatan mulai dilaksanakan sejak tahun 1964 dengan ditopang oleh UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. UU Pemasyarakatan itu
menguatkan usaha-usaha untuk mewujudkan suatu sistem Pemasyarakatan yang
41
http:hmibecak.wordpress.com20070529esensi-lembaga-pemasyarakatan-sebagai- wadah-pembinaan-narapidana. Diakses tanggal 10 Agustus 2011.
Universitas Sumatera Utara
merupakan tatanan pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan. Dengan mengacu pada pemikiran itu, mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin
mengatakan bahwa pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan yang dilakukan oleh negara kepada para narapidana dan tahanan untuk menjadi
manusia yang menyadari kesalahannya.
Selanjutnya pembinaan diharapkan agar mereka mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya. Kegiatan di dalam
LP bukan sekedar untuk menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri
serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan. Dengan demikian
jika warga binaan di LP kelak bebas dari hukuman, mereka dapat diterima kembali oleh masyarakat dan lingkungannya dan dapat hidup secara wajar seperti
sediakala. Fungsi Pemidanaan tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan suatu proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan yang ada di dalam
LP. Tentu saja hal ini sangat kontradiktif apabila dibandingkan dengan visi dan
misi pemasyaratan sebagai tempat pembinaan narapidana, agar keberadaannya dapat diterima kembali oleh masyarakat sewaktu bebas. Perlu untuk sejenak
melihat kembali tujuan pengadaan Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat untuk membina dan menyiapkan seorang narapidana menjadi “lurus” dan siap
terjun kembali ke masyarakatnya kelak.
42
Lembaga Pemasyarakatan selain sebagai tempat pemidanaan juga berfungsi untuk melaksanakan program pembinaan terhadap para narapidana,
42
Ibid
Universitas Sumatera Utara
dimana melalui program yang dijalankan diharapkan narapidana yang bersangkutan setelah kembali ke masyarakat dapat menjadi warga yang berguna
di masyarakat. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,
profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
43
Sebagai suatu program, maka pembinaan yang dilaksanakan dilakukan melalui beberapa tahapan. Pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan Surat
Edaran No. KP.10.1331 tanggal 8 Februari 1965 tentang Pemasyarakatan sebagai proses, maka pembinaan dilaksanakan melalui empat 4 tahapan sebagai
suatu kesatuan proses yang bersifat terpadu, yaitu:
44
Tahap Pertama: Pembinaan tahap ini disebut pembinaan tahap awal, dimana kegiatan masa
pengamatan, penelitian dan pengenalan lingkungan untuk menentukan perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian yang
waktunya dimulai pada saat yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 13 sepertiga dari masa pidananya. Pembinaan
pada tahap ini masih dilakukan dalam LAPAS dan pengawasannya maksimum security.
Tahap kedua: Jika proses pembinaan terhadap narapidana yang bersangkutan telah
berlangsung selama-lamanya 13 dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut pendapat Tim Pengamat Pemasyarakatan TPP sudah dicapai
cukup kemajuan, antara lain menunjukkan keinsyafan, perbaikan disiplin dan patuh pada peraturan tata tertib yang berlaku di lembaga, maka kepada
narapidana yang bersangkutan diberikan kebebasan lebih banyak dan ditempatkan pada LAPAS melalui pengawasan medium security.
43
PP 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, pasal 1 ayat 1
44
Adi Sujatno, Sistem Pemasyarakatan Indonesia Membangun Manusia Mandiri, Jakarta: Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2004, hal. 15-17.
Universitas Sumatera Utara
Tahap ketiga: Jika proses pembinaan terhadap narapidana telah dijalani ½ dari masa
pidana yang sebenarnya dan menurut tim TPP telah dicapai cukup kemajuan, maka wadah proses pembinaan diperluas dengan Asimilasi
yang pelaksanaannya terdiri dari dua bagian yaitu yang pertama dimulai sejak berakhirnya tahap awal sampai dengan ½ dari masa pidananya, tahap
kedua dimulai sejak berakhirnya masa lanjutan pertama sampai dengan 23 dari masa pidananya. Dalam tahap ini dapat diberikan Pembebasan
Bersyarat atau Cuti Menjelang Bebas dengan pengawasan minimum security.
Tahap keempat : Pembinaan pada tahap ini terhadap narapidana yang memenuhi syarat
diberikan Cuti Menjelang Bebas atau Pembebasan Bersyarat dan pembinaannya dilakukan di luar LAPAS oleh Balai Pemasyarakatan Bapas
yang kemudian disebut Pembimbingan Klien Pemasyarakatan.
B. Tujuan Lembaga Pemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana