MENYIMAK UNTUK MENYIMPULKAN Untuk guru

Bahasa Indonesia SMKMAK Setara Tingkat Madya Kelas XI Standar Kompetensi - Berkomunikasi dengan bahasa Indonesia setara tingkat madya Kompetensi Dasar - Menyimak untuk Menyimpulkan Informasi yang Tidak Bersifat Perintah dalam Konteks Bekerja Indikator - Mengubah informasi dari bentuk lisan ke dalam bentuk nonverbal bagantabeldiagramgraik denahmatriks - Menyampaikan pendapatopini dengan menggunakan teknik penyampaian simpulan dan pendapat yang akurat secara deduktif atau induktif - Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam menyimpulkan sesuatu informasi Pada Bab ini, kita akan mempelajari kegiatan menyimak dan membedakan informasi berbentuk verbal serta nonverbal. Di samping itu, kita juga akan belajar mengubah informasi verbal ke nonverbal serta membuat simpulan secara deduktif dan induktif disertai dengan opini atau pendapat. Tujuan mempelajari bab ini adalah agar kita terampil menyimak informasi lisan untuk diubah menjadi informasi nonverbal sekaligus dapat menyampaikan pendapat berbentuk simpulan secara deduktif maupun induktif dari informasi yang didengarkan.

BAB 1 MENYIMAK UNTUK MENYIMPULKAN

INFORMASI YANG TIDAK BERSIFAT PERINTAH DALAM KONTEKS BEKERJA Di unduh dari : Bukupaket.com Bahasa Indonesia SMKMAK Setara Tingkat Madya Kelas XI Wacana Narkoba, Aids, dan Kita Saat ini di kawasan Asia, diperkirakan 4,9 juta orang hidup dengan HIVAIDS termasuk 440.000 kasus baru pada tahun lalu. Sekitar 300.000 orang meninggal akibat berbagai penyakit terkait AIDS. Asia Tenggara sendiri memiliki tingkat prevalensi tertinggi di Asia dengan luas wilayah endemis bervariasi antarnegara. Ketika epidemi di Kamboja, Myanmar, dan Thailand menunjukkan penurunan prevalensi HIV, di Indonesia dan Vietnam justru meningkat pesat. Mayoritas kasus infeksi baru di Indonesia dan Vietnam disebabkan pemakaian narkotika, psikotropika, dan zat-zat adiktif lainnya napza, terutama penggunaan jarum suntik injecting drug use IDU, dan hubungan seks tidak aman. Dalam sepuluh tahun terakhir, peningkatan kasus HIV di Indonesia sungguh mencengangkan. Jika tahun 1998 jumlah kumulatif kasus HIV baru 591 orang, pada September 2007 jumlahnya telah mencapai 5.904 orang. Sejak Januari hingga September 2007 saja, jumlah kasus infeksi baru HIV mencapai 674 orang. Kondisi ini seiring dengan laju epidemi AIDS. Jika tahun 1998 jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan 258 orang, pada September 2007 jumlahnya telah meningkat jadi 10.384 orang dengan prevalensi 4,57 persen. Cara penularan kasus AIDS melalui IDU 49,5 persen dan hubungan seks tidak aman 46 persen. Sejauh ini, epidemi HIVAIDS telah bergeser dari hubungan seks tidak aman ke pemakaian napza populer dengan sebutan narkoba dengan jarum suntik. Peningkatan kasus penularan virus itu melalui narkoba suntik mulai terlihat sejak tahun 1999. Departemen Kesehatan menyebutkan, jumlah pengguna narkoba suntik di Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan 190.000 hingga 247.000 orang. Sementara estimasi prevalensi HIV pada pengguna narkoba suntik mencapai 41,6 persen dan ditemukan di tiap provinsi. Secara nasional, dari kasus AIDS yang terlaporkan secara kumulatif, 49,5 persen di antaranya adalah pengguna narkoba suntik. Di unduh dari : Bukupaket.com Bahasa Indonesia SMKMAK Setara Tingkat Madya Kelas XI Bahkan, di wilayah Provinsi DKI Jakarta, 72 persen dari total jumlah kumulatif kasus AIDS adalah pengguna narkoba suntik. “Usia pengguna napza suntik cenderung makin muda sehingga mereka akan terinfeksi HIV lebih awal dan sulit djangkau,” kata Nafsiah Mboi, Sekretaris Komisi Nasional Penanggulangan HIVAIDS. Para pengguna narkoba suntik di lembaga pemasyarakatan lapas dan rumah tahanan rutan juga meningkat pesat serta rata-rata 20 persen terinfeksi HIV. Akibatnya, angka kematian penghuni lapas atau rutan pada tahun 2005 meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Para pengguna narkoba suntik yang terinfeksi HIV di lapas atau rutan selama ini kesulitan mengakses pelayanan kesehatan. Tingginya angka terinfeksi HIV di kalangan pengguna narkoba terutama disebabkan perilaku mereka amat beresiko. Salah satunya masih meluasnya praktik berbagi jarum suntik di kalangan IDU. Di Indonesia, yang populer dikonsumsi adalah narkoba suntikan berupa heroin atau putau. Konon karena efeknya lebih cepat dan murah dibandingkan dengan yang nonsuntikan. Di sisi lain, pengetahuan pentingnya sterilisasi jarum suntik sangat rendah. Menurut penelitian Budi Utomo, Guru Besar dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia FKM UI, di kalangan remaja pengguna narkoba suntik umumnya satu jarum suntik dipakai dua sampai 18 orang. Bahkan, 62 persen di antaranya memakai ulang jarum tersebut. Cara membersihkan jarum, 65 persen memakai air biasa, 31 persen air panas. Sangat sedikit yang mensterilkan dengan merebus. Hasil penelitian lain yang dilakukan I Made Setiawan dan timnya di Bali 1998 menyebutkan, 26,5 persen dari pengguna narkoba suntik itu memiliki lebih dari satu pasangan seksual aktif, 26,5 persen lainnya pernah menggunakan jasa pekerja seksual, serta 17,6 persen berhubungan intim dengan orang asing. Akan tetapi, cuma satu orang yang konsisten memakai kondom. Hal ini membuat kelompok pengguna narkoba suntik menempati posisi amat penting dalam mata rantai penyebaran HIVAIDS. Menurut Zubairi Djoerban, Guru Besar dari FKUI RSCM yang bergerak di bidang penanggulangan HIVAIDS, mereka rentan tertular akibat praktik berbagi jarum suntik. Kemudian, mereka berpeluang besar menularkannya ke kalangan non-pengguna narkoba suntik, istri mereka, anak dan pasangan seksual mereka. Di unduh dari : Bukupaket.com Bahasa Indonesia SMKMAK Setara Tingkat Madya Kelas XI Sejauh ini, Pemerintah telah menyusun pedoman penanggulangan HIVAIDS akibat pemakaian jarum suntik pada pengguna narkoba suntik secara bergantian. Pedoman itu mengatur penggunaan jarum suntik sebagai bagian layanan harm reduction di puskesmas, rumah sakit, dan lapas. Dalam aturan itu, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia bertugas mengurus di lembaga pemasyarakatan, yaitu memisahkan antara pengedar dan pengguna. Setiap pengguna narkoba di lapas juga wajib diperlakukan sebagai pasien yang bisa disembuhkan. Apabila terlanjur terinfeksi HIV, pasien bisa mendapat pengobatan tanpa didiskriminasi. Realisasinya tentu butuh komitmen kuat dari pemerintah dan pemangku kepentingan dalam penanggulangan HIVAIDS di kalangan pengguna narkoba suntikan. Untuk itu, kita bisa belajar dari negara-negara tetangga seperti Kamboja, khususnya menyangkut bagaimana upaya pencegahan yang terfokus dan berkelanjutan dapat menekan perkembangan epidemi HIV. Sumber: Kompas, Sabtu, 24 November 2007, dengan beberapa perubahan

A. Kegiatan Menyimak dan Memahami informasi Nonverbal