Faktor – faktor Penyebab Banjir

2.4.1. Faktor – faktor Penyebab Banjir

Menurut Margono 2005, faktor – faktor yang dapat menyebabkan banjir, antara lain:

1. Faktor Hujan

Hujan bukanlah penyebab utama banjir dan tidak selamanya hujan lebat akan menimbulkan banjir. Begitu pula sebaliknya. Terjadi atau tidaknya banjir justru sangat tergantung dari keempat faktor penyebab lainnya karena secara statistik hujan sekarang ini merupakan pengulangan belaka dari hujan yang telah terjadi di masa lalu. Hujan sejak jutaan tahun yang lalu berinteraksi dengan faktor ekologi, geologi dan vulkanik mengukir permukaan bumi menghasilkan lembah, ngarai, danau, cekungan serta sungai dan bantarannya. Permukaan bumi ini kemudian memperlihatkan secara jelas lokasi – lokasi rawan banjir yang perlu diwaspadai.

2. Faktor DAS Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai adalah wilayah tangkapan air hujan yang akan mengalir ke sungai yang bersangkutan. Perubahan fisik yang terjadi di DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi DAS terhadap banjir. Retensi DAS dimaksudkan sebagai kemampuan DAS untuk menahan air di bagian hulu. Perubahan tata guna lahan, misalnya dari hutan dijadikan perumahan, perkebunan atau lapangan golf akan menyebabkan retensi DAS ini berkurang secara drastis. Seluruh air hujan akan dilepaskan DAS ke hilir. Sebaliknya semakin besar retensi suatu DAS semakin baik, karena air hujan dapat dengan baik di resapkan diretensi di DAS ini dan secara perlahan – lahan dialirkan ke sungai hingga tidak menimbulkan banjir di hilir. Universita Sumatera Utara Manfaat langsung peningkatan retensi DAS lainnya adalah bahwa konservasi air di DAS terjaga, muka air tanah stabil, sumber air terpelihara, kebutuhan air untuk tanaman terjamin dan fluktuasi debit sungai dapat stabil. Retensi DAS dapat ditingkatkan dengan cara program penghijauan yang menyeluruh baik di perkotaan, pedesaan atau kawasan lain, mengaktifkan resevoir reservoir alamiah, pembuatan resapan – resapan air hujan alamiah dan pengurangan atau menghindari sejauh mungkin pembuatan lapisan keras permukaan tanah yang dapat berakibat sulitnya air hujan meresap ke tanah. Memperbaiki retensi DAS pada prinsipnya adalah memperbanyak kemungkinan air hujan dapat meresap ke dalam tanah sebelum masuk ke sungai atau mengalir ke hilir. Untuk hal ini perlu kesadaran masyarakat secara massal terhadap pentingnya DAS melalui proses pembelajaran massal yang intensif dan terus menerus.

3. Faktor Kesalahan Pembangunan Alur Sungai

Pola penanggulangan banjir serta longsor sejak abad 16 hingga akhir abad 20 di seluruh dunia adalah hampir sama; yaitu dengan pelurusan, sudetan, pembuatan tanggul, pembetonan dinding dan pengerasan tampang sungai. Sungai sungai di Indonesia 30 tahun terakhir ini juga mengalami hal serupa. Intinya pola ini adalah mengusahakan air banjir secepatnya di kuras ke hilir. Pola pelurusan dan sudetan seperti di atas jelas mengakibatkan percepatan aliran air menuju hilir. Di bagian hilir akan menanggung volume yang jauh lebih besar dibanding sebelumnya. Jika tampang sungai di tempat ini tidak mencukupi maka akan terjadi perluapan ke bagian bantaran. Jika bantaran sungai tidak cukup, Universita Sumatera Utara bahkan mungkin telah penuh dengan rumah–rumah penduduk, maka akan terjadi penggelembungan atau pelebaran aliran. Akibatnya areal banjir semakin melebar atau bahkan alirannya dapat berpindah arah. Pelurusan dan sudetan sungai pada hakekatnya merupakan penghilangan retensi atau pengurangan kemampuan retensi alur sungai terhadap aliran airnya. Penyelesaian masalah banjir di suatu tempat dengan cara ini pada hakekatnya merupaka penciptaan masalah banjir baru di tempat lain di bagian hilirnya. Perlu dikembangkan juga prinsip Let River Be Natural River. Implikasinya dalam penanggulangan banjir , justru sungai alamiah yang bermeander, bervegetasi lebat dan memiliki retensi alur tinggi ini, perlu di jaga kelestariannya karena dengan itu retensi terhadap banjirnya sangat tinggi Margono, 2005 .

4. Faktor Pendangkalan

Faktor pendangkalan sungai termasuk faktor yang penting pada kejadian banjir. Pendangkalan sungai berarti terjadinya pengecilan tampang sungai, hingga sungai tidak mampu mengalirkan air yang melewatinya dan akhirnya meluap banjir. Pendangkalan sungai dapat diakibatkan oleh proses sedimentasi terus menerus. Proses sedimetasi di bagian hilir ini dapat disebabkan karena erosi intensif di bagian hulu. Material tererosi ini akan tebawa aliran dan lambat laun diendapkan di hilir hingga menyebabkan pendangkalan di hilir. Masalah pendangkalan sungai di Indonesia. Untuk itu perlu digunakan perbaikan DAS secara besar-besaran dengan peningkatan penegakan hukum terhadap pelanggaran penjarahan hutan dan peninjauan kembali proyek–proyek pelurusan dan sudetan– sudetan yang tidak perlu Margono, 2005. Universita Sumatera Utara

5. Faktor Tata Wilayah dan Pembangunan Sarana–Prasarana

Kesalahan fatal yang sering dijumpai dalam perencanaan tata wilayah untuk konservasi air tanah. Besarnya kolam konservasi dapat dihitung berdasarkan persentase besarnya tanah yang digunakan untuk perumahan. Demikian juga untuk areal perkebunan dan areal industri. Cara kolam konservasi ini sebenarnya merupakan koreaksi total terhadap cara lama yang berprinsip pada pengaturan wilayah. Pengaturan wilayah atau drainase konvesional adalah upaya untuk mengalirkan air hujan secepatnya menuju sungai, cara ini sudah waktunya ditinggalkan, karena pengendalian banjir bukan berarti pengaturan wilayah. Tiga cara ini perlu sepenuhnya didukung dengan cara keempat yaitu pembentukan karakter sosio–hidraulik atau water cultur. Sosio–hidraulik adalah suatu pendekatan penyelesaian masalah keairan, lingkungan dan banjir dengan membangun kesadaran sosial massal, bagaimana masyarakat berperilaku terhadap air. Jika perilaku masyarakat terhadap air beserta seluruh komponen ekologisnya sudah benar secara massal maka peyelesaian banjir dan juga masalah lingkungan yang terkait akan semakin mudah. Water Culture dalam masalah banjir dapat diartikan dengan kesiapan masyarakat yang terkena banjir atau yang sering terkena banjir langganan banjir untuk menguasai cara–cara penyelamatan barang atau jiwa, sehingga kerugian material dan jiwa dapat ditekan serendah– rendahnya. Untuk itu penyuluhan, dialog dan usaha pembelajaran dengan masyarakat ini tentang cara–cara menyelamatkan jiwa dan harta benda ketika banjir datang. Menurut pengalaman usaha pembelajaran penyelamatan ini bisa menekan kerugian akibat banjir. Universita Sumatera Utara Sehubungan dengan besarnya masalah banjir, kekeringan dan kerusakan lingkungan di Indonesia, maka keempat upaya ini sebaiknya dilakukan secara paralel, baik penanganan masalah teknis, ekologi dan sosial. Maryono, 2005 .

2.4.2. Dampak Bencana Banjir

Menurut Mistra 2007, dampak banjir akan terjadi pada beberapa aspek dengan tingkat kerusakan berat pada aspek - aspek berikut ini: 1. Aspek penduduk, antara lain berupa korban jiwameninggal, hanyut, tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah penyakit yaitu pneumonia dan penduduk terisolasi. 2. Aspek pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya jalannya pemerintahan. 3. Aspek ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan, hilangnya harta benda, ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat. 4. Aspek saranaprasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi. 5. Aspek lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem, objek wisata, persawahanlahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tangguljaringan irigasi. Universita Sumatera Utara

2.5. Daerah Rawan Bencana

Dokumen yang terkait

Pengetahuan dan Kepatuhan Keluarga dalam Perawatan Penyakit ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Purnama Dumai Tahun 2012

2 66 76

Pengetahuan dan Kepatuhan Keluarga dalam Perawatan Penyakit ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Purnama Dumai Tahun 2012

3 57 76

Analisa Kecenderungan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Bayi Dan Balita Tahun 2000-2004 Untuk Peramalan Pada Tahun 2005-2009 Di Kabupaten Simalungun

0 37 101

Hubungan Karakteristik Individu dengan Tindakan Ibu dalam Pencegahan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Puskesmas Amplas Tahun 2005

6 50 96

Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Martubung Medan

17 141 71

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya

0 38 8

ANALISIS MODEL EPIDEMI SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA), RECOVERED) PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA).

1 9 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1 Pengertian - Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Pencegahan Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) di Kelurahan Aek Nauli Kecamatan Siantar Selatan Kota Pematangsiantar tahun 2013

0 2 35

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Pencegahan Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) di Kelurahan Aek Nauli Kecamatan Siantar Selatan Kota Pematangsiantar tahun 2013

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Dasar Infeksi, Saluran Pernafasan, Infeksi Akut, dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Kota Medan Tahun 2002-2012

0 0 14