Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan dalam setiap jenjang pendidikan mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Terdapat tiga tujuan utama pembelajaran matematika pada jenjang Pendidikan Dasar, yakni untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif; mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan; serta menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung dalam kehidupan sehari-hari Depdiknas, 2004. Mata pelajaran matematika yang diajarkan di sekolah dasar mencakup tiga cabang yaitu aritmatika, aljabar, dan geometri. Aritmatika juga dikenal sebagai berhitung. Pelajaran berhitung diberikan sebagai dasar untuk mempelajari matematika yang lebih kompleks dan aplikasi dalam mata pelajaran lainnya. Berhitung bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari seperti saat berbelanja, menghitung barang dan lain sebagainya. Materi ini dapat membantu persiapan anak dalam menjalani kehidupan sosialnya setelah anak lulus dari sekolah. Materi dasar dalam mempelajari berhitung, diantaranya pengenalan bilangan, penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Pelajaran berhitung tidak hanya diberikan pada pendidikan dasar bagi anak 2 normal, namun juga bagi anak berkebutuhan khusus. Salah satunya adalah anak dengan retardasi mental. Jika melihat pendidikan yang diikuti oleh anak retardasi mental di Amerika, berdasarkan penelitian yang dilaporkan oleh Lewis, Bruininks, Thurlow dan McGrew 1988 yang melihat dampak pendidikan terhadap kehidupan mereka setelah mengikuti program pendidikan di Minnesota menunjukkan bahwa 54 anak retardasi mental dapat hidup mandiri dari segi pekerjaan dan penghasilan. Mereka juga mampu hidup secara mandiri dan dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan berhitung bagi anak retardasi mental bertujuan untuk mengembangkan potensi mereka secara optimal, agar mereka dapat hidup secara mandiri dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tempatnya tinggal. Anak diharapkan mampu untuk mengenal nominal uang, melakukan transaksi jual beli, menghitung kembalian, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru di SLB N 2 Yogyakarta yang dilakukan pada 18 Agustus 2011 menunjukkan bahwa anak retardasi mental yang sedang mengikuti pendidikan di sekolah luar biasa belum menunjukkan perkembangan yang diharapkan dimana, anak retardasi mental mengalami kesulitan dalam berhitung abstrak sehingga proses pembelajaran hanya terpaku pada penggunaan benda nyata. Maka tidak menutup kemungkinan setelah anak retardasi mental lulus dari sekolah, mereka belum memiliki kemampuan 3 untuk melakukan kegiatannya secara mandiri serta belum mempunyai keterampilan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. Sutjihati 2006 menyatakan anak dengan retardasi mental merupakan anak yang memiliki intelektual yang rendah bila dibandingkan dengan anak- anak yang memiliki kecerdasan rata-rata pada umumnya. Retardasi mental ditandai dengan keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Keterbatasan intelegensi yang dimaksud adalah kemampuan belajar anak yang kurang dan terbatas, seperti kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Sementara itu keterbatasan sosial yang dimiliki oleh anak retardasi mental adalah adanya hambatan dalam mengurus dirinya di dalam kehidupan masyarakat seperti memiliki ketergantungan yang besar pada orang tua dan tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana. Anak retardasi mental memiliki hambatan dalam kemampuan untuk mempelajari materi pelajaran seperti halnya anak di sekolah dasar pada umumnya. Oleh karena itu, pemberian materi oleh guru hendaknya menggunakan metode pengajaran yang berbeda dengan anak pada umumnya seperti pemberian instruksi yang sistematis dan berurutan. Menurut Alimin 2008 anak retardasi mental memiliki karakteristik yang berbeda dari orang kebanyakan, sehingga dalam pendidikannya mereka memerlukan pendekatan dan metode khusus yang sesuai dengan karakteristiknya. Menurut Mangunsong 2009, karakteristik belajar anak retardasi mental terdiri dari perhatian, daya ingat, dan motivasi. Selain memperhatikan karakteristik belajar yang dimiliki anak retardasi mental dalam proses pengajaran, 4 penggunaan benda-benda konkrit dapat digunakan guru sebagai media pengajaran. Kemampuan berhitung dipengaruhi oleh pengajaran berhitung yang dilakukan guru di kelas. Optimal atau tidaknya pengajaran berhitung pada anak bergantung pada karakteristik belajar anak retardasi mental. Anak yang memiliki perhatian, daya ingat, dan motivasi yang tinggi akan memiliki kemampuan berhitung yang berbeda dengan anak yang memiliki perhatian, daya ingat, dan motivasi yang rendah. Berdasarkan pentingnya kemampuan berhitung pada anak retardasi mental, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana kemampuan berhitung dan pengajaran berhitung pada anak retardasi mental.

B. Rumusan Masalah