Hasil Identifikasi Tumbuhan Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak

35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Bogor, Indonesia, menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah Kelor Moringa oleifera Lam., suku Moringaceae. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 50.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak

Pemeriksaan karakteristik daun kelor secara makroskopik dilakukan untuk mengetahui ciri-ciri fisik simplisia suatu tumbuhan, seperti bentuk, bau dan rasa. Hasil pemeriksaan makroskopik daun kelor segar memiliki bentuk helai daun bulat telur, panjang 1 – 2 cm, lebar 1 – 2 cm, tipis lemas, ujung dan pangkal tumpul, tepi rata, susunan pertulangan menyirip, pemukaan atas dan bawah halus, daun majemuk, helai daun berwarna hijau muda hingga hijau tua, bertangkai panjang; daun beraroma khas; rasanya agak sedikit pahit. Gambar hasil pemeriksaan makroskopik daun kelor dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 51. Pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia secara mikroskopik dilakukan untuk mengetahui struktur anatomi suatu simplisia. Hasil pemeriksaan mikroskopik penampang melintang daun kelor, yaitu adanya kutikula, epidermis atas, jaringan palisade, jaringan bunga karang spons, epidermis bawah. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun kelor terlihat adanya sel-sel epidermis, jaringan pembuluh, dan kristal oksalat berbentuk druse yang tersebar Universitas sumatera utara Universitas sumatera utara 36 pada jaringan parenkim, epidermis atas dengan mesofil, rambut penutup, dan stomata anomositik. Gambar hasil pemeriksaan mikroskopik daun kelor dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 53. Menurut Ditjen POM 2000, standarisasi suatu simplisia dan ekstrak adalah pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan obat dan menjadi penetapan nilai untuk berbagai parameter produk. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dan ekstrak etanol daun kelor terlihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak etanol daun kelor No Karakteristik Hasil Pemeriksaan Syarat MMI Simplisia Ekstrak 1 Kadar air 6,65 18,96 10 2 Kadar sari larut air 29,59 - 5 3 Kadar sari larut etanol 12,64 - 5 4 Kadar abu total 9,69 0,45 11 5 Kadar abu tidak larut asam 0,97 0,21 1 Ekstraksi serbuk daun kelor dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol 96, ekstrak cair maserat dari 500 g serbuk simplisia daun kelor yang dimaserasi, dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 52,48 gram Rendemen 10,496. Hasil penetapan kadar air simplisia etanol daun kelor diperoleh 6,65. Hal ini sesuai dengan standarisasi kadar air simplisia secara umum dengan syarat yaitu tidak lebih dari 10 Ditjen POM b , 1995. Hasil penetapan kadar air ekstrak yang diperoleh sebesar 18,96. Besarnya kandungan air dapat disebabkan oleh sifat ekstrak etanol daun kelor yang kental 5 – 30 sehingga kandungan air, sisa pelarut, atau kandungan senyawa lain dalam ekstrak masih tinggi Voigt, 1994. Penetapan kadar air dilakukan untuk memberikan batasan minimal atau rentang Universitas sumatera utara Universitas sumatera utara 37 besarnya kandungan air dalam ekstrak. Kandungan air yang tinggi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur sehingga menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat dan terurainya zat aktif selama penyimpanan sehingga ekstrak tersebut harus disimpan di dalam lemari pendingin. Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan etanol dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dalam air dan dalam etanol dari suatu simplisia. Hasil karakterisasi simplisia daun kelor menunjukkan kadar sari yang larut dalam air sebesar 29,59; sedangkan kadar sari yang larut dalam etanol sebesar 12,64. Kadar sari yang larut dalam air lebih besar dari kadar sari yang larut dalam etanol karena senyawa bersifat polar lebih banyak larut di dalam pelarut air daripada etanol, dan senyawa yang tidak larut di pelarut air akan larut di dalam pelarut etanol. Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral internal abu fisiologis yang berasal dari jaringan tanaman itu sendiri, dan eksternal abu non-fisiologis yang merupakan residu dari luar seperti pasir dan tanah yang terdapat di dalam sampel atau dari sisa setelah pembakaran Ditjen POM b , 2000; WHO, 1992. Kadar abu tidak larut asam untuk menentukan jumlah silika, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida WHO, 1992. Penetapan kadar abu pada simplisia daun kelor menunjukkan kadar abu total sebesar 9,69 dan kadar abu tidak larut dalam asam sebesar 0,97. Kadar abu total pada umumnya untuk masing-masing simplisia tidak sama. Umumnya syarat kadar abu tidak larut dalam asam 1, dan memenuhi persyaratan. Universitas sumatera utara Universitas sumatera utara 38 Kadar abu total yang tinggi menunjukkan adanya zat anorganik logam- logam Ca, Mg, Fe, Cd dan Pb yang sebagian mungkin berasal dari pengotoran. Kadar logam berat yang tinggi dapat membahayakan kesehatan, oleh sebab itu perlu dilakukan penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu melebihi nilai yang ditetapkan. Berdasarkan tabel di atas, simplisia daun kelor yang digunakan telah memenuhi standar karakterisasi simplisia berdasarkan standar Materia Medika Indonesia jilid VI. Standar karakterisasi ekstrak belum tercantum dalam monografi, sehingga hasil karakterisasi ekstrak yang diperoleh dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan karakteristik ekstrak etanol daun kelor.

4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak