4. Pembahasan
Hasil analisis data yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa penerapan Corporate Social Responsibility
CSR pada UMKM batik di Giriloyo Imogiri Bantul Yogyakarta, telah diterapkan oleh UMKM batik yang menjadi populasi
sasaran. Secara rinci penerapan Corporate Social Responsibility CSR oleh UMKM batik di Giriloyo Imogiri Batul Yogyakarta berdasarkan tiga kategori
dan empat sub-kategori yang berpedoman pada standar khusus GRI G4 adalah sebagai berikut:
1 Kategori Ekonomi
Pada kategori ekonomi terdapat enam item yang menjadi poin pokok dalam penerapan program Corporate Social Responsibility CSR. Enam
poin tersebut berkaitan dengan ketepatan waktu dalam melakukan pembayaran kewajibanhutang, pembuatan pembukuan secara rutin,
pemberian upah, pemilihan tenaga kerja, kontribusi UMKM terhadap sarana-prasarana di sekitar UMKM, dan pembelian bahan baku yang
dilakukan UMKM dalam proses produksi. Berikut ini adalah data mengenai penerapan Corporate Social Responsibility CSR pada kategori ekonomi:
Tabel 5.7 Penerapan Corporate Social Responsibility CSR
Kategori Ekonomi No.Item
Jumlah UMKM yang melaksanakan kegiatan CSR
Persentase
1 12
50,00 2
13 54,17
3 4
24 100
5 12
50,00 6
21 87,50
Berdasarkan data yang diperoleh berkaitan dengan penerapan Corporate Social Responsibility
CSR pada kategori ekonomi, masing- masing item yang terdiri dari enam item tersebut memiliki persentase yang
berbeda. Pada item nomor tiga , yaitu “memberi upah sesuai dengan standar
dan ketentuan” ini menjadi angka yang terendah dengan persentase 0. Angka ini menunjukkan bahwa dari 24 UMKM batik yang menjadi populasi
sasaran dalam penelitian ini tidak ada satupun yang menerapkan item nomor tiga. Hal ini tentu terjadi bukan tanpa sebab ataupun tanpa alasan. Pemberian
upah yang tidak sesuai dengan standar dan ketentuan ini dikarenakan pemberiaan upah menggunakan sistem borongan. Pemberian upah dengan
sistem ini diberikan berdasarkan hasil pekerjaan yang telah diselesaikan oleh pengrajin batik, sehingga besaran upah yang diterima oleh pengrajin
dalam suatu UMKM batik akan berbeda-beda satu sama lain. Tentunya besaran upah yang diterima oleh pengrajin dapat dikatakan belum setara
dengan tingkat standar dan ketentuan upah yang berlaku. Penggunaan sistem upah boronganberdasarkan hasil pekerjaan yang telah selesai dinilai
fair dengan keadaan produksi UMKM batik. Hal ini dapat terjadi karena
dalam menyelesaikan suatu tahapan pekerjaan pada proses produksi batik memiliki waktu yang berbeda-beda. Sebagai contoh, pada tahap
penggambaran pola motif yang dilakukan beberapa pengrajin tentu memiliki tingkat waktu penyelesaian yang tidak sama. Tentu ada faktor
yang membuat tingkat waktu penyelesaian yang tidak sama. Kemahiran dan kecepatan membuat pola yang dilakukan oleh pengrajin akan berbeda satu
dengan lainnya. Berdasarkan alasan tersebut, apabila pemberian upah didasarkan pada jam kerja, maka UMKM batik akan merugi. Seperti hasil
wawancara dengan Ketua Paguyuban Batik Tulis Giriloyo, Bapak Nur Ahmadi menyatakan sebagai berikut:
Di sini masih tradisional Mas, tidak ada pemberian hadiah-hadiahan atau semacamnya kepada karyawan yang bekerja dengan baik.
Mereka semua diberi gaji atau upah ya sebesar pekerjaan yang diselesaikan Mas. jadi misalnya karyawan tersebut menyelesaikan 2
potong kain batik, ya gajinya atau upahnya sebesar itu dan biasanya memang masih di bawah UMR daerah Bantul Mas. Soalnya kan
memang jenisnya borongan mas. Karena memang batik di sini juga tidak langsung laku Mas. terkadang kita buat selesai itu bulan ini,
bulan 2, nanti laku terjualnya itu bisa bulan Mei atau Juni Mas. hasil wawancara minggu 26 Februari 2017, pukul 10.40-12.00 WIB.
Dalam penerapan Corporate Social Responsibility CSR pada
kategori ekonomi, juga ditemukan satu item yang dilakukan oleh semua UMKM batik yang menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini. Pada item
nomor 4 yaitu “memperkerjakan masyarakat sekitar UMKM” memiliki tingkat persentase 100, yang artinya bahwa 24 UMKM batik yang
menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini semuanya menjawab telah menerapkannya. Semua UMKM batik telah membantu perekonomian
warga masyarakat yang berada di sekitar lokasi UMKM batik. Bentuk bantuan tersebut yaitu dengan menerapkan penggunaan tenaga kerja dengan
memperkerjakan masyarakat yang tinggal di sekitar UMKM batik tersebut berada. Hal ini dibenarkan oleh ketua paguyuban Batik Tulis Giriloyo,
Bapak Nur Ahmadi dalam kutipan wawancara yang dilakukan pada minggu 26 Februari 2017, pukul 10.40-
12.00 WIB yang mengatakan bahwa “Semua karyawan dan tenaga kerja yang ada adalah masyarakat sekitar
”.
Berkaitan dengan hasil empat item lainnya dalam penerapan Corporate Social Responsibility
CSR pada kategori ekonomi, item nomor 1, 2, 5, dan 6 masing-masing memiliki persentase sebagai berikut; item no.1
dengan presentase 50, item no.2 dengan presentase 54,17, persentase item no. 5 dengan presentase 50, dan item no. 6 dengan presentase
87,50. 2
Kategori Lingkungan Penerapan Corporate Social Responsibility CSR pada kategori
lingkungan secara keseluruhan telah dilakukan dengan baik oleh 24 UMKM batik. Ada sebanyak 30 item yang tersedia untuk mengetahui bagaimana
penerapan CSR kategori lingkungan. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan penerapan Corporate Social Responsibility CSR pada
kategori lingkungan;
Tabel 5.8 Penerapan Corporate Social Responsibility CSR
Kategori Lingkungan
Jawaban No.Item
Frekuensi Persentase
“Ya” oleh semua UMKM batik
7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 20, 21, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 33, 34
18 60
“Ya” oleh beberapa UMKM batik
15, 16, 17, 18, 19, 22, 23, 24, 26, 32, 35, 36
12 40
Total 30
100
Melalui tabel Penerapan Corporate Social Responsibility CSR pada kategori lingkungan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan CSR yang
berkaitan dengan lingkungan telah dilakukan dengan baik oleh UMKM batik. Hal ini dibuktikan dengan terdapatnya 18 item 60 pada kategori
ini, semua UMKM batik yang menjadi populasi sasaran menjawab dengan
“Ya” atau telah menerapkan kegiatan CSR. Item yang tersisa berikutnya pada kategori ini berjumlah 12 item 40. 12 item tersebut tidak
dilaksanakan oleh semua UMKM batik. Berikut ini rincian 12 item tersebut; item nomor 18 dan 35 masing-masing dilaksanakan oleh 1 dan 4 UMKM
batik; item nomor 16 dan 22 masing-masing dilaksanakan oleh 9 dan 8 UMKM batik; item nomor 17, 24, 26, 32 dan 36 masing-masing
dilaksanakan oleh 11, 14, 14, 11 dan 13 UMKM batik; dan item nomor 15, 19 dan 23 masing-masing dilaksanakan oleh 15 UMKM batik. Jumlah
tersebut menyatakan tidak semua UMKM batik yang menjadi populasi sasaran menjawab dengan telah diterapkannya kegiatan CSR.
Secara umum kategori ini membahas mengenai penggunaan energi, limbah, dan perhatian UMKM batik terhadap lingkungan sekitar yang
berada di daerah di mana UMKM tersebut beroperasi. Ada beberapa poin penting yang mendukung baiknya penerapan Corporate Social
Responsibility CSR pada kategori lingkungan oleh UMKM batik di
Giriloyo. Hal yang mendukung tersebut dibuktikan dengan aktivitas- aktivitas yang sering dilakukan UMKM batik dalam menjaga lingkungan
seperti yang disampaikan oleh Ketua Paguyuban Batik Tulis Giriloyo, Bapak Nur Ahmadi dalam wawancaranya yang menyatakan bahwa:
Dengan adanya paguyuban ini yang pasti membuat koordinasi semakin baik dan mudah Mas. untuk mengatasi ini beberapa tahun
yang lalu, kita, paguyuban membuat semacam tempat pencelupan atau pewarnaan Mas. Ya fungsinya salah satunya untuk menghemat biaya
dan juga meminimalisir dampak lingkungannya juga Mas. Penggunaan bahan kimia atau pewarna sintetik beberapa di sini
menggunakan. Ya kalau dibilang berbahaya, ya berbahaya Mas kalau tidak ditampung dan dinetralkan Mas. berbahayanya itu ketika
pengrajin membuang langsung kesaluran-saluran air Mas. Untuk penggunaan pewarna kimia tapi yang masih ditoleransi ya sejenis
naptol Mas. Naptol itu kan pewarna pakaian yang bisa dibilang tidak mencemari lingkungan Mas. itu juga sering digunakan Mas di mana-
mana. Kalau limbah itu sendiri khususnya limbah pewarnaan sebenarnya kan
sudah kita buat sumur-sumur resapan. Jadi penetralannya ya di sumur resapan itu Mas. sumur resapan ada sumur satu, dua dan tiga, di sumur
itu diberi arang, pasir terus dibuang disumur keempat. Itu sudah netral. Itu limbah air, limbah pewarnaannya.
Kalau limbah malamnya itu nanti diolah lagi bisa untuk bahan baku lagi.
BLH Badan Lingkungan Hidup itu dulu diperintahkan oleh Dinas Perindustrian Kabupaten Bantul Mas. ya BLH kan bekerja sama
dengan Dinas Perindustrian dan dinas-dinas terkait. kalau semua pengrajin mengikuti arahan dari BLH tersebut kan seharusnya sudah
tidak ada masalah lagi mengenai dampak limbah yang merusak lingkungan. hasil wawancara minggu 26 Februari 2017, pukul 10.40-
12.00 WIB. Aktivitas yang berkaitan dengan menjaga lingkungan dapat dijelaskan
sebagai berikut; adanya penghematan dalam penggunaan energi listrik, bahan bakar minyak, gas, dan air, adanya netralisasi limbah hasil produksi
sebelum dilakukannya pembuangan akhir limbah sehingga tidak mencemari lingkungan, penggunaan bahan pewarna alami serta sintetik yang aman dan
tidak membahayakan lingkungan, dan peran aktif UMKM batik dalam menjalin kerjasama dengan Badan Lingkungan Hidup BLH Kab. Bantul
dalam melestarikan dan menjaga lingkungan agar tetap sehat. 3
Kategori Sosial Penerapan Corporate Social Responsibility CSR pada kategori
sosial ini terbagi menjadi empat sub kategori. Empat sub kategori tersebut adalah praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan kerja, Hak Asasi Manusia
HAM, masyarakat, dan tanggung jawab produk. Terdapat 34 item
pernyataan yang digunakan untuk mengetahui bagaimana UMKM batik menerapkan kegiatan CSR pada kategori sosial. Masing-masing jumlah
item berdasarkan empat sub kategori adalah praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan kerja 11 item, Hak Asasi Manusia HAM 8 item, masyarakat
8 item, dan tanggung jawab produk 7 item. Hasil penerapan Corporate Social Responsibility
CSR pada kategori sosial yang terbagi menjadi empat sub kategori ditampilkan dalam bentuk tabel pada halaman
selanjutnya.
Tabel 5.9 Penerapan Corporate Social Responsibility CSR
Kategori Sosial
Praktik Ketenagakerjaan dan Kenyamanan Kerja
Hak Asasi Manusia Masyarakat
Tanggung Jawab Produk
No. Item
Jumlah penerapan Persentase
No. Item
Jumlah penerapan Persentase
No. Item
Jumlah penerapan Persentase No.
Item Jumlah penerapan
Persentase
37
63,64 48
24
96,35 56
24
68,75 64
24
62,50 38
24 49
17 57
7 65
7 39
24 50
24 58
24 66
19 40
24 51
24 59
67 6
41 24
52 24
60 24
68 24
42 53
24 61
5 69
24 43
54 24
62 24
70 1
44 55
24 63
24 45
24 46
24 47
24
70
Berikut ini adalah pembahasan penerapan Corporate Social Responsibility
CSR pada kategori sosial yang terbagi menjadi empat sub kategori.
a Sub-kategori Praktik Ketenagakerjaan dan Kenyamanan Kerja
Dalam penerapan CSR pada sub kategori ini, terdapat 11 item yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan kenyamanan kerja. Besarnya
persentase tingkat penerapan pada sub kategori ini oleh UMKM batik yang menjadi populasi sasaran adalah 63,64. Angka tersebut memiliki
makna bahwa tidak semua UMKM batik yang menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini menerapkan kegiatan CSR pada sub-kategori ini.
Dari jumlah total skor penerapan kegiatan CSR pada sub-kategori ini sebanyak 264 11 item pernyataan x 24 UMKM batik dengan jawaban
“Ya” ada sebanyak 168 jumlah jawaban “Ya” pada sub-kategori praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan kerja atau sebesar 63,64
dan sisanya menandakan bahwa kegiatan CSR berkaitan dengan sub- kategori ini belum dilaksanakan oleh UMKM batik. Berdasarkan
besaran persentase 63,64 tersebut terdapat tujuh item item no. 38, 39, 40, 41, 45, 46, 47 yang dilakukan oleh semua UMKM batik, sedangkan
empat item item no. 37, 42, 43, 44 tidak diterapkan oleh satupun UMKM batik yang menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini.
Item-tem yang diterapkan oleh UMKM batik berkaitan dengan sub kategori praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan kerja ada 7 item
yaitu; memperbolehkan karyawatinya yang sedang hamil untuk bercuti,
melakukan komunikasi berkaitan dengan kebijakan UMKM, terbuka terhadap saran ataupun masukan yang diberikan oleh pengrajin,
memberikan pengetahuan mengenai bahaya dampak akibat proses produksi, memberikan diskripsi kerja sesuai dengan keahlian pengrajin,
melakukan persamaan tingkat upah minimum, serta menerima atau terbuka atas segala bentuk pengaduan berkaitan dengan ketenagakerjaan
yang disampaikan oleh pengrajin didalam UMKM batik. Berkaitan dengan item yang tidak diterapkan oleh UMKM batik
pada sub kategori ini, terdapat hal-hal menarik berkaitan dengan tidak diterapkannya item tersebut. Berikut ini adalah hasil wawancara yang
dilakukan dengan Ketua Paguyuban Batik Tulis Giriloyo mengenai 4 item yang tidak diterapkan UMKM batik berkaitan dengan praktik
ketenagakerjaan dan kenyamanan kerja: Tidak ada Mas. di sini masih tradisional Mas, tidak ada pemberian
hadiah-hadiahan atau semacamnya kepada karyawan yang bekerja dengan baik. Mereka semua diberi gaji atau upah ya sebesar
pekerjaan yang diselesaikan Mas. jadi misalnya karyawan tersebut menyelesaikan 2 potong kain batik, ya gajinya atau upahnya
sebesar itu dan biasanya memang masih dibawah UMR daerah bantul Mas.
Tidak ada pelatihan Mas. di sini semua yang bekerja membatik, awalnya karena sudah terbiasa untuk membatik. Membatik di sini
sudah turun temurun Mas. biasanya dari usia SD atau SMP sudah belajar sendiri Mas untuk membatiknya. Dirumah Ibu nya biasa
membatik, awalnya anak bisa membatik ya dari itu. Tidak ada. BPJS atau Jamkesda itu buat sendiri Mas. tidak ada
jaminan kesehatan dari pemilik. Karna kalau biasanya itukan dari perusahaan besar pasti karyawannya diberikan jaminan kesehatan,
kalau di UMKM seperti di Giriloyo belum ada mas. pemberian yang dilakukan masih sebatas pemberian Gaji dan Upah ke
Karyawannya. hasil wawancara minggu 26 Februari 2017, pukul 10.40-12.00 WIB.
Beberapa item tersebut yang telah disampaikan dalam wawancara menunjukkan bahwa tidak ada pemberian rewardpenghargaan bagi
pengrajin yang memiliki banyak kontribusi bagi UMKM batik. pemberian penghargaan ini tidak dilakukan karena sebagian besar
UMKM batik merasa sudah cukup dengan hanya memberikan upah kepada pengrajinnya. Hal yang sama juga ditujukkan untuk item yang
berkaitan dengan pemberian jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. Jaminan tersebut kembali tidak diberikan oleh UMKM batik dengan
alasan yang sama. Pemberian upah sesuai hasil pekerjaan ini menjadi alasan yang dirasa sudah cukup upah yang diberikan, tanpa adanya
pemberian rewardpenghargaan bagi karyawan dan pemberian jaminan, baik kesehatan maupun keslamatan kerja. Pemberian pelatihan kerja
bagi karyawan pengrajin dalam penelitian ini yang seharusnya sudah menjadi budaya dalam sebuah badan usaha juga tidak diterapkan oleh
hampir semua UMKM batik. UMKM batik hanya mempekerjakan pengrajin batik yang sudah terbiasa dan ahli di bidang membatik.
Pembelajaran dan pelatihan membatik dilakukan secara individu dan dilakukan sebelum pengrajin tersebut bekerja bagi UMKM dan
kelompok batik yang ada. Item terakhir dalam sub kategori ini yang tidak diterapkan adalah tidak ada perkembangan jenjang pekerjaan bagi
karyawan, UMKM batik tidak memberikan pelatihan bagi karyawan baru. Tentu ini bukan tanpa alasan. Dalam UMKM batik seluruh
pengrajin sudah bertahun-tahun menjadi pengrajin dan bekerja untuk
membatik, sehingga tidak ada pengembangan jenjang pekerjaan secara vertikal. Pada praktiknya kondisi seperti ini terjadi pada pengrajin batik
di Giriloyo yang bertahun-tahun menjadi pembatik, bahkan secara turun temurun.
b Sub-kategori Hak Asasi Manusia HAM
Seluruh UMKM batik memiliki kesadaran yang tinggi dalam perhatiannya terhadap hak asasi manusia. Hampir semua UMMK batik
yang menjadi populasi sasaran telah menerapkan sub kategori hak asasi manusia dengan persentase sebesar 96,35. Persentase penerapan sub
kategori hak asasi manusia ini menjadi yang tertinggi pada empat sub kategori dalam kategori sosial. Empat sub kategori yang terdapat pada
tabel 5.6 tersebut masing-masing memiliki persentase sebagai berikut; praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan kerja 63,64, Hak Asasi
Manusia 96,35, masyarakat 68,75, dan tanggung jawab produk 62,50. Dengan tingginya persentase penerapan sub kategori Hak
Asasi Manusia, hanya terdapat 1 item saja yang tidak secara utuh diterapkan oleh 24 UMKM batik yang menjadi populasi sasaran dalam
penelitian ini. Item tersebut adalah “tidak memperkerjakan karyawan yang masih dibawah umur”. Berikut ini adalah keterangan mengenai
alasan dan sebab tersebut yang diperoleh melalui wawancara yang dilakukan dengan Ketua Paguyuban Batik Tulis Giriloyo yang berkaitan
dengan item no. 49 yang ada pada sub kategori hak asasi manusia; Jadi memang masih ada hubungan keluarga, jadi memang jika ada
semacam itu, memang anaknya Mas yang mau cari uang jajan
tambahan. karena memang anaknya sendiri juga mau dan dirasa mampu juga, jadi sulit mas untuk tidak menerimanya, apalagi itu
masih punya hubungan saudara to Mas. Ya ini kan salah satunya juga untuk membantu perekonomian warga masyarakat sekitar
Mas. hasil wawancara minggu 26 Februari 2017, pukul 10.40- 12.00 WIB.
Item tersebut diterapkan oleh 17 UMKM batik. Hal ini
menandakan ada sebanyak 7 UMKM batik yang memperkerjakan anak di bawah umur 17 tahun untuk menjadi pengrajin batik. Hal ini sudah
terjadi secara turun-temurun. Remaja yang memiliki umur kisaran 12 hingga 15 tahun sudah memiliki keahlian dalam membatik, sehingga
membuat anak di bawah umur ini dapat bekerja dan memiliki ketrampilan membatik yang baik.
c Sub-kategori Masyarakat
Penerapan CSR pada sub kategori masyarakat ditentukan melalui 8 item pertanyaan. Berikut ini adalah rincian penerapan CSR pada sub
kategori masyarakat;
Tabel 5.10 Penerapan Corporate Social Responsibility CSR
Sub Kategori Masyarakat No.Item
Jumlah penerapan
Persentase
56 24
100 57
7 29,17
58 24
100 59
60 24
100 61
5 20,83
62 24
100 63
24 100
Berdasarkan data yang diperoleh mengenai penerapan CSR pada sub kategori masyarakat, terdapat 5 item yang diterapkan oleh semua
UMKM batik yang menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini. Lima item tersebut adalah nomor 56, 58, 60, 62, dan 63. Selanjutnya ada dua
item pertanyaan yang masing-masing hanya dijawab “Ya” atau
diterapkan oleh 7 dan 5 UMKM batik saja yaitu pertanyaan item nomor 57 dan 61. Masing-
masing pertanyaannya adalah “memberikan informasi kepada masyarakat sekitar jika menghasilkan dampak negatif
akibat proses produksi” dan “memberikan kontribusi berupa pembelajaran untuk menekan praktik korupsi”. Selain itu terdapat satu
item yang tidak diterapkan oleh semua UMKM batik. item tersebut adalah item nomor 59 dengan pertanyaan “memberikan pelatihan dan
informasi mengenai anti korupsi”. Dalam praktik bisnis usaha yang dilakukan, tidak ada UMKM batik dalam penelitian ini yang
memberikan pelatihan maupun informasi dalam mencegah praktik korupsi. Secara keseluruhan persentase penerapan CSR pada sub
kategori masyarakat ini sudah cukup baik yaitu dengan persentase penerapan sebesar 68,75.
d Sub-kategori Tanggung Jawab Produk
Pada sub kategori ini terdapat 7 item yang digunakan untuk mengetahui penerapan CSR. Pada item penerapan CSR sub kategori
tanggung jawab produk, sebagian besar UMKM batik 37,50 belum memahami secara benar bagaimana sebuah produk yang dihasilkan
memiliki tanggung jawab terhadap para konsumen yang akan menggunakan produk tersebut. Berdasarkan hasil data yang diperoleh
mengenai penerapan CSR sub kategori tanggung jawab produk pada tabel 5.6 menunjukkan, persentase penerapan mencapai 62,50. Angka
ini adalah yang terendah diantara 4 sub kategori yang ada pada kategori sosial.
Pada item nomor 65, 66, 67, dan 70 telah diterapkan oleh semua UMKM batik yang menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini.
Tersisa tiga item yang tidak dilakukan oleh semua UMKM batik dalam penelitian ini. Berikut adalah rinciannya; item nomor 65 Memberikan
informasi bahwa produk tidak membahayakan kesehatan telah diterapkan oleh 7 UMKM batik, item nomor 66 memberikan label dan
informasi pada produk telah diterapkan oleh 19 UMKM batik, item nomor 67 Membuat survei atas kepuasan pelanggan telah diterapkan
oleh 6 UMKM batik, item nomor 70 Mengetahui aturan mengenai produksi dan penggunaan produk hanya diterapkan oleh 1 UMKM
batik.
C. Hambatan dalam Penerapan Corporate Social Responsibility CSR