Lief Java Kontribusi Ismail Marzuki di Lief Java, NIROM, dan VORO

mengunjungi para pelangan dengan mengendarai sepeda motor kesayangannya merek BSA buatan Inggris. 17 Tidak hanya sebatas berjualan saja, dengan pembeli Ismail seringkali membahas musik hingga berjam-jam, sehingga hubungan yang terjalin bukan hanya sebatas penjual dan pembeli, tetapi menjadi sesama penikmat dan pelaku musik. Dari merekalah, dan juga dari membaca berbagai buku, Ismail mempelajari not-not balok, partitur, tangga nada, teori musik, dan ilmu melodi. Dari sinilah dibuktikan bahwa pekerjaan sebagai verkoper ini berperan besar bagi karier Ismail Marzuki selanjutnya sebagai seorang komponis

B. Kontribusi Ismail Marzuki di Lief Java, NIROM, dan VORO

1. Lief Java

Pada tahun 1918 atau saat Ismail Marzuki berusia empat tahun, berdirilah sebuah perkumpulan musik, yakni ―Rukun Anggawe Santoso‖—dalam bahasa Jawa , atau ―Bersatu Kita Jaya‖. Kelompok musik ini didirikan oleh Suwardi atau yang lebih dikenal dengan Pak Wang. Lima tahun kemudian 1923, Kelompok Rukun Anggawe Santoso ini mengubah nama menjadi Lief Java yang berkembang di bawah pimpinan Hugo Dumas. Dugo Humas bekerja sebagai pegawai tinggi Departement van Justitie Departemen Kehakiman dan salah satu agen perusahaan KK Knies tempat Ismail Marzuki bekerja. Lief Java merupakan salah satu orkes keroncong yang sudah lama hadir di Indonesia dan senantiasa memainkan berbagai macam lagu, baik karya cipta sendiri maupun karya cipta orang lain. Orkes keroncong ini menjadi Kelompok yang memiliki peranan 17 Ibid. penting dalam perkembangan musik keroncong atau stambul, meski hanya didukung oleh alat musik sederhana seperti, biola, suling, gitar, dan cello. 18 Karena kecintaannya terhadap musik, ketika berusia 17 tahun 1931 Ismail Marzuki bersama teman-temannya anak Kemayoran bergabung dengan Lief Java, disaat pemainnya ingin merekrut orang muda yang memiliki keinginan untuk memajukan seni suara di seluruh Indonesia. Keikutsertaannya ini berawal ketika dia bekerja sebagai verkoper, untuk pertama kalinya Ismail bertemu dengan Hugo Dumas. Secara berkala Lief Java berlatih di rumah S. Abdullah di Kampung Kepuh, Kemayoran, Batavia. Beliau merupakan salah seorang musikus keroncong terkenal masa itu. Saat itu kawasan Kemayoran mayoritas dihuni warga Indo- Belanda dan dikenal sebagai tempat berkumpul para ―Buaya Keroncong‖. Ismail pun ikut berlatih bersama Lief Java seusai berkeliling menawarkan piringan hitam. Bakat Ismail dalam bermusik semakin berkembang ketika ikut bergabung dengan Lief Java. Dia mempunyai kreativitas yang besar dalam menggubah dan mencipta lagu barat, lagu keroncong, maupun langgam melayu. Bahkan Ismail memperkenalkan instrumen akordeon ke dalam langgam Melayu, sebagai pengganti harmonium pompa. 19 Namun demikian, masyarakat lebih mengenalnya sebagai seorang penyanyi bersuara berat bariton daripada pemain akordeon, gitar, atau saxophone. Suara Ismail yang berkarakter bariton antara bas dan tenor serupa dengan penyanyi Amerika Bing Crosby yang populer pada zaman itu. Ini 18 Ninok Leksono, op.cit. hal. 34. 19 H. Ahmad Naroth, ―Bang Ma’ing Anak Betawi‖, Intisari, No. 227, juni 1982, hal. 8. membuat sebagiannya temannya menjulukinya ―Bing Crosby Kwitang‖. 20 Dalam dunia musik keroncong, Ismail berkontribusi sangat besar. Seni Keroncong yang dahulu hanya digemari oleh beberapa golongan saja, telah menjadi seni suara yang saat itu terdengar di dalam maupun luar Indonesia. Kelahiran Lief Java agak sulit dipisahkan dari perjalanan musik keroncong di Indonesia. Musik ini dikembangkan sejak abad ke-17 oleh kelompok masyarakat mestizo keturunan campuran Portugis, Indonesia, Cina dan mardijker budak asal Afrika, India, Melayu dan bekas serdadu Portugis yang dibebaskan dari tawanan Belanda dan pindah agama dari Katholik menjadi Prostestan yang tinggal di Kampung Tugu, utara Batavia. 21 Ke-Portugisan dari orang-orang Mardijker Tugu sangat kuat, didemonstrasikan dalam musik mereka yang sampai sekarang masih ada. Salah satu pembicaraan yang dibanggakan orang Mardykers adalah musik tradisional keroncong bangsa Portugis mengenal dengan Fado. Menurut para ahli musik, asal nama ―Keroncong‖ berasal dari terjemahan bunyi alat musik semacam gitar kecil dan Polynesia Ukulele bertali lima yang jika dimainkan menimbulkan bunyi: crong, crong, crong. Di kemudian hari alat keroncong ini dapat diciptakan sendiri oleh orang-orang keturunan Portugis yang berdiam di kampung Tugu, dan hanya bertali empat. Dan musik yang diperoleh dari orkes dengan iringan keroncong inila h yang dinamakan orang ―Musik Keroncong‖. 22 20 Ibid., hal 177. 21 Dieter Mack, op.cit., hal 15. 22 Harmunah, S. Mus, Musik Keroncong sejarah, gaya, dan perkembangan, Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1987. hal. 9. Dalam perjalanan bermusik, Orkes Lief Java jarang tampil di acara pesta perkawinan. Ini terjadi karena pilihan sikap Ismail Marzuki sendiri. Sebagai pemusik, Ismail Marzuki selalu berusaha menjaga diri dan tampil profesional. Dia menolak apabila ada permintaan tampil di acara pesta perkawinan dengan maksud ingin mengangkat derajat musikus dan menghapus citra buruk yang terlanjur melekat pada diri mereka. Karena sikap itulah Ismail sempat dijuluki ―musikus salon‖. Selanjutnya oleh karena pergantian pemerintahan pada masa pendudukan Jepang, nama Lief Java diganti menjadi Kireina Djawa.

2. NIROM