mengapa ia harus meminta bantuan dan merepotkan orang lain. Selain itu ia juga mengungkapkan bahwa ia selalu senang setelah diizinkan pergi
jalan-jalan ke luar. Seringkali ia merasa disalahartikan kalau keinginannya untuk keluar sendiri karena ia ingin mencoba hal-hal aneh. Sedangkan
menurut Nn 20 hal tersebut ia lakukan semata karena ia tidak ingin merepotkan ibunya untuk mengantarkan ke tempat yang lumayan jauh. Ia
berpikir tanpa harus mengantarkan dirinya sang ibu sudah memiliki banyak hal yang perlu diurus. Hanya saja menurutnya ibunya kerap kali
kurang mau mengerti kondisinya. Ia sendiri tidak pernah bercerita kepada ibunya bahwa bila ia pergi keluar seringkali ia berjualan beberapa barang
sehingga bisa mendapat penghasilan. Nn 20 tidak ingin lagi merepotkan atau meminta uang lagi kepada orangtuanya. Meskipun demikian sang ibu
seringkali menganggap dirinya hanya menghabiskan uang saja karena belum mendapat hasil yang signifikan. Di sisi lain, berkenaan dengan
perasaan tidak ingin merepotkan ini Nn 20 juga memiliki keinginan untuk bisa kuliah ke luar kota sehingga bisa merasakan hidup sendiri dan
menjadi mandiri. Ia juga melihat bahwa kebanyakan anak Thalassaemia yang ia kenal memiliki keinginan untuk mandiri.
k. Segala impian dan harapan untuk diri dan orangtua
Impian dan harapan membuat seseorang tetap hidup demi meraih segala sesuatu yang ia impikan. Bagi Nn 20, keinginan untuk sembuh
adalah hal yang ia impikan. Keinginan untuk sembuh dilakukan untuk mencapai hal yang sangat ia gemari yaitu menjadi seorang profesional.
Keinginan untuk membahagiakan kedua orangtua juga menjadi hal yang ia impikan. Meski dirinya sakit, ia berpikir bahwa harus tetap sehat agar bisa
membahagiakan kedua orangtuanya. Nn 20 menyadari bahwa dirinya sering mengecewakan orangtuanya dan masih memiliki banyak
kekurangan, terutama sang ibu. Keinginan untuk sembuh juga dilakukan karena adanya keinginan untuk bisa terus bersama dengan orang-orang
terkasih. Nn 20 juga mengungkapkan beberapa harapan terkait diri dan
orangtua. Nn 20 mengharapkan adanya perubahan pandangan dari orangtua tentang dirinya yakni kepercayaan bahwa ia telah dewasa.
Berkenaan dengan diri, Nn 20 memiliki harapan bahwa dirinya mampu meyakini orangtua bahwa ia dapat mandiri dan tidak harus selalu
bergantung pada orang lain. Kemudian, Nn 20 juga mengharapkan adanya perubahan diri terkait sikapnya sendiri yakni dapat menjalani
pengobatan secara teratur dan tidak merasa malas lagi agar kondisi fisiknya lebih baik lagi.
l. Thalassaemia hadiah dari Tuhan dan gambaran kematian
Bagi Nn 20 thalassaemia merupakan hadiah dari Tuhan. Ia tidak berpikir untuk mengubah jalan hidupnya karena merasa itu memang sudah
takdirnya dan tinggal menerima serta menjalaninya. Nn 20 merasa ada sesuatu yang mungkin bisa ia pelajari dari kehidupan yang ia jalani. Nn
20 memandang penyakit hanya membuatnya mendapatkan perawatan
lebih dibandingkan orang pada umumnya, namun hal ini tak kan menghambat kemauannya.
Kematian tidak menjadi hal yang ditakutkan oleh Nn 20. Ia beranggapan bahwa kematian pasti akan terjadi dan tidak dapat dicegah
oleh siapapun. Hal yang ia takutkan hanya Tuhan dan orangtuanya. Mendengar informasi adanya teman thalassaemia yang meninggal
membuat Nn 20 lebih memperhatikan diri. Nn 20 tetap berpasrah dan ikhlas untuk apapun yang terjadi padanya esok hari. Nn 20 beranggapan
bahwa penyebab kematian bukan hanya karena Thalassaemia saja, tapi bisa juga dikarenakan sebab lain.
Nn 20 menceritakan bahwa ia pernah membayangkan dirinya berada dalam posisi tersebut. Orang yang ia khawatirkan ialah orang-orang
yang ia sayangi, yaitu ibunya dan teman-temannya. Ia khawatir ia tidak lagi bisa melihat ibunya dan tidak bisa berkumpul bersama teman-
temannya. Hal yang sama juga dirasakan Nn 20 bila ada keluarga dekatnya yang meninggalkan Nn 20 terlebih dulu, meski bukan karena
penyakit Thalassaemia .
3. Informan Fa 19 a. Pengetahuan dan pemahaman atas thalassaemia
Sebagai seorang penderita thalassaemia mayor, Fa 19 adalah seorang remaja yang berhasil menempuh perjalanan yang cukup panjang
hingga duduk di bangku perkuliahan. Sejak usia dibawah setahun, Fa 19 telah didiagnosis menderita thalassaemia mayor. Fa 19 mulai memahami
bahwa dirinya adalah seorang penderita thalassaemia mayor di usianya yang ke-5. Pengalaman seringkali mengunjungi rumah sakit sejak kecil
untuk melakukan proses terapi, yaitu tranfusi darah membuatnya menyadari kondisi sakitnya.
Fa 19 memaparkan pengetahuannya akan penyakit thalassaemia mayor
sebagai suatu kelainan genetis yang menyebabkan tubuh penderita tidak mampu memproduksi sel darah merah. Kondisi tersebut membuat sel
darah merah dari penderita harus ditambah dari luar. Pengetahuan akan penyakit disertai pula oleh pemahaman Fa 19 akan tujuan dari proses
terapi, yakni tujuan dari tranfusi darah yang dilakukan untuk bertahan hidup serta tujuan dari desferal dan obat-obatan demi membuang zat besi
yang menumpuk dalam tubuh. Fa 19 memahami bahwa penyakit yang dimilikinya berdampak
pada kondisi fisiknya. Semakin lama, Fa 19 merasa kondisi fisiknya semakin melemah. Ia menilai bahwa kondisi fisiknya saat ini tidak seperti
kondisi sewaktu kecil yang menurutnya masih seperti orang pada umumnya. Kini Fa 19 merasa tubuhnya tak lagi kuat untuk berjalan. Ia
juga akan merasa kehabisan tenaga bila ia belum melakukan tranfusi.
b. Keterbatasan pencapaian angan-angan
Setiap orang pasti memiliki impian. Suatu mimpi dan harapan yang ingin diwujudkan sekaligus sebuah ilustrasi akan gambaran dirinya di
masa depan. Hanya saja, terkadang apa yang kita impikan tidak selalu
sesuai dengan harapan dan tidak semudah apa yang sesungguhnya kita hadapi dalam hidup.
Selain berbagai pengaruh fisik yang dirasakan oleh Fa 19, penyakit thalassaemia juga membuat Fa 19 merasa terbatasi, terutama
dalam meraih mimpinya. Sama halnya dengan orang-orang pada umumnya, Fa 19 juga punya sesuatu yang ingin ia wujudkan.
Pertumbuhan tinggi badan yang terhambat karena sakit, membuat Fa 19 gagal melanjutkan sekolah ke jenjang SMK untuk melatih keterampilan
dalam hal tata boga, merias, atau keterampilan lain yang memang menjadi minatnya. Tinggi badan yang tidak memenuhi syarat adalah alasan utama
gagalnya Fa 19 tidak melanjutkan sekolah ke SMK yang sesuai dengan minatnya, melainkan SMA. Adapun isu terkait tinggi badan ini juga
menghadirkan batasan lain yang hadir terkait pandangan orang lain terhadap Fa 19. Adanya isu mengenai prasyarat tinggi badan minimal
jika ingin mendaftar menjadi seorang guru membuatnya merasa ada diskriminasi yang tak adil. Terlebih lagi ketika pamannya menyampaikan
candaan lebih baik dirinya menjadi guru PAUD atau SD saja, karena badannya yang kecil. yang meremehkan dirinya. Ia menganggap candaan
tersebut meremehkan dirinya dan merasa tidak adil lantaran ia berpandangan bahwa kemampuan seseorang tidak bisa dinilai hanya
berdasarkan kondisi fisiknya saja. Selain itu, Fa 19 juga menceritakan bahwa ia sesungguhnya bercita-cita menjadi seorang dosen pada awalnya.
Hanya saja, keterbatasan fisik berupa kelelahan yang seringkali ia rasakan
selama menjalani proses kuliah menjadi penghalang baginya untuk mencapai impian tersebut. Fa 19 mengungkapkan ketidakyakinannya
bahwa dengan kondisi fisik saat ini, dirinya masih mampu melanjutkan studi ke jenjang S2. Untuk itulah, Fa 19 mengurungkan niatnya untuk
menjadi dosen dan lebih memilih untuk membuka bimbingan belajar setelah menyelesaikan perkuliahan di jenjang S1.
c. Berobat : upaya bertahan hidup