dekat dan juga pasangan tidak akan membuatnya merasa harus mengurus semuanya sendiri yang seringkali membuatnya bosan dan tidak memiliki
semangat. Fa 19 juga mengungkapkan harapannya tentang kebutuhannya
untuk memiliki relasi yang dekat dengan orang lain. Relasi dan perhatian dari teman sebaya menurut Fa 19 sendiri adalah sesuatu yang penting
baginya dibanding perhatian ibu yang ia anggap sudah biasa. Ia ingin teman-temannya dekat dengannya dan memberi perhatian. Namun, Fa 19
sendiri merasa bahwa jaringan pertemanannya kecil dan teman-teman yang ia miliki tergolong cuek. Ia juga berpikiran bisa jadi karena teman-
temannya tidak tahu bahwa ia berada dalam kondisi sakit dan perlu mengonsumsi obat sehingga mereka terlihat cuek. Pentingnya relasi ini
mendorong dirinya untuk berkuliah dan memilki banyak kenalan karena ia pikir dirinya kurang pandai bersosialisasi sehingga kuliah sendiri menjadi
sarana baginya untuk mengenal banyak orang serta memilki kawan dekat. Hal ini berkaitan erat dengan keinginannya untuk memiliki teman yang
bisa mendukungnya. Sejauh ini hal tersebut cukup baginya, hanya saja teman yang ia pandang bisa mendukungnya berada jauh darinya sekarang
ini.
i. Batasan dan sikap terhadap batasan
Menjadi seorang penderita thalassaemia memang tak bisa disangkal adalah sebuah batasan untuk setiap penderita. Namun demikian, batasan
juga bisa muncul dari hal lain seperti sikap keluarga terhadap diri
penderita seperti yang dirasakan oleh Fa 19. Fa 19 menceritakan bahwa kekhawatiran dari orangtua akan dirinya yang kelelahan membuat Fa 19
sulit untuk mencoba hal-hal baru. Selain batasan untuk tidak boleh terlalu kelelahan, Fa 19 juga tidak diperbolehkan untuk tidur malam dan telat
makan agar kondisi badannya tidak menurun. Menurut Fa 19, ayahnya memiliki peran penting terkait batasan yang diberikan. Ia merasa hidupnya
terlalu diatur oleh sang ayah. Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan dalam diri Fa 19 karena ia adalah pribadi yang tidak suka diatur.
Sebagai respon atas batasan yang diberikan, Fa 19 mencoba untuk menerima dan memandangnya secara positif yakni untuk kebaikan dirinya
sendiri. Hanya saja, Fa 19 juga menginginkan adanya sedikit kebebasan terkait jam keluar malam. Ia menyadari bahwa adanya perlakuan berbeda
yang diberikan oleh orangtuanya pada ia dan adiknya. Ia menyadari bahwa hal itu karena kondisi sakitnya, hanya saja ia memandang bahwa ia masih
sadar akan batasan-batasan yang ia miliki. Terkadang, di saat tidak ada yang mengawasi, Fa 19 menyampaikan bahwa dirinya akan semakin
nakal untuk melakukan aktivitas yang dilarang oleh orangtua. Hal ini dikarenakan keinginannya untuk bisa melakukan sesuatu yang tidak
pernah ia rasakan dan mencoba untuk melakukannya sendiri, bukan dari pengalaman orang lain.
j. Ketidaknyamanan dipandang sebelah mata
Dalam interaksinya dengan lingkungan sosial, Fa 19 merasa minder dengan kondisi wajahnya yang memiliki ciri khas thalassaemia,
yaitu face cooley. Hal ini membuat Fa 19 merasa jelek dan seringkali diperbandingkan dengan wajah saudara-saudaranya. Fa 19 seringkali
merasa tidak nyaman dan kesal dengan kehadiran orang lain yang seringkali memperbandingkan dirinya dengan orang lain dikarenakan
kondisi sakitnya. Fa 19 ingin dirinya dilihat sebagaimana orang pada umumnya dilihat. Namun, faktanya ia seringkali mendapatkan perlakuan
yang berbeda dari orang sekitarnya dan lingkungan, seperti keresahan akan aturan yang mengacu pada standar fisik tertentu. Hal ini membuat dirinya
merasa resah dan kesal karena kondisi fisiknya terpengaruh dengan sakit yang ia miliki. Ia juga merasa kesal karena seolah-olah kemampuan dinilai
berdasarkan fisik semata. Perlakuan serupa juga ditemui dengan temannya yang sering mengolok-olok dirinya karena kondisi fisiknya. Hal tersebut ia
pandang seolah-olah meremehkan kemampuan yang ia miliki, dan lebih menekankan pada kondisi fisik
k. Keluarga dan keinginan untuk terus bersama