banyak digunakan dan yang paling rasional Tandelilin, 2001. Investor akan secara aktif melalukan analisis dan pemilihan saham-saham yang
dakan memberikan keuntungan baginya. Investor yang pintar akan membeli saham berdasarkan dengan melihat nilai intrinsiknya yang
berada di atas harga pasar dan menjual saham yang nilai intrinsiknya di bawah harga pasar. Tindakan investor secara aktif memilih saham, lalu
membuat keputusan menjual atau membeli saham tertentu diharapkan bisa memberikan manfaat bagi investor untuk memperoleh keuntungan
dari perubahan harga yang terjadi Tandelilin, 2001.
C. Perilaku Keuangan
Perilaku investor merupakan sesuatu yang menarik untuk dikaji. Keputusan investasi tidak lagi didasarkan pada faktor fundamental, melainkan mengikuti
sebagian besar investor di pasar Utami, 2005. Dalam behavioral finance, pendekatan teori investasi tidak l agi dipandang sebagai teori kaku, melainkan
teori yang mengikutkan aspek psikologi yang mempengarugi investor dalam membuat keputusannya Iramani, 2011.
Menurut Albert Phung yang seorang penulis dan analis pada investopedia.com dalam artikelnya menuliskan bahwa
“behavioral finance is a relatively new field that seeks to combine behavioral and cognitive
psychological theory with conventional economics and finance to provide explanations for why people make irrational financial decisions”.
Arti dari artikel yang dituliskan oleh Albert Phung dikutip dari
www.investopedia.com
adalah perilaku keuangan merupakan bidang yang relatif baru yang menggabungkan antara teori psikologis perilaku dan kognitif yang
berhubungan dengan ekonomi dan keuangan untuk memberikan sebuah penjelasan mengapa seseorang membuat keputusan keuangan yang irasional.
Istilah perilaku keuangan behavioral finance merupakan teori keuangan biasa yang mengabaikan bagaimana orang-orang di dunia nyata mengambil
keputusan dan membuat perbedaan Bodie, Kane, dan Marcus, 2014. Menurut Statman dikutip dalam Handbook of Finance, vol.II, chapter 9, perilaku
keuangan adalah usaha untuk memahami investor dan refleksi dari interaksi mereka di pasar uang. Premis dari behavioral finance adalah bahwa teori
keuangan konvensional mengabaikan bagaimana sebenarnya manusia mengambil keputusan dan keputusan yang dibuat oleh setiap orang berbeda
Barberies dan Thaler, 2003. Behavioral finance adalah sebuah teori yang titik fokusnya pada pengaruh psikologi seorang investor dalam melakukan
pengambilan keputusan berinvestasi. Munculnya teori ini karena seorang investor yang pada awalnya diasumsikan memiliki perilaku yang rasional
ternyata lebih berperilaku yang emosional, sehingga bisa menyebabkan terjadinya penyimpang atau bias terhadap keputusan yang diambil. Oleh karena
itu, ada beberapa indikator pembentuk faktor psikologis perilaku investor. Indikator-indikator tersebut antara lain Nofsinger, 2005 Roth, 2007 Wira,
2016
1. Considering the past “People seem to use a past outcome as a factor in evaluating a current
risky decision. In short, people are willing to take more risk after earning gains and less risk after losses” Nofsinger, 2005. Artinya
seorang investor menggunakan hasil masa lalu sebagai faktor dalam mengevaluasi keputusan berisiko saat ini. Singkatnya, seorang investor
bersedia mengambil risiko lebih banyak setelah mendapatkan keuntungan dan sedikit risiko setelah kerugian.
2. Fear and greed Fear merupakan ketakutan yang biasanya ditandai sebagai keadaan
yang tidak menyenangkan dan menegangkan, dipicu oleh bahaya yang akan
datang dan
kesadaran akan
bahaya dikutip
pada www.wikipedia.org
. Greed adalah keserakahan yang digambarkan sebagai keinginan yang tidak tertahankan untuk memiliki lebih banyak
barang uang, barang material daripada yang sebenarnya dibutuhkan dikutip pada
www.wikipedia.org .
Fear and greed adalah rasa ketakutan dan keserakahan yang merupakan naluri manusia untuk menghindari sesuatu yang membahayakannya dan
mendatangi sesuatu yang memberikan kepuasan Roth, 2007. 3. Optimism bias
Most people have heard of “rose-colored glasses” and know that those who wear them tend to view the world with undue optimism. Investor
too, tend to be overly optimistic about the markets, the economy, and the
potential for positive performance of the investments they make. Many overly optimistic investors believe that bad investments will not happen
to them – they will only afflict “others” Pompian, 2006. Artinya
Seorang investor dengan perumpaman “kacamata berwarna mawar” hanya melihat hal-hal disekitarnya yang membuat dirinya senang atau
dengan kata lain seorang investor memandang dunia dengan optimisme yang tidak semestinya. Hal tersebut membuat investor juga cenderung
terlalu optimis terhadap pasar, ekonomi, dan potensi kinerja positif dari investasi yang mereka lakukan. Banyak investor yang terlalu optimis
percaya bahwa investasi buruk tidak akan terjadi pada mereka - mereka hanya akan menimpa orang lain.
Optimism adalah suatu kecenderungan pikiran untuk menjadi terlalu optimis, melebih-lebihkan hasil yang baik dan menyenangkan.
Contohnya, pada trader pemula, biasanya mereka cenderung berpikir mereka aman dari ancaran kerugian di pasar Wira, 2016.
4. Overconfidence bias Overconfidence adalah perasaan percaya yang berlebihan Nofsinger,
2005. Orang-orang cenderung menilai lebih ketepatan dari keyakinan atau
peramalannya, dan
mereka cenderung
menilai lebih
kemampuannya Bodie, Kane, dan Marcus, 2014. Menurut Wira 2016 menyatakan bahwa overconfidence bias merupakan sebuah perilaku
yang membawa seseorang menilai dirinya lebih baik daripada
kemampuan yang sebenarnya, mereka juga melebih-lebihkan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki dibandingkan orang lain.
5. Familiarity Seorang investor akan lebih suka hal-hal yang akrab bagi mereka. Oleh
karena itu, investor akan memilih saham perusahaan yang telah mereka kenali. Ketika investor dihadapkan pada pilihan berisiko dan investor
tahu lebih banyak tentang satu daripada yang lain, maka mereka akan memilih pilihan yang lebih akrab. Misalnya saat mereka ingin
melakukan transaksi dengan saham perusahaan yang berbeda tetapi memiliki peluang menang yang sama maka investor akan memilih
saham perusahaan yang telah dikenalnya. Walaupun investor mengetahui peluang untuk menang lebih rendah, tetapi karena sudah
dikenalnya sehingga investor lebih percaya pada saham perusahaan yang telah dikenalnya. Oleh karena itu, familiarity adalah perilaku
investor dengan menilai sesuatu berdasarkan yang sudah dikenalinya Nofsinger, 2005.
6. Representativeness Menurut Nofsinger 2005 seseorang juga dapat membuat kesalahan
representativeness di pasar keuangan. Misalnya, investor bingung dengan perusahaan yang bagus dengan investasi yang bagus.
Perusahaan yang baik diwakili oleh perusahaan yang menghasilkan pendapatan yang kuat, memiliki pertumbuhan penjualan yang tinggi,
dan memiliki manajemen mutu. Investasi bagus adalah saham yang
kenaikannya lebih tinggi dari saham lainnya. Perusahaan yang baik tidak selalu melakukan investasi yang baik. Investor sering keliru
percaya bahwa kinerja operasi masa lalu perusahaan mewakili kinerja masa depan, dan mereka mengabaikan informasi yang tidak sesuai
dengan gagasan ini. Perusahaan yang baik tidak berkinerja baik selamanya, sama seperti perusahaan buruk tidak tampil buruk
selamanya. Selain itu, menurut Ritter 2003 “people underweight long-
term averages. People ted to put too much weight on recent experience. This is sometimes known as the “law of small numbers”.” Maksud dari
pernyataan Ritter mengenai representativeness adalah perilaku investor yang cenderung meremehkan hasil jangka panjang dan lebih perhatian
pada hasil yang diperoleh jangka pendek. Contohnya, pemikiran investor bahwa keuntungan yang dipeoleh atas saham yang tinggi adalah
hal yang wajar karena melihat perkembangan return sebelum- sebelumnya yang tinggi.
7. Emotion Teori keuangan tradisional mengasumsikan bahwa orang membuat
keputusan rasional untuk memaksimalkan kekayaan mereka dalam menghadapi risiko dan ketidakpastian.
Keputusan finansial itu rumit dan mencakup risiko dan ketidakpastian. Dengan demikian, latar belakang
perasaan, atau mood, dapat mempengaruhi keputusan keuangan. Jika seseorang dalam suasana hati yang baik, dia cenderung lebih optimis
dalam mengevaluasi investasi. Suasana hati yang baik buruk akan
meningkat menurun kemungkinan investasi dalam keadaan berisiko, seperti saham. Sehingga emotion adalah perasaan seseorang pada saat
tertentu bisa good mood atau bad mood yang merupakan bagian penting dalam
proses pengambilan
keputusan yang
meningkatkan ketidakpastian yang tinggi Nofsinger, 2005.
8. Social interaction Orang belajar melalui interaksi dengan orang lain. Dengan melihat
perilaku orang lain seseorang dapat menafsirkan kepercayaan orang tersebut, tapi kebanyakan dari kita menikmati interaksi sosial
percakapan; Artinya, orang lebih suka bicara. Percakapan yang terjadi tentang topik yang menggairahkan, yang menarik perhatian, dan bahkan
topik yang membuat khawatir. Berbicara adalah cara penting untuk mendapatkan informasi dan mendeteksi reaksi emosional, yang
membantu membentuk pendapat seseorang. Oleh sebab itu, social interaction dapat diartikan sebagai interaksi yang dilakukan seorang
investor dengan pihak lain yang berkaitan dengan topik yang menarik bagi mereka seperti membicarakan mengenai saham Nofsinger, 2005.
D. Penelitian Sebelumnya