Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Penghambatan Karsinogenesis Mammae Mencit Betina Yang Diinduksi Benzo(α)piren

(1)

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUN-BANGUN

(

Plectranthus amboinicus

(Lour.) Spreng) TERHADAP

PENGHAMBATAN KARSINOGENESIS MAMMAE

MENCIT BETINA YANG DIINDUKSI

BENZO(α)PIREN

SKRIPSI

OLEH:

ARNES ANESTESIA SAMOSIR NIM 091501025

PROGRAM SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUN-BANGUN

(

Plectranthus amboinicus

(Lour.) Spreng) TERHADAP

PENGHAMBATAN KARSINOGENESIS MAMMAE

MENCIT BETINA YANG DIINDUKSI

BENZO(α)PIREN

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ARNES ANESTESIA SAMOSIR NIM 091501025

PROGRAM SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUN-BANGUN

(

Plectranthus amboinicus

(Lour.) Spreng) TERHADAP

PENGHAMBATAN KARSINOGENESIS MAMMAE

MENCIT BETINA YANG DIINDUKSI

BENZO(α)PIREN

OLEH:

ARNES ANESTESIA SAMOSIR NIM 091501025

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: 04 Februari 2014 Pembimbing I,

Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt. NIP 197506102005012003

Pembimbing II,

Marianne, S.Si., M.Si., Apt.

NIP 198005202005012006

Panitia Penguji,

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195103261978022001

Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt. NIP 197506102005012003

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001

Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt. NIP 194909101980031002

Medan, Februari 2014 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Penghambatan Karsinogenesis Mammae Mencit Betina Yang Diinduksi Benzo(α)piren”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Ibu Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si, Apt., dan Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Bapak Drs. Syahrial Yoenoes, S.U., Apt., selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas yang telah mendidik penulis selama perkuliahan. Prof. Dr. Rosidah., M.Si., Apt., Ibu Dra. Suwarti Aris., M.Si., Apt., dan Bapak Drs.Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga dan perhargaan yang tulus kepada Ayahanda Ir. J. Samosir dan Ibunda S.C. br. Hutabarat, yang


(5)

tiada hentinya berdoa dan berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, untuk adik-adikku Otania Hosianna dan Anggi Mareta serta teman-teman yang selalu setia memberi doa, dorongan dan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, April 2014

Penulis,

Arnes Anestesia S


(6)

(7)

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUN-BANGUN

(

Plectranthus amboinicus

(Lour.) Spreng) TERHADAP

PENGHAMBATAN KARSINOGENESIS MAMMAE

MENCIT BETINA YANG DIINDUKSI

BENZO(α)PIREN

ABSTRAK

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker penyebab kematian di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan ekstrak etanol daun bangun-bangun dalam penghambatan karsinogenesis mamae mencit betina yang diinduksi

dengan benzo(α)piren serta untuk mengetahui dosis ekstrak etanol daun

bangun-bangun yang memberikan efek terbaik dalam penghambatan karsinogenesis.

Uji antikarsinogenesis ekstrak etanol daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus, (Lour.) Spreng) dilakukan terhadap mencit betina yang diinduksi

benzo(α)piren. Mencit betina dibagi menjadi 5 kelompok yaitu: kelompok

normal, benzo(α)piren dan 3 kelompok uji. Semua kelompok kecuali kelompok normal, diinduksi dengan benzo(α)piren (15 mg/kg bb) selama 14 hari. Pada hari ke-15 sampai hari ke-28 kelompok normal diberi suspensi CMC 1% dan kelompok uji diberi ekstrak etanol daun bangun-bangun dosis 250, 500 dan 750 mg/kg bb per hari. Parameter yang diamati selama penelitian adalah berat badan, jumlah nodul dan insidensi kematian. Kemudian mencit dibedah dan diambil tumor payudara yang terbentuk. Gambaran jaringan tumor diamati dengan menggunakan pewarnaan hematoxilin-eosin.

Hasil penelitian menunjukkan penurunan berat badan yang paling signifikan terjadi pada kelompok benzo(α)piren diikuti oleh kelompok ekstrak 250, 500 dan 750 mg/kg bb. Rata-rata jumlah nodul yang paling banyak yaitu

pada kelompok benzo(α)piren (2,00 ± 1,225), diikuti kelompok 250 dan 750 mg/kg bb dengan rata-rata jumlah nodul yang sama (0,40 ± 0,548) dan pada kelompok ekstrak 500 mg/kg bb (0,40 ± 0,447). Persen insidensi kematian mencit secara berurut adalah kelompok ekstrak 750 mg/kg bb (40%), kelompok benzo(α)piren (33,33%), kelompok ekstrak 250 dan 500 mg/kg bb dengan persen insidensi kematian yang sama (25%) dan kelompok normal (0%). Gambaran jaringan tumor payudara mencit betina terlihat bahwa pada

kelompok benzo(α)piren telah terjadi fibrioadenoma, sedangkan pada

kelompok ekstrak 250 dan 500 mg/kg bb terbentuk kista dan pada kelompok ekstrak 750 mg/kg bb terjadi adenokarsinoma.

Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun bangun-bangun memiliki kemampuan untuk menghambat karsinogenesis mamae mencit betina yang

diinduksi benzo(α)piren dan dosis 500 mg/kg bb memberikan efek terbaik dalam penghambatan karsinogenesis.


(8)

EFFECT OF ETHANOLIC LEAVES EXTRACT OF

BANGUN-BANGUN (

Plectranthus amboinicus

(Lour.)

Spreng) AGAINST MAMMARY CARCINOGENESIS

OF FEMALE MICE INDUCED BY

BENZO(α)PIREN

ABSTRACT

Breast cancer is one of the causes of cancer death worldwide after lung cancer, stomach, liver and colon. One of medicinal plants traditionally used to treat cancer is bangun-bangun leaves (Plectranthus amboinicus, (Lour.) Spreng). The purpose of this study was to determine the ability of ethanolic leaves extract of bangun-bangun in the inhibition of mammary carcinogenesis

induced by benzo(α)piren in female mice and to investigate the dose of

ethanolic leaves extract of bangun-bangun that gives the best effect in the inhibition of carcinogenesis.

Anticarcinogenesis test of ethanolic leaves extract of bangun-bangun (Plectranthus amboinicus, (Lour.) Spreng) conducted on female mice that

induced by benzo(α)piren. Female mice were divided into 5 groups: the normal

group, benzo(α)piren and 3 test groups. Except for the normal group, all groups induced by benzo(α)piren (15 mg/kg bw) for 14 days. On the 15th to the 28th

day, the normal group were given 1% CMC suspension and the test groups were given ethanolic leaves extract of bangun-bangun dose of 250, 500 and 750 mg/kg bw per day. Parameters were observed during the study were body weight, number of nodules and the incidence of death. Then the mice were dissected and taken breast tumors are formed. Picture of tumor tissue was observed using hematoxiline-eosine staining.

The results showed that weight loss the most significant is in the group of benzo(α)piren followed by the extract group 250, 500 and 750 mg/kg

bw. The average number of nodules that has the most nodules is benzo(α) piren

group (2.00 ± 1.225), followed by extract groups of 250 and 750 mg/kg ( 0.40 ± 0.548) and in the group of 500 mg extract/kg body weight (0.40 ± 0.447). Percent incidence of mice death sequentially were extract 750 mg/kg (40%),

groups of benzo(α)piren (33.33%), extract groups of 250 and 500 mg/kg bw

(25%) and normal group (0%). The image of breast tumor tissue of female

mice shows that the group of benzo(α)piren fibrioadenoma has occurred, while

in the extract of 250 and 500 mg/kg in the form of cysts and the group of extract 750 mg/kg bw occurred adenocarcinoma.

It can be concluded that the ethanolic leaves extract of bangun-bangun has the ability to inhibit mammary carcinogenesis in female mice induced by

benzo(α)piren and a dose of 500 mg/kg bw gave the best effect in the inhibition

of carcinogenesis.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 ... L atar Belakang ... 1

1.2 ... P erumusan Masalah ... 4

1.3 ... H ipotesis ... 4

1.4 ... T ujuan Penelitian ... 5


(10)

1.5 ... M

anfaat penelitian ... 5

1.6 ... K erangka Pikir Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 ... U raian Tumbuhan ... 7

2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 7

2.1.2 Nama daerah ... 7

2.1.3 Morfologi tumbuhan ... 8

2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan ... 8

2.1.5 Khasiat tumbuhan ... 9

2.2 ... K anker ... 9

2.2.1 ... K arsinogenesis ... 12

2.2.2 ... Siklus sel ... 15

2.2.3 ... B enzo(α)piren ... 17

2.2.4 ... K anker payudara ... 19

2.2.5 ... F itoestrogen ... 22

2.3 ... E kstraksi ... 24


(11)

BAB II METODE PENELITIAN ... 27

3.1 ... A lat dan Bahan ... 27 3.1.1 ... A

lat ... 27 3.1.2 ... B

ahan ... 27 3.2 Hewan Percobaan ... 28 3.3 ... P

embuatan Pereaksi ... 28 3.3.1 ... P

ereaksi Bouchardat ... 28 3.3.2 ...

Pereaksi Dragendorff ... 29 3.3.3 ... P

ereaksi Mayer ... 29 3.3.4 ... P

ereaksi besi (III) klorida 1% b/v ... 29 3.3.5 ... P

ereaksi Molisch ... 29 3.3.6 ... P

ereaksi timbal (II) asetat 0,4 M ... 29 3.3.7 ... P

ereaksi klorakhidrat ... 29 3.3.8 ... P


(12)

3.3.9 ... P

ereaksi asam klorida 2 N ... 30

3.3.10 ... P ereaksi natrium hidroksida 2 N ... 30

3.3.11 ... P ereaksi Liebermann-Burchard ... 30

3.4 ... P engumpulan dan Pengolahan Tumbuhan ... 30

3.4.1 Pengumpulan bahan tumbuhan ... 30

3.4.2 Identifikasi tumbuhan ... 30

3.4.3 Pembuatan simplisia ... 31

3.5 ... P emeriksaan Karakteristik Simplisia ... 31

3.5.1 ... P emeriksaan makroskopik ... 31

3.5.2 ... P emeriksaan miksroskopik ... 31

3.5.3 ... P enetapan kadar air ... 31

3.5.4 ... P enetapan kadar sari larut dalam air ... 32

3.5.5 ... P enetapan kadar sari larut dalam etanol ... 33

3.5.6 ... P enetapan kadar abu total ... 33


(13)

3.5.7 ... P enetapan kadar abu tidak larut asam ... 33 3.6 ... S

krining Fitokimia Simplisia ... 33 3.6.1 ... P

emeriksaan alkaloid ... 34 3.6.2 ... P

emeriksaan flavanoid ... 34 3.6.3 ... P

emeriksaan glikosida ... 34 3.6.4 ... P

emeriksaan steroid/triterpenoid ... 35 3.6.5 ... P

emeriksaan saponin ... 35 3.6.6 ... P

emeriksaan tanin ... 35 3.7 ... P

embuatan Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun ... 36 3.8 ... K

arakterisasi Ekstrak Etanol Daun Bangun-bangun ... 36 3.9 ... P

emeriksaan Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun ... 36 3.10 ... U

ji Efek Karsinogenesis ... 37 3.10.1 ... P


(14)

3.10.2 ... P enyiapan sediaan uji ... 37 3.10.2.1 ... P

enyiapan CMC 1% ... 37 3.10.2.2 ... P

enyiapan larutan benzo(α)piren 15 mg/kg BB 38 3.10.2.3 ... P

enyiapan suspensi ekstrak etanol daun bangun-bangun (SEDBB) ... 38 3.10.2.4 ... P

enyiapan larutan formalin 10% ... 38

3.10.2.5 ... U ji antikarsinogenesis ... 39 3.10.2.6 ... P

engambilan jaringan ... 40 3.10.2.7 ... P

emeriksaan gambaran jaringan kelenjar payudara dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin ... 41 3.11 Analisis Data ... 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 ... H asil Identifikasi Tumbuhan ... 45 4.2 ... H

asil Karakterisasi Tumbuhan dan Serbuk Simplisia ... 45 4.3 ... H

asil Skrining Fitokimia Simplisia Daun Bangun-Bangun ... 47 4.4 Hasil Karakterisasi dan Skrining Ekstrak Etanol Daun


(15)

4.5 Hasil Ekstraksi ... 50

4.6 Hasil Uji Antikarsinogenesis Ekstrak Etanol Daun

Bangun-Bangun ... 50

4.6.1 ... T umor multiplicity ... 50 4.6.2 ... P

ersen insidensi ... 54 4.6.3 ... P

erubahan berat badan mencit ... 55 4.6.4 ... G

ambaran jaringan payudara mencit dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1 ... K esimpulan ... 60 5.2 ... S

aran ... 60 DAFTAR PUSTAKA ... 61


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil karakterisasi simplisia daun bangun-bangun ... 46

4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia daun bangun-bangun ... 47

4.3 Hasil karakterisasi ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 49

4.4 Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 50

4.5 Jumlah nodul sebelum dan sesudah pemberian ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 52

4.6 Hasil uji one way ANOVA jumlah nodul sesudah pemberian ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 53

4.7 Hasil persen insidensi kematian mencit pada uji karsinogenesis ... 54


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 ... Diagram kerangka pikir penelitian ... 6 2.1 ... Struktur

benzo(α)piren ... 17 2.2 ... Struktur

benzo(α)piren-7,8-dihidrodiol-9,10-epoksida ... 18 4.1 ... Nodul pada daerah sekitar payudara sesudah perlakuan ... 51 4.2 ... Grafik

perubahan berat badan rata-rata mencit ... 56 4.3 ... Gambara

n jaringan payudara mencit dengan pewarnaan


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. ...G

ambar identifikasi tumbuhan daun bangun-bangun

(Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) ... 66 2. ...G

ambar tumbuhan daun bangun-bangun ... 67

3. ...G ambar simplisia dan serbuk simplisia daun bangun-bangun

(Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) ... 68

4. ...G ambaran mikroskopik simplisia daun bangun-bangun ... 69

5. ...B agan skrining fitokimia ... 70

6. ...B agan kerja pembuatan ekstrak ... 71

7. ...B agan kerja uji antikarsinogenesis ... 72

8. ...B agan kerja penyiapan suspensi ekstrak etanol daun bangun-bangun (SEDBB) ... 73

9. ...B

agan kerja penyiapan larutan benzo(α)piren 0,3 mg/20g bb ... 75 10. ...B


(19)

11. ...P erhitungan hasil penetapan kadar air ... 77

12. ...P erhitungan hasil penetapan kadar sari larut dalam air ... 78

13. ...P erhitungan hasil penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 80

14. ...P erhitungan hasil penetapan kadar abu total ... 81

15. ...P erhitungan hasil penetapan kadar abu tidak larut dalam asam . 82

16. ...C ontoh perhitungan dosis suspensi ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 83

17. ...T abel berat badan mencit selama penginduksian benzo(α)piren 84 18. ...T

abel berat badan mencit selama pemberian ekstrak ... 85

19. ...H asil analisa mean jumlah nodul dengan SPS 17 ... 86

20. ...H asil analisa pair sample t-test jumlah nodul dengan SPSS 17 .. 87

21. ...H asil uji one way ANOVA jumlah nodul dengan SPSS 17 ... 88


(20)

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUN-BANGUN

(

Plectranthus amboinicus

(Lour.) Spreng) TERHADAP

PENGHAMBATAN KARSINOGENESIS MAMMAE

MENCIT BETINA YANG DIINDUKSI

BENZO(α)PIREN

ABSTRAK

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker penyebab kematian di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan ekstrak etanol daun bangun-bangun dalam penghambatan karsinogenesis mamae mencit betina yang diinduksi

dengan benzo(α)piren serta untuk mengetahui dosis ekstrak etanol daun

bangun-bangun yang memberikan efek terbaik dalam penghambatan karsinogenesis.

Uji antikarsinogenesis ekstrak etanol daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus, (Lour.) Spreng) dilakukan terhadap mencit betina yang diinduksi

benzo(α)piren. Mencit betina dibagi menjadi 5 kelompok yaitu: kelompok

normal, benzo(α)piren dan 3 kelompok uji. Semua kelompok kecuali kelompok normal, diinduksi dengan benzo(α)piren (15 mg/kg bb) selama 14 hari. Pada hari ke-15 sampai hari ke-28 kelompok normal diberi suspensi CMC 1% dan kelompok uji diberi ekstrak etanol daun bangun-bangun dosis 250, 500 dan 750 mg/kg bb per hari. Parameter yang diamati selama penelitian adalah berat badan, jumlah nodul dan insidensi kematian. Kemudian mencit dibedah dan diambil tumor payudara yang terbentuk. Gambaran jaringan tumor diamati dengan menggunakan pewarnaan hematoxilin-eosin.

Hasil penelitian menunjukkan penurunan berat badan yang paling signifikan terjadi pada kelompok benzo(α)piren diikuti oleh kelompok ekstrak 250, 500 dan 750 mg/kg bb. Rata-rata jumlah nodul yang paling banyak yaitu

pada kelompok benzo(α)piren (2,00 ± 1,225), diikuti kelompok 250 dan 750 mg/kg bb dengan rata-rata jumlah nodul yang sama (0,40 ± 0,548) dan pada kelompok ekstrak 500 mg/kg bb (0,40 ± 0,447). Persen insidensi kematian mencit secara berurut adalah kelompok ekstrak 750 mg/kg bb (40%), kelompok benzo(α)piren (33,33%), kelompok ekstrak 250 dan 500 mg/kg bb dengan persen insidensi kematian yang sama (25%) dan kelompok normal (0%). Gambaran jaringan tumor payudara mencit betina terlihat bahwa pada

kelompok benzo(α)piren telah terjadi fibrioadenoma, sedangkan pada

kelompok ekstrak 250 dan 500 mg/kg bb terbentuk kista dan pada kelompok ekstrak 750 mg/kg bb terjadi adenokarsinoma.

Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun bangun-bangun memiliki kemampuan untuk menghambat karsinogenesis mamae mencit betina yang

diinduksi benzo(α)piren dan dosis 500 mg/kg bb memberikan efek terbaik dalam penghambatan karsinogenesis.


(21)

EFFECT OF ETHANOLIC LEAVES EXTRACT OF

BANGUN-BANGUN (

Plectranthus amboinicus

(Lour.)

Spreng) AGAINST MAMMARY CARCINOGENESIS

OF FEMALE MICE INDUCED BY

BENZO(α)PIREN

ABSTRACT

Breast cancer is one of the causes of cancer death worldwide after lung cancer, stomach, liver and colon. One of medicinal plants traditionally used to treat cancer is bangun-bangun leaves (Plectranthus amboinicus, (Lour.) Spreng). The purpose of this study was to determine the ability of ethanolic leaves extract of bangun-bangun in the inhibition of mammary carcinogenesis

induced by benzo(α)piren in female mice and to investigate the dose of

ethanolic leaves extract of bangun-bangun that gives the best effect in the inhibition of carcinogenesis.

Anticarcinogenesis test of ethanolic leaves extract of bangun-bangun (Plectranthus amboinicus, (Lour.) Spreng) conducted on female mice that

induced by benzo(α)piren. Female mice were divided into 5 groups: the normal

group, benzo(α)piren and 3 test groups. Except for the normal group, all groups induced by benzo(α)piren (15 mg/kg bw) for 14 days. On the 15th to the 28th

day, the normal group were given 1% CMC suspension and the test groups were given ethanolic leaves extract of bangun-bangun dose of 250, 500 and 750 mg/kg bw per day. Parameters were observed during the study were body weight, number of nodules and the incidence of death. Then the mice were dissected and taken breast tumors are formed. Picture of tumor tissue was observed using hematoxiline-eosine staining.

The results showed that weight loss the most significant is in the group of benzo(α)piren followed by the extract group 250, 500 and 750 mg/kg

bw. The average number of nodules that has the most nodules is benzo(α) piren

group (2.00 ± 1.225), followed by extract groups of 250 and 750 mg/kg ( 0.40 ± 0.548) and in the group of 500 mg extract/kg body weight (0.40 ± 0.447). Percent incidence of mice death sequentially were extract 750 mg/kg (40%),

groups of benzo(α)piren (33.33%), extract groups of 250 and 500 mg/kg bw

(25%) and normal group (0%). The image of breast tumor tissue of female

mice shows that the group of benzo(α)piren fibrioadenoma has occurred, while

in the extract of 250 and 500 mg/kg in the form of cysts and the group of extract 750 mg/kg bw occurred adenocarcinoma.

It can be concluded that the ethanolic leaves extract of bangun-bangun has the ability to inhibit mammary carcinogenesis in female mice induced by

benzo(α)piren and a dose of 500 mg/kg bw gave the best effect in the inhibition

of carcinogenesis.


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker penyebab kematian di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara di Amerika pada tahun 2010 sebesar 209.060 kasus baru (Jemal, et al., 2010). Peningkatan insidensi kanker payudara disebabkan oleh kegagalan terapi terhadap kanker itu sendiri. Kegagalan ini diakibatkan oleh adanya multidrug resistance (MDR) dan terjadi hingga 71% dibandingkan dengan faktor penyebab lainnya (Mechetner, et al., 1998). Penanganan kanker dengan agen kemoterapi masih menjadi pilihan dalam pengobatan kanker. Namun karena adanya mekanisme multidrug resistance (MDR) ini menyebabkan berkurangnya efikasi obat kemoterapi (Conze, et al., 2001).

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Tumbuh-tumbuhan di Indonesia terbukti mampu mencegah maupun mengobati kanker. Meski perlu penelitian dan pengembangan lebih lanjut tetapi sudah banyak yang berhasil sembuh menggunakan obat tradisional ini sehingga pengobatan tradisional pun menjadi tumpuan harapan baru bagi para penderita kanker (Diananda, 2009).


(23)

Obat tradisional telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di dunia adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu di antaranya kanker. WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker (Kumalasari, 2006).

Daun bangun–bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng), sebutan yang sering dipakai orang di tanah Batak, merupakan salah satu tanaman di Indonesia yang secara empiris digunakan masyarakat sebagai menu sayuran sehari-hari terutama bagi ibu-ibu yang baru melahirkan karena tanaman ini mampu meningkatkan produksi air susu ibu.

Skrining fitokimia yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada ekstrak air daun bangun-bangun mengandung senyawa flavonoid, glikosida flavonol, polifenol, dan minyak atsiri. Daun ini juga mengandung vitamin C (asam askorbat), karbohidrat, riboflavin, asam oleanolat, beta karoten, niasin, karvakrol, kalsium, asam-asam lemak, protein, asam oksalat, zat besi dan serat Terdapat juga apigenin, cirsimaritin, eriodictyol, genkawanin, luteolin, kuersetin, salvigenin, taxifolin, asam oksaloasetat, crategolic, asam ursulat, sitosterol (Bhattacharjee, 2010; Rout, et al., 2012).

Pada penelitian terdahulu telah ditemukan bahwa ekstrak etanol daun bangun-bangun dapat meningkatkan beberapa parameter darah seperti sel darah


(24)

merah, sel darah putih dan volume plasma darah mencit yang diinokulasi dengan tumor cell line pada dosis 250 mg/kg bb (Somasekhar, et al., 2011).

Ekstrak etanol daun bangun-bangun juga memiliki efek sebagai antioksidan, antiklastogenik dan radioprotektor terhadap sel fibroblas Chinese hamster yang dipapar dengan radiasi sinar gamma. Ekstrak etanol daun bangun-bangun dosis 100 µg/ml memiliki efek maksimal dalam melawan radikal bebas seperti DPPH dan ABTS. Pada pengujian antiklastogenik dan radioproteksi, efek maksimum ekstrak etanol daun bangun-bangun yang diperoleh yaitu pada dosis 5 µg/ml sudah mampu menurunkan paparan radiasi sehingga dapat mencegah proses mutasi gen yang akan memicu terjadinya kanker (Satish, et al., 2006).

Kandungan berbagai macam zat di dalam daun bangun-bangun yang termasuk fitoestrogen seperti apigenin, cirsimaritin, genkawanin, luteolin, quercetin, salvigenin, dan taxifolin memiliki kemampuan untuk menempati dan mengaktifkan reseptor estrogen dalam tubuh manusia, namun memiliki efek yang lebih kecil jika dibandingkan dengan senyawa estrogen sendiri. Pada kasus estrogen-dominan, pemberian fitoestrogen boleh jadi merupakan alternatif yang baik, karena fitoestrogen ini dapat bersaing dengan estrogen endogen di dalam tubuh dalam menduduki reseptor estrogen. Hal ini dapat membantu mengurangi efek estrogenik keseluruhan dalam tubuh, karena efek dari fitoestrogen cenderung lebih ringan daripada estrogen endogen dan dapat membantu menghambat karsinogenesis yang terjadi dalam tubuh (Ososki dan Kennely, 2003).


(25)

Benzo(α)piren adalah hidrokarbon aromatik polisiklik lima cincin yang

memiliki sifat mutagenik dan sangat karsinogenik. Benzo(α)piren merupakan

produk proses pembakaran yang tidak sempurna pada suhu 300-600°C.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa benzo(α)piren menjadi penyebab terjadinya toksisitas saraf akut melalui proses stres oksidatif dan terjadinya diferensiasi pembelahan sel saraf dan secara molekuler komponen asap

tembakau yaitu benzo(α)piren menjadi penyebab munculnya kanker paru-paru melalui kerusakan genetik (DNA) sel paru-paru (Saunders, et al., 2006; Slotkin dan Seidler, 2009; Desissenko, et al., 1996).

Efek penghambatan ekstrak etanol daun bangun-bangun terhadap karsinogenesis yang disebabkan oleh paparan karsinogen belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan pengujian efek anti karsinogenik ekstrak etanol daun bangun-bangun terhadap karsinogenesis mammae mencit betina yang diinduksi benzo(α)piren untuk mengetahui potensi ekstrak sebagai obat alternatif untuk mengatasi kanker payudara yang

diinduksi dengan benzo(α)piren.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka perumusan masalah penelitian ini adalah:

a. apakah ekstrak

etanol daun bangun-bangun memiliki kemampuan untuk menghambat karsinogenesis mammae mencit betina yang diinduksi dengan


(26)

b. pada dosis berapa ekstrak etanol daun bangun-bangun memiliki efek paling baik dalam penghambatan karsinogenesis.

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah maka hipotesis penelitian ini adalah: a. ekstrak etanol daun bangun-bangun (EEDBB) memiliki kemampuan untuk

menghambat karsinogenesis mammae mencit betina yang diinduksi

dengan benzo(α)piren.

b. ekstrak etanol daun bangun-bangun (EEDBB) memiliki efek paling baik untuk menghambat karsinogenesis pada dosis 500 mg/kg bb.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. untuk mengetahui kemampuan ekstrak etanol daun bangun-bangun (EEDBB) dalam menghambat karsinogenesis mammae mencit betina yang diinduksi dengan benzo(α)piren berdasarkan persen insidensi, perubahan berat badan, jumlah nodul dan gambaran histopatologi tumor payudara mencit.

b. untuk mengetahui dosis ekstrak etanol daun bangun-bangun (EEDBB) yang memiliki efek paling baik dalam menghambat karsinogenesis mammae mencit betina.


(27)

Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber informasi penggunaan


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Daun bangun-bangun merupakan tanaman daerah tropis yang daunnya memiliki aroma tertentu sehingga dikenal sebagai tanaman aromatik. Tanaman ini banyak ditemukan di India, Ceylon dan Afrika Selatan, memiliki bunga yang bentuknya tajam dan mengandung minyak atsiri sehingga disebut juga

Coleus aromaticus (Anonim, 2010; Kaliappan, et al., 2008).

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Menurut Pandey (2003), sistematika tanaman bangun-bangun adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Solanales

Famili : Lamiaceae Genus : Plectranthus

Spesies : Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng

2.1.2 Nama daerah

Di beberapa daerah di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan nama yang berbeda-beda. Masyarakat Sumatera menyebutnya bangun-bangun atau torbangun, daun jinten, daun hati-hati, daun sukan, acerang, daun kucing, daun


(29)

kambing, majha nereng. Di Jawa Tengah disebut daun cumin. Orang Sunda menyebutnya daun ajeran, di Nusatenggara disebut iwak, kumu etu, bumbu jo (Depkes, 1989; Anonim, 2010; Jaitun, 2010). Daun ini juga dikenal di Negara lain misalnya Inggris dengan sebutan country borage, indian mint, mexican mint, di Vietnam disebut tan day la, sedangkan di Cina disebut zuo shou xiang, yin du bo he, dao shou xiang. Dan di Jepang disebut kuuban oregano (Jaitun, 2010).

2.1.3 Morfologi tumbuhan

Daun bangun-bangun memiliki ciri-ciri bertulang lunak, beruas-ruas, melingkar dengan diameter sekitar 15 mm, bagian tengah dan ujungnya sekitar 10 mm ± 5 mm, dapat berkembangbiak dengan mudah (Anonim, 2010). Daun tunggal, berwarna hijau, helaian daun berbentuk bundar telur, kadang-kadang agak membundar, panjang helaian daun 3,5 cm sampai 6 cm, lebar 2,5 cm, pinggir daun beringgit atau agak berombak, tangkai daun panjang 1,5 cm sampai 3 cm, tulang daun menyirip. Pada keadaan segar helaian daun tebal, sangat berdaging dan berair, tulang daun bercabang-cabang dan menonjol sehingga membentuk bangunan menyerupai jala, permukaan atas berbingkul-bingkul, berwarna hijau muda, permukaan bawah berambut halus berwarna putih. Pada keadaan kering helaian daun tipis dan sangat berkerut, permukaan atas kasar, warna coklat sampai coklat tua, permukaan bawah berwarna lebih muda dari permukaan atas, tulang daun kurang menonjol, pada kedua permukaan terdapat rambut halus berwarna putih (Depkes, 1989).


(30)

Kandungan kimia daun bangun-bangun adalah glikosida, karbohidrat, asam amino, protein, flavonoid, tanin, senyawa fenol, dan terpenoid, minyak atsiri (karvakrol, eugenol, limonen, mirsen, pinen, selenen, terpinen, timol, dan verbenon), vitamin C, vitamin B12, beta karotin, niasin, karvakrol, kalsium, asam-asam lemak, asam oksalat, dan serat. Terdapat juga apigenin, cirsimaritin, eriodictyol, genkawanin, luteolin, kuersetin, salvigenin, taxifolin, asam oksaloasetat, crategolic, asam ursulat, sitosterol (Santosa dan Hertiani, 2005; Rout, et al., 2012).

2.1.5 Khasiat tumbuhan

Daun bangun-bangun berkhasiat sebagai antioksidan, anti tumor, anti mutagenik, mengobati bronkitis, asma, diare, epilepsi, demam, batuk, sakit kepala, gangguan pencernaan, dispepsia, konvulsi, batu ginjal, disentri, kolera, antioksidan, antitumor, antimikroba, antimutagenik, antijamur (Rout, et al., 2010), sakit gigi, gangguan pendengaran, gangguan saluran cerna (Chandrappa, et al., 2010), malaria, obat cacing, hepatoprotektif (Kaliappan, et al., 2008), obat luka, sariawan, mencegah kanker, antivertigo, diuretik, antiinfertilitas, immunostimulan, hipokolesterolemik, antiradang, meningkatkan total volume ASI (Santosa dan Hertiani, 2005).

2.2 Kanker

Kanker adalah istilah tidak umum untuk pertumbuhan sel tidak normal, yaitu suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normal, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Kanker dapat menyusup ke jaringan tubuh normal dan menekan


(31)

jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi fungsi tubuh. Kanker bukan merupakan penyakit menular (Diananda, 2009).

Ciri sel kanker yang membedakan dengan sel normal, antara lain sebagai berikut:

a. Sel kanker mampu mencukupi kebutuhan sinyal pertumbuhannya sendiri. Sinyal pertumbuhan eksternal (mitogenic growth factor) dibutuhkan oleh sel normal untuk berproliferasi. Pada kondisi normal terdapat regulasi terhadap rangsangan sinyal pertumbuhan sehingga proses perkembangan sel dapat dikontrol. Namun sel kanker dapat memproduksi growth factor sendiri sehingga tidak bergantung pada rangsangan sinyal pertumbuhan dari luar untuk melakukan proliferasi. Mutasi yang terjadi pada sel kanker memungkinkan sel tersebut untuk memperpendek growth factor pathway. Dengan demikian, sel kanker dapat tumbuh menjadi tidak terkendali (Pecorino, 2005; Kumar, et al., 2005; Adina, 2009).

b. Sel kanker tidak sensitif terhadap sinyal antiproliferatif

Sinyal antiproliferatif merupakan sinyal antipertumbuhan yang dibutuhkan oleh sel untuk mengontrol dan menjaga keteraturan sel serta homeostasis jaringan. Pada kondisi normal, regulasi sinyal pertumbuhan ini menjadi faktor penentu bagi sel untuk berproliferasi atau istirahat. Sinyal ini akan mengatur perkembangan sel dengan memblok proliferasi melalui dua mekanisme, yaitu (1) sel dipaksa keluar dari fase proliferasi yang aktif menuju fase istirahat atau (2) sel diinduksi untuk melepaskan potensi proliferasi secara permanen dengan diinduksi untuk memasuki fase post mitotic. Sel kanker mempunyai kemampuan untuk menghindar dari sinyal anti pertumbuhan yang


(32)

berhubungan dengan daur sel. Hal ini disebabkan oleh adanya mutasi pada beberapa gen (protoonkogen) (Pecorino, 2005; Kumar, et al., 2005; Adina, 2009).

c. Sel kanker mampu menghindar dari mekanisme apoptosis

Apoptosis merupakan mekanisme fisiologis pengurangan sel untuk perbaikan jaringan dan pelepasan sel yang rusak yang dapat membahayakan tubuh (Ruddon, 2007). Resistensi kanker terhadap mekanisme apoptosis dapat terjadi dengan melibatkan protein regulator apoptosis antara lain: p53 dan Bcl-2. Protein ini memiliki kemampuan untuk mencegah replikasi DNA yang rusak dan mendorong penghancuran sel yang mengandung DNA abnormal. Mutasi gen pada protein regulator ini menyebabkan sel kehilangan kontrol proliferasi (Kumar, et al., 2005; Adina, 2009).

d. Kemampuan angiogenesis yang dimiliki oleh sel kanker

Sel kanker memiliki kemampuan untuk memacu pertumbuhan darah baru yang dinamakan angiogenesis. Kemampuan tersebut diinisiasi oleh sinyal

Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Fibroblas Growth Factor

(FGF). Terdapat beberapa regulator proses angiogenesis antara lain: angiopoietin-1, angiotropin, angogenin, epidermal growth factor, granulocyte colony-stimulating factor, interleukin (IL-1), IL-6, IL-8, TNF-α, kolagen dan cathepsin. Faktor-faktor angiogenesis dapat mengaktifkan angiogenic switch, sehingga pertumbuhan pembuluh darah baru menjadi tidak terkendali (Kumar, et al., 2005; Adina, 2009).

e. Sel kanker mampu menginvasi jaringan di sekitarnya dan membentuk anak sebar (metastasis).


(33)

Selama perkembangannya, kebanyakan kanker pada manusia akan membentuk massa tumor primer yang mampu membebaskan diri dari jaringan awalnya, memasuki aliran darah atau pembuluh limfa, dan membentuk tumor sekunder (metastasis) di bagian tubuh yang lain. Hal ini dapat terjadi akibat mutasi yang memungkinkan peningkatan aktivitas enzim-enzim yang terlibat dalam invasi sel kanker dan berkurangnya adhesi antar sel oleh molekul addisi sel (Pecorino, 2005; Adina, 2009).

f. Sel kanker memiliki potensi tak terbatas untuk melakukan replikasi.

Adanya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sinyal pertumbuhan dan kemampuan untuk menghindar dari mekanisme apoptosis, sel kanker memiliki kemampuan tak terbatas untuk bereplikasi. Kemampuan replikasi tak terbatas ini berkaitan dengan enzim telomerase yang menjaga integritas telomer pada kromosom, sehingga sel tetap memiliki kemampuan untuk membelah diri. Pada kondisi normal, telomer akan mengalami degradasi (pemotongan) pada saat sel mengalami replikasi. Ketidakmampuan sel untuk meregulasi degradasi telomer inilah yang menyebabkan sel kanker memiliki kemampuan tidak terbatas untuk bereplikasi (Kumar, et al., 2005; Adina, 2009).

2.2.1 Karsinogenesis

Karsinogenesis merupakan suatu proses terjadinya kanker melalui mekanisme multitahap dengan adanya perubahan neoplastik pada jaringan normal yang disebabkan oleh akumulasi multimutasi genetik dan menyebabkan transformasi progresif sel normal menjadi sel malignan (ganas) (Tsao, et al., 2004). Perubahan ini diawali dari mutasi somatik satu sel tunggal yang


(34)

mengakibatkan perubahan dari normal menjadi hiperplastik, displastik, dan pada akhirnya menjadi suatu keganasan atau malignansi (memiliki kemampuan untuk menginvasi jaringan di sekitarnya). Perubahan genetik ini termasuk perubahan seluler mendasar pada sel kanker yang dipengaruhi oleh beberapa gen seperti; tumor suppresor genes (pRb, p53, PTEN, E-cadherin) dan proto-oncogenes (ras, c-myc, Bcl-2). Karsinogenesis dapat dibagi menjadi 4 tahap utama, yaitu tahap inisiasi, promosi, progresi, dan metastasis (Tsao, et al., 2004; Adina, 2009).

Secara singkat, pembentukan dan pertumbuhan sel kanker dapat dijelaskan melalui tahapan-tahapan berikut ini:

a. Fase inisiasi, yaitu ketika sel normal mulai mengalami mutasi oleh karsinogen.

b. Fase induksi, yaitu ketika sel normal yang sedang bermutasi mulai berubah menjadi sel kanker. Fase inisiasi dan induksi tidak bisa diketahui dan sangat sulit untuk dideteksi. Fase-fase ini berlangsung hingga puluhan tahun.

c. Fase in situ, yaitu ketika pertumbuhan kanker terbatas pada jaringan tempat asalnya tumbuh. Fase ini lamanya sangat bervariasi. Mungkin saja penderita penyakit kanker berada dalam fase ini selamanya, tetapi umumnya berlangsung sampai 5 tahun.

d. Fase invasif, yaitu sel kanker telah menembus membran basal dan masuk ke jaringan atau organ sekitar yang berdekatan. Fase ini lebih cepat dari fase lain dan berlangsung kurang dari 5 tahun.

e. Fase metastasis, yaitu penyebaran kanker ke kelenjar getah bening atau organ lain yang letaknya jauh (misalnya kanker usus besar menyebar ke


(35)

hati). Penyebaran ini dapat melalui aliran darah, aliran getah bening, atau langsung dari tumor (Diandana, 2009; Harianto, 2009).

Pada tahap promosi, sel-sel akan memperoleh beberapa keuntungan selektif untuk tumbuh sehingga pertumbuhannya menjadi cepat dan berubah menjadi tumor jinak. Tahap promosi tidak melibatkan perubahan struktural dari genom secara langsung, tetapi biasanya terjadi perubahan ekspresi gen yang terinisiasi (Tsao, et al., 2004).

Adanya mutasi pada satu sel tunggal normal sebagai akibat terpapar oleh karsinogen (tahap inisiasi), akan menyebabkan perkembangan sel menjadi hiperplasi (tahap promosi), diplasi (tahap progresi) dan pada akhirnya memiliki kemampuan invasi ke jaringan sekitarnya (metastasis) (Tsao, et al., 2004; Adina, 2009).

Pada tahap progresi, kemampuan pembelahan yang tinggi menuntun terbentuknya koloni sel yang lebih besar melalui perubahan genetik lebih lanjut dan munculnya keistimewaan-keistimewaan lain seperti peningkatan mobilitas dam angiogenesis (Kumar, et al., 2005). Pada tahap ini sel-sel tumor dikatakan sebagai sel malignan. Pada fase ini juga akan terjadi karsinoma dan metastasis melalui aktivasi onkogen dan malfungsi dari enzim topoisomerase (Pecorino, 2005; Adina, 2009).

Tahap metastasis merupakan tahap akhir dalam karsinogenesis. Pada tahap ini, sel kanker melakukan invasi ke jaringan-jaringan lain di dalam tubuh melalui pembuluh darah, pembuluh limpa, atau rongga tubuh. Sel malignan yang bermetastasis ini masuk melalui basement membran menuju saluran limpoid. Sel tersebut akan berinteraksi dengan sel limpoid yang digunakan


(36)

sebagai inangnya. Selanjutnya sel kanker akan masuk ke jaringan lainnya membentuk tumor sekunder dengan didukung kemampuan neoangiogenesis yang dimilikinya (Kumar, et al., 2005).

Tahap metastasis dapat berlangsung karena melemahnya ikatan antarsel yang disebabkan oleh terdegradasinya CAMs (Cell-cell Adhesion Molecules)

dan E-cadherin sebagai molekul yang menjaga pertautan antarsel. Molekul-molekul tersebut diketahui sudah sangat sedikit bahkan tidak ditemukan lagi pada sel kanker, sehingga proses metastasis dapat terus berlangsung. Selain itu, kemampuan angiogenesis yang telah dimiliki sel kanker mampu menjaga agar sel tetap hidup selama proses metastasis berlangsung (Kumar, et al., 2005).

2.2.2 Siklus sel

Siklus sel merupakan proses perkembangbiakan sel yang

memperantarai pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Setiap sel baik normal maupun kanker mengalami siklus sel. Siklus sel memiliki dua fase utama, yakni fase S (sintesis) dan fase M (mitosis). Fase S merupakan fase terjadinya replikasi DNA kromosom dalam sel, sedangkan pada fase M terjadi pemisahan 2 set DNA kromosom tersebut menjadi 2 sel (Nurse, 2000; Adina, 2009).

Selain itu terdapat fase yang membatasi kedua fase tersebut yang dinamakan Gap. G-1 (Gap-1) terdapat sebelum fase S dan setelah fase S dinamakan G-2 (Gap-2). Pada fase G-1, sel melakukan persiapan untuk sintesis DNA. Fase ini merupakan fase awal cell cycle progression yang diatur oleh faktor ekstraselular seperti mitogen dan molekul adhesi. Penanda fase ini adalah adanya ekspresi dan sintesis protein sebagai persiapan memasuki fase S.


(37)

Pada fase G-2, sel melakukan sintesis lebih lanjut yang memadai untuk proses pembelahan, sehingga sel siap melakukan pembelahan pada fase M (Ruddon, 2007).

Siklus sel dikontrol oleh beberapa protein yang bertindak sebagai regulator positif dan negatif. Kelompok cyclin khususnya cyclin D, E, A, dan B merupakan protein yang levelnya fluktuatif selama proses siklus sel. Cyclin

bersama dengan kelompok cyclin dependent kinase (CDK), khususnya CDK 4, 6, dan 2, bertindak sebagai regulator positif yang memacu terjadinya siklus sel. Pada mammalia ekspresi kinase (CDK4, CDK2 dan CDC2/CDK1) terjadi bersamaan dengan ekspresi cyclin (D, E, A dan B) secara berurutan seiring dengan jalannya siklus sel (G1-S-G2-M) (Nurse, 2000). Aktivasi CDK dihambat oleh regulator negatif siklus sel, yakni CDK inhibitor (CKI), yang terdiri dari Cip/Kip protein (meliputi p21, p27, p57) dan keluarga INK4 (meliputi p16, p18, p19). Selain itu, tumor suppresion protein yaitu p53 dan pRb juga bertindak sebagai protein regulator negatif (Adina, 2009).

Aktivasi CDK memerlukan ekspresi cyclin (Cyc). Kompleks cyclin-CDK dengan protein CKI dan adanya fosforilasi oleh Weel (tyrosin15)/Myt1 (threonin14) dapat menyebabkan inaktivasi CDK. Aktivasi kompleks Cyc-CDK diawali dengan proteolisis CKI oleh ubiquitin, kemudian fosforilasi Cyc-CDK oleh CDK-activating kinase (CAK) pada threonin1611 dan penghilangan fosfat (defosforilasi) oleh Cdc25 fosfatase pada target fosforilasi Weel (tyrosin15)/Myt1 (CDK bekerja pada awal G-1 untuk mengaktifkan E2F -dependent transcriptiongene yang diperlukan untuk fase S (di akhir G-1 untuk menginisiasi G-2 untuk menginisiasi mitosis (M) (Nurse, 2000; Adina, 2009).


(38)

Checkpoint pada G-2 terjadi ketika ada kerusakan DNA yang akan mengaktivasi beberapa kinase termasuk ataxia telangictasia mutated (ATM) kinase. Hal tersebut menginisiasi dua kaskade untuk menginaktivasi Cdc2-CycB baik dengan jalan memutuskan kompleks Cdc2-Cdc2-CycB maupun mengeluarkan kompleks Cdc2-CycB dari nukleus atau aktivasi p21 (Ruddon, 2007).

Checkpoint ini akan menghambat progresi siklus sel ke fase mitosis, sedangkan checkpoint pada fase M terjadi jika benang sprindle tidak terbentuk atau jika semua kromosom tidak dalam posisi yang benar dan tidak menempel dengan sempurna pada spindle. Kontrol checkpoint sangat penting untuk menjaga stabilitas genomik. Kesalahan pada checkpoint akan meloloskan sel untuk berkembang biak meskipun terdapat kerusakan DNA atau replikasi yang tidak lengkap ataupun kromosom tidak terpisah sempurna sehingga akan menghasilkan kerusakan genetik. Hal ini kritis bagi timbulnya kanker, proses regulasi siklus sel mampu berperan dalam pencegahan kanker (Ruddon, 2007).

2.2.3 Benzo(α)piren

Benzo(α)piren, C20H12, adalah hidrokarbon aromatik polisiklik lima cincin yang memiliki sifat mutagenik dan sangat karsinogenik. Benzo(α)piren

merupakan produk dari proses pembakaran yang tidak sempurna pada suhu 300-600°C (Desissenko, et al., 1996).


(39)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa benzo(α)piren menjadi

penyebab terjadinya toksisitas saraf akut melalui proses stres oksidatif dan terjadinya diferensiasi pembelahan sel saraf. Komponen asap tembakau yaitu

benzo(α)piren secara molekuler menjadi penyebab munculnya kanker paru-paru melalui kerusakan genetik (DNA) sel paru-paru-paru-paru (Saunders, et al., 2006; Slotkin dan Seidler, 2009; Desissenko, et al., 1996).

Benzo(α)piren merupakan prokarsinogen, yang berarti mekanisme karsinogenesis dari benzo(α)piren tergantung dari metabolisme enzimatik benzo(α)piren menjadi senyawa mutagen, yaitu benzo(α)piren diol eposida. Senyawal ini akan berinteraksi dengan DNA dengan berikatan secara kovalen pada basa guanin di posisi atom N2. Hal ini akan mengakibatkan

terjadinya mutasi pada struktur ganda helik DNA. Enzim CYP450 1A1, dan CYP 450 1B1 merupakan dua enzim yang bersifat protektif terhadap toksisitas dari benzo(α)piren. Toksisitas benzo(α)piren diperoleh akibat dari bioaktivasi

benzo(α)piren menjadi benzo(α)piren-7,8-dihidrodiol-9,10-epoksida. Senyawa

karsinogenik benzo(α)piren-7,8-dihidrodiol-9,10-epoksida akan berikatan dengan DNA, maka DNA sel mengalami mutasi, atau memasuki tahap inisiasi (Saunders, et al., 2006; Slotkin dan Seidler, 2009; Desissenko, et al., 1996).


(40)

Gen yang bertanggungjawab terhadap pertumbuhan kanker ada tiga yaitu: gen reparasi DNA, gen penekan tumor (tumor suppressor gen) dan protoonkogen. Kegagalan gen reparasi DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA dan mutasi pada gen penekan tumor serta onkogen, atau karena mutasi tercapai, merupakan tahap inisiasi dalam pembentukan sel kanker. Mutasi pada gen penekan tumor berakibat aktifasi protoonkogen menjadi onkogen yang menyebabkan hilangnya kontrol terhadap pertumbuhan sel. Onkogen mengkode protein-protein yang berperan dalam berbagai fungsi fisiologis sel, diantaranya adalah protein permukaan membran, protein sitoplasma yang terlibat dalam transduksi sinyal, dan protein inti pengikat DNA yang dapat mengubah ekspresi genetik dari berbagai gen. Gen penekan tumor mengkode berbagai protein termasuk protein yang mengatur siklus sel, protein adesi yang mengurus komunikasi sel dan protein sitoplasma yang mengatur transduksi sinyal (Pfeifer, et al., 2002).

Benzo(α)piren diol epoksida akan mentransversi G (guanine) ke T

(timidin) sehingga terjadi inaktivasi kemampuan supresor tumor dan akhirnya mendorong pembelahan sel menjadi kanker (Pfeifer, et al., 2002).

2.2.4 Kanker payudara

Kanker payudara merupakan kanker yang menyerang jaringan epitelial payudara, yaitu membran mukosa dan kelenjar. Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh wanita, disamping kanker serviks. Penyebab kanker payudara sangat beragam, antara lain:


(41)

a. Kerusakan pada DNA yang menyebabkan mutasi genetik. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh paparan agen kimiawi (karsinogen) dan radiasi yang berlebihan.

b. Kegagalan immune surveillance dalam pencegahan proses malignan pada fase awal.

c. Malfungsi DNA repairs seperti: BRCA1, BRCA2, dan p53.

Kanker payudara terjadi ketika sel-sel pada payudara tumbuh tidak terkendali dan dapat menginvasi jaringan tubuh yang lain baik yang dekat dengan organ tersebut maupun bermetastasis ke jaringan tubuhnya yang letaknya berjauhan. Semua tipe jaringan pada payudara dapat berkembang menjadi kanker, namun pada umumnya kanker muncul baik dari saluran

(ducts) maupun kelenjar (glands). Perkembangannya memerlukan waktu berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun sampai tumor tersebut cukup besar untuk dirasakan pada payudara. Deteksi dapat dilakukan dengan mammograms

yang kadang-kadang dapat mendeteksi tumor sejak dini (Elwood, 1993; Dolinsky, 2002; Adina, 2009).

Faktor resiko kanker payudara dapat dibedakan menjadi faktor yang dapat diubah (reversible) dan faktor yang tidak dapat diubah (irreversible). Faktor yang tidak dapat diubah termasuk jenis kelamin, bertambahnya umur, ada-tidaknya riwayat keluarga menderita kanker, pernah-tidaknya menderita kanker payudara, pernah-tidaknya mendapat radiasi pada bagian dada, suku bangsa Kaukasian, orang yang mengalami menstruasi pertama pada usia sangat muda (sebelum 12 tahun), yang mengalami menopause terlambat (setelah 50 tahun), yang tidak melahirkan atau melahirkan di usia lebih dari 30 tahun, dan


(42)

mengalami mutasi genetik. Dari berbagai macam faktor tersebut, 3%-10% penyebab kanker payudara diduga berkaitan dengan perubahan baik gen BRCA1 maupun gen BRCA2 (Dolinsky, 2002; Adina, 2009).

Beberapa faktor yang menaikkan resiko menderita kanker payudara yang dapat diubah, yakni mendapatkan terapi pengganti hormon (penggunaan estrogen dan progesteron dalam jangka waktu lama untuk mengatasi gejala menopause), menggunakan pil kontrasepsi (pil KB), tidak menyusui, mengkonsumsi minuman beralkohol 2-5 gelas per hari, menjadi gemuk terutama setelah menopause, dan tidak berolahrga (Dolinsky, 2002; Adina, 2009). Perlu diingat bahwa faktor-faktor resiko tersebut hanyalah berdasarkan pada kemungkinan. Seseorang tetap dapat terkena kanker payudara meskipun ia tidak mempunyai satupun faktor resiko tersebut. Menghindari faktor resiko tersebut dan deteksi awal adalah cara terbaik untuk mengurangi kematian berkaitan dengan kanker ini (Dolinsky, 2002; Adina, 2009).

Peningkatan insidensi kanker payudara disebabkan oleh kegagalan terapi terhadap kanker itu sendiri. Kegagalan ini diakibatkan oleh adanya

multidrug resistance (MDR) dan terjadi hingga 71% dibandingkan dengan faktor penyebab lainnya (Mechetner, et al., 1998). Multidrug resistance atau resistensi obat ini disebabkan oleh adanya breast cancer resistance protein

(BRCP) yang salah satunya adalah P-glycoprotein (Pgp) (Imai, et al., 2005). Aktivasi Pgp dan peningkatan ekspresinya dapat menurunan efikasi dari beberapa agen kemoterapi seperti taxol dan doxorubicin. Penekanan aktivitas Pgp dan ekspresinya mampu meningkatkan efektivitas agen kemoterapi (Mechetner, et al., 1998; Zhou, et al., 2006).


(43)

Selain itu paparan estrogen endogen yang berlebihan juga dapat berkontribusi sebagai penyebab kanker payudara. Sekitar 50% kasus kanker payudara merupakan kanker yang bergantung pada estrogen dan sekitar 30% kasus merupakan kanker yang positif mengekspresikan HER-2 berlebihan (Gibbs, 2000; Adina, 2009).

2.2.5 Fitoestrogen

Isoflavon, kumestan, lignan dan metabolitnya, flavonoid, dan stilbenoids semua adalah golongan senyawa yang termasuk fitoestrogen karena mereka dapat berinteraksi dengan reseptor estrogen, mengubah ekspresi gen,dan sebaliknya mempengaruhi hormon. Isoflavon dan kumestan sangat tinggi dalam kacang-kacangan, seperti kedelai, kacang polong dan kacang hijau, dan tanaman medis umum antara lain Trifolium, Medicago, serta Glycyrrhiza. Flavonoid dengan aktivitas estrogenik berlimpah, termasuk yang paling sering dipelajari dan dibahas adalah rutin, catechin, apigenin, kaempferol, luteolin, chrysin dan subtipe dari flavonoid termasuk flavanon, flavon, dan flavonols, banyak yang dilaporkan memiliki aktivitas estrogenik. Kumestan dilaporkan memiliki efek estrogenik paling menonjol dari semua fitoestrogen. Yang paling umum dan paling banyak dipelajari dari golongan kumestan adalah kumestrol, ditemukan di Trifolium, Pisum, Medicago, serta Glycyrrhiza.(Ososki dan Kennely, 2003; Opolski, et al., 2005).

Banyak studi epidemiologis menunjukkan bahwa diet kaya fitoestrogen (PE), khususnya kedelai dan produk gandum yang tidak dimurnikan, berhubungan dengan risiko rendah beberapa jenis kanker, terutama kanker payudara dan kanker prostat. Namun demikian, hubungan antara asupan


(44)

makanan kedelai dan risiko kanker payudara masih kontroversial. Meskipun isoflavon, seperti yang ditemukan dalam kedelai, telah terbukti dapat menghambat kanker payudara dalam penelitian laboratorium, korelasi antara konsumsi makanan yang mengandung isoflavon-dan risiko kanker payudara tidak konsisten dalam beberapa penelitian. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa negara-negara dengan konsumsi PE tertinggi memiliki tingkat terendah kanker payudara kanker, namun studi epidemiologi lain menunjukkan kurangnya hubungan kausatif (Ososki dan Kennely, 2003; Opolski, et al., 2005).

Hubungan antara asupan tinggi kedelai dan risiko penurunan pola parenkim mammographic yang berkorelasi dengan risiko kanker payudara yang tinggi telah ditunjukkan. Selain itu, setelah mengkonsumsi 2 tahun dari makanan kedelai, yang setara 50 mg isoflavon, oleh perempuan premenopause, rata-rata kepadatan persentase parenkim mammographic mengalami penurunan sebesar 2,8 dan 4,1% pada intervensi dan kontrol. Dalam studi lain hubungan antara konsumsi isoflavon tapi bukan dari makanan kedelai, pada perempuan di Jepang, adalah berbanding terbalik terkait dengan risiko kanker payudara

(Ososki dan Kennely, 2003; Opolski, et al., 2005).

Sebagian besar penelitian tentang fitoestrogen melibatkan kemampuan mereka untuk menghambat perkembangan kanker hormonal, kegiatan yang dikenal sebagai chemoprevention. Ratusan penelitian telah menunjukkan fitoestrogen mampu mengurangi efek proliferatif steroid alami manusia dan sintetis zat pada jaringan yang sensitif terhadap hormon. Flavonoid telah diklasifikasikan sebagai fitoestrogen karena berbagai kemampuan


(45)

chemoprevention yang dimilikinya mencakup mekanisme hormonal.Penelitian telah menunjukkan bahwa tidak hanya isoflavon bertindak sebagai SERM alami, tetapi mereka juga menginduksi terjadinya apoptosis, mempengaruhi ekspresi gen, dan mempengaruhi berbagai sistem enzim dalam cara yang positif. Semua mekanisme membantu mengurangi stimulasi estrogen yang berlebihan pada jaringan sensitif terhadap hormon ini. Sistem enzim steroid tertentu yang dapat dipengaruhi oleh fitoestrogen termasuk aromatase, dehidrogenase, sulfotransferase, dan enzim reduktase. Sulfotransferase terlibat dengan produksi estradiol dan fitoestrogen diketahui mampu mengurangi sulfotransferase bila berlebihan sehingga mengurangi kelebihan hormon yang terjadi (Ososki dan Kennely, 2003; Opolski, et al., 2005).

2.3 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes, 2000)

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan (Depkes, 2000). b. Perkolasi


(46)

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak) (Depkes, 2000).

Cara panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes, 2000).

b. Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes, 2000).

c. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 (Depkes, 2000).

d. Infus

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90 selama 15 menit (Depkes, 1979).


(47)

Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada waktu yang lebih lama ± 30 menit dan temperatur sampai titik didih air (Depkes, 2000).


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah metode eksperimental untuk mengetahui efek ataupun pengaruh ekstrak terhadap perkembangan terjadinya tumor terhadap hewan uji. Penelitian ini meliputi tahapan penelitian yaitu penyiapan tumbuhan, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia serbuk simplisia, pembuatan ekstrak, karakterisasi ekstrak, pemeriksaan skrining fitokimia ekstrak, penyiapan hewan percobaan dan pengujian efek antikarsinogenesis. Selanjutnya data dianalisis dengan pair sample t-test, one way ANOVA (Analysis of Variance) dilanjutkan dengan uji Post-Hoc Tukey.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas, alumunium foil, blender (Miyako), cassete, eksikator, krus porselin, mikrotom, oven (Memmert), penangas air, rotary evaporator (Haake D1), seperangkat alat penetapan kadar air, tanur, bejana maserasi, batang pengaduk, lampu 14 watt (Philips), timbangan digital, kaca arloji, kertas saring, kertas label, spuit injeksi 1 ml dan 3 ml, kanul oral, sendok spatel, seperangkat alat bedah.

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun bangun-bangun. Bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah


(49)

berkualitas pro analisis, yaitu: α-naftol, amonium hidroksida, asam asetat anhidrida, asam asetat pekat, asam klorida pekat, asam nitrat pekat, asam sulfat pekat, benzen, besi (III) klorida, bismut (III) nitrat, etanol, etilasetat, n

-heksan, akuades, benzo(α)piren (Sigma-Aldrich), isopropanol, kalium iodida, kloroform, metanol, natrium hidroksida, amil alkohol, natrium sulfat anhidrat, petroleum eter, raksa (II) klorida, serbuk magnesium, serbuk zinkum, timbal (II) asetat, formalin 37%, karboksi metil selulosa (CMC), lithium karbonat, natrium klorida (NaCl), natrium dihidrogen fosfat monohidrat, dinatrium hidrogen fosfat anhidrat, gliserin, kloroform, minyak zaitun (olive oil), etanol 70%, etanol 80%, etanol 95%, etanol absolut, paraffin cair, toluena, xylol.

3.2 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan adalah mencit betina dengan berat 20-30 g dibagi menjadi 5 kelompok, 1 kelompok normal, 1 kelompok kontrol negatif dan 3 kelompok uji. Hewan uji dikondisikan selama 1 minggu dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan dengan lingkungannya.

3.3 Pembuatan Pereaksi

Pembuatan larutan pereaksi menurut Depkes (1995): (pereaksi Bouchardat, Dragendorff, Mayer, Molisch, timbal (II) asetat 0,4 M, kloralhidrat); Depkes (1979): (pereaksi asam klorida 0,2 N, asam klorida 2 N, natrium hidroksida 2 N, besi (III) klorida 1% b/v); Merck dan Darmstadt (1978): (Liebermann-Burchard).


(50)

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, kemudian sebanyak 2 g iodium dilarutkan dalam larutan kalium iodida, setelah larut dicukupkan volume dengan air suling hingga 100 ml.

3.3.2 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 g bismuth (III) nitrat dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat. Pada wadah lain sebanyak 27,2 g kalium iodida dilarutkan dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna. Selanjutnya diambil lapisan jernih dan diencerkan dengan air suling hingga 100 ml.

3.3.3 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,3596 g raksa (II) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling. Kemudian keduanya dicampur dan ditambahkan air suling hingga 100 ml.

3.3.4 Pereaksi besi (III) klorida 1% b/v

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air hingga 100 ml.

3.3.5 Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga 100 ml.

3.3.6 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida hingga 100 ml.


(51)

Sebanyak 50 g kloralhidrat dilarutkan dalam 20 ml air suling.

3.3.8 Pereaksi asam klorida 0,2 N

Sebanyak 1,7 ml asam klorida pekat diencerkan dalam air suling hingga 100 ml.

3.3.9 Pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dalam air suling hingga 100 ml.

3.3.10 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml.

3.3.11 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 5 ml asam sulfat pekat, lalu ditambahkan 50 ml etanol ke dalam campuran tersebut.

3.4 Pengumpulan dan Pengolahan Tumbuhan 3.4.1 Pengumpulan bahan tumbuhan

Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif tanpa membandingkan daun bangun-bangun dari daerah lain. Tumbuhan diambil dari daerah Kelurahan Simalingkar B, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara.

3.4.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI, Bogor. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 65.


(52)

3.4.3 Pembuatan simplisia

Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun bangun-bangun yang masih segar. Daun dipisahkan dari pengotor lain lalu dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan ditimbang. Diperoleh berat basah sebesar 7,765 g. Selanjutnya daun tersebut dikeringkan selama 10 hari dalam lemari pengering dengan temperatur ± 40°C sampai daun kering (ditandai bila diremas rapuh). Simplisia yang telah kering diblender menjadi serbuk lalu dimasukkan ke dalam wadah plastik bertutup dan disimpan pada suhu kamar. Kemudian serbuk ditimbang dan diperoleh berat kering sebesar 870 g.

3.5 Pemeriksaan Karakterisik Simplisia 3.5.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati warna, bentuk, ukuran dan tekstur dari simplisia. Hasil pemeriksaan makroskopik dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 67.

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap simplisia dilakukan dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati di bawah mikroskop. Hasil pengamatan mikroskopik terhadap simplisia dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 68.


(53)

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi toluena).

Prosedur kerja:

1. Penjenuhan toluena

Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Kemudian toluena didinginkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml (WHO, 1992).

2. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan kedalam labu alas bulat berisi toluena tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes perdetik, sampai bagian air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air yang dihitung dalam persen (WHO, 1992).

3.5.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 L) dalam labu bersumbat sambil di kocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering, dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan sisa


(54)

dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1989).

3.5.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu tersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1989).

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan dan dipijarkan pada suhu 600°C sampai arang habis. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992).

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total, dididihkan dalam 25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, kemudian dicuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijarkan pada suhu 600° C sampai bobot tetap. Kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan (WHO, 1992).


(55)

3.6 Skrining Fitokimia Simplisia

Skrining fitokimia serbuk simplisia daun bangun-bangun meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin, dan triterpenoid/steroid. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 4.2, halaman 47.

3.6.1 Pemeriksaan alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada masing-masing tabung reaksi:

a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga percobaan diatas (Depkes RI, 1995).

3.6.2 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).


(56)

Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 95% dengan air suling (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, direfluks selama 1 jam, didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3) dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air diuapkan dan sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa dimasukkan dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan diatas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi Molish. Tambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat melalui dinding tabung, terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya glikosida (Depkes, 1989).

3.6.4 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 g, dimaserasi dengan 20 ml petroleum eter selama 2 jam, disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard melalui dinding cawan. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukkan adanya triterpenoid/steroid (Harborne, 1987).

3.6.5 Pemeriksaan saponin

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 menit. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan buih tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).


(57)

3.6.6 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (EEDBB)

Sebanyak 700 g serbuk simplisia daun bangun-bangun dimasukkan ke dalam wadah gelas berwarna gelap lalu dimaserasi dengan etanol 96% selama 5 hari terlindung dari cahaya matahari sambil sering diaduk, setelah 5 hari hasil maserasi disaring dan diperas dengan kertas saring lalu ampas ditambahkan cairan penyari secukupnya sehingga diperoleh seluruh maserat sebanyak 7 liter, kemudian didiamkan selama 2 hari dan dienap tuangkan. Maserat diuapkan dengan bantuan alat penguap rotary evaporator pada temperatur tidak lebih dari 70°C kemudian diuapkan di atas penangas air hingga diperoleh ekstrak kental (Depkes, 1986).

3.8 Karakterisasi Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (EEDBB)

Prosedur karakterisasi ekstrak etanol daun bangun-bangun dilakukan sama seperti prosedur karakterisasi serbuk simplisia. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 4.3, halaman 49.


(58)

3.9 Pemeriksaan Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Bangun- Bangun (EEDBB)

Prosedur pemeriksaan golongan senyawa kimia ekstrak etanol daun bangun-bangun dilakukan sama seperti prosedur untuk pemeriksaan skrining fitokimia serbuk simplisia. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 4.4, halaman 50.

3.10 Uji Efek Antikarsinogenesis

Uji efek antikarsinogenesis meliputi penyiapan hewan percobaan, penyiapan sediaan uji yang meliputi penyiapan CMC 1%, suspensi ekstrak daun-daun, larutan benzo(α)piren, larutan buffer formalin 10% (pH 6-7).

3.10.1 Penyiapan hewan percobaan

Hewan yang digunakan adalah mencit betina dengan berat 20-30 g dibagi menjadi 5 kelompok, 1 kelompok normal, 1 kelompok kontrol negatif, dan 3 kelompok uji. Tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit.

Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit dipelihara selama kurang lebih satu minggu untuk penyesuaian dengan lingkungannya, mengontrol kesehatan dan berat badan serta menyeragamkan makanannya.

3.10.2 Penyiapan sediaan uji

Penyiapan sediaan uji meliputi penyiapan CMC 1%, penyiapan suspensi ekstrak daun bangun-bangun, penyiapan larutan penginduksi

benzo(α)piren, dan penyiapan larutan buffer netral formalin 10%. 3.10.2.1Penyiapan CMC 1%


(59)

sebagai berikut: sebanyak 250 mg CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 8 ml. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel dan diencerkan dengan sedikit air, kemudian dituang ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambah air suling sampai batas tanda.

3.10.2.2Penyiapan larutan benzo(α)piren 15 mg/kg bb

Penyiapan larutan penginduksi benzo(α)piren 15 mg/kg bb dilakukan

dengan cara sebagai berikut: Sebanyak 100 mg benzo(α)piren dilarutkan dalam 100 ml minyak zaitun dan dipastikan semua benzo(α)piren sudah larut.

3.10.2.3Penyiapan suspensi ekstrak etanol daun bangun-bangun (SEEDBB)

Suspensi ekstrak etanol daun bangun bangun dibuat menjadi 3 dosis yaitu, 250 mg/kg bb, 500 mg/kg bb dan 750 mg/kg bb. Pembuatan suspensi ekstrak daun bangun-bangun dosis 250 mg/kg bb dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 250 mg CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 8 ml. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh masa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel. Ditambahkan sebanyak 625 mg ekstrak etanol daun bangun-bangun ke dalam lumpang, kemudian digerus sampai homogen. Dituang ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambah air suling hingga batas tanda. Dengan cara yang sama dilakukan untuk dosis 500 mg/kg bb dan 750 mg/kg bb.

3.10.2.4Penyiapan larutan formalin 10%

Sebanyak 4 gram Natrium dihidrogen phospat dilarutkan dalam air suling kemusian ditambahkan 6,5 gram dinatrium dihidrogen phospat diaduk


(60)

hingga larut. Ditambahkan 100 ml formalin 37% dan ditambahkan air suling hingga 1000 ml.Cek pH menggunakan pH meter (pH 6-7).

3.10.2.5Uji Antikarsinogenesis

Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 5 kelompok, masing-masing terdiri dari 5 ekor hewan percobaan. Kelompok tersebut adalah:

- Kelompok I: Kontrol normal, hewan percobaan diberikan makanan standar selama 7 hari berturut-turut dan tidak diinduksi dengan

benzo(α)piren dan tidak diberikan ekstrak uji. Selama 28 hari berat badan mencit ditimbang satu per satu.

- Kelompok II: Kontrol negatif, hewan percobaan diberikan makanan standar selama 7 hari berturut-turut kemudian pada hari ke 8 diberikan

benzo(α)piren dosis 15 mg/kg bb secara sub kutan selama 14 hari tanpa diberikan ekstrak uji. Selama 28 hari diamati perkembangan tumor yang terjadi, perubahan berat badan mencit, dan dicatat apabila ada mencit yang mati. Pada hari ke 29, mencit dibunuh dan dibedah untuk diambil jaringan tumor payudara yang terbentuk.

- Kelompok III: Kelompok perlakuan, hewan uji diberikan makanan standar dan diinduksi dengan benzo(α)piren dosis 15 mg/kg secara sub kutan selama 14 hari berturut-turut kemudian pada hari ke 15 diberikan EEDBB dosis 250 mg/Kg bb secara per oral, selama 14 hari berturut-turut. Selama 28 hari diamati perkembangan tumor yang terjadi, perubahan berat badan mencit, dan dicatat apabila ada mencit yang mati. Pada hari ke 29, mencit dibunuh dan dibedah untuk diambil jaringan tumor payudara yang terbentuk.


(61)

- Kelompok IV: Kelompok perlakuan, hewan uji diberikan makanan standar dan diinduksi dengan benzo(α)piren dosis 15 mg/kg secara sub kutan selama 14 hari berturut-turut kemudian pada hari ke 15 diberikan EEDBB dosis 500 mg/Kg bb secara per oral, selama 14 hari berturut-turut. Selama 28 hari diamati perkembangan tumor yang terjadi, perubahan berat badan mencit, dan dicatat apabila ada mencit yang mati. Pada hari ke 29, mencit dibunuh dan dibedah untuk diambil jaringan tumor payudara yang terbentuk.

- Kelompok V: Kelompok perlakuan, hewan uji diberikan makanan standar dan diinduksi dengan benzo(α)piren dosis 15 mg/kg secara sub kutan, selama 14 hari berturut-turut kemudian pada hari ke 15 diberikan EEDBB dosis 750 mg/Kg bb secara per oral, selama 14 hari berturut-turut. Selama 28 hari diamati perkembangan tumor yang terjadi, perubahan berat badan mencit, dan dicatat apabila ada mencit yang mati. Pada hari ke 29, mencit dibunuh dan dibedah untuk diambil jaringan tumor payudara yang terbentuk.

3.10.2.6Pengambilan jaringan

Mencit dibunuh dengan cara cervical dislocation (dislokasi leher) lalu mencit diposisikan pada papan bedah menggunakan pins. Bulu mencit dicukur mulai dari daerah perut kemudian sisa bulu dibersihkan dengan menggunakan kapas yang dibasahi air. Bedah dimulai dari bagian perut menggunakan gunting bengkok, kemudian diambil dan dipisahkan masing-masing organ menggunakan gunting lurus (bagian yang diambil ± 5-10 mm sekitar tumor mammae). Organ yang diambil dibersihkan dari lemak-lemak yang menempel,


(62)

kemudian dicuci dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% setelah itu diamati secara makroskopik nodul yang tampak. Organ ditiriskan diatas kertas saring, setelah air berkurang masing-masing organ dimasukkan ke dalam pot berisi larutan buffer netral formalin 10%.

3.10.2.7Pemeriksaan gambaran jaringan kelenjar payudara dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin

Pemeriksaan histopatologi organ mencit dengan pembuatan preparat histopatologi dengan pewarnaan Haematoxyllin-Eosin. Proses pembuatan preparat histopatologi dan pewarnaan Haematoxyllin-Eosin :

1. Penyiapan jaringan tumor payudara untuk dipotong

Jaringan yang akan dibuat sediaan histopatologi difiksasi dalam larutan Buffer Netral Formalin (BNF) 10% minimal 48 jam hingga mengeras (matang). Sampel organ yang terfiksasi dengan sempurna ditrimming setebal ± 0,5 cm. Potongan kemudian dimasukkan dalam tissue cassette untuk dimasukkan dalam automatic tissue processor.

2. Dehidrasi

Proses dehidrasi dimaksudkan untuk menarik air dari jaringan dan mencegah terjadinya pengerutan sampel yang akan diuji. Dehidrasi dilakukan dengan cara merendam sampel dalam larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, dan alkohol absolut). Proses perendaman masing-masing konsentrasi alkohol dilakukan selama 2 jam. Proses dehidrasi dilakukan dengan menggunakan mesin otomatis yaitu automatic tissue processor.


(63)

3. Clearing

Proses clearing atau penjernihan dilakukan dengan 2 tahap dengan menggunakan xylol I dan xylol II. Penggunaan xylol dimaksudkan untuk melarutkan alkohol.

4. Infiltrasi

Infiltrasi dan impregnasi adalah proses pengisian parafin kedalam pori-pori jaringan. Pengisian pori-pori-pori-pori ini dimaksudkan untuk mengeraskan jaringan agar mudah dipotong dengan pisau mikrotom. Parafin yang digunakan adalah parafin histoplast®.

5. Embedding dan Blocking

Embedding atau blocking adalah proses penanaman jaringan dalam blok parafin. Parafin yang digunakan parafin histoplast. Proses embedding dilakukan dengan menggunakan alat tissue embedding console.

6. Sectioning

Sectioning adalah proses pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 2-3 µm. Pemotongan dilakukan dengan alat rotary microtom. Dimasukkan ke dalam waterbath, agar parafin mencair dari dalam organ yang telah dipotong, kemudian organ diambil menggunakan object glass

dan disimpan dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 24 jam. 7. Pewarnaan Haematoxyllin-Eosin

Sebelum melakukan pewarnaan, preparat histopatologi dideparafinisasi dengan larutan xylol (I dan II) selama 2 menit. Kemudian dilakukan proses rehidrasi dengan cara mencelupkan sediaan ke dalam alkohol bertingkat (alkohol absolut, alkohol 95%, alkohol 90%, alkohol 80%). Perendaman dalam


(64)

alkohol 95% dan 80% dilakukan selama 1 menit. Kemudian sediaan dicuci dengan air yang mengalir (air kran) selama 1 menit. Sediaan diwarnai dengan pewarna Mayer’s Haematoxyllin dengan tahapan sebagai berikut:

a. Preparat direndam dalam larutan Mayer’s Haematoxyllin selama 8 menit.

b. dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 30 detik.

c. dicelupkan ke dalam larutan Lithium Carbonat selama 15-30 detik. d. dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 2 menit.

e. direndam dalam larutan Eosin selama 2-3 menit.

f. dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 30-60 detik.

g. dilakukan proses rehidrasi dan clearing dengan cara preparat dicelupkan ke dalam larutan alkohol 95% dan alkohol absolut sebanyak 10 kali celupan, absolut I selama 2 menit, xylol I selama 1 menit dan xylol II selama 2 menit.

8. Setelah pewarnaan, sediaan ditetesi perekat Canada balsem (Entellan®) dan ditutup dengan cover glass.

9. Diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya.

3.11 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan SPSS 17. Data hasil penelitian ditentukan homogenitas dan normalitasnya untuk menentukan analisis statistik yang digunakan. Data dianalisis dengan menggunakan uji

paired sample t-test untuk menentukan perbedaan rata-rata jumlah nodul antara kelompok sebelum diberikan ekstrak etanol daun bangun-bangun dengan kelompok yang sudah diberikan ekstrak, berdasarkan nilai signifikansi, p <


(1)

Lampiran 15. Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam

1. Sampel I

Berat simplisia = 2,0010 g

Berat abu = 0,0300 g

Kadar abu tidak larut asam 100%

= 1,49% 2. Sampel II

Berat simplisia = 2,0013 g

Berat abu = 0,0088 g

Kadar abu tidak larut asam 100%

= 0,44% 3. Sampel III

Berat simplisia = 2,0011 g

Berat abu = 0,0090 g

Kadar abu tidak larut asam 100%

= 0,45% Kadar abu tidak larut asam rata-rata

= 0,44%


(2)

Lampiran 16. ContohPerhitungan dosis suspensi ekstrak etanol daun bangun-bangun

a) Dosis 250 mg/kg bb

250 mg x 20 = 5000 mg = 5 g Larutan 1% BB = 0,2ml

Konsentrasi ekstrak = 5 g/0,2 ml = 25 g/ml

= 25000 mg/100 ml = 6250 mg/25 ml = 6,25 g/25 ml

b) Dosis 500 mg/kg bb

500 mg x 20 = 10.000 mg = 10 g Larutan 1% BB = 0,2ml

Konsentrasi ekstrak = 10 mg/0,2 ml = 50 g/ml

= 50000 mg/100 ml =12500 mg/25 ml = 12,5 g/25 ml

c) Dosis750 mg/kg bb

750 mg x 20 = 15.000 mg = 15 g Larutan 1% BB = 0,2ml

Konsentrasi ekstrak = 5 mg/0,2 ml = 75 g/ml

= 75000 mg/100 ml


(3)

Report

,00 ,00

5 5

,000 ,000

3,40 2,00

5 5

,548 1,225

2,40 ,40

5 5

,548 ,548

2,80 ,20

5 5

,447 ,447

2,60 ,40

5 5

,548 ,548

2,24 ,60

25 25

1,268 ,957

Mean N

Std. Deviation Mean

N

Std. Deviation Mean

N

Std. Deviation Mean

N

Std. Deviation Mean

N

Std. Deviation Mean

N

Std. Deviation kelompok

kontrol

benzopirene

ekstrak 250

ekstrak 500

ekstrak 750

Total

jumlah nodul sebelum pemberian

ekstrak

jumlah nodul setelah pemberian

ekstrak


(4)

Paired Samples Test

1,400 1,673 ,748 -,678 3,478 1,871 4 ,135 JumlahNodulSebelum -JumlahNodulSesudah Pair 1 Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Paired Samples Test

2,000 ,707 ,316 1,122 2,878 6,325 4 ,003 JumlahNodulSebelum -JumlahNodulSesudah Pair 1 Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Paired Samples Test

2,600 ,548 ,245 1,920 3,280 10,614 4 ,000 JumlahNodulSebelum -JumlahNodulSesudah Pair 1 Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Paired Samples Test

2,200 ,837 ,374 1,161 3,239 5,880 4 ,004 JumlahNodulSebelum -JumlahNodulSesudah Pair 1 Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Lampiran 20. Hasil analisa pair sample t-test jumlah nodul dengan SPSS 17

Hasil analisa pair sample t-test jumlah nodul kelompok kontrol negatif

Hasil analisa pair sample t-test jumlah nodul kelompok ekstrak 250 mg/kg BB

Hasil analisa pair sample t-test jumlah nodul kelompok ekstrak 500 mg/kg BB


(5)

Multiple Comparisons Dependent V ariable: jumlah nodul setelah pemberian ekstrak Tukey HSD

-2,000* ,429 ,001 -3,28 -,72

-,400 ,429 ,881 -1,68 ,88

-,200 ,429 ,990 -1,48 1,08

-,400 ,429 ,881 -1,68 ,88

2,000* ,429 ,001 ,72 3,28

1,600* ,429 ,010 ,32 2,88

1,800* ,429 ,004 ,52 3,08

1,600* ,429 ,010 ,32 2,88

,400 ,429 ,881 -,88 1,68

-1,600* ,429 ,010 -2,88 -,32

,200 ,429 ,990 -1,08 1,48

,000 ,429 1,000 -1,28 1,28

,200 ,429 ,990 -1,08 1,48

-1,800* ,429 ,004 -3,08 -,52 -,200 ,429 ,990 -1,48 1,08 -,200 ,429 ,990 -1,48 1,08

,400 ,429 ,881 -,88 1,68

-1,600* ,429 ,010 -2,88 -,32 ,000 ,429 1,000 -1,28 1,28

,200 ,429 ,990 -1,08 1,48

(J) kelompok benzopirene ekstrak 250 ekstrak 500 ekstrak 750 kontrol ekstrak 250 ekstrak 500 ekstrak 750 kontrol benzopirene ekstrak 500 ekstrak 750 kontrol benzopirene ekstrak 250 ekstrak 750 kontrol benzopirene ekstrak 250 ekstrak 500 (I) kelompok kontrol benzopirene ekstrak 250 ekstrak 500 ekstrak 750 Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

The mean difference is significant at the .05 level. *.

Descriptives

jumlah nodul setelah pemberian ekstrak

5 ,00 ,000 ,000 ,00 ,00 0 0

5 2,00 1,225 ,548 ,48 3,52 0 3

5 ,40 ,548 ,245 -,28 1,08 0 1

5 ,20 ,447 ,200 -,36 ,76 0 1

5 ,40 ,548 ,245 -,28 1,08 0 1

25 ,60 ,957 ,191 ,20 1,00 0 3

kontrol benzopirene ekstrak 250 ekstrak 500 ekstrak 750 Total N Mean Std.

Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum

Lampiran 21. Hasil uji one way ANOVA jumlah nodul dengan SPSS 17

a) Tabel deskriptif uji one way ANOVA jumlah nodul setelah pemberian ekstrak

b) Tabel uji one way ANOVA jumlah nodul setelah pemberian ekstrak dan


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus Amboinicus, (Lour.) Spreng) Terhadap Penghambatan Degranulasi Mastosit Yang Tersensititasi Aktif Pada Mencit Jantan Secara In Vitro

4 36 115

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng.)

6 64 51

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng.)

0 0 13

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng.)

0 0 2

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng.)

0 0 4

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng.)

0 2 13

Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Penghambatan Karsinogenesis Mammae Mencit Betina Yang Diinduksi Benzo(α)piren

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Penghambatan Karsinogenesis Mammae Mencit Betina Yang Diinduksi Benzo(α)piren

0 0 20

Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Penghambatan Karsinogenesis Mammae Mencit Betina Yang Diinduksi Benzo(α)piren

0 0 19

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUN-BANGUN (Plectranthus amboinicus, (Lour.) Spreng) TERHADAP PENGHAMBATAN DEGRANULASI MASTOSIT YANG TERSENSITISASI AKTIF PADA MENCIT JANTAN SECARA IN VITRO

0 0 14