berkualitas pro analisis, yaitu : α-naftol, amonium hidroksida, asam asetat
anhidrida, asam asetat pekat, asam klorida pekat, asam nitrat pekat, asam sulfat pekat, benzen, besi III klorida, bismut III nitrat, etanol, etilasetat, n-
heksan, akuades, benzoαpiren Sigma-Aldrich, isopropanol, kalium iodida, kloroform, metanol, natrium hidroksida, amil alkohol, natrium sulfat anhidrat,
petroleum eter, raksa II klorida, serbuk magnesium, serbuk zinkum, timbal II asetat, formalin 37, karboksi metil selulosa CMC, lithium karbonat,
natrium klorida NaCl, natrium dihidrogen fosfat monohidrat, dinatrium hidrogen fosfat anhidrat, gliserin, kloroform, minyak zaitun olive oil, etanol
70, etanol 80, etanol 95, etanol absolut, paraffin cair, toluena, xylol.
3.2 Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan adalah mencit betina dengan berat 20-30 g dibagi menjadi 5 kelompok, 1 kelompok normal, 1 kelompok kontrol negatif
dan 3 kelompok uji. Hewan uji dikondisikan selama 1 minggu dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan dengan lingkungannya.
3.3 Pembuatan Pereaksi
Pembuatan larutan pereaksi menurut Depkes 1995: pereaksi Bouchardat, Dragendorff, Mayer, Molisch, timbal II asetat 0,4 M,
kloralhidrat; Depkes 1979: pereaksi asam klorida 0,2 N, asam klorida 2 N, natrium hidroksida 2 N, besi III klorida 1 bv; Merck dan Darmstadt
1978: Liebermann-Burchard.
3.3.1 Pereaksi Bouchardat
Universitas Sumatera Utara
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, kemudian sebanyak 2 g iodium dilarutkan dalam larutan kalium
iodida, setelah larut dicukupkan volume dengan air suling hingga 100 ml.
3.3.2 Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 8 g bismuth III nitrat dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat. Pada wadah lain sebanyak 27,2 g kalium iodida dilarutkan dalam 50 ml
air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna. Selanjutnya diambil lapisan jernih dan diencerkan dengan
air suling hingga 100 ml.
3.3.3 Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,3596 g raksa II klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium
iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling. Kemudian keduanya dicampur dan ditambahkan air suling hingga 100 ml.
3.3.4 Pereaksi besi III klorida 1 bv
Sebanyak 1 g besi III klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam
air hingga 100 ml. 3.3.5 Pereaksi Molisch
Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga 100 ml.
3.3.6 Pereaksi timbal II asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal II asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida hingga 100 ml.
3.3.7 Pereaksi kloralhidrat
Universitas Sumatera Utara
Sebanyak 50 g kloralhidrat dilarutkan dalam 20 ml air suling.
3.3.8 Pereaksi asam klorida 0,2 N
Sebanyak 1,7 ml asam klorida pekat diencerkan dalam air suling hingga 100 ml.
3.3.9 Pereaksi asam klorida 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dalam air suling hingga 100 ml.
3.3.10 Pereaksi natrium hidroksida 2 N
Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida ditimbang, kemudian
dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml. 3.3.11 Pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 5 ml asam sulfat pekat, lalu ditambahkan 50 ml etanol ke dalam campuran tersebut.
3.4 Pengumpulan dan Pengolahan Tumbuhan
3.4.1 Pengumpulan bahan tumbuhan
Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif tanpa membandingkan daun bangun-bangun dari daerah lain. Tumbuhan diambil dari
daerah Kelurahan Simalingkar B, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara.
3.4.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI, Bogor. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran
1, halaman 65.
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Pembuatan simplisia Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun bangun-
bangun yang masih segar. Daun dipisahkan dari pengotor lain lalu dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan ditimbang. Diperoleh berat basah
sebesar 7,765 g. Selanjutnya daun tersebut dikeringkan selama 10 hari dalam lemari pengering dengan temperatur
± 40°C sampai daun kering ditandai bila diremas rapuh. Simplisia yang telah kering diblender menjadi serbuk lalu
dimasukkan ke dalam wadah plastik bertutup dan disimpan pada suhu kamar. Kemudian serbuk ditimbang dan diperoleh berat kering sebesar 870 g.
3.5 Pemeriksaan Karakterisik Simplisia
3.5.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati warna, bentuk, ukuran dan tekstur dari simplisia. Hasil pemeriksaan makroskopik dapat dilihat
pada Lampiran 3, halaman 67.
3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik terhadap simplisia dilakukan dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah diteteskan dengan
larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati di bawah mikroskop. Hasil pengamatan mikroskopik terhadap simplisia dapat
dilihat pada Lampiran 4, halaman 68.
3.5.3 Penetapan kadar air
Universitas Sumatera Utara
Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi destilasi toluena.
Prosedur kerja: 1. Penjenuhan toluena
Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Kemudian toluena didinginkan selama
30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml WHO, 1992.
2. Penetapan kadar air simplisia Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama
dimasukkan kedalam labu alas bulat berisi toluena tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur
lebih kurang 2 tetes perdetik, sampai bagian air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit,
kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca sesuai dengan kandungan
air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air yang dihitung dalam persen WHO, 1992.
3.5.4 Penetapan kadar sari larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform 2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 L
dalam labu bersumbat sambil di kocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai
kering, dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan sisa
Universitas Sumatera Utara
dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1989.
3.5.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 dalam labu tersumbat sambil dikocok sesekali
selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol, 20 ml filtrat diuapkan sampai
kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan dipanaskan pada suhu 105
°
C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1989.
3.5.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara,
kemudian diratakan dan dipijarkan pada suhu 600
°
C sampai arang habis. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan WHO, 1992.
3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total, dididihkan dalam 25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam
asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, kemudian dicuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijarkan pada suhu 600
°
C sampai bobot tetap. Kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu tidak larut dalam
asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan WHO, 1992.
Universitas Sumatera Utara
3.6 Skrining Fitokimia Simplisia
Skrining fitokimia serbuk simplisia daun bangun-bangun meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin,
dan triterpenoidsteroid. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 4.2, halaman 47.
3.6.1 Pemeriksaan alkaloid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat.
Pada masing-masing tabung reaksi: a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer
b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff
Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga percobaan diatas Depkes RI, 1995.
3.6.2 Pemeriksaan flavonoid
Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml
filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika
terjadi warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol Farnsworth, 1966.
3.6.3 Pemeriksaan glikosida
Universitas Sumatera Utara
Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 95 dengan air suling 7:3 dan 10 ml asam sulfat 2 N, direfluks selama 1 jam,
didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat
disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform 2:3 dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air diuapkan dan sisanya dilarutkan
dalam 2 ml metanol. Larutan sisa dimasukkan dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan diatas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes
larutan pereaksi Molish. Tambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat melalui dinding tabung, terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya
glikosida Depkes, 1989.
3.6.4 Pemeriksaan steroidtriterpenoid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 g, dimaserasi dengan 20 ml petroleum eter selama 2 jam, disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap
dan pada sisanya ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard melalui dinding cawan. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru
ungu atau biru hijau menunjukkan adanya triterpenoidsteroid Harborne,
1987. 3.6.5 Pemeriksaan saponin
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian
dikocok kuat-kuat selama 10 menit. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan buih tidak hilang dengan penambahan 1
tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin Depkes RI, 1995.
Universitas Sumatera Utara
3.6.6 Pemeriksaan tanin Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu
disaring, filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi III klorida 1.
Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin Farnsworth, 1966.
3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun EEDBB
Sebanyak 700 g serbuk simplisia daun bangun-bangun dimasukkan ke dalam wadah gelas berwarna gelap lalu dimaserasi dengan etanol 96 selama
5 hari terlindung dari cahaya matahari sambil sering diaduk, setelah 5 hari hasil maserasi disaring dan diperas dengan kertas saring lalu ampas ditambahkan
cairan penyari secukupnya sehingga diperoleh seluruh maserat sebanyak 7 liter, kemudian didiamkan selama 2 hari dan dienap tuangkan. Maserat diuapkan
dengan bantuan alat penguap rotary evaporator pada temperatur tidak lebih dari 70
°
C kemudian diuapkan di atas penangas air hingga diperoleh ekstrak kental Depkes, 1986.
3.8 Karakterisasi Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun EEDBB
Prosedur karakterisasi ekstrak etanol daun bangun-bangun dilakukan sama seperti prosedur karakterisasi serbuk simplisia. Hasil pemeriksaan dapat
dilihat pada Tabel 4.3, halaman 49.
Universitas Sumatera Utara
3.9 Pemeriksaan Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Bangun-
Bangun EEDBB
Prosedur pemeriksaan golongan senyawa kimia ekstrak etanol daun bangun-bangun dilakukan sama seperti prosedur untuk pemeriksaan skrining
fitokimia serbuk simplisia. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 4.4, halaman 50.
3.10 Uji Efek Antikarsinogenesis
Uji efek antikarsinogenesis meliputi penyiapan hewan percobaan, penyiapan sediaan uji yang meliputi penyiapan CMC 1, suspensi ekstrak
daun- daun, larutan benzoαpiren, larutan buffer formalin 10 pH 6-7.
3.10.1 Penyiapan hewan percobaan
Hewan yang digunakan adalah mencit betina dengan berat 20-30 g dibagi menjadi 5 kelompok, 1 kelompok normal, 1 kelompok kontrol negatif,
dan 3 kelompok uji. Tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit dipelihara
selama kurang lebih satu minggu untuk penyesuaian dengan lingkungannya, mengontrol kesehatan dan berat badan serta menyeragamkan makanannya.
3.10.2 Penyiapan sediaan uji
Penyiapan sediaan uji meliputi penyiapan CMC 1, penyiapan suspensi ekstrak daun bangun-bangun, penyiapan larutan penginduksi
benzoαpiren, dan penyiapan larutan buffer netral formalin 10.
3.10.2.1 Penyiapan CMC 1 Pembuatan suspensi CMC 1 bv dilakukan dengan cara
Universitas Sumatera Utara
sebagai berikut: sebanyak 250 mg CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 8 ml. Didiamkan selama 15 menit hingga
diperoleh massa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel dan diencerkan dengan sedikit air, kemudian dituang ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambah
air suling sampai batas tanda.
3.10.2.2 Penyiapan larutan benzoαpiren 15 mgkg bb
Penyiapan larutan penginduksi benzoαpiren 15 mgkg bb dilakukan dengan cara sebagai berikut: Sebanyak 100 mg benzoαpiren dilarutkan dalam
100 ml minyak zaitun dan dipastikan semua benzoαpiren sudah larut.
3.10.2.3 Penyiapan suspensi ekstrak etanol daun bangun-bangun SEEDBB
Suspensi ekstrak etanol daun bangun bangun dibuat menjadi 3 dosis yaitu, 250 mgkg bb, 500 mgkg bb dan 750 mgkg bb. Pembuatan suspensi
ekstrak daun bangun-bangun dosis 250 mgkg bb dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 250 mg CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang
berisi air suling panas sebanyak 8 ml. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh masa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel. Ditambahkan
sebanyak 625 mg ekstrak etanol daun bangun-bangun ke dalam lumpang, kemudian digerus sampai homogen. Dituang ke dalam labu tentukur 25 ml,
ditambah air suling hingga batas tanda. Dengan cara yang sama dilakukan untuk dosis 500 mgkg bb dan 750 mgkg bb.
3.10.2.4 Penyiapan larutan formalin 10
Sebanyak 4 gram Natrium dihidrogen phospat dilarutkan dalam air suling kemusian ditambahkan 6,5 gram dinatrium dihidrogen phospat diaduk
Universitas Sumatera Utara
hingga larut. Ditambahkan 100 ml formalin 37 dan ditambahkan air suling
hingga 1000 ml. Cek pH menggunakan pH meter pH 6-7. 3.10.2.5 Uji Antikarsinogenesis
Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 5 kelompok, masing-masing terdiri dari 5 ekor hewan percobaan. Kelompok tersebut adalah:
- Kelompok I: Kontrol normal, hewan percobaan diberikan makanan
standar selama 7 hari berturut-turut dan tidak diinduksi dengan benzoαpiren dan tidak diberikan ekstrak uji. Selama 28 hari berat
badan mencit ditimbang satu per satu. -
Kelompok II: Kontrol negatif, hewan percobaan diberikan makanan standar selama 7 hari berturut-turut kemudian pada hari ke 8 diberikan
benzoαpiren dosis 15 mgkg bb secara sub kutan selama 14 hari tanpa diberikan ekstrak uji. Selama 28 hari diamati perkembangan tumor
yang terjadi, perubahan berat badan mencit, dan dicatat apabila ada mencit yang mati. Pada hari ke 29, mencit dibunuh dan dibedah untuk
diambil jaringan tumor payudara yang terbentuk. -
Kelompok III: Kelompok perlakuan, hewan uji diberikan makanan standar
dan diinduksi dengan benzoαpiren dosis 15 mgkg secara sub kutan selama 14 hari berturut-turut kemudian pada hari ke 15 diberikan
EEDBB dosis 250 mgKg bb secara per oral, selama 14 hari berturut- turut. Selama 28 hari diamati perkembangan tumor yang terjadi,
perubahan berat badan mencit, dan dicatat apabila ada mencit yang mati. Pada hari ke 29, mencit dibunuh dan dibedah untuk diambil
jaringan tumor payudara yang terbentuk.
Universitas Sumatera Utara
- Kelompok IV: Kelompok perlakuan, hewan uji diberikan makanan
standar dan diinduksi dengan benzoαpiren dosis 15 mgkg secara sub
kutan selama 14 hari berturut-turut kemudian pada hari ke 15 diberikan EEDBB dosis 500 mgKg bb secara per oral, selama 14 hari berturut-
turut. Selama 28 hari diamati perkembangan tumor yang terjadi, perubahan berat badan mencit, dan dicatat apabila ada mencit yang
mati. Pada hari ke 29, mencit dibunuh dan dibedah untuk diambil jaringan tumor payudara yang terbentuk.
- Kelompok V: Kelompok perlakuan, hewan uji diberikan makanan
standar dan diinduks i dengan benzoαpiren dosis 15 mgkg secara sub
kutan, selama 14 hari berturut-turut kemudian pada hari ke 15 diberikan EEDBB dosis 750 mgKg bb secara per oral, selama 14 hari berturut-
turut. Selama 28 hari diamati perkembangan tumor yang terjadi, perubahan berat badan mencit, dan dicatat apabila ada mencit yang
mati. Pada hari ke 29, mencit dibunuh dan dibedah untuk diambil jaringan tumor payudara yang terbentuk.
3.10.2.6 Pengambilan jaringan
Mencit dibunuh dengan cara cervical dislocation dislokasi leher lalu mencit diposisikan pada papan bedah menggunakan pins. Bulu mencit dicukur
mulai dari daerah perut kemudian sisa bulu dibersihkan dengan menggunakan kapas yang dibasahi air. Bedah dimulai dari bagian perut menggunakan
gunting bengkok, kemudian diambil dan dipisahkan masing-masing organ menggunakan gunting lurus bagian yang diambil ± 5-10 mm sekitar tumor
mammae. Organ yang diambil dibersihkan dari lemak-lemak yang menempel,
Universitas Sumatera Utara
kemudian dicuci dengan menggunakan larutan NaCl 0,9 setelah itu diamati secara makroskopik nodul yang tampak. Organ ditiriskan diatas kertas saring,
setelah air berkurang masing-masing organ dimasukkan ke dalam pot berisi larutan buffer netral formalin 10.
3.10.2.7 Pemeriksaan gambaran jaringan kelenjar payudara dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin
Pemeriksaan histopatologi organ mencit dengan pembuatan preparat histopatologi dengan pewarnaan Haematoxyllin-Eosin. Proses pembuatan
preparat histopatologi dan pewarnaan Haematoxyllin-Eosin : 1.
Penyiapan jaringan tumor payudara untuk dipotong Jaringan yang akan dibuat sediaan histopatologi difiksasi dalam larutan
Buffer Netral Formalin BNF 10 minimal 48 jam hingga mengeras matang. Sampel organ yang terfiksasi dengan sempurna ditrimming setebal ±
0,5 cm. Potongan kemudian dimasukkan dalam tissue cassette untuk dimasukkan dalam automatic tissue processor.
2. Dehidrasi
Proses dehidrasi dimaksudkan untuk menarik air dari jaringan dan mencegah terjadinya pengerutan sampel yang akan diuji. Dehidrasi dilakukan
dengan cara merendam sampel dalam larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat 70, 80, 90, 95, dan alkohol absolut. Proses perendaman
masing-masing konsentrasi alkohol dilakukan selama 2 jam. Proses dehidrasi dilakukan dengan menggunakan mesin otomatis yaitu automatic tissue
processor.
Universitas Sumatera Utara
3. Clearing
Proses clearing atau penjernihan dilakukan dengan 2 tahap dengan menggunakan xylol I dan xylol II. Penggunaan xylol dimaksudkan untuk
melarutkan alkohol. 4.
Infiltrasi Infiltrasi dan impregnasi adalah proses pengisian parafin kedalam pori-
pori jaringan. Pengisian pori-pori ini dimaksudkan untuk mengeraskan jaringan agar mudah dipotong dengan pisau mikrotom. Parafin yang digunakan adalah
parafin histoplast
®
. 5.
Embedding dan Blocking Embedding atau blocking adalah proses penanaman jaringan dalam
blok parafin. Parafin yang digunakan parafin histoplast. Proses embedding dilakukan dengan menggunakan alat tissue embedding console.
6. Sectioning
Sectioning adalah proses pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 2-3 µm. Pemotongan dilakukan dengan alat rotary
microtom. Dimasukkan ke dalam waterbath, agar parafin mencair dari dalam organ yang telah dipotong, kemudian organ diambil menggunakan object glass
dan disimpan dalam inkubator dengan suhu 37
o
C selama 24 jam. 7.
Pewarnaan Haematoxyllin-Eosin Sebelum melakukan pewarnaan, preparat histopatologi dideparafinisasi
dengan larutan xylol I dan II selama 2 menit. Kemudian dilakukan proses rehidrasi dengan cara mencelupkan sediaan ke dalam alkohol bertingkat
alkohol absolut, alkohol 95, alkohol 90, alkohol 80. Perendaman dalam
Universitas Sumatera Utara
alkohol 95 dan 80 dilakukan selama 1 menit. Kemudian sediaan dicuci dengan air yang mengalir air kran selama 1 menit. Sediaan diwarnai dengan
pewarna Mayer’s Haematoxyllin dengan tahapan sebagai berikut: a. Preparat direndam dalam larutan Mayer’s Haematoxyllin selama 8
menit. b. dicuci dengan air mengalir air kran selama 30 detik.
c. dicelupkan ke dalam larutan Lithium Carbonat selama 15-30 detik. d. dicuci dengan air mengalir air kran selama 2 menit.
e. direndam dalam larutan Eosin selama 2-3 menit. f.
dicuci dengan air mengalir air kran selama 30-60 detik. g. dilakukan proses rehidrasi dan clearing dengan cara preparat
dicelupkan ke dalam larutan alkohol 95 dan alkohol absolut sebanyak 10 kali celupan, absolut I selama 2 menit, xylol I selama 1 menit dan
xylol II selama 2 menit. 8.
Setelah pewarnaan, sediaan ditetesi perekat Canada balsem Entellan
®
dan ditutup dengan cover glass. 9.
Diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya.
3.11 Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan SPSS 17. Data hasil penelitian
ditentukan homogenitas dan normalitasnya untuk menentukan analisis statistik yang digunakan. Data dianalisis dengan menggunakan uji
paired sample t-test untuk menentukan perbedaan rata-rata jumlah nodul antara kelompok sebelum diberikan ekstrak etanol daun bangun-bangun dengan
kelompok yang sudah diberikan ekstrak, berdasarkan nilai signifikansi, p
Universitas Sumatera Utara
0,05 dianggap signifikan. Hasil analisis data dapat dilihat pada Tabel 4.5, halaman 28. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan uji one way
ANOVA untuk menentukan perbedaan rata-rata di antara perlakuan. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc Tukey
untuk mengetahui perbedaan jumlah nodul antar kelompok perlakuan, berdasarkan nilai signifikansi, p 0,05 dianggap signifikan. Hasil analisis data
dapat dilihat pada Tabel 4.6, halaman 52.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor menunjukkan bahwa
tumbuhan yang diteliti termasuk suku Lamiaceae spesies Plectranthrus amboinicus Lour. Spreng. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1,
halaman 64.
4.2 Hasil Karakterisasi Tumbuhan dan Serbuk Simplisia
Hasil pemeriksaan makroskopik daun bangun-bangun segar menunjukkan daun berwarna hijau, helaian daun berbentuk bundar telur,
kadang-kadang agak membundar, panjang helaian daun 3,5 cm sampai 7 cm, lebar 4 cm sampai 7 cm, pinggir daun agak bergerigi atau berombak. Pada
keadaan segar helaian daun tebal, sangat berdaging dan berair, tulang daun bercabang-cabang, permukaan atas dan bawah berambut halus berwarna putih.
Pada keadaan kering helaian daun tipis dan sangat berkerut, permukaan atas kasar, warna coklat sampai coklat tua, permukaan bawah berwarna lebih muda
dari permukaan atas, pada kedua permukaan terdapat rambut halus berwarna putih.
Universitas Sumatera Utara