Unplanned Purchase Hubungan Antara Unplanned Purchase Dan Penyesalan Pasca Pembelian Pada Remaja

Gilovich and Medvec dalam Hung, Ku, Liang Lee, 2005 menyatakan seseorang akan lebih merasakan penyesalan ketika mereka memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap hasil yang dihasilkan. 2. Gender Menurut Landman dalam Hung, Ku, Liang Lee, 2005 gender merupakan faktor lain yang juga mempengaruhi decision penyesalan. Laki-laki dilaporkan memiliki kecenderungan lebih merasakan penyesalan dibandingkan dengan perempuan. 3. Kepribadian Boninger, Gleicher Strathman dalam Hung, Ku, Liang Lee, 2005 menyatakan kepribadian seseorang juga dianggap faktor signifikan yang menyebabkan seseorang merasakan penyesalan.

B. Unplanned Purchase

Bucklin and Lattin dalam Bell, Corsten, Knox, 2011 menyatakan unplanned purchase adalah suatu pembelian yang tidak secara spesifik direncanakan sebelum berbelanja. Hawkins, Mothersbaugh dan Best 2007, mendefinisikan unplanned purchase adalah suatu tindakan pembelian yang dilakukan di retail outlet yang berbeda dari yang telah direncanakan individu sebelumnya ketika memasuki retail outlet. Park, Iyer, dan Smith dalam Bell, Corsten, Knox, 2011 menyatakan bahwa unplanned purchase terjadi ketika pembeli kurang familier dengan lingkungan tempat belanja. Universitas Sumatera Utara Setiap produk yang dibeli seseorang dapat saja telah direncanakan pada level merek specifically planned, pada level kategori generally planned atau tidak direncanakan sama sekali unplanned. Berdasarkan Point of Purchase Advertising Institute POPAI 1995, lebih dari 23 dari keputusan pembelian melibatkan pengambilan keputusan yang dilakukan di toko in-store decision making Inman, Winer Ferraro, 2009. In-store decision terjadi dikarenakan stimulus yang ditemui saat melakukan perjalanan belanja yang mengarahkan individu untuk percaya atau berfikir bahwa mereka membutuhkan kategori produk tersebut. Faktor-faktor yang meningkatkan kemampuan stimulus untuk memicu kebutuhan yang tidak disadari atau terlupakan akan mengarah pada meningkatnya pengambilan keputusan didalam toko in-store decision making. 1. Faktor Unplanned purchase Ada tiga faktor proses berbelanja dalam unplanned purchase. Individu mengevaluasi biaya dan keuntungan dari unplanned purchase dalam sebuah shopping trip yang sesuai dengan 1 kecenderungan individu terhadap perilaku berbelanja 2 lingkungan toko ditempat mereka berada 3 konteks dari shopping trip. a Shopper predisposition 1. Demographic Factors. Tingkatan kehidupan keluarga, besarnya keluarga, serta pendapatan keluarga mempengaruhi besarnya Universitas Sumatera Utara kemungkinan terjadinya unplanned purchase. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa unplanned purchase meningkat pada wanita, dan pada keluarga yang besar Inman, Winer, and Ferraro 2009. Keluarga yang baru terbentuk dan keluarga dengan pendapatan yang besar lebih sering melakukan unplanned purchase. 2. Shopping Habits. Rook and Fisher dalam Bell, Corsten Knox, 2011 menyatakan bahwa unplanned purchase lebih tinggi pada individu dengan “impulsivity traits” yang kuat. Individu mengumpulkan informasi melalui 2 cara yang berbeda. Individu yang berlangganan koran atau mempelajari tentang iklan sebelum berbelanja dilihat lebih terencana dalam membeli suatu produk. b Store environment Sebuah eksperimen yang dilakukan oleh Park, Iyer, and Smith dalam Bell, Corsten, Knox, 2011 menunjukkan bahwa seorang individu melakukan lebih banyak unplanned purchase di lingkungan toko yang tidak familier bagi individu karena mereka lebih mudah terpengaruh terhadap stimulus di dalam toko. Briesch, Chintagunta, Fox dalam Bell, Corsten, Knox, 2011 menyatakan toko yang memiliki harga yang menguntungkan dan produk dengan model yang beragam dan menarik juga dapat meningkatkan unplanned purchase. Universitas Sumatera Utara c Shopping trip factor Shopping Trip Antecedents. Waktu yang dihabiskan seorang individu mempengaruhi seberapa banyak produk yang dibeli. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan memiliki kecenderungan untuk merencanakan sesuatu, selain itu individu yang berbelanja sendiri lebih jarang melakukan pembelian yang spontan. Trip Type. Tipe perjalanan trip type dapat memprediksi pilihan yang diambil di toko and in-store behavior. “major trips” menyangkut kategori pembelian dimana catatan barang yang akan dibeli merupakan hal yang umum dalam tipe perjalanan ini. “Spontaneous trips” menunjukkan impulsivity dan karena itu dapat lebih menyebabkan unplanned purchase. “quick trips” merupakan perjalanan yang lebih terfokus dan dalam perjalanan ini dapat saja terjadi beberapa pembelian yang tidak terencana. “Multi-store shopping trips” merupakan perjalanan yang terencana dan menyangkut perilaku tertentu Bell, Corsten, Knox, 2011. In-Store Factors. Ketika indvidu dapat dengan mudah menemukan suatu produk di dalam toko dan ketika mereka mendapatkan penawaran khusus di sebuah toko, dapat terjadi unplanned purchase yang lebih banyak Inman, Winer Ferraro 2009. Semakin banyak waktu yang dihabiskan di sebuah toko, semakin besar kemungkinan terjadinya unplanned purchase Inman, Winer, and Ferraro 2009. 2. Faktor In-store decision making Universitas Sumatera Utara Inman, Winer dan Ferarro 2009 menyatakan ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi in-store decision making, yaitu category characteristic, consumer characteristic dan consumer activities. a Category Characteristics Coupon usage. Menurut Kahn and Schmittlein dalam Inman, Winer dan Ferarro, 2009 niatan untuk menggunakan kupon dirasakan seorang individu sebelum mereka memasuki toko, Dengan demikian memicu pengenalan kebutuhan sebelum melakukan perjalanan berbelanja. Dengan demikian, memiliki kupon menyebabkan individu melakukan pembelian yang terencana. In-store displays. Pajangan menarik lebih banyak menarik perhatian pengunjung, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya unplanned purchase. Interpurchase cycle. Individu merasakan pengenalan kebutuhan lebih besar untuk produk yang dibeli secara terus menerus, dan setiap kali individu berbelanja, individu akan cenderung membeli barang yang sudah biasa mereka beli. Posavac, Sanbonmatsu, and Fazio dalam Inman, Winer dan Ferarro, 2009 menyatakan aitem-aitem ini merupakan produk-produk yang lebih penting dan dengan demikian lebih mudah diakses oleh memori. Unplanned purchase lebih jarang terjadi pada produk yang dibeli secara terus menerus dan dengan demikian memiliki interpurchase cycle yang lebih pendek. Universitas Sumatera Utara Category hedonicity. Barang-barang yang bersifat bersenang-senang hedonis, seperti kue coklat, memunculkan dampak yang positif dibandingkan dengan barang-barang yang bersifat fungsional dan dengan demikian lebih mungkin untuk memicu penilaian positif terhadap produk tersebut. Dengan demikian, produk yang bersifat hedonis lebih berpengaruh terhadap in-store decision making daripada barang-barang yang bersifat fungsional. Display interactions. Pengaruh pajangan merupakan faktor yang signifikan dalam memprediksi pemilihan suatu merek. Secara lebih spesifik, pajangan menguntungkan kategori produk yang sering dibeli memiliki interpurchase cycle yang pendek. Kemungkinan munculnya unplanned purchase meningkat terhadap kategori produk yang dikonsumsi dengan cepat dibandingkan dengan kategori produk yang dikonsumsi lebih lama. b Costumer Characteristics Gender. Perempuan akan lebih terlibat dalam in-store decision making karena wanita cenderung melakukan kegiatan berbelanja peralatan rumah tangga yang lebih sering dan dengan demikian lebih dapat mengenali kebutuhan rumah tangga. Household size. Semakin besar suatu rumah tangga, semakin banyak pula in-store decision making yang terjadi. Perencanaan menjadi sulit ketika mengidentifikasi dan mengingat kebutuhan dan keinginan setiap anggota keluarga menjadi lebih kompleks. Hal ini akan mengarah kepada lebih Universitas Sumatera Utara besarnya kesempatan isyarat di dalam toko memicu memanggil kebutuhan. Store familiarity. Dalam toko yang asing, individu akan langsung memusatkan perhatian kepada lingkungan sebagai pembelajaran dimana suatu produk tersebut berada, dengan demikian meningkatkan keterbukaan mereka terhadap stimulus didalam toko. Pengetahuan tentang toko membuat individu dapat lebih fokus pada kegiatan berbelanja daripada memperhatikan stimulus-stimulus yang ada di dalam toko. Namun sebaliknya, Schwarz dalam Inman, Winer dan Ferarro, 2009 menyatakan semakin seseorang mengenal suatu toko, maka individu tersebut akan menggantungkan kegiatan berbelanja dengan stimulus didalam toko untuk mengarahkan apa produk yang dibutuhkan. Oleh sebab itu tidak ada prediksi yang spesifik terhadap Store familiarity. Shopping with others. memiliki kehadiran orang lain saat berbelanja, khususnya anggota keluarga, akan mengarahkan kepada tingginya pengenalan kebutuhan. Dengan demikian, ketika seseorang berbelanja dengan orang lain akan terlibat dalam in-store decision making yang lebih tinggi daripada ketika berbelanja sendiri. c Costumer Activities Use of a shopping list. Block and Morwitz 1999 menyatakan bahwa penggunakan catatan belanja sebagai bantuan untuk mengingat dalam berbelanja dalan jumlah yang besar dan melaporkan bahwa catatan Universitas Sumatera Utara merupakan benda yang berguna untuk membantu individu melakukan pembelian terencana. Thomas and Garland dalam Inman, Winer, Ferraro, 2009 menemukan bahwa individu yang memiliki catatan membeli beberapa produk dan menghabiskan uang yang lebih sedikit daripada berbelanja tanpa memiliki catatan. Number of aisles shopped. Ketika individu telah berbelanja disebuah toko secara keseluruhan, individu menjadi melihat banyak kategori produk dan pajangan yang ada di dalam toko. Oleh sebab itu kemungkinan terjadinya in-store decision making dapat meningkat. Shopping frequency. Seringnya melakukan kegiatan belanja dapat mengurangi jumlah produk yang dibutuhkan dalam suatu perjalanan dan membuat individu berfikir untuk hanya membeli barang-barang yang diperlukan saja. Time spent shopping. Dengan membatasi waktu didalam toko, individu akan bergerak dengan cepat dan terfokus pada produk yang telah direncanakan akan dibeli sebelumnya. Hal ini membatasi keterbukaan akan stimulus didalam toko dan juga membatasi jangkauan stimulus didalam toko untuk menghasilkan respon afektif. Method of payment. Soman dalam Inman, Winer, Ferraro, 2009 menemukan bahwa individu menghabiskan banyak uang ketika membayar dengan menggunakan kartu kredit dibanding ketika membayar dengan uang tunai, dan hal ini disebabkan karena pembelian-pembelian terhadap produk yang tidak diperlukan. Universitas Sumatera Utara 3. Dimensi Unplanned purchase Menurut Coley 2002 terdapat dua dimensi dari unplanned purchase, yaitu: a Afektif Proses afektif mengacu pada keinginan untuk membeli yang tidak dapat ditolak, emosi yang positif terhadap pembelian dan pengaturan mood. 1. Keinginan untuk membeli yang tidak dapat ditolak Keinginan pada individu datang secara tiba-tiba, persisten dan memaksa hingga individu untuk tidak dapat menolak. 2. Emosi yang positif terhadap pembelian Mengacu pada tingkatan mood yang positif yang dihasilkan dari motivasi untuk memuasan diri. 3. Pengaturan mood Pembelian termotivasi oleh keinginan individu untuk merubah atau mengatur perasaan atau mood mereka. b Kognitif Mengacu pada struktur mental dan proses dalam berfikir, mengerti, dan menginterpretasi. Adapun komponen-komponennya adalah: 1. Pertimbangan kognitif Universitas Sumatera Utara Dorongan tiba-tiba untuk bertindak tanpa pertimbangan atau evaluasi terhadap konsekwensi. 2. Perencanaan Kurangnya perencanaan yang baik sebelum melakukan perilaku pembelian. 3. Mengabaikan masa depan Hasil dari memilih pilihan yang tiba-tiba dengan kurangnya pertimbangan dan perhatian terhadap masa depan. Proses afektif menghasilkan dorongan dari hasrat dan proses kognitif membuat kehendak atau kontrol diri dan hal ini saling berhubungan.

C. Remaja Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolsecre