Hubungan Pengetahuan Tentang Produk Dengan Disonansi Pasca Pembelian

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG

PRODUK TERHADAP DISONANSI PASCA

PEMBELIAN

OLEH :

YOLANDHA WITA SARI

051301024

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Hubungan Pengetahuan Tentang Produk Dengan Disonansi Pasca Pembelian

Yolandha Wita Sari dan Gustiarli Leila M.Psi, M.Kes.psi

ABSTRAK

Disonansi merupakan salah satu dampak yang timbul setelah proses pembelian. Disonansi biasanya muncul pada pembuatan keputusan pembelian yang relative permanen dalam memilih salah satu alternative untuk mengalahkan fitur yang menarik dari alternatif yang tidak dipilih (Bermans & Evans, 1998). Hill & O’ Sullivan (1996) menambahkan bahwa keputusan pembelian untuk produk dengan keterlibatan tinggi sering disertai oleh disonansi. Disonansi kognitif adalah persaaan tidak nyaman ketika pengetahuan yang dimiliki konsumen, dan perilaku yang dilakukan konsumen tidak sejalan satu sama lain (wells & prensky, 1996). Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan konsumen tentang produk, yaitu pengetahuan konsumen tentang produk yang akan dibelinya (Assael, 1995). Pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan tentang harga, karakteristrik produk, nilai yang terdapat dalam produk serta kelebihan dan kekurangan yang terdapat dalam produk (Hawkins, Best & Coney, 1986).

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang produk dengan disonansi pasca pembelian.

Penelitian ini mengambil sampel berbagai lapisan masyarakat dengan berbagai kalangan sejumlah 100 orang yang pernah mengalami disonansi dan belum lebih dari sebulan sejak pertama kali disonansi tersebut dirasakan. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan incidental sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu skala disonansi pasca pembelian dan skala pengetahuan tentang produk yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan dimensi disonansi pasca pembelian nemurut Sweeny, Hausknecht, dan Soutar (2000) dan berdasarkan tipe pengetahuan yang diungkapkan oleh Hawkins, Best & Coney (1986). Skala disonansi pasca pembelian memiliki nilai reliabilitas (rxx)=0.889 dan nilai reliabilitas skala

pengetahuan tentang produk (rxx)=0.939.

Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik korelasi Pearson

Product Moment menunjukkan koefisien korelasi (r)=0.504 dengan p<0.01

(p=0.000) sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara hubungan antara disonansi pasca pembelian dengan pengetahuan tentang produk.


(3)

Hubungan Pengetahuan Tentang Produk Dengan Disonansi Pasca Pembelian

Yolandha Wita Sari dan Gustiarli Leila M.Psi, M.Kes.psi

ABSTRAK

Ones of consequence of buying is dissonance. Dissonance may occur when people make a relative and permanent decision to make a choice of an alternatif to deal with interesting fitur of unchosen alternatif (Bermans & Evans, 1998). Hill & O’ Sullivan (1996) add, purchasing decision of high attachment produk always leading to dissonance. Dissonance is uncomfortable feeling when knwoledge and behave are different (wells & prensky, 1996). Knowledge of this research are consumer product knowledge (Assael, 1995). The knowledge consist of knowledge of price, carakteristic and value of produk, benefit or compensation of product (Hawkins, Best & Coney, 1986).

This research is a correlation research that aims to know the correlation between post purchase dissonance with product knowledge.

The samples taken in this research are all of segment of social life whom ever get dissonance less a month since the firs them feel it. The total of sample is 100. The sampling technique used is incidental sampling. Measuring tool used in this research is two scales that consist of post purchase dissonance scale and product knowledge scale. According to Sweeny, Hausknecht, dan Soutar (2000) and Hawkins, Best & Coney (1986). The researcher created the scales based on post purchase dissonance dimension. Post purchase dissonance scale has reliability (rxx)=0.889 and reliability of product knowledge (rxx)=0.939.

The result of data analyzed which used correlation technic Pearson Product Moment shows that the coefficient correlation (r)=0.504 with p<0.01 (p=0.000) so that researcher conclude that there is a very significant correlation between department store image and process of purchasing decision.


(4)

KATA PENGANTAR

Bbismillahirrahmanirrahim………

Alhamdulillahi rabbal alamin, segala piji bagimu ya Rabb atas segala rahmat dan ridho Mu penulis dapat menyelesaikan skripsi yang brejudul “Hubungan Pengetahuan Tentang Produk Dengan Disonansi Pasca Pembelian” ini. Tulisan kecil merupakan skripsi yang diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan buah tulisan penulis yang pertama, sehingga penulis memohon maaf jika ternyata dalam skripsi ini terdapat kejanggalan-kejanggalan. Baik isi maupun cara penulisannya, yang masih banyak terdapat kesalahan.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak. Bantuan yang diberikan sangat penulis hargai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan untuk Mama (Alm. Dra, Hj. Elida Sari Nasution), Papa (Suwito Saleh) dan Umak (Sopiah Mardia) penulis untuk cinta dan doa yang tanpa henti. Mengajari penulis berbagai hal sehingga akhirnya penulis mampu menapaki hidup. Betapa penulis sangat bersyukur mempunyai orang tua terhebat seperti kalian. Semoga penulis dapat melanjutkan mimpi dan harapan untuk membahagiakan kalian berkali-kali lagi.


(5)

3. Ibu Dra. Gustiarti Leila M.Psi, M.Kes, Psi penulis mengucapkan terimakasih untuk semua waktu yang telah ibu luangkan ditengah-tengah kesibukan ibu. Semua bimbingan dan nasehat yang ibu berikan selama beberpa bulan ini akan selalu penulis ingat. Maaf jika penulis selalu ”ngotot” dalam beberapa hal sehingga membuat ibu repot karena terus saya kejar-kejar. Kebersamaan dengan ibu tidak akan pernah penulis lupakan.

4. Terima kasih kepada Ibu Lili Garliah, M.Si dan Bapak Eka DJ Ginting, M.Si yang telah rela meluangkan waktunya untuk menjadi dosen penguji skripsi penulis.

5. Ibu Dra.,Sri Supriyantini, M.Si, psi selaku dosen pembimbing akademik penulis. Terima kasih atas arahan dan masukan serta perhatiannya. Kepada seluruh dosen pengajar di Fakultas Psikologi, terima kasih atas ilmu yang telah kalian berikan kepada penulis. Tanpa kalian penulis bukanlah apa-apa. Terima kasih kepada kak Ari, kak Devi, Pak Aswan, Pak Iskandar yang telah membantu penulis.

6. Untuk wanita-wanita terhebat yang pernah hadir dalam hidup penulis, my lovely momz (Syuaidah Nasution) terimakasih untuk selalu berusaha menyediakan ”rumah” untuk setiap kali penulis ingin pulang, untuk setiap cinta yang hangat yang selalu tersalur dengan melalui tawa dan masakan kesukaan penulis. Thanks always being there momz, selalu memafkan untuk setiap khilaf yang penulis buat. My stronger momz (Nunung nasution), meskipun dengan cara yang sedikit berbeda selalu memberiku


(6)

motivasi untuk membuat penulis jadi lebih baik. Terimakasih ya bu untuk semua khawatirmu untuk penulis, selalu memberikan kemudahan untuk penulis dalam berbagai masalah terutama masalah perkuliahan, untuk waktu yang telah ibu luangkan menjaga penulis saat terkapar di RS. Semoga apapun masalah yang sedang menimpa ibu saat ini lebih cepat teratasi dengan cara yang lebih indah, pelangi itu kan datangnya setelah hujan. Sri ambar waty saleh yang dengan kelembutan hatinya selalu mencemaskan penulis, terimaksih untuk cinta dan menempatkan penulis dalam posisi yang indah dalam keluarga uwak.

7. Untuk kakek (H. Kobul Nasution) dan nenek (alm. Hj. Rosnah Sibarani) yang telah mengajari peulis tentang prinsip-prinsip kehidupan, untuk semua kasih sayang dan menempatkan penulis pada bagian penting hidup kalian, untuk setiap dukungan berupa doa dan materi yang tiada terkira. Tetimakasih untuk setiap motivasi, penulis janji untuk menjadi seseorang yang tidak mengecewakan. Untuk eyang kakung (Alm. M. Saleh) dan eyang putri/mbah (Siti Ummiyatin) untuk doa dan cinta yang berlimpah untuk penulis, penulis tidak akan pernah merasa kekurangan cinta karenanya.

8. Untuk keluarga besar penulis, tulang/paman (H. Asrul Azis Nasution, Ir. Tasliman Nasution, Ilham Syukur Nasution, Supomo Istoyyib Januar, i Suhardinoto, Darwin Nasution,), nantulang (Mila Sari Rangkuti S.pd, Melly Nasution, Dermawati harahap), ibu/etek (Sri Ani Saleh, Sri Susandriati Saleh, Fatimah Mardia, Masitoh Nasution, Sri siswa Rina


(7)

Saleh) yang dengan segala kesanggupannya selalu membantu penulis meski dengan kadar yang berbeda, tapi semua dukungannya menjadi kekuatan yang besar bagi penulis untuk terus berusaha. Sepupu-sepupuku yang tercinta, yang selalu menginspirasi penulis dalam mejalani hari. Spesial untuk dua bidadariku yang teramat ku sayang, yulia assyifa dan diandra appraditta humaira, tawa dan keluguan kalian selalu membuat semua penatku menguap tanpa sisa. Dunia ini terasa kosong tanpa kalian. 9. Kepada sahabat-sahabatku, teman seperjuangan di Psikologi 05 Isha dan

keluarga yang selalu memberiku ruang untuk nimbrung di keluarga kalian, bu Titik yang begitu perhatian membuat penulis merasa seperti berada dikeluarga sendiri. Emma yang begitu perhatian dengan perkembangan skripsi penulis. Endah, Diah, Masitah, Novi, Edra, Nani, Afni, Eka, Maria, Annisya Pohan, Risda, Ratna dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, baik senior maupun junior terima kasih atas semua perhatian dan kebersamaan yang terjalin diantara kita. Tak terbayangkan tanpa kalian pasti akan terasa hampa menjalani hari-hari di Psikologi tercinta itu. Suatu hari nanti pasti penulis akan sangat merindukan hari-hari yang pernah kita lewati bersama. Tetap kompak yach,,, untuk sahabatku tercinta (alm) Nur Anzelima masih tergurat ketika saat ini penulis mengingatnya, semoga tempatmu indah di sana...amin.

10.Untuk teman-teman penulis dikost tri dharma 10, naya, qmank, k’pit, k’tio, k’lia, winda dan anak-anak kost yang lain. Terimakasih telah


(8)

menjadi sahabat teman berbagi segala keluh kesah dan bahagia selama 4,5 tahun ini. Kebersamaan itu akan menjadi kenangan tak terlupakan bagi penulis. Ingin rasanya mengulang masa-masa dimana kita bersama dari buka mata sampai tutup mata lagi, dan hunting makanan sambil menjari sosok untuk dikomentari. Meskipun ada konflik diantara kita tapi rindu dan sayang untuk kalian takkan pernah usai.

11.untuk teman SMA yang selalu saling menguatkan meskipun saling berjauhan, apri, iza, yenni, eka, irma dan teman-temanku berjuang selama 3 tahun bersama di kelas khusus angkatan 1 yang ga bisa disebutkan satu persatu. Teman-teman CEF yang sampe sekarang masih tetap kompak, uke, QQ, siyah, ipah, rani, nuan, uri dan yang lain, terima kasih pernah jadi bagian dalam hari-hariku. Untuk khoirul irpan ST yang selalu menjadi sosok teman sejati yang tak lekang oleh waktu, makasi untuk semua perhatian dan persahabatan tanpa pamrih itu ya.

12.Untukmu yang saat ini merupakan salah satu alasan bagiku untuk tersenyum. My LoVeR,,, teruslah seperti itu, selalu ada bersamaku. Meskipun banyak konflik diantara kita tapi semoga semua itu menjadikan kita lebih kuat dan semakin dewasa. Perbedaan yang begitu nyata diantara kita akan selalu mengukir kebersamaan yang tak usai untuk mengajari kita arti berbagi dan saling melengkapi. Mimpi-mimpi itu akan semakin dekat untuk menjadi nyata, jadi kita berusaha bersama ya....

13.untuk semua orang yang membantu selama masa perkuliahan, baik langsung maupun tidak langsung. Tempat-tempat makan disekitaran Dr.


(9)

Mansyoer yang selalu siap sedia menyajikan masyakan terhebat bagi penulis saat penulis mulai kekurangan tenaga, bang agam , bang rental, bang botak, bang florean, mr. Muslim dan semua orang yang begitu perhatian terhadap penulis. Terimakasih untuk semua yang selalu menyemangati dengan keahliannya masing-masing. Untuk dokter rizal sp. (Pd) dan dokter john robert yang membuat penulis dapat bernafas lagi... mungkin tanpa kalian sampai saat ini penulis takkan mampu menyelesaikan skripsi ini. Dan untuk semua pihak yang tidak bisa ditulis satu persatu dalam kertas ini, tapi percayalah selalu akan ada dihati.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan saudara semua. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan , januari 2010


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Sistematika Penulisan... 6

BAB II. LANDASAN TEORI ... 8

A. Disonansi Pasca Pembelian ... 8

1. Pengertian Disonansi ... 8

2. Pengertian Disonansi Pasca Pembelian ... 8

3. Faktor Disonansi Pasca Pembelian ... 12

4. Penyebab disonansi pasca pembelian...14

5. Faktor yang Mempengaruhi Disonansi Pasca Pembelian ... 15

6. Dimensi Disonansi Pasca Pembelian...17


(11)

1. Pengertian Pengetahuan... 18

2. Jenis Struktur Pengetahuan ... 19

3. Pengertian Pengetahuan Tentang Produk ... 20

4. tipe pengetahuan tentang produk ... 22

C. hubungan pengetahuan tentang produk dengan disonansi pasca pembelian ... 24

D. Hipotesa Penelitian... 25

BAB III. METODE PENELITIAN ... 26

A. Identifikasi Variabel ... 26

B. Definisi Variabel Penelitian ... 26

1.disonansi pasca pembelian ... 26

2. pengetahuan tentang produk ... 27

C. Populasi, Sampel, Dan Metode Pengambilan Sampel...27

1. Karakteristik Subjek Penelitian...28

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 28

3. Jumlah Sampel Penelitian ...28

D. Metode Pengumpulan Data ... 29

1. Skala disonansi pasca pembelian ...30

2. Skala pengetahuan tentang produk ...32

E. Uji Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur ... 33

1. Uji Validitas ... 34


(12)

3. Uji Reliabilitas Alat Ukur ... 35

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 35

1. Hasil Uji Coba Disonansi Pasca Pembelian ... 35

2. Hasil Uji Coba Skala pengetahuan tentang produk ... 37

G. Prosedur Penelitian ... 38

1. Persiapan Penelitian ... 38

2. Pelaksanaan Peneliti ... 39

3. Tahap Pengolahan Data ... 39

H. Metode Analisa Data ... 39

1. Uji Normalitas ... 39

2. Uji Linieritas ... 39

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ... 41

A. Gambaran Subjek Penelitian ... 41

1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 41

2. Usia Subjek Penelitian ... 42

3. Penghasilan Subjek Penelitian... 42

4. jenis produk yang dibeli subjek penelitian ... 43

B. Hasil Penelitian ... 44

1. Hasil Uji Asumsi ... 44

2. Hasil Uji Analisa Data ... 45

C. Pembahasan ... 50


(13)

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 55

1. Saran Metodologis ... 55

2. Saran Praktis ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Distribusi Aitem-aitem Skala Disonansi Pasca Pembelian ... 31

Tabel 2 : Distribusi Aitem-aitem Skala Pengetahuan Tentang Produk ... 32

Tabel 3 : Distribusi item skala Disonansi Pasca Pembelian setelah uji coba... ...36

Tabel 4 : Distribusi item skala Disonansi Pasca Pembelian untuk penelitian...36

Tabel 5 : Distribusi item skala Pengetahuan Tentang Produk setelah uji coba... ...37

Tabel 6 : Distribusi item skala Pengetahuan Tentang Produk untuk penelitian...37

Tabel 7 : Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin...41

Tabel 8 : Penyebaran subjek berdasarkan usia...42

Tabel 9 : penyebaran subjek berdasarka penghasilan...42

Tabel 10 : penyebaran subjek berdasarkan barang yang dibeli...43

Tabel 11 : Uji normalitas dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov...44

Tabel 13 : Tabel ANOVA...45

Tabel 14 : Nilai empirik dan hipotetik Disonansi Pasca Pembelian...46 Tabel 15 : Nilai empirik dan hipotetik Pengetahuan


(15)

Tentang Produk ...47

Tabel 16 : Norma kategorisasi Disonansi Pasca Pembelian ...48

Tabel 17 : Kategorisasi data Disonansi Pasca Pembelian ...48

Tabel 18 : Norma Pengetahuan Tentang Produk...49


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Gambaran Subjek Penelitian Lampiran B : Skala Penelitian


(17)

Hubungan Pengetahuan Tentang Produk Dengan Disonansi Pasca Pembelian

Yolandha Wita Sari dan Gustiarli Leila M.Psi, M.Kes.psi

ABSTRAK

Disonansi merupakan salah satu dampak yang timbul setelah proses pembelian. Disonansi biasanya muncul pada pembuatan keputusan pembelian yang relative permanen dalam memilih salah satu alternative untuk mengalahkan fitur yang menarik dari alternatif yang tidak dipilih (Bermans & Evans, 1998). Hill & O’ Sullivan (1996) menambahkan bahwa keputusan pembelian untuk produk dengan keterlibatan tinggi sering disertai oleh disonansi. Disonansi kognitif adalah persaaan tidak nyaman ketika pengetahuan yang dimiliki konsumen, dan perilaku yang dilakukan konsumen tidak sejalan satu sama lain (wells & prensky, 1996). Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan konsumen tentang produk, yaitu pengetahuan konsumen tentang produk yang akan dibelinya (Assael, 1995). Pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan tentang harga, karakteristrik produk, nilai yang terdapat dalam produk serta kelebihan dan kekurangan yang terdapat dalam produk (Hawkins, Best & Coney, 1986).

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang produk dengan disonansi pasca pembelian.

Penelitian ini mengambil sampel berbagai lapisan masyarakat dengan berbagai kalangan sejumlah 100 orang yang pernah mengalami disonansi dan belum lebih dari sebulan sejak pertama kali disonansi tersebut dirasakan. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan incidental sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala yaitu skala disonansi pasca pembelian dan skala pengetahuan tentang produk yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan dimensi disonansi pasca pembelian nemurut Sweeny, Hausknecht, dan Soutar (2000) dan berdasarkan tipe pengetahuan yang diungkapkan oleh Hawkins, Best & Coney (1986). Skala disonansi pasca pembelian memiliki nilai reliabilitas (rxx)=0.889 dan nilai reliabilitas skala

pengetahuan tentang produk (rxx)=0.939.

Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik korelasi Pearson

Product Moment menunjukkan koefisien korelasi (r)=0.504 dengan p<0.01

(p=0.000) sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara hubungan antara disonansi pasca pembelian dengan pengetahuan tentang produk.


(18)

Hubungan Pengetahuan Tentang Produk Dengan Disonansi Pasca Pembelian

Yolandha Wita Sari dan Gustiarli Leila M.Psi, M.Kes.psi

ABSTRAK

Ones of consequence of buying is dissonance. Dissonance may occur when people make a relative and permanent decision to make a choice of an alternatif to deal with interesting fitur of unchosen alternatif (Bermans & Evans, 1998). Hill & O’ Sullivan (1996) add, purchasing decision of high attachment produk always leading to dissonance. Dissonance is uncomfortable feeling when knwoledge and behave are different (wells & prensky, 1996). Knowledge of this research are consumer product knowledge (Assael, 1995). The knowledge consist of knowledge of price, carakteristic and value of produk, benefit or compensation of product (Hawkins, Best & Coney, 1986).

This research is a correlation research that aims to know the correlation between post purchase dissonance with product knowledge.

The samples taken in this research are all of segment of social life whom ever get dissonance less a month since the firs them feel it. The total of sample is 100. The sampling technique used is incidental sampling. Measuring tool used in this research is two scales that consist of post purchase dissonance scale and product knowledge scale. According to Sweeny, Hausknecht, dan Soutar (2000) and Hawkins, Best & Coney (1986). The researcher created the scales based on post purchase dissonance dimension. Post purchase dissonance scale has reliability (rxx)=0.889 and reliability of product knowledge (rxx)=0.939.

The result of data analyzed which used correlation technic Pearson Product Moment shows that the coefficient correlation (r)=0.504 with p<0.01 (p=0.000) so that researcher conclude that there is a very significant correlation between department store image and process of purchasing decision.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Manusia tidak bisa lepas dari kegiatan membeli. Kegiatan membeli tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan primer, kebutuhan sekunder seperti televisi serta kebututuhan tersier seperti laptop dan mobil (Sukirno, 2005). Dalam setiap kegiatan membeli yang dilakukan oleh individu yang disebut sebagai konsumen, akan ada tahap-tahap yang dilalui. Tahapan tersebut antara lain pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan membeli dan tahap terakhir perilaku setelah pembelian. Tahap pengenalan kebutuhan adalah tahap dimana konsumen mengidentifikasi produk apa yang dibutuhkannya. Tahap yang kedua adalah tahap dimana konsumen mengumpulkan berbagai jenis informasi mengenai produk yang dibutuhkannya. Selanjutnya adalah tahap evaluasi alternatif, pada tahap ini konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada, kemudian konsumen melakukan kegiatan membeli. Terakhir adalah tahap pasca pembelian, pada tahap ini kognitif konsumen yang paling berperan untuk evaluasi produk yang telah dibeli (Kotler, 2001).

Tidak semua kegiatan membeli yang dilakukan oleh konsumen akan berdampak positif dan menyenangkan. Kegiatan membeli yang dilakukan konsumen juga bisa berdampak tidak menyenangkan, terutama untuk pembelian yang dilakukan tanpa melalui tahapan yang sesuai. Misalnya pada tahap pengumpulan informasi, konsumen sering mengabaikan tahap ini karena selalu


(20)

ingin cepat, mudah menerima dan tidak mau repot mengumpulkan informasi mengenai produk. Akibatnya informasi yang dimiliki konsumen terbatas (Sembiring, 2009).

Informasi yang terbatas tersebut akan mengarahkan konsumen pada perasaan tidak nyaman setelah melakukan kegiatan membeli. Perasaan tidak nyaman tersebut merupakan rasa cemas konsumen yang memunculkan pertanyaan dan keragu-raguan tentang produk yang telah dibelinya (Hawkins, Best & Coney, 1986). Perasaan tidak nyaman yang dirasakan konsumen setelah proses pembelian disebut Disonansi pasca pembelian (postpurchase dissonanse) (Loudon dan Bitta, 1997).

Disonansi kognitif dideskripsikan sebagai suatu kondisi yang membingungkan, yang terjadi pada seseorang ketika kepercayaan mereka tidak sejalan bersama. Kondisi ini mendorong mereka untuk merubah pikiran, perasaan, dan tindakan mereka agar sesuai dengan pembaharuan. Disonansi dirasakan ketika seseorang melakukan suatu tindakan yang tidak konsisten dengan perilaku dan kepercayaan mereka (East,1997). Misalnya, ketika individu telah memakai suatu produk dengan merek tertentu selama bertahun-tahun dan merasa bahwa produk dengan merek tersebut adalah yang terbaik, namun seiring dengan perkembangan zaman, muncul berbagai produk baru yang lebih menarik dengan merek lain. Hal ini akan menimbulkan disonansi bagi konsumen. Apalagi ditambah dengan fakta serta pengujian bahwa produk dengan merek baru tersebut terbukti lebih baik, maka disonansi yang timbul pada konsumen tentu akan semakin tinggi (Stanton, 1996).


(21)

Disonansi pasca pembelian (postpurchase dissonance) terjadi karena setiap alternatif yang dihadapi konsumen mempunyai kelebihan dan kekurangan, artinya aspek-aspek negatif dari barang yang terpilih dengan aspek-aspek positif barang yang ditolak menimbulkan ketidaknyamanan bagi konsumen. Adanya kecemasan pada diri konsumen bahwa barang yang dibelinya tidak lebih baik atau bahkan lebih buruk dari barang yang tidak dibelinya. Semakin menarik alternatif yang diabaikan konsumen, maka semakin besar pula disonansi yang dialami konsumen (Stanton, 1996).

Nilai barang yang dibeli juga akan mempengaruhi disonansi yang terjadi. Semakin besar nilai barang yang dibeli, maka tingkat disonansi yang terjadi pasca pembelian juga akan meningkat. Apabila yang dibeli hanya sebungkus permen, disonansi yang dialami tidak akan sebesar disonansi yang dialami seperti membeli sebuah rumah (Stanton, 1996). Barang yang bernilai tesebut tidak hanya terbatas pada barang yang bernilai mahal, tapi juga barang yang mempunyai nilai keterlibatan tinggi bagi pemakainya. Misalnya televisi yang sering digunakan oleh konsumen atau mesin cuci yang sangat dibutuhkan oleh konsumen (Hill & O’Sullivan, 1999). Konsumen menginginkan produk terbaik yang sesuai dengan kebutuhannya, tetapi tidak semua konsumen mau direpotkan untuk mengumpulkan informasi mengenai produk yang akan dibelinya ditambah lagi dengan minimnya layanan berbasis informasi yang disediakan oleh pemasar (Henry, 2007). Hal ini akan menyebabkan disonansi pasca pembelian, yang diikuti dengan meningkatnya pengaduan konsumen.


(22)

Data yang diperoleh Perlindungan Konsumen Departemen Perdagangan, sepanjang tahun 2008 pengaduan yang diterima sekitar 80an kasus, dan meningkat pada tahun 2009. Data statistik menunjukkan dari awal tahun hingga maret 2009 data pengaduan konsumen telah mencapai 100 kasus (Sembiring, 2009).

Masalah yang memicu disonansi pasca pembelian tidak hanya pada pengumpulan informasi yang tidak cukup, tetapi juga kesalahan dalam memahami informasi yang didapat. Riset menunjukkan bahwa sejumlah informasi pemasaran disalahpahami sehingga konsumen menerjemahkannya dengan tidak tepat, kebingungan, atau tidak akurat. Diperkirakan bahwa seseorang dapat salah memahami antara 20 hingga 25 persen dari berbagai jenis informasi yang mereka dapat, termasuk iklan, laporan berita dan sebagainya. Kesalahan dalam pemahaman ini tentu saja tidak menambah pengetahuan produk yang dimiliki konsumen (Peter & Olson, 2002)

Pengetahuan produk adalah pengetahuan terhadap produk sebagai pengetahuan konsumen tentang produk yang akan dibelinya (Assael, 1995). Pengetahuan tersebut mencakup tentang cara kerja produk, harga, jenis, fungsi serta kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh konsumen mengenai produk. Informasi akan membentuk pengetahuan produk pada konsumen. Apabila pengetahuan produk sejak awal diterima dengan benar akan membantu konsumen untuk menerima produk secara utuh (Sunarto, 2006).

Menurut Sweeney, Hausknecht dan Soutar (2000) disonansi kognitif dapat diukur dengan tiga dimensi yaitu: Emotional. Emotional adalah ketidaknyamanan psikologis yang dialami seseorang terhadap keputusan pembelian.. Selanjutnya


(23)

Wisdhom of Purchase (kebijaksanaan pembelian) adalah ketidaknyamanan yang

dialami seseorang setelah transaksi pembelian, dimana mereka bertanya apakah mereka sangat membutuhkan produk tersebut atau apakah mereka telah memilih produk yang sesuai..

Dimensi yang ketiga adalah Concern Over the Deal (perhatian setelah transaksi). Concern Over the Deal (perhatian setelah transaksi) adalah ketidaknyamanan yang dialami sesesorang setelah transaksi pembelian dimana mereka bertanya–tanya apakah mereka telah dipengaruhi oleh tenaga penjual yang bertentangan dengan kemauan atau kepercayaan mereka. Berkaitan dengan kekecewaan konsumen dimana pada kondisi ini konsumen cenderung kurang yakin dengan keputusan yang telah dibuatnya. Pada dimensi yang ketiga ini pengetahuan konsumen tentang produk akan mengarahkan konsumen pada disonansi yang cenderung tinggi. Hal ini terjadi apabila konsumen membeli produk yang berbeda dari yang dipercayainya selama ini akibat adanya informasi atau pengaruh dari pramuniaga.

Melihat fenomena seperti yang dipaparkan diatas, membuat peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana hubungan pengtahuan tentang produk dengan disonansi pasca pembelian.

B. RUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana hubungan pengetahuan tentang produk dengan disoansi pasca pembelian?”.


(24)

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana hubungan pengetahuan tentang produk dengan disonansi pasca pembelian.

D. MANFAAT PENELITIAN

1) Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi industri dan organisasi tentang bidang perilaku konsumen (consumer behavior) yaitu mengenai pengetahuan konsumen terhadap suatu produk yang dikaitkan dengan disonansi setelah proses pembeli.

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan bagi penelitian selanjutnya dibidang perilaku konsumen khususnya yang berkaitan pengetahuan konsumen tentang produk dan disonansi pasca pembelian.

2) Manfaat Praktis a. Bagi Pemasar

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada pemasar mengenai pentingnya pengetahuan konsumen akan produk. Pengetahuan yang akurat mengenai sebuah produk akan mengurangi disonansi yang


(25)

dialami konsumen dan memungkinkan pemakaian lebih lanjut oleh konsumen.

b. Bagi Konsumen

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi konsumen untuk menyadari pentingnya pengumpulan informasi mengenai produk yang akan dibeli sebelum membeli produk tersebut, sehingga konsumen merasa nyaman dengan produk yang dibelinya.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Disini juga digambarkan tentang berbagai tinjauan literatur tentang pengetahuan konsumen mengenai produk yang akan dibeli (product knowledge) yang mempengaruhi disonansi pasca pembelian.

Bab II Landasan teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang akan menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori pengetahuan tentang produk (product knowledge) dan teori disonansi pasca pembelian. Bab ini juga mengemukakan hipotesa sebagai jawaban sementara terhadap


(26)

masalah penelitian yang menjelaskan pengaruh pengetahuan tentang produk terhadap disonansi pasca pembelian.

Bab III Metodologi penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item dan reliabilitas alat ukur serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.

Bab IV Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan.

Bab V Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian. Diskusi membahas mengenai kesesuaian maupun kestidaksesuaian antara data penelitian yang diperoleh dengan teori yang ada dan saran penelitian yang meliputi saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. DISONANSI SETELAH PROSES PEMBELIAN

6. Pengertian Disonansi

Menurut Solomon (1992), Teori Disonansi Kognitif adalah salah satu dari pendekatan terhadap tingkah laku yang paling penting berdasarkan pada prinsip konsistensi. Teori ini mengemukakan bahwa orang termotivasi untuk mengurangi keadaan negatif dengan cara membuat keadaan sesuai satu sama lainnya. Elemen kognitif adalah sesuatu yang dipercayai oleh seseorang bisa berupa dirinya sendiri, tingkah lakunya atau juga pengamatan terhadap sekelilingnya. Pengurangan disonansi dapat timbul baik dengan menghilangkan, menambah, atau mengganti elemen-elemen kognitif.

Disonansi Kognitif dideskripsikan sebagai suatu kondisi yang membingungkan, yang terjadi pada seseorang ketika kepercayaan mereka tidak sejalan bersama dengan kenyataan yang ada. Kondisi ini mendorong mereka untuk merubah pikiran, perasaan dan tindakan mereka agar sesuai dengan pembaharuan. Disonansi dirasakan ketika seseorang berkomitmen pada dirinya sendiri dalam melakukan suatu tindakan yang tidak konsisten dengan perilaku dan kepercayaan mereka yang lainnya (East,1997).

Menurut Festinger (dalam Schiffman dan Kanuk,1997), Cognitive


(28)

a. Seseorang lebih suka untuk konsekuen dengan cognitions mereka dan tidak suka menjadi tidak konsisten dalam pemikiran, kepercayaan, emosi, nilai dan sikap.

b. Disonansi terbentuk dari ketidaksesuaian psikologis, lebih dari ketidaksesuaian logika, dimana dengan meningkatnya ketidaksesuaian akan meningkatkan disonansi yang lebih tinggi.

c. Disonansi adalah konsep psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan dan mengharapkan dampak yang bisa diukur.

Festinger (dalam Bem, 1967) menjelaskan bahwa disonansi kognitif merupakan keadaan dimana seseorang mengalami ketidakkonsistenan kognitif. Orang tersebut cenderung mengalami tekanan. kognitif merupakan proses berpikir seseorang yang terdiri atas keyakinan, opini, sikap, persepsi dan begian dari pengetahuan mengenai suatu hal – tentang orang lain, objek, issu dan lain-lain (Aronson, 2004; Littlejhon&Foss, 2005; O’Keefe, 2002).

Wells & Prensky (1996) menyatakan bahwa individu akan mengalami ketidaknyamanan perasaan yang dikenal sebagai disonansi kognitif, ketika pengetahuan, perilaku, atau tindakan yang kita lakukan tidak sejalan satu sama lain. Saat disonansi muncul individu akan mencari cara untuk menguranginya dengan merubah hal yang tidak konsisten pada elemen kognitif tersebut.

6. Pengertian Disonansi Pasca Pembelian (Postpurchase Dissonance) Disonansi setelah proses pembelian (postpurchase dissonance) merupakan disonansi kognitif yang terjadi setelah adanya proses pembelian, dimana setelah


(29)

proses pembelian, konsumen memiliki perasaan yang tidak nyaman mengenai kepercayaan mereka, perasan yang cenderung untuk memecahkannya dengan merubah sikap mereka agar sesuai dengan perilaku mereka (Schiffman dan Kanuk,1997).

Menurut Hawkins, Best & Coney (1986) disonansi pasca pembelian merupakan salah satu hal setelah proses pembelian yang seharusnya diperhatikan dan dimengerti oleh konsumen. Pada prosesnya, disonansi pasca pembelian adalah usaha yang dilakukan oleh konsumen untuk memanggil kembali saat membuat keputusan penting dalam proses membeli, dimana konsumen menimbang atas beberapa alternatif pilihan yang ditawarkan. Konsumen akan mulai mempertanyakan dan merasa cemas dengan pilihan yang telah dibuatnya. Skema yang terjadi pada konsumen yang mengalami disonansi pasca pembelian adalah seperti dibawah ini :

Disonansi pasca pembelian pengaduan konsumen

Pembelian pemakaian evaluasi pembelian

kembali


(30)

Ada beberapa kondisi atau syarat pembelian yang memunculkan disonansi pasca pembelian pada konsumen, diantaranya :

a. Keputuasan yang akan diambil merupakan keputusan mengenai suatu hal yang sangat penting bagi konsumen. Konsumen harus mempunyai ketrikatan secara psikologis atau konsumen harus membayar mahal untuk mendapatkan barang tersebut.

b. Konsumen merasa bebas dalam menentukan pilihan. Keputusan pemilihan barang yang dilakukan konsumen dilakukan karena keinginan sendiri dan tanpa ada tekanan atau paksaan dari pihak lain.

c. Konsumen hanya punyai sekali kesempatan menetapkan komitmen. Keputusan pemilihan barang yang dibuat oleh konsumen tidak dapat diulang lagi. Misalnya barang yang dibeli konsumen tidak daat dikembalikan lagi.

(Cummings&Venkatesan, 1997; Korgaonkar&Moschis, 1982; Mowen, 1995; Oliver, 1997)

Korgaonkar&Moschis (1982) menambahkan bahwa keputusan pembelian yang besar mempunyai konsekuensi panjang terhadap konsumen yang akan semakin mengarahkan konsumen untuk mengalami disonansi.

Menurut Singh (2003) ada beberapa kondisi yang memungkinkan terjadinya disonansi, yaitu :

a. Batas minimum toleransi terlampaui. Maksudnya. Konsumen mungkin mempunyai level inkonsistensi dalam hidupnya sampai akhirnya mencapai disonansi.


(31)

b. Tindakan yang dilakukan tidak dapat diulang kembali, ketika konsumen membeli mobil baru, sangat kecil kemungkinannya untuk menukar mobil tersebut atau mendapatkan uangnya kembali.

c. Ada beberapa alternatif yang menarik. Dalam pembelian mobil contohnya, alternatif yang ditawarkan mempunyai beberapa kemiripan model yang dianggap menarik. Penelitian mengindikasikan bahwa konsumen yang merasa kesulitan dalam membuat keputusan atau kesulitan dalam menentukan toko dan merek cenderung mengalami disonansi pasca pembelian.

d. Alternatif yang disediakan mempunyai kualitas yang tidak sama (adanya kognitif overlap). Misalnya, diantara beberapa pilihan model telepon genggam yang ada, salah satunya mempunyai karakteristik yang unik. e. Pembelian yang dilakukan karena adanya keterikatan psikologis.

Misalanya, dalam pembelian perabotan untuk sebuah ruang tamu yang dirasa mempunyai keterikatan psikologis karena secara dramatis merefleksikan citra dekorasi, philosopi dan gaya hidup pembelinya. Keterlibatan ego sangat besar dalam hal ini.

f. Tidak ada tekanan yang dirasakan konsumen saat mengambil keputusan. Apabila konsumen merasakan tekanan saat membeli produk atau membeli produk atas suruhan orang lain, maka konsumen akan melakukan pembelian tanpa melihat produk tersebut dari sudut pandangnya sendiri. Dengan kata lain, konsumen tidak akan merasakan pergolakan mental dalam kognisinya.


(32)

6. Faktor Disonansi Kognitif

Disonansi pasca pembelian terjadi apabila konsumen telah melakukan keputusan yang sulit, sehingga menaikkan kecemasan yang dialami konsumen. Penyebab konsumen akan mengalami disonansi pasca pembelian, diantaranya :

a. Tingkat komitmen yang dimiliki konsumen. Konsumen yang dengan mudah mengubah keputusannya akan rendah tingkat disonansi yang dialaminya. Dan sebaliknya konsumen yang berkomitmen dan telah memakai produk tersebut dalam jangka waktu yang lama akan semakin mengalami disonansi ketika dihadapkan pada alternatif pilihan yang ada. b. Pentingnya keputusan yang dibuat konsumen. Biasanya keputusan besar

yang dibuat oleh konsumen akan memungkinkan konsumen untuk mengalami disonansi. Misalnya dalam mengambil keputusan untuk membeli rumah atau produk mahal lainnya konsumen akan merasakan disonansi yang tinggi.

c. Kesulitan memilih alternatif yang disediakan. Pengalaman akan mempengaruhi pengambilan keputusan besar. Keputusan yang sulit akan terjadi apabila ada sejumlah alternatif, dimana setiap alternatif menawarkan hal yang berbeda-beda.

d. Kecenderungan individu untuk mengalami kecemasan. Kecenderungan kecemasan pada tiap konsumen tidaklah sama. Konsumen dengan kecenderungan mengalami kecemasan yang lebih tinggi akan semakin mudah mengalami disonansi.


(33)

Jadi kesimpulannya, disonansi muncul disebabkan oleh pengambilan keputusan yang relatif permanen dalam memilih satu alternatif yang dikehendaki dan melepaskan alternatif lain yang lebih menarik. Beberapa keputusan penting dalam pembelian akan menyebabkan disonansi dan ketika disonansi tidak dapat lagi ditoleransi maka, konsumen akan berusaha untuk mengurangi disonansi tersebut. Cara yang dapat dilakukan untuk menguranginya adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan keinginan membeli barang dengan merek tertentu b. Mengurangi keinginan terhadap alternatif pilihan yang telah ditolak c. Mengurangi pentingnya keputusan membeli

Pengurangan disonansi dalam diri konsumen ini melibatkan reevaluasi internal dan eksternal. Pada proses ini, yang paling penting adalah adanya informasi baru yang diterima konsumen yang sifatnya eksternal. Informasi tersebut didapatkan dari iklan, penjual yang didatangi langsung, dan pelayanan yang disediakan oleh pemasar (Hawkins, Best & Coney, 1986).

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Czinkota et al (2000) mengenai cara yang dilakukan konsumen untuk mereduksi disonansi yang dialami dengan menyelaraskan keputusan yang telah dibuatnya. Maksudnya, konsumen akan mencari informasi yang mendukung keputusan membeli yang telah dilakukannya (meyakinkan bahwa keputusan pembelian yang dilakukannya tepat), menghindari informasi yang kontradiksi dengan keputusan pembelian atau menarik kembali keputusan awal dengan mengembalikan produk.

Cara lain yang mungkin dilakukan konsumen untuk mereduksi disonansi yang dialami pasca pembelian adalah dengan membicarakan atau memberitahu


(34)

kepada keluarga maupun teman mengenai ketidaksenangan yang dirasakan (Lamb et al, 2004).

6. Penyebab Disonansi Pasca Pembelian

Strydom et al (2000) menyatakan bahwa disonansi kognitif sering muncul karena pada konsumen melakukan pembelian besar yang sulit dan tidak bisa diulang.

Etzel et al. (2001) menyatakan bahwa dasar dari disonansi kognitif adalah dasar kecemasan dalam melakukan pembelian sulit dalam memilih alternative yang disediakan. Disonansi merupakan rahasia umum, dan apabila kecemasan tidak bias dihilangkan, konsumen mungkin tetap tidak bahagian dengan produk yang dipilihnya meskipun produk yang dibeli telah sesuai dengan harapan konsumen.

Disonansi pasca pembelian muncul karena salah satu alternative yang dipilih konsumen memiliki kekurangan sekaligus kelebihan.

Menurut Bermans & Evans (1998), disonansi kognitif muncul karena pembuatan keputusan yang relatif permanen dalam memilih salah satu alternative untuk mengalahkan fitur yang menarik dari alternative yang tidak dipilih. Hill & O’Sullivan (1996) menambahkan bahwa, karena keputusan pembelian yang melibatkan keterlibatan tinggi selalu diikuti oleh satu atau lebih factor yang mengarahkan pada disonansi pasca pembelian, maka keputusan pembelian seperti ini sering disertai disonansi.

Dalam membuat keputusan akhir, konsumen tidak hanya harus melupakan pilihan menarik lainnya, tetapi juga harus memikirkan soal uang yang akan


(35)

digunakan untuk membeli. Bukanlah hal yang mengherankan apabila konsumen merasa bersalah atas kebijaksanaan keputusannya (Foxall et al, 2001). Perasaan negative dari rasa bersalah dan ketidakpastian pada periode pasca pembelian akan mengarahkan pada disonansi pasca pembelian, emosi negative muncul dari tidak konsistennya psikologis dalam kognisi (hal yang diketahui oleh konsumen) (Strydom et al, 2000).

Disonansi kognitif muncul dikarenakan konsumen pembelian produk yang dilakukan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Misalnya pada pembelian stereo, kerugiannya berupa harga yang mahal beradu dengan keuntungan berupa kecanggihan teknologinya. Dengan kata lain, disonansi adalah ketidakpastian atau kecemasan pasca pembelian (Etzel et al, 2001).

Kinicki & Williams (2003), mengatakan bahwa individu sering mengalami disonansi hanya pada saat membeli produk yang mempunyai keterlibatan yang tinggi. Disonansi kognitif merupakan tekanan dari dalam yang dialami konsumen setelah mengetahui kekurangan produk.

5. Faktor Yang Mempengaruhi Disonansi Pasca Pembelian

Menurut Halloway (dalam Loudon & Bitta, 1979) ada beberapa hal yang mempengaruhi disonansi pasca pembelian, yaitu :

a. Daya tarik alternatif yang ditolak. Apabila alternatif yang ditolak mempunyai daya tarik yang lebih atau sama dengan alternatif yang dipilih maka, hal tersebut akan semakin mengarahkan konsumen untuk mengalami disonansi kognitif.


(36)

b. Faktor negatif pada alternatif yang dipilih. Konsumen akan sulit sekali untuk menerima hal negatif yang terdapat pada produk yang telah dipilihnya. Semakin banyak hal negatif yang dirasakan ada pada produk yang telah dibeli, maka akan semakin besar pula disonansi yang dialami oleh konsumen.

c. Jumlah alternatif yang ada. Semakin banyak jumlah alternatif yang disediakan, maka akan semakin besar pula disonansi yang dialami oleh konsumen.

d. Pentingnya keterlibatan kognitif. Semakin besar keterlibatan kognitif pada keputusan membli atau memilih produk yang dilakukan konsumen, maka akan semakin besar pula disonansi yang dialami oleh konsumen.

e. Hal positif yang diciptakan. Apabila produk yang dibeli sesuai dengan kebutuhan, maka disonansi yang terjadi akan sedikit, sebaliknya apabila produk yang dibeli berbeda dengan yang dibutuhkan maka disonansi yang timbul akan semakin besar.

f. Discrepansi atau perilaku negatif. Apabila konsumen membeli produk baru dengan harga yang tidak sesuai dengan kebiasaannya, maka konsumen akan cenderung untuk merasakan disonansi yang besar. Misalnya konsumen yang biasa membeli jam tangan dengan harga 2 juta rupiah akan merasakan disonansi yang sangat tinggi saat dia membeli jam tangan dengan harga 5 juta rupiah.

g. Informasi yang diperoleh. Informasi yang baik dan sesuai dengan yang dibutuhkan konsumen akan menciptakan penerimaan konsumen pada


(37)

produk tersebut. Penerimaan konsumen pada produk akan meminimalkan disonansi yang dirasakan konsumen.

h. Antisipasi terhadap disonansi. Konsumen yang telah memperkirakan hal-hal buruk terhadap produk yang dibelinya akan membuat konsumen dapat menerima keburukan yang muncul pada produknya, dan hal yang demikian akan mengurangi disonansi pada konsumen.

i. Pengetahuan dan keterbiasaan. Konsumen yang telah sering menggunakan produk yang sama dan mempunyai informasi yang cukup mengenai produk yang dibelinya cenderung untuk tidak mengalami disonansi

6. Dimensi Disonansi Pasca Pembelian

Menurut Sweeney, Hausknecht dan Soutar (2000) disonansi kognitif dapat diukur dengan tiga dimensi yaitu: Emotional (emosional), Wisdhom of Purchase (kebijaksanaan pembelian), dan Concern Over the Deal (perhatian setelah transaksi).

a. Emotional (emosi) adalah ketidaknyamanan psikologis yang dialami

seseorang terhadap keputusan pembelian. Berkaitan dengan situasi psikologi konsumen setelah melakukan pembelian, dalam hal ini kondisi psikologis konsumen secara alami mempertanyakan apakah tindakan yang dilakukannya telah tepat.

b. Wisdhom of Purchase (kebijaksanaan pembelian) adalah ketidaknyamanan

yang dialami seseorang setelah transaksi pembelian, dimana mereka bertanya apakah mereka sangat membutuhkan produk tersebut atau apakah


(38)

mereka telah memilih produk yang sesuai. Berkaitan dengan keputusan yang telah dilakukan disini konsumen mempertanyakan apakah dia telah membeli suatu barang yang benar-benar sesuai dengan apa yang dibutuhkannya.

c. Concern Over the Deal (perhatian setelah transaksi) adalah ketidaknyamanan yang dialami sesesorang setelah transaksi pembelian dimana mereka bertanya–tanya apakah mereka telah dipengaruhi oleh tenaga penjual yang bertentangan dengan kemauan atau kepercayaan mereka. Berkaitan dengan kekecewaan konsumen dimana pada kondisi ini konsumen cenderung kurang yakin dengan keputusan yang telah dibuatnya

B. PENGETAHUAN TENTANG PRODUK

1. Pengetahuan (Knowledge)

Menurut Peter & Olson (2002) pengetahuan konsumen yang tersimpan di memori akan mempengaruhi kognitif dalam membuat keputusan membeli. Pengetahuan yang dimiliki konsumen mencakup informasi yang dapat mebentuk pngetahuan itu sendiri, makna dan kepercayaan. Secara garis besar pengetahuan pada diri konsumen dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu :

a. General knowledge

General knowledge adalah pengetahuan yang mencakup pengetahuan

tentang lingkungan dan perilaku. General knowledge merupakan interpretasi yang relevan dari informasi yang diperoleh konsumen dari lingkungan. Misalnya, konsumen membuat kategori produk tertentu (compact disk), toko


(39)

(macan yaohan), perilaku yang mungkin muncul (belanja di mall), orang lain (sahabat karib) dan dirinya sendiri (pintar).

General knowledge yang tersimpan dalam memori berfungsi sebagai

proposisi yang menghubungkan dua konsep. Misalnya menghubungkan antara sebuah “kamera digital bermerek Canon” dengan “mahal”. Penghubung yang dua konsep akan menentukan pengertian atau arti dari konsep yang dihubungkan. Penghubung yang berbeda akan menghasilkan pengertian yang berbeda pula.

General knowledge dibagi lagi dalam dua pengetahuan spesifik, yaitu general episodic dan semantic knowledge. General Episodic knowledge meliputi kejadian

spesifik yang terjadi pada kehidupan individu berupa waktu terjadinya. Sedangkan

general semantic knowledge meliputi pemaknaan personal dan kepercayaan

konsumen mengenai suatu hal. b. Procedural knowledge

Procedural knowledge adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan

suatu hal. Procedural knowledge tersimpan di memori sebagai hasil. Hasil dari tipe spesial yang menggunakan kalimat pengandaian sebagai proposisi yang menghubungkan konsep atau kejadian dengan perilaku. Misalnya, “jika produk yang dibeli tidak memuaskan, jangan beli lagi produk yang sama”. Procedural

knowledge dibutuhkan saat konsumen membeli barang-barang yang berteknologi

tinggi, seperti komputer, kamera digital dan lain-lain. Banyak konsumen yang merasa kesulitan untuk mengunakan atau mengoperasikan produk yang begitu kompleks, sehingga pemasar perlu membuat cara pemakaian produk tersebut.


(40)

Kedua tipe pengetahuan yang disebutkan diatas akan muncul disetiap situasi dan sangat mempengaruhi perilaku konsumen. General knowledge dan

procedural knowledge diorganisasikan menjadi sebuah srtuktur pengetahuan

dalam memori yang difungsikan secara bersamaan dengan menggunakan

assosiative network.

2. Jenis Struktur Pengetahuan

Menurut Peter dan Olson (2002), dalam diri individu terdapat struktur pengetahuan, yaitu skema (schema). skema merupakan suatu jaringan asosiatif dari arti-arti yang dihubungkan. Sebagian besar skema berisikan pengetahuan umum semantik dan episodik. Skema muncul dalam berbagai level yang bersifat abstrak, misalnya konsumen mempunyai skema spesifik mengenai sebuah merek sama baiknya dengan konsep umum mengenai produk tersebut (Engel, Blackwell dan Miniard, 1995).Skema dapat diaktifkan pada situasi pengambilan keputusan dan dapat mempengaruhi proses kognitif.

Skema yang ada tentang sebuah produk dapat dilihat pada bagan berikut :

Pramuniaga yang melayani ramah Jangan sampai terbanting

Casing senyawa

Di toko graha insan surya Produk telepon genggam


(41)

Harga Warna Perasaan setelah lama memakai Simbol

Bosan Bangga Malu

Kualitas Merek

Dari skema diatas dapat dilihat bahwa individu mempunyai pengetahuan tentang produk, seperti harga produk, merek, perasaan yang ada setelah memakai produk, kualitas, dan pengetahuan episodik seperti tempat membeli telepon genggam dan pelayanan yang diberikan pramuniaga.

Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995), skema mempunyai peran penting dalam memproses informasi. Aktivasi skema dalam pemrosesan informasi akan mengurangi usaha kognitif yang berfungsi mengidentifikasi stimulus dan bagaimana harus merespon stimulus tersebut.

3. Pengetahuan Terhadap Produk (product knowledge)

Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995), pengetahuan tentang produk adalah sekumpulan berbagai informasi yang berbeda. Meliputi :

a. Kesadaran akan merek, meliputi kesadaran akan berbegai merek yang memproduksi produk

b. Terminologi produk, misalnya adanya floppy disk pada komputer

c. Bentuk atau atribut yang melekat pada produk, meliputi fitur-fitur produk yang membuat konsumen membeli produk


(42)

Assael (1995) mendefinisikan pengetahuan terhadap produk (product

knowledge) sebagai pengetahuan konsumen tentang produk yang akan dibelinya.

Rao dan Sieben (1992) mendefinisikan prior product knowledge sebagai cakupan seluruh informasi akurat yang disimpan dalam memori konsumen yang sama baiknya dengan persepsinya terhadap pengetahuan produk. Konsumen yang berpengetahuan lebih tinggi akan lebih realistis dalam pemilihan sesuai dengan harapannya. Semakin tinggi pengetahuan konsumen dalam pembelian suatu produk dapat meningkatkan kemampuan konsumen untuk membuat pilihan yang lebih memuaskan (Sambandam & Lord, 1995).

Pengetahuan konsumen terhadap suatu produk didapatkan dari berbagai cara, misalnya dengan membaca katalog tentang produk, tulisan atau informasi yang terdapat di label, aturan pemakaian, presentasi pada saat launching produk tersebut. Selain itu konsumen bisa memperoleh informasi produk dari iklan yang ditayangkan atau disajikan di berbagai media serta pengalaman yang dirasakan oleh konsumen (stephen, 2007). Hal ini sesuai dengan pendapat Alba dan Hutchinson (dalam Rao dan Sieben 1992) yang menyatakan bahwa pengetahuan konsumen terdiri dari pengetahuan yang berdasar pada pembelian, pemakaian atau pengalamannya sendiri dan keahlian yang berdasar pada kemampuan untuk menghubungkan kinerja produk dengan tugas atau pekerjaan. Menurut Bruks (dalam Rao dan Sieben 1992), pengetahuan sebelumnya tentang produk merupakan pengetahuan dari informasi yang dikirim ke dalam memori (pengetahuan obyektif). Sedangkan pengetahuan sebelumnya menurut Monroe


(43)

(dalam Rao dan Sieben 1992) merupakan pengetahuan dari apa yang mereka rasa, mereka tahu tentang produk atau kelas produk (pengetahuan subyektif).

Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995), pengetahuan tentang harga merupakan salah satu aspek pengetahuan produk. informasi mengenai harga absolut dan harga relatif akan sangat berpengaruh bagi konsumen. Harga absolut adalah harga ketetapan yang melekat pada sebuah jenis produk , sedangkan harga relatif adalah perbedaan harga pada item yang sama dengan merek yang berbeda. Pengetahuan harga akan sangat mempengaruhi

4. Tipe Pengetahuan Tentang Produk

Menurut Hawkins, Best & Coney (1986), konsumen memiliki tiga tipe pengetahuan tentang produk. Pengetahuan konsumen tentang produk yang dimaksud adalah :

a. Pengetahuan tentang atribut dan karakteristik produk. Setiap produk yang dihasilkan pastilah mempunyai karakteristik tertentu yang menegaskan produk tersebut sebagai produk. Beberapa pemasar melengkapi atribut produknya sehingga produk tersebut mempunyai ciri tertentu yang membedakannya dari produk lain. Pemasar diharuskan lebih memahami atribut penting yang harus ada dalam produknya. pemasar juga harus mengetahui bahwa atribut yang diberikannya pada produk dapat diterima oleh konsumen secara kognitif. Yang termasuk dalam pengetahuan konsumen tentang produk adalah komposisi produk, karakteristik fisik produk. Disamping itu, konsumen juga memiliki pengetahuan subjektif


(44)

tentang atribut abstrak dari produk, seperti perasaan nyaman, kehangatan bahan yang digunakan dan evaluasi afektif lainnya.

b. Keuntungan menggunakan produk. Pada tipe yang kedua ini, pemasar harus mengetahui bahwa konsumen juga mempertimbangkan konsekuensi dari sebuah produk dan merek, tidak hanya sekedar atribut. Konsekuensi yang dihasilkan berupa hal yang timbul apabila produk tersebut dibeli ataupun dipakai. Tetapi beberapa konsumen juga merasa kelihatan bodoh bila membeli produk dengan merek terentu. Konsekuensi penggunaan produk dibagi dalam dua bentuk, yaitu konsekuensi fungsional dan konsekuensi psikologis. Konsekuensi fungsional merupakan hasil yang diperoleh konsumen secara langsung saat menggunakan produk. Konsekuensi psikologis mencakup hasil yang dapat dilihat secara fisik dan penampilan atas penggunaan sebuah produk. Konsekuensi psikologis merupakan hasil psikologis dan sosial yang didapat dari penggunaan produk. Konsekuensi psikologis meliputi penggunaan produk secara internal, hasil personal dan bagaimana perasaan yang timbul saat memakai produk. Konsumen juga pasti memiliki konsekuensi sosial saat menggunakan produk. Contohnya adalah perasaan dihargai ketika memakai sebuah produk.

Konsumen mempertimbangkan konsekuensi positif dan negatif atas penggunaan sebuah poduk. Kemungkinan mendapat keuntungan atau potensi resiko yang harus ditanggung. Keuntungan adalah konsekuensi yang diharapkan konsumen akan terjadi ketika konsumen membeli atau


(45)

menggunakan sebuah produk. Konsumen memiliki pengetahuan kognitif mengenai keuntungan dan respon afektif dari keuntungan tersebut. Pengetahuan kognitif inilah yang akan menghubungkan konsekuensi fungsional dan psikososial.

c. Tipe yang ketiga adalah nilai produk yang memuaskan konsumen. Konsumen juga memiliki pengetahuan personal tentang nilai simbolik yang akan membuatnya merasa puas dengan sebuah produk. Nilai diartikan sebagai tujuan hidup dalam cakupan luas. Nilai sering melibatkan afek emosional yang berhubungan dengan tujuan dan kebutuhan. Nilai yang terdapat pada sebuah produk akan berpengaruh pada kepuasan konsumen. Beberapa nilai tertentu merupakan central dari pembentukan self-concept.

Kesimpulannya, pengetahuan konsumen tentang produk mencakup atribut produk, konsekuensi penggunaan produk dan nilai personal. Pemasar harus memahami tentang tipe-tipe pengetahuan konsumen , khususnya yang menyangkut atribut dan konsekuensi karena keduanya akan lebih fokus pada keuntungan yang di dapat daripada memikirkan resiko yang mungkin terjadi. Masalah akan timbbul jika pemasar hanya mengetahui salah satu dari tipe pengetahuan yang dimiliki konsumen tentang produk karena tidak akan bisa mengkaitkan antara atribut, konsekuensi dan nilai.


(46)

C. HUBUNGAN PENGETAHUAN YANG DIMILIKI TENTANG PRODUK YANG AKAN DIBELI DENGAN DISONANSI PASCA PEMBELIAN

Manusia melakukan kegiatan membeli untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia yang melakukan kegiatan membeli disebut sebagai konsumen. Dalam setiap kegiatan yang dilakukannya, konsumen akan melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut antara lain pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan membeli dan tahap terakhir perilaku setelah pembelian (Kotler, 2001). Setiap tahapan tersebut akan menuntun konsumen pada kesesuaian dalam pembelian produk.

Pada tahap pencarian informasi, konsumen akan mengumpulkan berbagai informasi mengenai produk yang akan dibelinya. Informasi yang dikumpulkan tersebut akan membentuk pengetahuan tentang produk pada konsumen. Pengetahuan produk adalah pengetahuan konsumen tentang produk yang akan dibelinya (Assael, 1995). Pengetahuan produk didapatkan konsumen dari berbagai cara, seperti membaca katalog tentang produk, tulisan atau informasi yang terdapat di label, aturan pemakaian, presentasi pada saat launching produk tersebut. Selain itu konsumen bisa memperoleh informasi produk dari iklan yang ditayangkan atau disajikan di berbagai media serta pengalaman yang dirasakan oleh konsumen (stephen, 2007).

Tahap pencarian informasi merupakan tahap yang sangat penting, namun konsumen sering mengabaikan tahap ini karena selalu ingin cepat, mudah menerima dan tidak mau repot (Sembiring, 2009). Konsumen juga sering


(47)

mengalami kesalahan dalam memproses informasi. Riset menunjukkan bahwa sejumlah informasi pemasaran disalahpahami sehingga konsumen menerjemahkannya dengan tidak tepat, kebingungan, atau tidak akurat (Peter & Olson, 2002). Kondisi konsumen yang demikian, akan membuat konsumen semakin rentan dengan kekecewaan atau perasaan tidak nyaman setelah membeli produk.

Ketidaknyamanan yang dirasakan konsumen setelah proses pembelian atau biasa disebut disonansi pasca pembelian (postpurchase dissonance). Disonansi Kognitif dideskripsikan sebagai suatu kondisi yang membingungkan, yang terjadi pada seseorang ketika kepercayaan mereka tidak sejalan bersama dengan kenyataan yang ada. Kondisi ini mendorong mereka untuk merubah pikiran, perasaan dan tindakan mereka agar sesuai dengan pembaharuan. Disonansi dirasakan ketika seseorang berkomitmen pada dirinya sendiri dalam melakukan suatu tindakan yang tidak konsisten dengan perilaku dan kepercayaan mereka yang lainnya (East,1997).

D. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan diatas, maka hipotesa yang terdapat dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan pengetahuan tentang produk dengan disonansi pasca pembelian”.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Adapun variabel yang terlibat pada penelitian ini antara lain: Variabel Bebas : Pengetahuan tentang produk Variabel Tergantung : Disonansi Pasca Pembelian

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Disonansi Pasca Pembelian (postpurchase dissonance)

Disonansi pasca pembelian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perasaan tidak nyaman yang dirasakan oleh konsumen setelah melakukan pembelian terhadap suatu barang dan memakai barang tersebut tidak lebih dari satu bulan. Disonansi tersebut muncul karena ketidaksesuaian antara barang yang sesungguhnya dengan yang diperkirakan oleh konsumen..

Disonansi pasca pembelian diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan tiga dimensi disonansi kognitif menurut Sweeney, Hausknecht dan Soutar (2000), yaitu :

a. Emotional (emosi).

b. Wishdom of purchase (kebijaksanaan pembelian) c. Concern over the deal (perhatian setelah transaksi)

Tingkat disonansi yang dialami konsumen dapat dilihat melalui skor yang diperoleh konsumen dari skala yang disajikan. Jika skor pada skala yang


(49)

diperoleh konsumen tinggi maka disonansi yang dialami konsumen juga tinggi. Demikian sebaliknya, jika skor yang diperoleh konsumen rendah maka tingkat disonansi yang dialami konsumen juga akan semakin rendah.

2. Pengetahuan Produk (product knowledge)

Pengetahuan produk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen mengenai produk yang akan dibelinya. Pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen tersebut berasal dari informasi yang berhasil dikumpulkan konsumen sebelum membeli produk tersebut. Pengetahuan produk tersebut meliputi pengetahuan konsumen mengenai jenis, harga, fungsi dan hal lain yang berkenaan mengenai produk.

Skala pengetahuan tentang produk pada peneliatian ini dibuat berdasarkan tiga tipe pengetahuan tentang produk yang disebutkan oleh Hawkins, Best & Coney (1986). Yaitu :

a. Pengetahuan tentang atribut yang ada pada produk b. Keuntungan pemakaian produk (dampak pemakaian) c. Nilai produk yang memuaskan konsumen

Pengetahuan tentang produk yang dimiliki konsumen diukur dengan menggunakan skala pengetahuan tentang produk. Semakin tinggi skor yang dimiliki oleh konsumen maka semakin tinggi pula pengetahuan produk yang dimiliki oleh konsumen. Demikian juga sebaliknya, apabila skor yang diperoleh konsumen rendah hal ini berarti pengetahuan tentang produk yang dimiliki oleh konsumen rendah.


(50)

C. POPULASI, SAMPEL DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL

Masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah objek, gejala atau kejadian yang diselidiki terdiri dari semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel penelitian itu akan digeneralisasikan (Hadi, 2002).

Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah individu yang mebeli barang yang mempunyai keterlibatan tinggi. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel.

1. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Konsumen membeli produk atas keinginan sendiri

b. Konsumen membeli barang yang tidak bisa dikembalikan

c. Minimal pernah satu kali membeli barang yang mempunyai keterlibatan yang tinggi dengan konsumen

d. Tidak lebih satu bulan sejak konsumen membeli atau memakai sebuah produk

2. Teknik Pengambilan Sampel

Adapun upaya untuk memperoleh sampel penelitian dalam penelitian ini, digunakan teknik incidental sampling, dimana hanya individu-individu atau


(51)

kelompok-kelompok yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja yang diselidiki (Hadi, 2002).

3. Jumlah Sampel Penelitian

Mengenai jumlah sampel tidak ada batasan mengenai berapa jumlah ideal sampel penelitian, seperti yang dikatakan Siegel (1997) bahwa kekuatan tes statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Jumlah total dalam penelitian adalah 200 orang. Dengan perincian 120 untuk uji coba dan 80 orang untuk penelitian. 380 orang subjek diharapkan dapat mewakili karakteristik dan sifat-sifat populasinya.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2002). Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode skala.

1. Metode Skala

Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2006).

Menurut Azwar (2006) karakteristik dari skala psikologi yaitu:

a. Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan


(52)

b. Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk aitem, maka skala psikologi selalu banyak berisi aitem-aitem

c. Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Hanya saja jawaban yang berbeda diinterpretasikan secara berbeda pula.

Hadi (2002) mengemukakan bahwa skala psikologis mendasarkan diri pada laporan–laporan pribadi (self report). Selain itu skala psikologis memiliki kelebihan dengan asumsi sebagai berikut:

a. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

b. Apa yang dikatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

c. Interpretasi subjek tentang pernyataan–pernyataan yang diajukan sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.

Selain itu metode skala psikologis digunakan dalam penelitian atas dasar pertimbangan:

a. Metode skala psikologis merupakan metode yang praktis.

b. Dalam waktu yang relatif singkat dapat dikumpulkan data yang banyak. c. Metode skala psikologis merupakan metode yang dapat menghemat tenaga


(53)

Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert. Penskalaan ini merupakan model penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar, 2006).

2. Skala Disonansi Pasca Pembelian

Skala disonansi pasca pembelian disusun berdasarkan tiga dimensi disonansi kognitif menurut Sweeney, Hausknecht dan Soutar (2000), yaitu :

a. Emotional (emosi)

Dimensi emosional meliputi kondisi psikologis konsumen setelah melakukan pembelian sebuah produk. Kondisi psikologis yang dimaksud mencakup perasaan, kecemasan, dan pertanyaan yang meragukan tindakan membeli yang dilakukan konsumen.

b. Wishdom of purchase (kebijaksanaan pembelian)

Dimensi kebijakan pembelian merupakan dimensi yang mencakup kecemasan yang dirasakan konsumen mengenai ketepatan dalam pemilihan produk yang dibelinya.

c. Concern over the deal (perhatian setelah transaksi)

Dimensi yang ketiga ini berkaitan dengan interaksi konsumen dengan tenaga penjual. Meliputi perasaan dipengaruhi pada diri konsumen yang membuat konsumen tidak begitu yakin dengan barang yang dibelinya. Tabel 1


(54)

Dimensi Nomor Aitem Total

Favorabel Unfavorabel Jumlah

Emosi 1, 6, 10, 15, 22, 28,

31, 35, 37

8, 13, 19, 26 13

Kebijaksanaan pembelian 4, 12, 16, 20, 24, 37 2, 7, 11, 17, 25, 32 12 Perhatian setelah transaksi 3, 9, 14, 23, 30, 33,

34, 36

5, 18, 21, 27, 29 13

Total 23 15 38

Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan

favorabel dan unfavorabel, dimana subjek diberikan lima alternatif pilihan yaitu

Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk aitem yang favorabel, pilihan SS akan mendapatkan skor lima, pilihan S akan mendapatkan skor empat, pilihan N akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang unfavorabel pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua, pilihan N akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor empat, dan pilihan STS akan mendapatkan skor lima.


(55)

Skala pengetahuan produk (product knowledge) disusun berdasarkan tipe-tipe pengetahuan produk yang diungkapkan oleh Hawkins, Best & Coney (1986). Yaitu :

a. Pengetahuan tentang atribut yang ada pada produk

Meliputi pengetahuan yang dimiliki konsumen mengenai komposisi produk, kemasan produk, model produk, dan perasaan subjektif seperti perasaan nyaman saat menggunakan produk

b. Keuntungan pemakaian produk (dampak pemakaian)

Keuntungan yang didapat saat memakai produk meliputi perasaan dihargai, menaikkan kelas sosial, dan perasaan bangga saat memakai produk

c. Nilai produk yang memuaskan konsumen

Nilai yang dimaksud dalam tipe pengetahuan ini adalah nilai yang melekat pada suatu barang yang berhubungan dengan produk. Kepercayaan dan perasaan tentang diri, kejadian penting dalam hidup, dan status keberadaan yang diinginkan.

Tabel 1

Dimensi

Distribusi Aitem-aitem Skala Pengetahuan Tentang Produk

Nomor Aitem Total

Favorabel Unfavorabel Jumlah

Pengetahuan tentang atribut yang ada pada produk

1, 5, 10, 16, 22, 31, 35

7, 18, 21, 27, 32, 37


(56)

Keuntungan pemakaian produk

4, 11, 15, 19, 24, 28, 30, 33, 36

2, 9, 13, 26, 38 14

Nilai produk yang memuaskan konsumen

6, 14, 17, 20, 23, 25, 29

3, 8, 12, 34 11

Total 13 15 38

Setiap dimensi-dimensi di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan favorabel dan unfavorabel, dimana subjek diberikan lima alternatif pilihan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk aitem yang favorabel, pilihan SS akan mendapatkan skor lima, pilihan S akan mendapatkan skor empat, pilihan N akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang unfavorabel pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua, pilihan N akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor empat, dan pilihan STS akan mendapatkan skor lima.

E. UJI VALIDITAS, DAYA BEDA ITEM DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

Tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran (Azwar, 2006). Uji coba skala dilakukan dengan menyebarkan skala kepada responden uji coba yang memiliki


(57)

karakteristik hampir sama dengan karakteristik subjek penelitian. Berdasarkan daya beda item dengan menggunakan pearson product moment yang diperoleh melalui analisa data dengan menggunakan SPSS version 12.0 for windows. Item yang memiliki daya beda cukup tinggi akan dihitung reliabilitasnya dengan menggunakan reliabilitas koefisien alpha yang diperoleh melalui analisis data dengan menggunakan SPSS version 12.0 for windows. Item-item dalam skala yang memiliki daya beda cukup tinggi dan reliabel akan digunakan untuk mengukur pengetahuan tentang produk dan disonansi pasca pembelian.

1. Uji Validitas

Azwar (2000) mendefinisikan validitas tes atau validitas alat ukur adalah sejauh mana tes itu mengukur apa yang dimaksudkannya untuk diukur, artinya derajat fungsi mengukurnya suatu tes atau derajat kecermatan suatu tes. Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat alat ukur berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi (content

validity).

Validitas isi menunjukkan sejauh mana item-item yang dilihat dari isinya dapat mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Validitas isi alat ukur ditentukan melalui pendapat professional (professional judgement) dalam proses telaah soal sehingga aitem-aitem yang telah dikembangkan memang mengukur (representatif bagi) apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2000).


(58)

Setelah melakukan validitas isi kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji daya beda item. Uji daya beda item dilakukan untuk melihat sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur (Azwar, 2000). Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi item total yang dapat dilakukan dengan menggunakan formula koefisien korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2000). Uji daya beda item ini akan dilakukan pada alat ukur yang dalam penelitian ini adalah skala pengetahuan tentang produk dan proses pengambilan keputusan membeli.

3. Uji Reliabilitas Alat Ukur

Pengujian reliabilitas terhadap hasil skala dilakukan bila item-item yang terpilih lewat prosedur analisis item telah dikompilasi menjadi satu. Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal (Cronbach’s alpha coeffecient), yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antaritem atau antarbagian dalam skala. Teknik ini dipandang ekonomis dan praktis (Azwar, 2000).

Penghitungan koefisien reliabilitas dalam uji coba dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 12.0 For Windows.


(1)

4

Saya merasa bangga memakai produk yang

saya beli

5

Desain produk ini sesuai dengan yang saya

ketahui

6

Produk yang saya beli sesuai dengan

kepribadian saya

7

Saya tidak menyadari keunikan produk yang

saya beli sebelumnya

8

Produk tersebut membuat saya merasa rendah

9

Produk yang saya beli cukup merepotkan

10

layanan yang saya butuhkan ada pada produk

yang saya beli

11

Produk ini cukup mudah dioperasikan

12

Saya merasa produk yang saya beli sesuai

untuk kelas sosial saya

13

Produk yang saya beli adalah produk yang

pasaran

14

Produk yang saya beli membuat saya nyaman

dengan diri saya

15

Produk yang saya beli cukup membantu saya

melakukan pekerjaan

16

Produk yang saya beli punya keunikan

tersendiri

17

Saya merasa produk yang saya beli sesuai

untuk kelas sosial saya

18

Saya mengetahui keunikan produk yang saya

beli setelah memakai produk tersebut


(2)

merek terkenal

20

Produk yang saya beli cocok untuk

orang-orang seperti saya

21

Saya tidak menyadari bahwa merek tersebut

telah meluncurkan banyak produk yang lebih

menarik

22

Model produk yang saya beli sesuai dengan

trend sekarang

23

Produk yang saya beli menjadi penyemangat

tersendiri

24

Tidak semua orang bisa mendapatkan produk

seperti yang saya beli

25

Produk yang saya beli adalah produk yang

mencerminkan diri saya

26

Tidak banyak yang tahu tentang produk yang

saya beli

27

Pengetahuan saya tentang kualitas produk

yang saya beli tidak memadai

28

Saya merasa orang-orang memperhatikan

ketika saya menggunakan produk bermerek

terkenal

29

Saya merasa nyaman dengan produk yang saya

beli

30

Produk ini membuat saya semakin percaya diri

31

Saya tau bahwa produk yang saya beli punya

desain lain yang lebih elegan

32

Ternyata layanan yang saya butuhkan tidak

ada dalam produk yang saya beli


(3)

33

Produk yang saya beli dapat menaikkan status

sosial saya

34

Saya tidak begitu tahu mengenai model dari

produk yang saya beli

35

Bentuk produk yang saya beli sesuai dengan

keinginan saya

36

produk yang saya beli membuat saya tetap

dihargai dalam pergaulan

37

Sebelumnya saya tidak tahu bahwa produk

yang saya beli punya warna lain yang lebih

menarik

38

Butuh waktu lama bagi saya untuk memahami

penggunaan produk yang saya beli


(4)

GAMBARAN SUBJEK

PENELITIAN

No. Usia Jenis

Kelamin

Skor Disonansi pasca pembelian

Skor

pengetahuan tentang produk

Kategori Pengetahuan tentang produk

Penghasilan /bulan

1. 26 Pria 97 139 Netral Rp. 2.000.000

2. 30 Wanita 93 142 Netral Rp. -

3. 30 Pria 94 151 Netral Rp. 3.000.000

4. 31 Wanita 93 148 Netral Rp. 500.000

5. 35 Pria 94 150 Netral Rp. 600.000

6. 28 Wanita 94 148 Netral Rp. 2.500.000

7. 19 Wanita 97 162 Positif Rp. 200.000

8. 20 Wanita 90 150 Netral Rp. -

9. 25 Pria 88 151 Netral Rp. -

10. 25 Wanita 109 163 Positif Rp. 1200.000

11. 35 Wanita 97 153 Positif Rp. -

12. 37 Pria 96 147 Netral Rp. 2.000.000

13. 40 Wanita 86 158 Positif Rp. 1.250.000

14. 40 Wanita 99 151 Netral Rp. 750.000

15. 35 Wanita 87 140 Netral Rp. 2.000.000

16. 32 Wanita 93 145 Netral Rp. 2.100.000

17. 30 Pria 91 147 Netral Rp. 2.250.000


(5)

19. 50 Wanita 80 152 Netral Rp. 800.000

20. 47 Pria 94 148 Netral Rp. 2.000.000

21. 33 Wanita 89 151 Netral Rp. 2.000.000

22. 31 Wanita 97 169 Positif Rp. 2.000.000

23. 40 Wanita 99 159 Positif Rp. 2.000.000

24. 18 Wanita 97 166 Positif Rp. 2.000.000

25. 15 Wanita 92 149 Netral Rp. 2.000.000

26. 28 Pria 94 144 Netral Rp. 2.000.000

27. 30 Pria 96 151 Netral Rp. 2.000.000

28. 22 Wanita 104 169 Positif Rp. 2.000.000

29. 16 Wanita 97 154 Positif Rp. 2.000.000

30. 42 Wanita 88 144 Netral Rp. 2.000.000

31. 41 Wanita 95 152 Netral Rp. 2.000.000

32. 50 Wanita 90 149 Netral Rp. 2.000.000

33. 49 Pria 97 155 Positif Rp. 2.000.000

34. 33 Wanita 95 143 Netral Rp. 2.000.000

35. 32 Wanita 103 155 Positif Rp. 2.000.000

36. 36 Wanita 96 160 Positif Rp. 2.000.000

37. 36 Pria 97 150 Netral Rp. 2.000.000

38. 36 Wanita 96 153 Positif Rp. 2.000.000

39. 37 Wanita 93 152 Netral Rp. 2.000.000

40. 40 Wanita 93 152 Netral Rp. 2.000.000

41. 26 Pria 82 156 Positif Rp. 2.000.000

42. 27 Wanita 95 153 Positif Rp. 2.000.000

43. 28 Wanita 89 151 Netral Rp. 2.000.000

44. 17 Wanita 95 153 Positif Rp. 2.000.000

45. 45 Wanita 104 164 Positif Rp. 2.000.000

46. 45 Pria 85 153 Positif Rp. 2.000.000

47. 42 Pria 96 144 Netral Rp. 2.000.000

48. 41 Pria 85 124 Netral Rp. 2.000.000

49. 36 Pria 93 139 Netral Rp. 2.000.000

50. 35 Wanita 97 152 Netral Rp. 2.000.000

51. 30 Wanita 100 153 Positif Rp. 2.000.000

52. 20 Wanita 90 154 Positif Rp. 2.000.000

53. 22 Pria 90 143 Netral Rp. 2.000.000

54. 23 Wanita 95 152 Netral Rp. 2.000.000

55. 22 Wanita 98 147 Netral Rp. 2.000.000

56. 23 Pria 101 160 Positif Rp. 1.300.000

57. 21 Wanita 94 150 Netral Rp. -

58. 18 Wanita 100 153 Positif Rp. 750.000

59. 50 Pria 96 150 Netral Rp. 3.600.000

60. 51 Wanita 93 141 Netral Rp. 700.000

61. 42 Wanita 100 150 Netral Rp. 2.500.000

62. 40 Pria 93 152 Netral Rp. 3.000.000

63. 38 Pria 97 149 Netral Rp. 2.300.000

64. 39 Wanita 96 161 Positif Rp. 1.800.000


(6)

67. 32 Pria 102 175 Positif Rp. 3.000.000

68. 35 Wanita 90 143 Netral Rp. 500.000

69. 35 Wanita 100 161 Positif Rp. 320.000

70. 33 Wanita 82 153 Positif Rp. 2.100.000

71. 22 Wanita 99 154 Positif Rp. 900.000

72. 28 Wanita 96 153 Positif Rp. 1.800.000

73. 26 Pria 95 148 Netral Rp. 2.300.000

74. 26 Pria 94 170 Positif Rp. 600.000

75. 29 Wanita 94 165 Positif Rp. 1.300.000

76. 29 Wanita 91 142 Netral Rp. 2.000.000

77. 30 Wanita 91 158 Positif Rp. 2.800.000

78. 35 Pria 93 153 Positif Rp. 2.000.000

79. 35 Wanita 101 144 Netral Rp. 3.500.000

80. 34 Wanita 98 155 Positif Rp. 600.000

81. 17 Wanita 90 153 Positif Rp. -

82. 23 Wanita 98 153 Positif Rp. 200.000

83. 24 Wanita 93 148 Netral Rp. 1.200.000

84. 26 Wanita 91 141 Netral Rp. 2.300.000

85. 26 Wanita 101 163 Positif Rp. 1.500.000

86. 29 Pria 100 159 Positif Rp. 1.500.000

87. 33 Wanita 88 152 Netral Rp. 1.200.000

88. 27 Pria 95 152 Netral Rp. 2.200.000

89. 34 Wanita 89 157 Positif Rp. -

90. 33 Wanita 96 142 Netral Rp. -

91. 45 Pria 89 145 Netral Rp. 400.000

92. 46 Wanita 99 158 Positif Rp. 500.000

93. 29 Wanita 97 163 Positif Rp. -

94. 17 Pria 86 154 Positif Rp. 600.000

95. 52 Pria 92 152 Netral Rp. 1.100.000

96. 40 Wanita 84 153 Positif Rp. 2.200.000

97. 42 Wanita 100 163 Positif Rp. 2.300.000

98. 45 Pria 95 147 Netral Rp. 1.800.000

99. 39 Pria 83 119 Netral Rp. 1.000.000