Selain itu terdapat batuan sedimen di bagian utara yang awalnya merupakan kubah, terutama terdiri dari batuan debu calcareous. Di daerah sekitar
TNGHS terdapat hal yang menarik dan luar biasa yaitu adanya kandungan emas dan perak. Biji emas dan perak mungkin terangkat pada saat timbulnya kubah
bawah pertama yang menghasilkan retakan-retakan tegangan yang kemudian terisi oleh batuan kuarsa, seperti yang ditemukan di DAS Ciburial dan Cihara.
Jenis tanah di kawasan TNGHS terdiri atas 12 tipe tanah dan dapat digolongkan menjadi 2 kelompok, yaitu andosol dan latosol. Untuk tujuan
pertanian, tanah di kawasan TNGHS mempunyai kesuburan kimiawi yang minim sampai cukup, namun sifat-sifat fisikanya cukup bagus. Tanah dan batuannya
dapat dikatakan mempunyai porositas dan permeabilitas yang baik sebagai daerah tangkapan dan peka terhadap erosi. Tekstur tanah umumnya didominasi oleh
partikel seukuran debu yang mudah tercuci. Sifat-sifat tanah juga menunjukkan sifat vulkanik tua yang perkembangan tanahnya menunjukkan adanya evolusi
tanah dari vulkanik tua yang sebenarnya sedang mengalami proses transisi dari andosol dan latosol.
Kawasan TNGHS memiliki fungsi vital sebagai daerah tangkapan air yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat beberapa kabupaten disekitarnya.
Banyak sungai yang berasal dari kawasan ini yang bermuara ke Laut Jawa di utara maupun Samudera Indonesia di selatan.Di bagian utara Gunung Halimun terdapat
tiga sungai penting, yaitu sungai Ciberang Ciujung, sungai Cidurian dan Cikaniki Cisadane. Sungai-sungai ini mengalir melintasi Jakarta dan Serang. Di
sebelah selatan mengalir sungai Cisukawayana, Cimaja, dan Cibareno yang bermuara di pantai Pelabuhan Ratu dan di sebelah timur terdapat sungai Citarik.
3.4 Iklim
Menurut Klasifikasi Schmidt dan Ferguson iklim di wilayah kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS dan sekitarnya tergolong ke
dalam tipe iklim B, dengan perbandingan antara rata-rata bulan kering dan bulan basah, Q = 24,7, yaitu tipe iklim tanpa musim kering dan tergolong ke dalam
hutan hujan tropika yang selalu basah. Variasi curah hujan rata-rata yang terjadi di
TNGHS berkisar antara 4.000 – 6.000 mmtahun. Suhu rata-rata harian berkisar
antara 20° - 30° C dengan kelembaban rata-rata berkisar antara 5 – 6 .
3.5 Flora dan Fauna
Flora yang ada di setiap tipe ekosistem di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS, adalah sebagai berikut :
a. Ekosistem Hutan Hujan Tropis Pegunungan Zona Collin. Ekosistem TNGHS merupakan hutan hujan tropis pegunungan yang terluas di Pulau Jawa.
Kawasan ini juga merupakan habitat berbagai jenis satwa, tumbuhan dan jasad renik. Pada ketinggian 500
– 1000 mdpl Zona Collin, jenis tumbuhannya antara lain : rasamala Altingia exelsa, puspa Schima wallichii, saninten
Castanopsis javanica, kiriung anak Castanopsis acuminatissima, dan pasang Quercus gemeliflora.
b. Hutan Hujan Tropis Pegunungan Zona Sub Montana. Pada ketinggian 1.000 –
1.400 mdpl Zona Sub Montana, terdapat beberapa jenis seperti Acer laurinum, ganitri Elaocarpus ganitrus, Eurya acuminatissima, buni
Antidesma bunius, beringin Ficus spp, kayu manis Cinnamomum sp, kileho Saurauia pendula, dan kimerak Weinmania blumei.
c. Hutan Hujan Tropis Pegunungan Zona Montana. Pada ketinggian di atas 1.500 mdpl Zona Montana didominasi oleh jenis-jenis Podocarpus seperti
kibima Podocarpus blumei, kiputri Podocarpus imbricaus, dan jamuju Dacrycarpus imbricatus.
Disamping jenis-jenis tersebut, terdapat sekitar 75 jenis anggrek yang diantaranya merupakan jenis langka seperti Bulbophylum binnendykii,
Bulbophylum agustifolium,
Cymbidium ensifolium,
dan Dendrobium
macrophyllum. Beberapa jenis flora endemik di kawasan ini, antara lain Dipterocarpus hasseltii, dan Neesia altisima.
Di dalam kawasan TNGHS terdapat habitat dari berbagai jenis satwa langka dan dilindungi. Jenis-jenis satwa yang hidup di kawasan ini, yaitu owa
jawa Hylobates
moloch, surili Presbytis comata, lutung
budeng
Trachypihecus auratus, kancil Tragulus javanicus, kijang Muntiacus muntjak, macan tutul Panthera pardus, dan anjing hutan Cuon alpinus.
Kawasan ini juga memiliki keanekaragaman jenis burung. Terdapat kurang lebih 204 jenis burung dan 90 jenis diantaranya merupakan burung yang menetap
serta 35 jenis merupakan jenik endemik di Jawa termasuk burung elang jawa Spizaetus bartelsi. Selain itu terdapat dua jenis burung yang terancam punah
yaitu burung cica matahari Crocias albonotatus, dan burung poksai Garrulax rufifrons. Burung elang jawa yang identik dengan lambang negara Indonesia
burung garuda, cukup banyak dijumpai di kawasan ini.
3.6 Sosial Ekonomi Masyarakat