Teknologi penginderaan jauh sangat bermanfaat dalam menjawab permasalahan deteksi degradasi hutan. Kemampuan teknologi ini dapat
menjangkau wilayah yang luas, resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik dan resolusi temporal yang baik serta efisien dalam penggunaannya.
Kemampuan teknologi citra Landsat dapat digunakan untuk deteksi indikator degradasi hutan diantaranya volume, luas bidang dasar, kerapatan tegakan, LAI,
kerapatan kanopi dan crown indicator. Perkembangan metode deteksi saat ini adalah dikenalnya metode change detection. Terdapat 4 metode klasifikasi
penutup lahan yaitu forest canopy density, maximum likelihood, fuzzy dan belief dempster shafer. Metode fuzzy dan belief menggunakan pendekatan bahwa kelas
penutup lahan tertentu tidak dapat diklasifikasikan secara tepat dengan angka kelas interval pada nilai piksel citra. Terdapat kelas penutup lahan yang
mempunyai interval yang samar atau fuzzy. Metode-metode tersebut membutuhkan pengujian untuk dapat menghasilkan
metode deteksi degradasi hutan yang lebih detil. Berdasarkan hasil akhir dari klasifikasi di atas maka menghasilkan data kelas perubahan kerapatan hutan
sebagai indikator degradasi hutan. Hasil uji akurasi yang terbaik dengan kriteria degradasi hutan di lapangan dengan metode klasifikasi tersebut merupakan
novelty penelitian ini. Penelitian tentang kajian metode deteksi degradasi hutan yang mampu menghasilkan informasi degradasi hutan terdiri dari kelas yang detil
dan akurat belum pernah dilakukan di hutan lahan kering Indonesia. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka penelitian ini akan membangun metode terbaik
untuk deteksi degradasi di hutan lahan kering studi kasus di TNGHS. Kerangka pemikiran disajikan di Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Kebutuhan metode MRV mendukung REDD
DEFORESTASI INDONESIA 1,1JtTH 2003-2006 DEPHUT 2008
Monitoring menggunakan
teknologi SIG dan Inderaja
Teknologi satelit Landsat -
Resolusi spasial -
Resolusi radiometrik
- Resolusi spektral
- Resolusi temporal
Variasi degradasi hutan: -
Volume m
3
Ha -
Lbds m
2
Ha -
Kerapatan tegakan batangHa
- LAI
- Crown indicator
- Kerapatan kanopi
Pengembangan metode deteksi degradasi
Kemampuan deteksi degradasi
Metode terbaik deteksi degradasi hutan
Variasi informasi pada piksel citra
Perlu kelas yang rasional, mudah diukur dan konsisten
Koinsidensi Variasi informasi tegakan
Perlu membangun kategori kelas piksel
2. METODE PENELITIAN
Metode penelitian berisi langkah-langkah kerja yang tersusun secara sistematis untuk menyelesaikan penelitian. Pada bagian ini disajikan waktu dan
tempat penelitian, bahan dan alat, prosedur penelitian, dan analisis data.
2.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di kawasan hutan Gunung Surandil dan Gunung Pangkulahan TNGHS, yang terletak di Kecamatan Cisolok Kabupaten
Sukabumi Gambar 2. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Juli 2010 sampai dengan Desember 2010.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
2.2 Data, Software, Hardware dan Alat
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a.
Citra digital Landsat ETM7+ tanggal 6 Juni 2003, TM5 tanggal 26 September 2007, dan TM5 tanggal 5 Agustus 2008, dan citra Quickbird 2006.
b. Peta Rupabumi Indonesia Skala 1:25.000 daerah TNGHS.
Software , hardware dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a.
Satu perangkat komputer dan printer. b.
Perangkat lunak SIG ARCView 3.3 dan pemrosesan citra digital Envi v 4.1 dan Idrisi, FCD Mapper Versi 2.
c. Seperangkat alat untuk pengukuran di lapangan: GPS, Kompas, diameter tape,
roll meter, clinometers, tally sheet, kamera fisheye.
2.3 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah tahapan penelitian yang terdiri dari: 1.
Tahap persiapan alat yang dilakukan adalah dengan mempersiapkan hardware dan software ARC View, Envi, Idrisi dan FCD Mapper yang akan digunakan
untuk pengolahan data. Sedangkan tahap pengumpulan data awal meliputi penelusuran peta, citra satelit dan data sekunder yang akan digunakan melalui
metode pencarian melalui situs internet dan instansi TNGHS, Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan.
2. Kerja Laboratorium Penginderaan Jauh dan SIG. Tahapan dalam proses ini
adalah : a.
Pra pengolahan citra Landsat TM dan ETM b.
Melakukan ektsraksi citra Landsat dengan 4 metode klasifikasi untuk menghasilkan peta kerapatan hutan dan perubahan kerapatan hutan
degradasi. 3.
Kerja lapangan Tahap ini adalah melakukan uji akurasi terhadap klasifikasi kerapatan hutan
dengan keadaan di lapangan 4.
Pembuatan laporan hasil penelitian.
2.4 Pengolahan Citra
2.4.1 Pra Pengolahan Citra
Penelitian ini menggunakan citra satelit Landsat yang direkam pada tahun 2003, 2007 dan 2008. Saluran atau band yang digunakan adalah kanal 1, kanal 2,
kanal 3, kanal 4, kanal 5, kanal 6 dan kanal 7. Informasi yang dihasilkan oleh citra Landsat TM memegang peranan penting dalam penelitian ini. Kesalahan citra
Landsat karena faktor eksternal pada saat perekamannya memerlukan koreksi radiometrik dalam penelitian ini. Kesalahan radiometrik dihilangkan dan atau
diminimalisir dengan melakukan koreksi radiometrik pada awal pemrosesan. Sementara itu kesalahan geometri diakibatkan adanya sistem orbital satelit yang
polar, pengaruh kelengkungan bumi, grafitasi dan topografi dikoreksi menggunakan referensi peta topografi dengan menggunakan titik kontrol-titik
kontrol yang akurat. Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
A. Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik yang paling mendasar adalah penempatan kembali posisi piksel sedemikian rupa sehingga posisi piksel terkoreksi secara planimetris.
Tahapan koreksi geometrik ini adalah sebagai berikut : a. Penentuan sistem koordinat, proyeksi dan datum sistem koordinat yang dipilih
untuk koreksi ini adalah Universal Tranverse Mercator UTM dengan proyeksi yang digunakan adalah UTM 48 zone selatan. Pemilihan proyeksi
ini disesuaikan dengan pembagian area pada sistem UTM, dimana Jawa Barat termasuk wilayah TNGHS berada pada zona South UTM row 48, sedangkan
datum yang digunakan adalah World Geografic System 84 WGS 84. Tahapan ini bertujuan untuk mendefinisikan informasi yang akan digunakan
dalam proses koreksi selanjutnya. b. Pemilihan titik-titik kontrol lapangan Ground Control PointGCP
Pemilihan titik-titik kontrol lapangan dilakukan dengan mengidentifikasi objek-objek yang tersebar merata pada seluruh citra, relatif permanen, dan
tidak berubah dalam kurun waktu yang lama. Objek-objek yang dijadikan