Pengolahan Citra Detection method of forest degradation using landsat satelite image at dry land forest in Gunung Halimun Salak National Park

titik-titik kontrol lapangan tersebut adalah perpotongan jalan, sungai dan yang lainnya. c. Perhitungan Root Mean Squared Error RMSE setelah GCP terpilih. Selanjutnya dihitung akar dari kesalahan rata-rata kuadrat. Dianjurkan agar RMSE bernilai lebih kecil dari 0,5 piksel. Pada penelitian ini citra Landsat ETM7+ tahun 2003 telah terkoreksi geometrik. Citra Landsat TM 5 tahun 2007 dan 2008 belum terkoreksi geometrik sehingga dilakukan proses koreksi image to image dengan referensi citra tahun 2003. Pada Tabel 1 dan 2 dapat dilihat titik control yang digunakan dan RMSE dalam proses koreksi geometrik. Pada Tabel 1 ini didapatkan rata-rata RMSE seluruh titik kontrol pada citra tahun 2007 adalah 0.39. RMSE tersebut sudah dibawah 0.5 sehingga dapat dikatakan bahwa citra telah terkoreksi dengan baik. Pada Tabel 2 yang merupakan titik kontrol untuk citra tahun 2008 didapatkan RMSE 0.37 sehingga citra tahun 2008 dapat digunakan pada proses selanjutnya karena telah terkoreksi geometrik. Tabel 1 Titik kontrol pada citra Landsat tahun 2007 dalam koreksi geometrik No Citra 2007 Citra 2003 Error RMSE X Y X Y X Y 1 1164,25 512,75 830,25 624,00 0,05 0,54 0,54 2 457,25 233,50 119,50 347,50 0,07 -0,01 0,07 3 823,75 784,50 488,50 897,25 -0,03 -0,22 0,22 4 1647,00 1673,00 1309,50 1786,00 -0,13 -0,02 0,13 5 841,50 1838,00 506,75 1950,25 -0,20 -0,13 0,23 6 1572,25 1971,50 1233,75 2085,50 -0,21 -0,54 0,58 7 2296,75 882,00 1964,00 992,50 0,18 -0,07 0,20 8 1651,75 1055,50 1317,00 1168,00 0,16 -0,81 0,82 9 2262,25 479,75 1933,25 588,50 -0,06 0,15 0,16 10 2152,00 2012,25 1810,00 2126,75 -0,05 0,20 0,20 11 430,00 1900,50 96,75 2011,50 0,27 0,41 0,49 12 766,25 607,50 430,75 720,25 -0,05 -0,02 0,05 13 2163,00 1751,25 1822,75 1864,50 0,29 0,52 0,60 14 1708,50 771,75 1375,75 882,75 -0,30 0,00 0,30 Total RMSE 0,39 Tabel 2 Titik Kontrol pada citra landsat tahun 2008 dalam koreksi geometrik No Citra 2008 Citra 2003 Error RMSE X Y X Y X Y 1 1475,50 659,75 1295,00 610,00 -0,33 -0,54 0,63 2 1708,25 771,75 1541,50 685,75 -0,24 -0,24 0,34 3 1163,25 513,00 964,00 511,00 -0,08 0,11 0,13 4 392,50 884,00 254,75 994,25 0,07 0,12 0,14 5 317,50 1790,50 316,25 1901,75 -0,02 0,10 0,10 6 766,25 1910,75 775,75 1954,50 0,19 0,03 0,19 7 1660,50 1791,25 1639,50 1704,00 -0,36 0,04 0,36 8 2187,00 1891,75 2171,75 1726,00 0,00 0,03 0,03 9 2317,00 928,00 2166,00 749,50 -0,11 -0,03 0,29 10 1406,50 985,00 1272,25 942,25 0,80 0,50 0,80 11 819,50 769,50 660,50 817,00 0,16 -0,07 0,18 12 2215,50 767,50 2043,00 604,50 0,07 0,51 0,52 13 100,25 1325,75 32,50 1474,75 -0,34 -0,01 0,34 14 1321,00 863,00 1171,00 833,75 -0,13 0,44 0,46 15 1677,25 1106,75 1558,00 1022,50 0,23 0,01 0,23 16 928,25 1575,50 886,25 1599,00 0,08 -0,33 0,34 Total RMSE 0,37 Citra hasil koreksi yang akurat ini sangat bermanfaat dalam proses change detection. Kesalahan dalam koreksi geometrik dapat mengakibatkan kesalahan dalam identifikasi perubahan nilai piksel. Piksel yang seharusnya berposisi pada satu lokasi tertentu tetapi dapat berposisi di tempat lain akibat ketidakakuratan dalam koreksi geometri. Ketidakakuratan dalam posisi piksel akan berakibat pula pada kesalahan dalam hasil klasifikasi citra sehingga terjadi bias dalam proses change detection. Gambar 3 menunjukkan citra Landsat tahun 2007 dan tahun 2008 sebelum koreksi geometrik dan setelah koreksi geomterik. Perbedaan citra sebelum dan setelah koreksi geometrik adalah posisi koordinat yang sudah sesuai dengan posisi sebenarnya di lapangan. a b d c Gambar 3 Citra tahun 2007: a sebelum koreksi geometrik; b setelah koreksi geometrik dan citra tahun 2008: c sebelum koreksi geometric; d setelah koreksi geometrik B. Koreksi Radiometrik Koreksi radiometrik ditujukan untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang seharusnya yang biasanya mempertimbangkan faktor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahan utama. Efek atmosfer menyebabkan nilai pantulan obyek dipermukaan bumi yang terekam oleh sensor menjadi bukan merupakan nilai aslinya khususnya pada gelombang yang lebih pendek, tetapi menjadi lebih besar oleh karena adanya hamburan atau lebih kecil karena proses serapan. Penelitian ini menggunakan citra satelit Landsat yang direkam pada tahun ETM7+ 2003, TM5 2007 dan 2008. Saluran atau band yang digunakan adalah kanal 1, kanal 2, kanal 3, kanal 4, kanal 5, kanal 6 dan kanal 7. Citra Landsat dalam setiap perekamannya mempunyai kualitas gangguan radiometrik yang berbeda-beda. Informasi yang dihasilkan oleh citra satelit Landsat TM memegang peranan penting dalam penelitian ini. Metode yang digunakan dalam koreksi ini adalah dengan menggunakan multiple-date image normalization dari obyek yang tidak mengalami perubahan yaitu pseudo-invariant featuresPIF. Obyek yang tidak mengalami perubahan tersebut adalah tubuh air yang dalam deep water body, tanah terbuka yang kering bare soil dan atap bangunan yang luas Jensen 2005. Proses koreksi radiometrik ini mutlak harus dilakukan dalam penelitian ini karena menggunakan data temporal. Metode ini menggunakan citra yang mempunyai kualitas yang baik sebagai acuan untuk mengkoreksi radiometrik citra yang lain. Berdasarkan citra tahun 2003, 2007 dan 2008 maka kualitas yang paling baik adalah citra tahun 2007 sehingga citra ini dipilih sebagai citra acuan. Citra tahun 2007 dipilih karena bersih dari liputan awan dan tidak terdapat efek haze. Selanjutnya dipilih obyek air dan bangunan pada citra tahun 2007 untuk dibuat hubungan regresi linier untuk mengoreksi citra tahun 2003 dan 2008. Pemilihan obyek air didasarkan bahwa obyek air merupakan obyek yang tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pemilihan obyek bangunan dipastikan bahwa bangunan tersebut dari tahun 2003 sampai dengan 2008 tidak mengalami perubahan. Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan hubungan matematis koreksi citranya. Tabel 3 Hubungan regresi linier koreksi citra tahun 2003 berdasarkan PIFs dengan acuan citra tahun 2007. Citra Band Slope y-Intercept r 2 2003 1 0,816873 48,30617 0,70 2 0,570919 24,15057 0,64 3 0,607471 19,93705 0,73 4 0,902614 -2,36399 0,85 5 0,742671 14,13528 0,85 7 0,526694 23,62185 0,74 Tabel 4 Hubungan regresi linier koreksi citra tahun 2008 berdasarkan PIFs dengan acuan citra tahun 2007. Citra Band Slope y-Intercept r 2 2008 1 1,8105 38,8244 0,76 2 1,1839 13,4719 0,77 3 1,3762 8,9178 0,82 4 1,2908 -35,1956 0,90 5 1,1726 -15,5406 0,95 7 1,3941 -20,6281 0,95 Citra hasil koreksi dan sebelum koreksi radiometrik akan mempunyai nilai histogram yang berbeda. Gambar 4 dan 5 menunjukkan histrogram pada citra tahun 2003 dan 2008 sebelum dan setelah di koreksi radiometrik dengan acuan citra tahun 2007. Hasil koreksi ini bermanfaat agar tidak terjadi perbedaan nilai piksel yang kontras antara citra satu dengan yang lain. Perbedaan nilai piksel yang kontras antara citra satu dengan yang lain dapat berakibat perbedaan nilai piksel pada obyek yang keadaan di lapangan tidak berubah selama kurun waktu tertentu.Obyek air yang dalam di laut dalam pada citra tahun 2003, citra 2007 dan 2008 harus mempunyai nilai piksel yang sama. Gambar 6 sampai dengan 8 adalah citra komposit RGB543 daerah Gunung Pangkulahan dan Gunung Surandil yang akan digunakan untuk klasifikasi. f l e k d j c i b h a g Gambar 4 Histogram citra tahun 2003 sebelum koreksi radiometrik kanal 1, 2, 3, 4, 5,7 a,b,c,d,e,f dan setelah koreksi radiometric kanal 1, 2, 3, 4, 5,7 g, h, i, j, k, l f l Gambar 5 Histogram citra tahun 2008 sebelum koreksi radiometrik kanal 1, 2, 3, 4, 5,7 a,b,c,d,e,f dan setelah koreksi radiometric kanal 1, 2, 3, 4, 5,7 g, h, i, j, k, l e k d j c i b h a g Gambar 6 Peta citra komposit RGB 543 Gunung Surandil dan Gunung Pangkulahan sekitarnya tahun 2003 19 Gambar 7 Peta citra komposit RGB 543 Gunung Surandil dan Gunung Pangkulahan sekitarnya tahun 2007 20 Gambar 8 Peta citra komposit RGB 543 Gunung Surandil dan Gunung Pangkulahan sekitarnya tahun 2008 21

2.4.2 Pengolahan Citra

Pada tahap ini yang dilakukan adalah mengolah citra Landsat tahun 2003, 2007 dan 2008 untuk menghasilkan kelas kerapatan hutan dan tutupan non hutan. Klasifikasi penutup lahan adalah menggunakan kelas kategori Departemen Kehutanan tahun 2004 Tabel 5. Tabel 5 Klasifikasi penutup lahan No Kelas Kode Keterangan Non Hutan 1 Sawah Sw Klasifikasi Pusat Perpetaan Kehutanan Badan Planologi Kehutanan tahun 2004 2 Pertanian lahan kering campur semak kebun campur Kelas semak belukar dan padang rumput termasuk didalam kelas ini Pc 3 Pertanian lahan kering Pt 4 Tanah Terbuka T 5 Awan Aw 6 Bayangan By Hutan Citra Resolusi tinggi berdasar kerapatan kanopi Klasifikasi Badan Planologi Kehutanan kerapatan kanopi tahun 2006 7 Hutan kerapatan rendah H1 Kerapatan kanopi 11-30. 8 Hutan kerapatan sedang H2 Kerapatan kanopi 31-50. 9 Hutan kerapatan tinggi H3 Kerapatan kanopi 50 - 70 10 Hutan kerapatan tinggi H4 Kerapatan kanopi 71- 100. H4 Klasifikasi citra untuk menghasilkan peta penutup lahan yang dilakukan adalah sebagai berikut: A. Klasifikasi Kerapatan Kanopi Hutan FCD Metode klasifikasi dikembangkan oleh ITTO-JOFCA pada awal tahun 2003. Metode ini dapat mengakomodasi variasi permasalahan gangguan atmosfer citra ataupun pengaruh latar belakang vegetasi. Metode ini dapat mengurangi efek dari bias dan menghasilkan ekstraksi kenampakan yang lebih baik pada obyek yang spesifik dibumi. Roy 2003 menyebutkan bahwa perbedaan yang sulit dipisahkan pada tutupan hutan dapat ditingkatkan dengan penggunaan kekuatan respon band inframerah. Panjang gelombang inframerah lebih sensitif pada kerapatan hutan dan kelas tumbuh-tumbuhan physiognomic. Biophysical vegetation indices yang dalam perkembangannya disebut FCD indeks, melibatkan indeks advanced vegetation index AVI. Sedangkan untuk lebih detil dalam mengkategorikan status vegetasi digunakan bare soil index BI. Dasar logika pendekatan ini berdasar pada hubungan timbal balik yang tinggi dari status vegetasi dan lahan terbuka. Oleh karena itu, kombinasi BI dan AVI digunakan dalam analisis ini. Untuk menyadap informasi pada shadow index SI digunakan melalui ekstraksi low radiance dari visible light. Pendekatan ini mengisolasikan kenampakan vegetasi menggunakan index AVI dan index BI. Kenampakan corak vegetasi distratifikasikan melalui SI atas dasar variasi tekstur pada bayangan kanopi pada tegakan hutan. Proses pembuatan FCD menggunakan software FCD-Mapper Ver. 2. Proses ini diawali dengan: a. Pra pemrosesan Pemrosesan citra menggunakan software ini harus dilakukan dengan format software FCD-Mapper image format FBI. b. Pemrosesan data Setelah pra pemrosesan selesai maka langkah selanjutnya adalah: 1. Prosedur untuk menghilangkan kesalahan radiometrik dan normalisasi citra dengan cara menghilangkan efek dari air, awan, bayangan awan dan haze. Awan, bayangan dan air dihilangkan dengan menggunakan tresholding. Efek haze dihilangkan dengan menggunakan low pass filtering. 2. Membuat Indeks Vegetasi VI menggunakan beberapa algortima diantara adalah : a. Normalized Differential Vegetation Index NDVI = Near Infra Red- Red Near Infra Red +Red; b. Advanced Vegetation Index AVI = Near Infra Red x 256-Red x Near Infra Red -Red + 113, 0 Near Infra Red -Red ITTOJOFCA 2003; c. Advanced Normalized Vegetation Index ANVI adalah indeks sintetik dari NDVI dan AVI menggunakan Principal Component Analysis. 3. Membuat Bare Soil Index BI dengan algoritma: BI = MIR+R - B+NIR MIR+R + B+NIR; dimana: NIR = Near Infra-Red Band dan MIR = Middle Infra-Red Band 4. Membuat Thermal Index TI dengan cara mengkalibrasi nilai band thermal 5. Membuat Shadow Index SI dengan algoritma: SI = 256-B x 256-G x 256-R13 dimana B= band biru, G = band hijau dan , R = band merah 6. Membuat Advanced Shadow Index ASI menggunakan langkah-langkah: Menentukan Forest Gap Detection yaitu jika VI lebih kecil dari threshold vegetasi, dengan melihat subyek piksel dari areal bukan hutan maka nilai ASI = 0. Membuat Black Soil Detection yaitu jika TI lebih besar dari threshold thermal dengan melihat subyek pada Black soil area dan ASI = 0. Proses ini untuk menghilangkan efek kesalahan dari tanah yang hitam menjadi areal bayangan hutan. Proses selanjutnya adalah Spatial Process, pada tutupan kanopi hutan yang rapat, areal yang ada bayangannya dari satelit dan pohon dari 3 pixel area yang dicari disekitar obyek pixel. Kemudian nilai SI maximum value sebagai SI subyek pixel. 7. Membuat Vegetation Density VD yaitu kerapatan tutupan vegetasi per pixel dihitung dengan Principal Component dari VI dan BI, dan dikalibrasi dengan minimum dan maximum tutupan vegetasi. 8. Membuat Scaled Shadow Index SSI yaitu kalibrasi dari Shadow Index pada areal berhutan. 9. Membuat Forest Cluster FC yang merupakan indikasi dari areal berhutan dengan algoritma: FC=VI x SI x 256-BI +113 Dimana: VI adalah indeks vegetasi terpilih diantara NDVI, AVI ANVI yang mempunyai koefisien korelasi tertinggi dengan BI. 10. Membuat Forest Canopy Density FCD yaitu kerapatan kanopi hutan per piksel dengan algoritma: FCD= √VD x SSI +112 -1 Diagram alir klasifikasi FCD dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10. Gambar 9 Diagram alir umum klasifikasi Forest Canopy Density Rikimaru, 2003 Selesai Scale Shadow Index Peta kerapatan vegetasi Citra Landsat Integrasi Model Peta Kerapatan kanopi Pembuatan Vegetation Index VI Pembuatan Bare Soil Index BI Pembuatan Shadow Index SI Pembuatan Thermal Index TI Mulai Gambar 10 Diagram alir lengkap proses klasifikasi Forest Canopy Density Selesai Mulai Formulasi FCD Peta Klas FCD Citra Landsat terkoreksi Eliminasi awan, bayangan awan, air, dan haze Pembuatan Indek Vegetasi VI : AVI, NDVI, ANVI Pembuatan Indek Tanah Terbuka BI Pembuatan Indek Thermal TI Pembuatan Indek Bayangan SI Peta AVI, NDVI, ANVI Peta BI Peta TI Peta SI Analisis PCA VI Terbaik Proses Pembuatan Advance Shadow Index ASI: 1.Forest Gap Detection 2. Black soil detection 3. Spatial processing filtering Peta ASI Forest Clustering Kalibrasi Max Min Vegetasi Peta Kerapatan Vegtasi VD Peta Scale Shadow Index SSI Citra Landsat bebas awan, air dan bayagnan Pada proses klasifikasi menggunakan FCD langkah pertama adalah reduksi terhadap area berawan, bayangan awan dan tubuh air. Reduksi areal berawan dan air dilakukan dengan menggunakan proses tresholding. Reduksi haze dilakukan dengan low pass filtering. Hasil dari proses tersebut akan menghasilkan cita yang bebas dari awan, bayangan dan air. Proses selanjutnya adalah pembuatan peta indek vegetasi yaitu peta Advancde Vegetation Index AVI, Normalized Differential Vegetation Index NDVI, dan Advanced Normalized Vegetation Index ANVI. Peta AVI, NDVI, dan ANVI dapat dilihat pada Gambar 11 sampai dengan Gambar 13. Setelah proses pembuatan peta indek vegetasi selesai maka dibuat peta Bare Soil Index yang akan digunakan untuk mendeteksi areal tanah terbuka. Gambar 14 menunjukan peta hasil Bare Soil Index Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2008. Proses selanjutnya dari klasifikasi FCD adalah melakukan Principal Component Analisys dari indek vegetasi dengan indek tanah terbuka. Korelasi yang tertinggi akan dipilih untuk digunakan pada proses pengolahan selanjutnya. Pada citra tahun 2003 dari ketiga indek vegatasi yaitu ANVI yang mempunyai korelasi yang tertinggi sebesar -0.761. Pada citra tahun 2007 dan 2008 yang tertinggi adalah NDVI yaitu 0.763 dan 0.593 Gambar 15. Proses selanjutnya adalah pemrosesan band 6 Citra Landsat untuk memperoleh peta Thermal Index TI yang akan digunakan dalam proses clustering areal hutan pada proses selanjutnya. Peta TI dapat dilihat pada Gambar 16. Selain peta TI maka dihasilkan pula peta Shadow Index Gambar 17 yaitu peta indeks bayangan pada citra sebagai akibat dari topografi maupun ketinggian tegakan di hutan. Proses selanjutnya adalah pembuatan peta kerapatan vegetasi dengan cara membuat cara tresholding obyek tanah dengan obyek vegetasi seperti dapat dilihat pada Gambar 18. Proses ini akan menghasilkan peta kerapatan vegetasi tetapi belum dipisahkan antara vegetasi hutan dan vegetasi non hutan. Peta kerapatan vegetasi VD Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2008 dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 11 Peta AVI tahun a 2003, b 2007 dan c 2008 Gambar 12 Peta NDVI tahun a 2003, b 2007 dan c 2008 Gambar 13 Peta ANVI tahun a 2003, b 2007 dan c 2008 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT a b c a b c a b c Gambar 14 Peta Bare Soil Index tahun a 2003, b 2007 dan c 2008 Gambar 15 PCA Indek Vegetasi dengan indeks tanah terbuka tahun a 2003, b 2007, c 2008 Gambar 16 Peta Thermal Index tahun a 2003, b 2007 dan c 2008 a b c 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT a b c Tahun 2003 Tahun 2007 Tahun 2008 Gambar 17 Peta Shadow Index tahun a 2003, b 2007 dan c 2008 Gambar 18 Proses tresholding tanah terbuka dengan vegetasi Gambar 19 Peta Vegetation Density VD tahun a 2003, b 2007 dan c 2008 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT a b c 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 6 o 30 ’ 6 o 45 ’ 7 o 00 ’ LS 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT 116 o 15’ 116 o 30 ’ 116 o 4 5’BT a b c Hasil proses selanjutnya adalah peta Scale Shadow Index . Setelah proses ini selesai maka proses selanjutnya adalah clustering untuk mengkategorikan cluster hutan dengan cara memilih kelas hutan dengan memperhatikan nilai indek vegetasi VI, indek tanah terbuka BI , indeks bayangan SI dan Thermal Index TI seperti terlihat pada Gambar 20. Setelah proses ini selesai maka dilakukan proses pembuatan peta FCD. Keterangan: Warna kuning adalah cluster hutan terpilih dengan kiteria FC 147, VI 124, BI 127, SI 196 dan TI 195 Gambar 20 Proses Clustering klasifikasi hutan Proses pengolahan data akhir FCD menghasilkan data kerapatan kanopi hutan dari 1-100, kemudian dibagi kedalam 5 kelas yaitu non hutan kerapatan kanopi 0-10, kerapatan rendah kerapatan kanopi 11-30, kerapatan sedang kerapatan kanopi 31-50, kerapatan tinggi kerapatan kanopi 51-100. Proses cropping dilakukan untuk menghasilkan peta tahun 2003, 2007 dan 2008 daerah penelitian. B. Klasifikasi Maximum Likelihood Klasifikasi maximum likelihood merupakan salah satu klasifikasi terbimbing. Klasifikasi terbimbing dilakukan dengan arahan analis. Kriteria pengelompokan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas yang diperoleh analis melalui pembuatan training area. Pemilihan training area harus dilakukan secara teliti. Kesalahan dalam menentukan training area akan menyebabkan kesalahan hasil klasifikasi. Karena data yang akan dicapai pada proses klasifikasi ini merupakan data yang lebih rinci dari sekedar penutup lahan hutan kerapatan kanopi hutan maka diperlukan training area yang detil pada kelas tutupan hutan. Algortima yang digunakan dalam penentuan klasifikasi ini adalah dengan menggunakan metode maximum likelihood. Metode ini mempertimbangkan berbagai faktor diantaranya peluang dari suatu piksel untuk dikelaskan dalam kelas tertentu. Peluang ini sering disebut dengan prior probability yang dapat dihitung dengan menghitung prosentase tutupan pada citra yang akan diklasifikasi. Jika peluang ini tidak diketahui maka besarnya peluang dinyatakan sama untuk semua kelas. Aturan pengambilan keputusan dalam klasifikasi ini adalah aturan Bayes Jaya 2009. Secara matematis fungsi kepekatan dari peubah ganda adalah sebagai berikut: PX = exp{-12x-m t dimana: Px i = peluang suatu set piksel x masuk ke dalam kelas-i x = vektor piksel pada posisi x,y m i = vektor rata-rata dari suatu set band untuk kelas i [Cov]= diterminan matrik ragam peragam kelas-i t = matrik transposisi Analisis separabilitas diperlukan dalam klasifikasi ini. Separabilitas adalah analisis kuantitatif yang memberikan informasi mengenai evaluasi keterpisahan area contoh dari setiap kelas, juga untuk mengetahui kombinasi band mana saja yang memberikan separabilitas yang terbaik untuk klasifikasi. Analisis ini dilakukan sebelum proses klasifikasi terhadap kelas-kelas tutupan lahan hasil area contoh. Metode analisis separabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Tranformasi Divergensi TD. Metode ini digunakan untuk mengukur tingkat keterpisahan antar kelas. Nilai TD antar kelas dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini. dimana : TD = separabilitas antara kelas i dengan kelas j ij e = 2,718 Menurut Jaya 2009, kriteria tingkat keterpisahan antar kelas dari nilai transformasi divergensi adalah sebagai berikut. a. Tidak terpisah inseparable : ≤ 1.600 b. Keterpisahan buruk poor : 1.601 – 1.699 c. Sedang fair : 1.700 – 1.899 d. Keterpisahan baik good : 1.900 – 1.999 e. Terpisah sempurna excellent : 2.000 Penentuan training area untuk citra Landsat tahun 2003, 2007 dan 2008 berdasarkan pada citra Quickbird tahun 2006 dan karakteristik dari spektralnya area contoh yang dibuat mewakili semua kelas tutupan hutan daerah yang telah ditentukan sebelumnya dan data ini digunakan untuk pengklasifikasian pada citra. Lampiran 3 menunjukkan visualisasi training area masing masing kelas tutupan hutan. Proses klasifikasi ini dimulai dengan penentuan training area untuk citra Landsat tahun 2003, 2007 dan 2008 berdasarkan pada citra Quickbird tahun 2006 dan karakteristik dari spektralnya area contoh. Pada citra Quickbird didapatkan data bahwa terdapat beberapa kelas kerapatan hutan dan penutup lahan lainnya di lapangan. Penggunaan citra resolusi tinggi dapat digunakan untuk estimasi kerapatan hutan Prasad 2009. Kerapatan hutan berdasarkan kerapatan kanopi sangat tinggi, tinggi, sedang, dan rendah tersebut dijadikan acuan dalam menentukan training area pada citra Landsat. Berdasarkan pola visualisasi dan nilai spektral tersebut maka dicari training area lain yang mempunyai karakteristik dan nilai spektral yang hampir sama. Pada penentuan area contoh ini setiap kelas tutupan hutan diwakili oleh piksel-piksel yang secara spektral berbeda, tetapi piksel-piksel tersebut relatif homogen untuk mewakili satu kelas tutupan hutan tertentu. Hal ini dilakukan untuk menghindari kelas yang tumpang tindih spektral, sehingga dapat mengurangi keakuratan hasil klasifikasi. Diagram alir klasifikasi maximum likelihood dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21 Diagram alir klasifikasi maximum likelihood Pola spektral untuk masing-masing kelas tutupan lahan pada citra tahun 2003 , tahun 2007 dan tahun 2008 adalah seperti Gambar 22. Berdasarkan analisis separabilitas menunjukkan bahwa rata-rata untuk nilai transformed divergence citra tahun 2003, 2007 dan 2008 adalah 1874, 1891 dan 1874 Lampiran 1. Ya Pemilihan training area Evaluasi separabilitas Data training area Separabilitas diterima? Citra Landsat terkoreksi Data Lapangan Mulai Citra Quickbird Evaluasi akurasi Peta klasifikasi kerapatan hutan Selesai Akurasi diterima? Ya Penggabungan kelas Tida Penggabungan kelas Tidak a B3 B4 B5 B2 B3 B4 B5 B2 H4 H3 H2 H1 Sw Pc T Aw By Pt H4 H3 H2 H1 Sw Pc T By Pt H4 H3 H2 H1 Sw Pc T Aw By Pt b c Gambar 22 Grafik nilai rata-rata digital number area contoh untuk masing- masing kelas tutupan lahan a Citra Landsat 2003, b 2007 dan c 2008 B3 B4 B5 B2 Berdasarkan kriteria ini maka nilai tersebut adalah termasuk tingkat keterpisahan sedang. Pada kelas tutupan hutan yaitu hutan dengan berbagai tingkat kerapatan maka tingkat keterpisahan yang rendah adalah pada kelas hutan kerapatan sangat tinggi H4 dengan hutan kerapatan tinggi H3 dan hutan kerapatan sedang H2 dengan hutan kerapatan rendah H1. Pada H4 dan H3 karena mempunyai nilai keterpisahan rendah maka dilakukan proses reklas menjadi satu kelas hutan kerapatan tinggi H3. Berdasarkan training area tersebut kemudian dilakukan proses klasifikasi untuk seluruh wilayah penelitian. C. Klasifikasi Fuzzy Metode klasifikasi fuzzy mempertimbangkan piksel-piksel yang bercampur mixed make-up dimana suatu piksel tidak dapat dikelaskan secara definitif ke satu kelas. Klasifikasi ini bekerja dengan menggunakan suatu fungsi keanggotaan, dimana kelas piksel tersebut ditentukan apakah lebih dekat dengan satu kelas tertentu atau kelas lainnya Jaya, 2009. Metode ini tidak mempunyai batas yang jelas dan masing-masing piksel dapat masuk ke beberapa kelas yang berbeda. Diperlukan suatu cara dengan membuat algoritma yang lebih sensitif terhadap sifat-sifat fuzzy. Klasifikasi ini didesain untuk membantu suatu pekerjaan yang kemungkinan tidak masuk secara tepat ke salah satu kategori kelas tertentu. Klasifikasi ini bekerja dengan suatu fungsi keanggotaan dimana piksel tersebut ditentukan apakah lebih dekat ke satu kelas atau kelas lainnya. Salah satu algoritma yang paling banyak digunakan pengelompokan C- Means Fuzzy FCM. Algoritma FCM mencoba untuk mengkelaskan data secara terbatas unsur X = {x1 ,..., xn} menjadi koleksi cluster yang samar dengan beberapa kriteria yang diberikan. Diketahui sebuah himpunan data berhingga, algoritma mengembalikan daftar dari pusat klaster C = {c1 ,...,} cc dan partisi matriks U = u i, j €[0, 1], i = 1,. . . , n, j = 1,. . . , C, di mana setiap elemen u ij menyatakan sejauh mana elemen x i masuk ke cluster c j . Secara matematis adalah sebagai berikut: U k x = Yang berbeda dari fungsi tujuan k- adalah dengan penambahan nilai-nilai keanggotaan u ij dan m. Nilai m fuzzy menentukan tingkat kesamaran cluster. Sebuah hasil nilai m besar di u ij keanggotaannya lebih kecil dan oleh karena itu disebut kluster fuzzy. Dalam batas m = 1, uij keanggotaan konvergen ke 0 atau 1. Dengan tidak adanya eksperimen atau pengetahuan domain, m adalah umumnya diatur ke 2. Algoritma dasar FCM, diberikan n titik data x1,..., xn menjadi berkelompok, sejumlah cluster c dengan c1,..., Cc pusat cluster, dan m tingkat ketidakjelasan klaster Dalam clustering fuzzy, setiap titik memiliki tingkat kepemilikan cluster, seperti dalam logika fuzzy. Jadi, titik di tepi cluster dalam cluster adalah mempunyai tingkat yang lebih rendah daripada titik yang di pusat cluster. Setiap titik x memiliki nilai koefisien yang memberikan tingkat keberadaan di klaster k x. Dengan klasifikasi fuzzy, titik pusat cluster adalah rata-rata dari semua titik, kemudian ditimbang dengan derajat keanggotaannya dengan alortima matematis sebaagai berikut: C k = Tingkat keanggotaan, w x x, berhubungan terbalik dengan jarak dari x ke pusat cluster. Hal ini juga tergantung pada parameter yang mengontrol m, berapa besar fungsi keanggotaan yang diberikan ke pusat terdekat. Algoritma fuzzy ini memerlukan training area. Akan tetapi perbedaannya adalah metode ini dapat juga memperoleh informasi pada berbagai macam komponen kelas yang ditemukan dalam piksel yang bercampur. Training area ini tidak diharuskan mempunyai piksek-piksel yang sama atau homogen. Setelah menggunakan metode ini maka utility-nya akan membiarkan konfolusi dari fuzzy untuk membentuk konfolusi jendela bergerak pada saat klasifikasi menggunakan penetapan output berganda. Langkah-langkah dalam klasifikasi fuzzy adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan training area. Pada langkah ini yang dilakukan adalah sama dengan pembuatan training area pada klasifikasi terbimbing. Perbedaannya adalah training area yang dipilih tidak selalu harus homogen. Penentuan training area untuk klasifikasi fuzzy ini berbeda dengan klasifikasi maximum likelihood. Perbedaanya terletak pada piksel-piksel untuk areal contoh tersebut tidak harus homogen untuk mewakili satu kelas tutupan hutan tertentu Lampiran 4. Hal ini dilakukan karena klasifikasi fuzzy merupakan proses klasifikasi yang menetapkan suatu kelas tertentu bercampur dengan kelas yang lain. Suatu contoh adalah pada klas hutan kerapatan rendah pada kenyataannya adalah sulit dibedakan atau bercampur dengan kelas pertanian lahan kering bersemak, semak belukar maupun dengan kelas hutan kerapatan sedang. 2. Pembuatan matrik fuzzy Matrik ini berfungsi sebagai fungsi tingkat keanggotaan pada setiap kelas. Fungsi keanggotaan ditunjukkan dengan nilai 0 – 1. Matrik ini akan digunakan dalam selanjutnya yaitu proses ektraksi. Penentuan matrik fungsi keanggotaan membership function didasarkan pada citra Quickbird. Cara penentuanya adalah menghitung fungsi keanggotaan 1 piksel pada lokasi training area dengan kerapatan hutan di citra Quickbird. Setiap piksel citra landsat resolusi 30 meter setara dengan 156 piksel citra Quickbird resolusi 2,44 m. Untuk mempermudah interpretasi secara visual maka citra Quickbird dibagi menjadi 5 kolom x 5 baris yang terdiri dari 12,5 m x 12,5 m. Pada setiap kolom dan baris diklasifikasikan secara visual ke dalam kelas H4, H3, H2 atau H1 kemudian dihitung proporsi setiap kelas terhadap total kolom dan baris. Contoh perhitungan penentuan fungsi keanggotaan hutan kerapatan tinggi H3 citra Landsat dapat dilihat pada Gambar 23. Langkahnya adalah sebagai berikut: Fungsi keanggotaan H3 = Jumlah H3 pada Citra QuicbirdTotal Piksel = 2125 = 0.84 Fungsi keanggotaan H2 = Jumlah H2 pada Citra QuicbirdTotal Piksel = 225 = 0.08 Fungsi keanggotaan H1 = Jumlah H2 pada Citra QuicbirdTotal Piksel = 225 = 0.08 Proses perhitungan semua kelas dapat dilihat pada Lampiran 6. Fungsi keanggotaan pada masing-masing kelas adalah seperti pada Tabel 6. Tabel 6 Fungsi keanggotaan pada klasifikasi Fuzzy No Kelas Penutup NH H Lahan Swh Pc Pt T Aw B H1 H2 H3 H4 1 NH Swh 1 Pc 0 0,9 0 0,1 Pt 0,8 0,1 0 0,1 T 0,1 0,8 0 0,1 Aw 1 B 1 2 H1 0,1 0 0,7 0,1 0,1 3 H2 0,1 0 0,2 0,7 4 H3 0 0,1 0,1 0,8 5 H4 0 0.1 0.1 0.8 Citra Quickbird Citra Landsat Gambar 23 Penentuan fungsi keaggotaan pada kelas kerapatan hutan tinggi 3. Ekstraksi training area. Proses ini adalah proses ekstraksi dari training area dan fungsi keanggotaan dari matrik fuzzy. 4. Klasifikasi fuzzy Proses ini adalah proses klasifikasi fuzzy yang akan menghasilkan citra pada tiap kelas. Proses ini akan menghasilkan 10 peta sekaligus untuk masing masing kelas penutup lahan yaitu sawah, pertanian lahan kering bercampur semak, pertanian lahan kering, tanah terbuka, awan, bayangan awan, hutan kerapatan sangat tinggi, hutan kerapatan tinggi, hutan kerapatan sedang dan H3 H3 H2 H1 H3 H3 H3 H3 H3 H3 H3 H3 H3 H3 H3 H3 H3 H4 H3 H3 H3 H1 H3 H3 H2 hutan kerapatan rendah. Nilai piksel yang dihasilkan menunjukkan antara 0 – 1. Berdasarkan 10 peta per kelas penutup lahan tersebut maka untuk mendapatkan satu buah peta hasil klasifikasi dilakukan proses hardener dengan menggunakan algoritma minimum possibilities. Proses hardener adalah suatu proses untuk menghasilkan peta tunggal dari masing-masing peta hasil klasifikasi pada kategori klasifikasi soft fuzzy. Hasil klasifikasi fuzzy menghasilkan satu paket raster group file peta kelas penutup lahan yang mempunyai nilai fungsi keanggotaan masing-masing, oleh karena itu diperlukan penggabungan menjadi satu peta penutup lahan yang terdiri dari kelas-kelas penutup lahan dari masing-masing peta hasil klasifikasi fuzzy. Algoritma yang digunakan adalah minimum possibilities. Algoritma ini menggunakan nilai kemungkinan minimum terkecil dari nilai masing-masing fungsi keanggotaan. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 24. Mulai Citra Quickbird Pemilihan training area Pembuatan matrik fungsi keanggotaan Data training area Ekstraksi training area Klasifikasi Hasil klasifikasi per kelas Hardener Peta klasifikasi kerapatan hutan Selesai Nilai minimum posibilities Citra Landsat terkoreksi Gambar 24 Diagram alir klasifikasi fuzzy D. Klasifikasi Belief -Dempster-Shafer Teori belief mendasarkan pada pengumpulan data dari suatu bukti dengan menerapkan peraturan tentang kombinasi berdasar pada pemrosesan Dempster- Shafer Weight-Of-Evidence. Masing-masing file data masukan berisi tugas dasar yang secara tidak langsung menghubungkan bukti ke arah suatu hipotesis di dalam suatu bingkai keputusan. Bingkai keputusan di dalam suatu konteks keputusan spesifik meliputi semua hipotesis yang mungkin. Teori belief membangun suatu pengetahuan mendasarkan dari data dan hipotesis yang user- specified oleh masing-masing dukungan data. Operator sebagai pemakai dapat menyaring tingkat kepercayaannya, derajat kemasuk-akalan dan gambaran interval kepercayaan untuk masing-masing hipotesis yang didukung bukti Eastman 2003. Teori Dempster-Shafer merupakan suatu varian dari teori kemungkinan Bayesian, yang dengan tegas mengenali keberadaan ketidak-tahuan dalam kaitan dengan informasi yang tidak sempurna. Perbedaan tingkat derajat kepercayaan pada akhirnya dikenal sebagai suatu interval kepercayaan, akan bertindak sebagai suatu ukuran ketidak-pastian tentang suatu hipotesis spesifik. Klasifikasi belief Belclas adalah satu suatu kelompok metode soft. Metode ini adalah suatu proses pengambilan keputusan tentang keanggotaan kelas dengan segala piksel untuk masuk ke suatu kelompok tingkat keanggotaan pada setiap kelas yang mungkin. Seperti prosedur klasifikasi terbimbing, penggunaan training area tetap dibutuhkan, untuk mengklasifikasikan setiap piksel. Tetapi tidak seperti metoda maximum likelihood, output dari metode ini tidaklah peta tunggal penutup lahan, tetapi lebih dari satu set gambaran per kelas yang menyatakan aspek kepercayaan maupun tingkat masuk akal masing-masing pixel pada masing- masing kelas. Belclass menggolongkan suatu citra berdasar pada isi informasi dalam signature filetraining area yang dihasilkan sebelumnya. Harus ditetapkan untuk masing-masing signature menggunakan suatu nilai kepercayaan . Algoritma yang digunakan dalam metode ini untuk decomposing data ke dalam statement yang masuk akal atau kepercayaan yang dianut. Pertama, kondisi kemungkinan dari bukti, dari data training area, dievaluasi dan dimodifikasi oleh kemungkinan yang utama sama halnya dengan Bayclass. Tetapi sebagai ganti membuat normalisasi nilai piksel melalui penjumlahan dari setiap pertimbangan pada semua kelas. Belclass menormalkan nilai-nilai relatif kedalam nilai maksimum yang terjadi di manapun pada citra. Hasil ini adalah suatu nilai yang diinterpretasikan sebagai komponen dari suatu kelas. Secara matematis peluang suatu kelas adalah sebagai berikut: Phi e = dimana: Phi e = peluang dari hipotesis terbukti benar posterior probability = peluang dari penemuan yang dipercaya dari hipotesisnya adalah benar dihasilkan dari training area = peluang dari hipotesis tidak benar dari suatu bukti prior probability Langkah-langkah dalam klasifikasi ini adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan training area. Pada langkah ini adalah sama dengan pembuatan training area pada klasifikasi maximum likelihood. Penentuan training area pada proses ini sama dengan yang dilakukan pada proses klasifikasi maximum likelihood, sehingga training area pada klasifikasi maximum likelihood digunakan pula pada klasifikasi ini. Proses klasifikasi ini menggunakan kriteria derajat kepercayaan belief. Penentuan derajat kepercayaan ini ditentukan thresholdnya berdasarkan tingkat kepercayaan dari citra Quickbird yang mempunyai resolusi yang lebih tinggi dan hasil matrik konfusi antara klasifikasi citra dengan data lapangan hasil penelitian seperti terlihat pada Lampiran 7. Tabel 7 menunjukkan derajat kepercayaan per kelas penutupan lahan. Nilai threshold digunakan pada saat ekstraksi training area pada masing-masing kelas penutup lahan. Tabel 7 Derajat kepercayaan klasifikasi Belief Dempster Shafer. Klasifikasi Penutup Lahan Derajat kepercayaan Kepercayaan NH Sw 1 100 Pc 0,9 90 Pt 0,7 70 T 0,8 80 Aw 1 100 B 1 100 H1 0,7 70 H2 0,7 70 H3 0,8 80 H4 0,8 80 2. Ekstraksi training area. Proses ini adalah ekstraksi training area yang telah dibuat pada tahap pertama. 3. Klasifikasi Belclass Proses ini adalah proses klasifikasi yang akan menghasilkan citra pada tiap kelas. Proses ini akan menghasilkan 10 peta sekaligus untuk masing kelas penutup lahan yaitu sawah, pertanian lahan kering bercampur semak, pertanian lahan kering, tanah terbuka, awan, bayangan awan, hutan kerapatan sangat tinggi, hutan kerapatan tinggi, hutan kerapatan sedang dan hutan kerapatan rendah. Nilai piksel yang dihasilkan antara 0 – 1 yang menunjukkan tingkat kepercayaan. Nilai 1 merupakan tingkat kepercayaan tertinggi bahwa satu piksel tersebut masuk pada kelas tertentu. Berdasarkan hasil klasifikasi belief maka didapatkan sebanyak 10 peta. Berdasarkan 10 peta hasil tersebut maka untuk mendapatkan satu buah peta hasil klasifikasi dilakukan proses hardener dengan menggunakan algoritma minimum beliefs. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 25. Gambar 25 Diagram alir klasifikasi belief

2.4.3 Change Detection

Pemantauan perubahan tutupan hutan menggunakan algoritma post classification comparison PCC. Change detection dilakukan dengan menggunakan peta hasil klasifikasi yang mempunyai akurasi yang paling tinggi. Pengujian akurasi dilakukan antara klasifikasi FCD, maximum likelihood, fuzzy dan belief-dempster shafer dengan beberapa peubah di lapangan. Algoritma ini menggunakan matrik logic dengan cara melakukan overlay peta hasil klasifikasi tahun 2003, tahun 2007 dan tahun 2008 pada operasi SIG. Analisis deteksi degradasi secara temporal dilakukan pada areal yang tidak berawan. Klasifikasi degradasi hutan dilakukan dengan dasar perubahan kelas kerapatan hutan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 seperti terlihat pada Tabel 8. Citra Landsat terkoreksi Mulai Citra Quickbird Pemilihan training area Data training area Klasifikasi Hasil klasifikasi per kelas Hardener Peta klasifikasi kerapatan hutan Selesai Nilai minimum belief Data lapangan Tabel 8. Klasifikasi degradasi secara temporal No Kelas Degradasi Kriteria Penurunan Kelas 1 Ringan Turun 1 Tingkat - Hutan Kerapatan Sangat Tinggi Ke Kerapatan Tinggi - Hutan Kerapatan Tinggi Ke Kerapatan Sedang - Hutan Kerapatan Sedang Ke Kerapatan Rendah 2 Sedang Turun 2 Tingkat - Hutan Kerapatan Sangat Tinggi Ke Kerapatan Sedang - Hutan Kerapatan Tinggi Ke Hutan Kerapatan Rendah 3 Berat Turun 3 Tingkat - Hutan Kerapatan Sangat Tinggi Ke Hutan Kerapatan Rendah 4 Sangat Berat Deforestasi Turun 4 Tingkat - Hutan Kerapatan Sangat Tinggi Ke Non Hutan

2.5 Kerja Lapangan

Proses kerja lapangan mempunyai dua tujuan. Tujuan pertama adalah untuk mengidentifikasi tingkat degradasi di lapangan pada berbagai peubah di lapangan. Tujuan kedua adalah untuk menguji hasil klasifikasi dan peta degradasi tentative hasil analisis post classification comparison. Proses uji akurasi diawali dengan pembuatan desain sampel untuk kerja lapangan. Menurut Stehman 2001 diacu dalam Jensen 2005 metode uji akurasi menggunakan analisis statistik dibedakan menjadi dua yaitu model-based inference dan design-based inference. Proses uji akurasi menggunakan model-based bukan ditujukan untuk menguji akurasi dari peta tematik penutup lahan yang dihasilkan tetapi lebih pada menguji akurasi proses klasifikasi yang menghasilkan peta penutup lahan. Design-based didasarkan pada prinsip-prinsip statistik yang memperhatikan karakteristik statistik dari populasi dari kerangka sampel. Pengukuran statistik yang biasanya dipakai adalah producer ’s accuracy, user’s accuracy, overall accuracy dan akurasi Kappa. Ukuran sampel pada penelitian ini mengacu pada binomial probability theory dengan tingkat akurasi yang diharapkan adalah 85 dan tingkat kesalahan yang dapat diterima adalah 10. Menurut Fitzpatrick 1981 diacu Jensen 2005, maka jumlah sampel yang harus diambil adalah dimana: N = jumlah sampel; p = persen akurasi yang diharapkan; q = 100- p; Z = 2 dihitung dari standar deviasi dari 1.96 pada tingkat kepercayaan 95; E = minimum error yang diharapkan. Sehinga jumlah sampel yang diambil adalah: = 51. Desain sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan stratified purposive sampling. Strata sampel plot yang diambil berdasarkan kelas kerapatan hutan yang dihasilkan dan berdasarkan kelas perubahan tutupan hutan degradasi tentative dari tahun 2003-2008. Jumlah tiap strata disesuaikan dengan nilai sampel totalnya N. Ukuran plot di lapangan dengan menggunakan citra resolusi antara 20-30 meter adalah dengan ukuran 50 x 50 meter Huang et al, 2006. Pengambilan data tegakan pada diameter 5-10 cm dan 10 – 20 cm dikuadran I. Luas untuk pengambilan sampel 5-10 cm adalah 5 x 5 m, sedangkan luas untuk pengambilan sampel 10-20 cm adalah 10 x 10 m dari titik pusat plot. Data tegakan diameter 20 cm diambil di semua kuadran dengan ukuran 25 x 25 m Gambar 26. Gambar 26 Desain sampel plot di lapangan 50 m 10 x10 m 50 m 5 x 5 m 25 x 25 m Diameter 5 – 10 cm Diameter 10 - 20 cm Diameter 20 cm Tititk Pusat plot II III IV I