5.2 Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Restorasi Ekosistem
5.2.1 Persepsi Masyarakat Berdasarkan Pendidikan
Tingkat pendidikan menunjukkan hubungan yang cukup erat dengan persepsi masyarakat dan menurut Mauludin 1994 pendidikan merupakan faktor
yang paling baik dijadikan sebagai pendugaan persepsi. Tabel 9 menjelaskan persepsi berdasarkan tingkat pendidikan.
Tabel 9 Tingkat Persepsi Masyarakat Berdasarkan Pendidikan.
Masyarakat Pendidikan
Jumlah Responden
orang Persepsi terhadap Manfaat Restorasi Ekosistem
Ekologi Ekonomi
Sosial Rata-rata
Rata-rata Rata-rata
FH RE
PM DKH
RE PNRE
PPRE
Batin Sembilan Tidak sekolah
30 3,77
3,85 4,37
4,44 3,83
3,86 3,70
Sako Suban Tidak sekolah
8 3,88
3,84 3,60
3,80 3,63
3,44 3,70
SD 23
3,26 3,84
4,09 3,20
3,65 3,41
3,53 SMP
5 3,75
3,28 3,68
3,12 3,76
2,57 3,41
SMA 8
2,86 3,94
4,52 3,09
3,81 3,48
3,58 Perguruan tinggi
1 4,39
5,00 5,00
5,00 5,00
4,40 5,00
Tanjung Sari Tidak sekolah
1 4,69
4,00 5,00
2,63 2,17
3,46 2,55
SD 3
2,90 3,63
3,70 2,91
2,23 3,44
3,59 SMP
4 4,44
3,56 3,82
2,72 3,12
3,90 3,51
SMA 5
3,35 3,77
3,77 3,25
2,94 3,42
3,12 Perguruan tinggi
1 4,00
3,63 5,00
2,63 3,03
4,00 4,00
Keterangan : 1= Sangat tidak setuju; 2= Tidak setuju; 3= Cukup setuju; 4= Setuju; 5= Sangat setuju; FH= Fungsi hutan; RE= Restorasi ekosistem; PM= Peran masyarakat;
DKH= Dampak kerusakan hutan; PNRE= Pertanyaan negatif tentang restorasi ekosistem; dan PPRE= Pertanyaan positif tentang restorasi ekosistem.
Tabel 9 menjelaskan bahwa seluruh responden Batin Sembilan tidak memiliki pendidikan yang resmi dengan kata lain seluruh responden tidak ada
yang sekolah, sehingga persepsi yang diberikan oleh responden tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Walaupun demikian, persepsi terhadap kegiatan restorasi
ekosistem yang diberikan oleh responden cenderung positif. Umumnya nilai rata- rata yang diperoleh responden tinggi untuk setiap manfaat dari kegiatan restorasi
ekosistem. Persepsi positif dengan nilai rata-rata yang tergolong tinggi, dikarenakan tingkat interaksi antara responden yang mewakili masyarakat Batin
Sembilan dengan pihak PT REKI yang cukup tinggi. Salah satu bentuk interaksi antara masyarakat dengan pihak PT REKI, yaitu sekolah keliling yang menjadi
salah satu program dari divisi community development PT REKI Gambar 7. Sekolah keliling ini dilakukan oleh seorang staf dari divisi community
development yang ditunjuk sebagai tenaga pengajar. Sasaran dari sekolah keliling ini yaitu anak-anak dari masyarakat Batin Sembilan dan proses mengajar juga
dilakukan secara tidak rutin. Staf yang bertugas sebagai tenaga pengajar harus berkeliling mengajar dari satu tempat ke tempat lain, walaupun terkadang anak-
anak tersebut tidak ada di tempat tetapi berada di dalam hutan karena harus membantu orang tua menyadap getah. Proses pendekatan oleh pihak PT REKI
terhadap masyarakat Batin Sembilan difasilitasi oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat LSM yang dikenal dengan WARSI. Lembaga Swadaya Masyarakat
ini sudah cukup lama menggali tentang keberadaan masyarakat Batin Sembilan dan berusaha untuk membantu mempertahankan hak-hak masyarakat yang
umumnya sudah lama berada di dalam areal Harapan Rainforest PT REKI.
Gambar 7 Sekolah keliling bagi anak-anak Batin Sembilan.
Sumber : Harapan Rainforest
Umumnya responden Batin Sembilan menyatakan setuju dengan dilakukannya kegiatan restorasi ekosistem. Responden menyatakan setuju dengan
nilai rata-rata 3,77 bahwa fungsi hutan sebagaimana mestinya dapat terganggu karena terjadinya kerusakan hutan. Kerusakan hutan dapat disebabkan karena
banyaknya pohon yang ditebang secara liar tanpa diberlakukannya suatu peraturan dan terjadinya pemanfaatan secara berlebihan terhadap satwa liar dan tumbuhan.
Responden setuju apabila terjadi dua hal tersebut, maka hutan akan rusak diantaranya dapat menyebabkan tanah menjadi kering, jumlah satwa liar dan
tumbuhan menurun bahkan hilang, ketersediaan air menjadi turun, cuaca menjadi
panas dan udara tidak segar lagi, serta bencana banjir dan longsor juga dapat terjadi. Oleh karena itu, responden berharap dengan dilakukannya kegiatan
restorasi ekosistem maka permasalahan yang disebabkan karena kerusakan hutan dapat teratasi. Responden cenderung setuju dengan nilai rata-rata 3,85 bahwa
kegiatan restorasi ekosistem diharapkan dapat memperbaiki kondisi fisik hutan tanah, air dan udara menjadi lebih baik dan meningkatkan jumlah satwa liar dan
tumbuhan, serta dapat mencegah terjadinya bencana banjir dan longsor. Persepsi yang positif tersebut juga diberikan karena masyarakat Batin Sembilan
menganggap hutan sebagai tempat tinggal. Oleh karena adanya dorongan dari tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap hutan, maka responden setuju bahwa
peran masyarakat juga penting dalam menjaga kelestarian hutan karena kelestarian hutan merupakan salah satu tanggung jawab masyarakat, terutama
masyarakat dalam hutan seperti masyarakat Batin Sembilan. Kelestarian hutan dan sumberdayanya dapat terjaga dengan diberlakukannya suatu peraturan yang
mengatur pemanfaatan hasil hutan. Responden Batin Sembilan memperoleh nilai rata-rata tertinggi yaitu 4,44
untuk persepsi terhadap manfaat ekonomi dari restorasi ekosistem terutama persepsi terhadap dampak kerusakan hutan pada perekonomian masyarakat. Nilai
rata-rata tersebut menunjukkan responden cenderung setuju bahwa terjadinya kerusakan hutan maka dapat berdampak buruk pada perekonomian masyarakat
Batin Sembilan. Kerusakan hutan menyebabkan sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan menjadi lebih sedikit, sehingga pendapatan menjadi berkurang dan
kebutuhan hidup tidak terpenuhi. Umumnya masyarakat Batin Sembilan kesulitan dalam memperoleh pekerjaan yang lain selain memanfaatkan sumberdaya alam
yang ada. Oleh karena itu, responden cenderung setuju terhadap manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dengan dilakukannya kegiatan restorasi ekosistem oleh
pihak PT REKI. Responden cenderung menyatakan setuju dengan nilai rata-rata 3,83. Responden Batin Sembilan setuju dengan adanya kegiatan restorasi
ekosistem ini karena menurut responden kegiatan restorasi ekosistem ini dapat membantu memperbaiki hutan sehingga jumlah sumberdaya hutan yang dapat
dimanfaatkan meningkat dan kebutuhan menjadi terpenuhi serta pendapatan juga dapat meningkat. Selain itu, dengan adanya kegiatan restorasi ekosistem oleh PT
REKI maka diharapkan masyarakat diikutsertakan dalam pelaksanaannya yaitu sebagai tenaga kerja.
Responden Batin Sembilan dapat dikatakan memiliki konsistensi dalam memberikan persepsi terhadap kegiatan restorasi ekosistem, terutama pada
manfaat sosial yang dapat diperoleh masyarakat dari kegiatan restorasi ekosistem ini. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 9, nilai rata-rata yang diperoleh
responden tergolong tinggi yaitu 3,86 yang menunjukkan responden cenderung tidak setuju terhadap pertanyaan negatif Lampiran 1 bagian C. Responden tidak
setuju apabila kegiatan restorasi ekosistem tidak diterima oleh masyarakat Batin Sembilan dan tidak bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, melainkan responden
cenderung setuju bahwa kegiatan restorasi ekosistem diterima oleh masyarakat Batin Sembilan dan akan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Batin Sembilan.
Persepsi positif tersebut ditunjukkan dengan nilai rata-rata yang tergolong tinggi untuk pertanyaan positif dari manfaat sosial yang dapat diperoleh masyarakat
dengan dilakukannya kegiatan restorasi ekosistem Lampiran 1 bagian C yaitu 3,70. Persepsi tersebut berdasarkan pengetahuan lokal yang dimiliki responden.
Responden berpikir bahwa dengan dilakukannya kegiatan restorasi ekosistem yang menjadi salah satu upaya dalam memperbaiki dan memulihkan kondisi hutan
yang rusak maka dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat, terutama masyarakat hutan yang sangat tergantung pada hutan dan
sumberdayanya. Responden Sako Suban memiliki pendidikan yang beragam dibandingkan
dengan responden Batin Sembilan. Tabel 9 menjelaskan umumnya responden Sako Suban memiliki pendidikan Sekolah Dasar SD. Hal tersebut dikarenakan
di Desa Sako Suban hanya terdapat gedung SD Gambar 8 dan apabila terdapat masyarakat yang ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, maka
harus bersekolah ke desa lain atau bahkan ke kota. Hal ini juga yang menyebabkan sedikitnya masyarakat yang menyekolahkan anak-anak ke jenjang
yang lebih tinggi. Selain itu, masih terdapat masyarakat yang kurang peduli terhadap pendidikan karena dengan tidak memiliki pendidikan yang tinggi,
masyarakat juga dapat memiliki pendapatan yang tinggi sehingga kebutuhan hidup juga terpenuhi tanpa harus sekolah hingga ke jenjang yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, umumnya masyarakat baik remaja ataupun orang tua di Desa Sako Suban lebih sering terlihat di kebun karet dan di warung-warung untuk
bermain gap.
Gambar 8 Bangunan Sekolah Dasar di Desa Sako Suban.
Pendidikan yang dimiliki masyarakat Sako Suban secara umum tidak mempengaruhi persepsi yang diberikan terhadap kegiatan restorasi ekosistem,
kecuali persepsi terhadap manfaat ekonomi dari restorasi ekosistem. Nilai rata- rata yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka
semakin tinggi nilai rata-rata yang diperoleh dan semakin positif persepsi yang diberikan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Surata 1993 dalam Widawari
1994 yang menyatakan bahwa umumnya persepsi seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Nilai rata-rata yang diperoleh responden untuk manfaat
ekonomi dari restorasi ekosistem, menunjukkan bahwa responden cenderung setuju dilakukannya kegiatan tersebut karena dengan adanya kegiatan tersebut
diharapkan dapat dijadikan salah satu solusi untuk memecahkan masalah terkait perekonomian masyarakat.
Secara umum persepsi yang diberikan responden Sako Suban hampir sama dengan persepsi responden Batin Sembilan yang tidak memiliki pendidikan
formal. Berdasarkan pendidikan, responden Sako Suban juga memberikan persepsi yang positif terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang dilakukan oleh
pihak PT REKI. Hal ini dikarenakan pihak PT REKI juga sudah melakukan sosialisasi mengenai kegiatan restorasi ekosistem, walaupun kegiatan sosialisasi
tersebut belum maksimal seperti yang sudah dilakukan terhadap masyarakat Batin Sembilan. Persepsi positif tersebut diperlihatkan dengan nilai rata-rata yang
diperoleh responden Sako Suban baik yang tidak sekolah maupun yang memiliki pendidikan SD hingga perguruan tinggi umumnya tergolong tinggi. Nilai rata-rata
yang diperoleh menunjukkan bahwa responden cenderung setuju bahkan sangat setuju dengan dilakukannya kegiatan restorasi ekosistem karena dapat bermanfaat
bagi masyarakat. Responden yang tidak sekolah, responden yang memiliki pendidikan SMP
dan perguruan tinggi memperoleh nilai rata-rata yang menunjukkan responden cenderung setuju bahwa kerusakan hutan dapat mengakibatkan terganggunya
fungsi hutan. Namun, sebagian besar responden yaitu responden dengan pendidikan SD dan SMA cenderung menyatakan cukup setuju bahwa
terganggunya fungsi hutan karena terjadinya kerusakan hutan, tetapi di sisi lain responden juga memberikan pernyataan bahwa kondisi lingkungan sekitar
memang dari dulu sudah seperti sekarang ini, tidak terjadi perubahan atau penurunan fungsi hutan. Responden menyatakan bahwa pemanfaatan yang
berlebihan terhadap sumberdaya hutan baik satwa liar dan tumbuhan, serta kayu dari pohon-pohon yang ditebang tidak menimbulkan kerusakan hutan yang dapat
berdampak buruk bagi masyarakat. Sebagian besar responden cenderung setuju bahkan responden yang
memiliki pendidikan perguruan tinggi menyatakan sangat setuju dengan nilai rata- rata 5,00 bahwa restorasi ekosistem merupakan salah satu upaya dalam
memulihkan atau mengembalikan kondisi hutan yang rusak pada keadaan semula dan berfungsi sesuai peruntukkannya. Selain itu, kegiatan restorasi diharapkan
dapat mengatasi permasalahan yang sekiranya dapat ditimbulkan apabila terjadinya kerusakan hutan. Dalam proses pemulihan kondisi hutan tersebut, peran
masyarakat sangat dibutuhkan dan responden Sako Suban menyatakan bersedia apabila dilibatkan dalam kegiatan restorasi.
Tabel 9 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden Sako Suban memperoleh nilai rata-rata yang tergolong sedang, yaitu responden yang memiliki
pendidikan SD, SMP dan SMA. Responden cenderung cukup setuju bahwa kerusakan hutan dapat menyebabkan sumberdaya hutan yang dapat dimanfaatkan
menjadi sedikit dan sebagian besar kebutuhan hidup tidak terpenuhi. Responden hanya menyatakan cukup setuju karena di satu sisi lagi responden belum
merasakan dampak kerusakan hutan secara langsung terutama terhadap perekonomian masyarakat. Lain halnya dengan responden yang tidak sekolah,
responden cenderung menyatakan setuju bahwa kerusakan hutan dapat berdampak buruk pada perekonomian masyarakat. Responden tersebut sudah merasakan
langsung dampak buruk yang disebabkan terjadinya kerusakan hutan. Umumnya responden tersebut memiliki pekerjaan yang sangat tergantung pada hutan.
Responden dengan pendidikan perguruan tinggi menyatakan sangat setuju bahwa kerusakan hutan dapat berdampak buruk bagi perekonomian masyarakat terutama
masyarakat hutan. Persepsi yang sangat positif tersebut berdasarkan pengetahuan yang lebih yang diperoleh responden dari bangku pendidikan. Seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, responden Sako Suban hanya menyatakan cukup setuju terkait dampak kerusakan hutan terhadap perekonomian masyarakat. Namun, di
sisi lain seluruh responden cenderung menyatakan setuju bahwa kegiatan restorasi ekosistem dapat dijadikan salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan
ekonomi yang disebabkan karena terjadinya kerusakan hutan. Sebagian besar responden Sako Suban cenderung menyatakan cukup
setuju terhadap pertanyaan negatif dan pertanyaan positif mengenai kegiatan restorasi ekosistem hubungannya dengan manfaat sosial yang dapat diperoleh
masyarakat. Masih terdapat beberapa responden yang menyatakan bahwa kegiatan restorasi ekosistem tidak diterima oleh masyarakat karena dapat menimbulkan
dampak yang buruk terhadap kehidupan masyarakat Sako Suban. Responden menganggap
bahwa kegiatan
tersebut membatasi
masyarakat dalam
memanfaatkan hasil hutan. Persepsi tersebut diberikan responden karena responden belum memahami kegiatan restorasi ekosistem dan manfaat yang dapat
diperoleh bagi kehidupan. Namun, responden yang memiliki pendidikan perguruan tinggi memperoleh nilai rata-rata tertinggi yang menunjukkan bahwa
responden cenderung sangat tidak setuju apabila kegiatan restorasi tidak diterima dan dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi masyarakat. Responden yang
bersangkutan memberikan pernyataan sebaliknya bahwa kegiatan restorasi ekosistem diterima karena dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat.
Sama halnya dengan responden Sako Suban, responden Tanjung Sari juga memiliki pendidikan yang beragam. Responden Tanjung Sari yang memiliki
pendidikan SMA lebih dominan dibandingkan dengan responden dengan pendidikan formal yang lain, walaupun jumlahnya tidak jauh berbeda dengan
jumlah responden yang memiliki pendidikan lainnya karena jumlah total responden Tanjung Sari juga sedikit, hanya 14 orang. Jumlah responden yang
mendominasi dengan pendidikan SMA menunjukkan bahwa masyarakat di Desa Tanjung Sari lebih maju dalam pendidikan dibandingkan dengan masyarakat
Batin Sembilan dan Sako Suban. Hal ini dikarenakan masyarakat Tanjung Sari merupakan masyarakat transmigrasi yang umumnya lebih terbuka dan peduli
terhadap pendidikan. Di Desa Tanjung Sari sudah terdapat gedung sekolah, yaitu SD dan SMP. Akses bagi masyarakat untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang
lebih tinggi yang terdapat di desa lain dan di kota juga lebih mudah dibandingkan dengan akses yang harus ditempuh masyarakat Batin Sembilan maupun Sako
Suban. Pendidikan yang dimiliki seluruh responden Tanjung Sari secara umum
tidak mempengaruhi persepsi terhadap kegiatan restorasi ekosistem. Responden yang tidak sekolah, responden dengan pendidikan SMP dan perguruan tinggi
cenderung setuju bahwa kerusakan hutan dapat menyebabkan perubahan terhadap kondisi fisik hutan dan bahkan perubahan fungsi hutan. Namun, nilai rata-rata
yang diperoleh responden dengan pendidikan SD dan SMA menunjukkan bahwa responden cenderung cukup setuju dengan pernyataan mengenai perubahan
kondisi fisik dan fungsi hutan dikarenakan terjadinya kerusakan hutan. Persepsi tersebut dikarenakan umumnya sebagian besar responden tidak memiliki tingkat
ketergantungan yang tinggi terhadap hutan dan sumberdayanya sehingga kurangnya kepedulian terhadap kondisi hutan. Beberapa responden lainnya ada
yang memiliki pengetahuan yang lebih seperti responden dengan pendidikan SMP dan perguruan tinggi sehingga responden mengetahui bahwa suatu hal negatif
yang dilakukan terhadap hutan, maka dapat menimbulkan kerusakan hutan dan dapat merubah fungsi hutan. Responden yang tidak sekolah memperoleh nilai
rata-rata tertinggi yang meunjukkan bahwa responden cenderung sangat setuju apabila terjadinya kerusakan hutan maka kondisi fisik dan fungsi hutan dapat
berubah. Responden tersebut diasumsikan memberikan persepsi yang sangat
positif dikarenakan pengalaman langsung dan pengetahuan lokal yang dimiliki responden.
Perubahan kondisi fisik hutan dan fungsi hutan merupakan salah satu permasalahan yang harus diatasi supaya hutan kembali pulih dan tetap terjaga
kelestariannya. Salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan restorasi ekosistem. Responden Tanjung Sari umumnya cenderung setuju
dengan nilai rata-rata yang tergolong tinggi untuk manfaat ekologi yang dapat diperoleh dari kegiatan restorasi ekosistem. Responden berharap apabila terjadi
kerusakan hutan yang dapat menimbulkan perubahan kondisi fisik hutan dan perubahan fungsi hutan maka kegiatan restorasi ini menjadi salah satu upaya
dalam mengatasi permasalahan tersebut. Upaya pemulihan tersebut dapat berjalan lancar apabila terdapat dukungan dan peran dari masyarakat. Dengan demikian,
responden cenderung menyatakan setuju bahkan sangat setuju apabila dilibatkan dalam kegiatan restorasi tersebut. Selain itu, responden juga menyadari bahwa
kelestarian hutan merupakan salah satu tanggung jawab masyarakat. Menurut responden Tanjung Sari, kerusakan hutan tidak menimbulkan
dampak yang buruk terhadap perekonomian masyarakat Tanjung Sari. Oleh karena itu, seluruh responden menyatakan cukup setuju terhadap pertanyaan yang
terkait dengan dampak kerusakan hutan pada perekonomian masyarakat. Responden juga menyatakan cukup setuju bahkan tidak setuju bahwa kegiatan
restorasi ekosistem dapat mengatasi dampak kerusakan hutan terhadap perekonomian masyarakat. Responden memberikan persepsi negatif dikarenakan
pihak PT REKI belum melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada masyarakat Tanjung Sari, sehingga masyarakat belum mengetahui dan memahami restorasi
ekosistem dan manfaat yang dapat diperoleh masyarakat jika kegiatan ini dilakukan. Selain itu, masyarakat Tanjung Sari juga merupakan masyarakat yang
mandiri dan tidak menggantungkan hidupnya pada hutan. Umumnya masyarakat memiliki lahan yang diberikan pemerintah untuk digarap dan masyarakat
menjadikan lahan tersebut untuk kebun sawit. Oleh karena itu, sawit merupakan salah satu sumber kehidupan bagi masyarakat Tanjung Sari.
Nilai rata-rata yang diperoleh responden untuk persepsi terhadap manfaat sosial dari restorasi ekosistem, secara umum menunjukkan bahwa responden
cukup setuju apabila kegiatan restorasi ekosistem tidak diterima oleh masyarakat dan tidak bermanfaat bagi masyarakat karena umumnya masyarakat Tanjung Sari
belum mengetahui secara jelas manfaat dari restorasi ekosistem ini. Responden juga menyatakan cukup setuju bahwa kegiatan restorasi ekosistem diterima oleh
masyarakat karena responden memiliki harapan jika kegiatan restorasi ekosistem ini dilakukan maka dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Tanjung Sari.
5.2.2 Persepsi Masyarakat Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang dimiliki masyarakat, yaitu sebagai penyadap getah, petani sawit, tanaman perkebunan dll, buruh, wiraswastapedagang, penebang
kayu, ibu rumah tangga dan pegawai. Masyarakat Batin Sembilan pada umumnya memiliki pekerjaan sebagai penyadap getah dan petani, sebagian kecil sebagai
buruh tandan kelapa sawit dan sebagai pegawai di perkebunan kelapa sawit milik PT Asiatic Persada. Selain itu, masih terdapat masyarakat yang melakukan
perburuan terhadap satwaliar. Satwaliar yang diburu pada umumnya yaitu jenis burung.
Responden yang memiliki pekerjaan sebagai penyadap getah, biasanya menyadap getah dari pohon balam Palaquium spp., jelutung Dyera sp. dan
karet Hevea brasiliensis yang terdapat di dalam hutan areal Harapan Rainforest. Namun, setelah ada Harapan Rainforest PT REKI, penyadapan
terhadap getah balam sudah tidak dilakukan. Pihak PT REKI menghimbau kepada masyarakat Batin Sembilan terutama masyarakat untuk tidak menyadap getah
balam karena untuk menyadap getahnya terlebih dahulu harus menebang pohonnya agar getah balam keluar. Apabila getah balam terus disadap, maka akan
banyak pohon balam yang ditebang dan itu dapat merusak hutan. Oleh karena itu, sekarang ini responden dari masyarakat Batin Sembilan hanya melakukan
penyadapan getah terhadap pohon karet dan jelutung yang terdapat di dalam areal Harapan Rainforest Gambar 9a dan 9b.
a b
Gambar 9 a Jelutung Dyera sp. dan b Karet Hevea braciliensis.
Responden yang bekerja sebagai petani, umumnya memiliki lahan kebun yang ditanami tanaman untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti
singkong, ubi, tanaman obat dan lain-lain. Selain itu, terdapat responden yang memiliki kebun karet. Lahan hutan yang dijadikan kebun oleh masyarakat Batin
Sembilan, umumnya lahan hutan yang termasuk areal yang dimiliki PT REKI. Oleh karena itu, hal tersebut menimbulkan konflik lahan tetapi tidak terjadi secara
besar. Konflik tersebut segera diselesaikan dengan tahapan pembuatan peta partisipatif yang difasilitasi oleh pihak WARSI. Dalam pembuatan peta tersebut
digambarkan lahan hutan yang telah dijadikan kebun dan dianggap menjadi tanah adat yang dimiliki masyarakat secara turun-temurun, serta batas-batas areal
Harapan Rainforest. Perburuan terhadap satwa liar terutama burung masih dilakukan oleh
responden. Perburuan masih dilakukan denga cara tradisional yang sederhana, yaitu menggunakan jerat, alat pikat dan memanjat pohon untuk mengambil anakan
burung juvenil dalam sarangnya. Jenis-jenis burung yang biasa diburu oleh beberapa orang responden dari masyarakat Batin Sembilan ditampilkan pada
Gambar 10.
a Tiong Emas Gracula speciosa b Kucica Copsychus sp. Gambar 10 Contoh jenis-jenis burung yang diburu oleh responden dari
masyarakat Batin Sembilan. Sebagian kecil responden Batin Sembilan bekerja sebagai buruh tandan
kelapa sawit. Sedikitnya jumlah orang yang bekerja sebagai buruh tandan sawit ini karena harga tandan sawit yang relatif murah di pasaran, walau terkadang
harga tandan sawit juga dapat mengalami kenaikan tetapi hal tersebut tidak menentu. Oleh karena itu, pekerjaan ini kurang diminati karena kurang dapat
mencukupi kebutuhan hidup walaupun pekerjaan ini tergolong mudah untuk dilakukan. Responden yang bekerja sebagai buruh tandan sawit melakukan
pengumpulan tandan sawit dari kelapa sawit yang jatuh yang berada di perkebunan kelapa sawit milik PT Asiatic Persada yang lokasinya berdekatan
dengan areal Harapan Rainforest atau lebih tepatnya hanya dibatasi jalan tanah yang dibuat untuk mengangkut hasil panen kelapa sawit. Jalan yang dibuat untuk
mengangkut hasil panen sawit dan responden yang bekerja sebagai buruh tandan sawit ditampilkan pada Gambar 11.
a b
Gambar 11 a Jalan tanah sebagai batas antara kawasan Harapan Rainforest dengan PT Asiatic Persada dan b Seorang buruh tandan sawit.
Responden Sako Suban lebih banyak bekerja sebagai petani, yaitu petani karet, tanaman pangan dan sawit. Sebagian lahan yang dijadikan sebagai kebun
oleh masyarakat merupakan areal yang dimiliki oleh PT REKI dan perusahaan lain. Oleh karena itu, hal ini juga menimbulkan konflik lahan. Masyarakat yang
memiliki lahan di Desa Sako Suban banyak yang berasal dari luar desa yang datang ke Sako Suban untuk membeli lahan karena menurut masyarakat lahan di
Sako Suban dijual dengan harga yang cukup murah dibandingkan di tempat lain. Hal ini juga yang menimbulkan konflik karena masyarakat berusaha untuk
mempertahankan hak terhadap lahan yang sudah dibeli. Konflik ini dapat diatasi salah satunya dengan menghimbau masyarakat untuk menanam jenis pohon sesuai
tujuan dan rencana yang sudah disusun untuk tahapan penanaman. Salah satu jenis pohon yang biasa dan dapat ditanam oleh masyarakat Sako Suban, yaitu karet
Hevea braciliensis. Selain bekerja di kebun sebagai petani karet, terdapat responden yang
bekerja sebagai penyadap getah. Biasanya responden menyadap getah di kebun karet milik orang lain dengan sistem bagi hasil. Selain itu, masih banyak
masyarakat Sako Suban yang bekerja sebagai penebang kayu secara ilegal dan hanya empat orang responden yang memiliki pekerjaan tersebut yang berhasil
diwawancarai karena cukup sulit untuk meyakinkan responden dan untuk menggali informasi mengenai pekerjaan tersebut. Responden bekerja sebagai
penebang kayu karena bagi para penebang tersebut pekerjaan ini dapat
menghasilkan uang yang lebih banyak dibandingkan dengan pekerjaan yang lainnya. Kayu hasil tebangan biasanya dijual ke kota atau dijual ke masyarakat di
Sako Suban untuk membangun rumah. Responden juga biasanya menerima pesanan kayu dari jenis pohon tertentu yang dipesan oleh seseorang yang berasal
dari kota. Kayu yang dipesan umumnya kayu bulian yang memiliki kualitas yang bagus. Kayu hasil tebangan liar ditampilkan pada Gambar 12.
Gambar 12 Kayu hasil tebangan secara liar. Selain menebang kayu secara ilegal, masih ada masyarakat yang
melakukan perburuan terhadap satwa liar terutama jenis burung. Burung hasil buruan biasanya dipelihara sendiri dan ada juga yang dijual. Beberapa contoh
jenis burung yang diburu masyarakat, yaitu tiong emas, bubut dan luntur Gambar 13a, b, dan c. Selain jenis burung, jenis mamalia juga biasa diburu seperti monyet
ekor panjang Gambar 13d, landak, babi hutan dan lain-lain.
a Tiong Emas Gracula speciosa b Bubut Centropus sp.
Gambar 13 Beberapa contoh satwa liar yang diburu masyarakat Sako Suban.
Responden Sako Suban juga ada yang bekerja sebagai kepala desa dan perangkatnya, guru serta bidan yang digolongkan sebagai pegawai. Selain itu,
terdapat responden yang bekerja sebagai wiraswastapedagang yang membuka warung-warung dengan menjual bensin, kebutuhan hidup sehari-hari dan jajanan.
Sebagian kecil responden juga berperan sebagai ibu rumah tangga. Pekerjaan sebagai petani kelapa sawit mendominasi jenis pekerjaan yang
dilakukan oleh responden Tanjung Sari. Pada awalnya setiap masyarakat yang menjadi transmigran diberi lahan seluas 2,5 ha rumah dan lahan kebun dan
setiap masyarakat menanami kebunnya dengan sawit. Oleh karena itu, sawit dijadikan sebagai sumber pendapatan masyarakat dan pembangunan fisik di Desa
Tanjung Sari. Selain itu, yang manjadi responden juga ada yang bekerja sebagai pegawai yaitu kepala desa dan perangkatnya, serta satu orang yang bekerja
sebagai wiraswastapedagang yang membuka toko di pasar yang terdapat di Desa Tanjung Sari.
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dikelompokkan bahwa pekerjaan sebagai penebang kayu, penyadap getah dan petani merupakan pekerjaan yang
tergantung pada keberadaan hutan dan sumberdayanya, sedangkan empat jenis pekerjaan yang lainnya tidak memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi pada
hutan dan sumberdayanya. Tabel 10 menjelaskan tingkat persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem berdasarkan pekerjaan.
d Monyet ekor panjang Macaca fascicularis
c Luntur Harpactes sp.
Tabel 10 Tingkat Persepsi Masyarakat Berdasarkan Pekerjaan
Masyarakat Pekerjaan
Jumlah Responden
orang Persepsi terhadap Manfaat Restorasi Ekosistem
Ekologi Ekonomi
Sosial Rata-rata
Rata-rata Rata-rata
FH RE
PM DKH
RE PNRE
PPRE
Batin Sembilan Penebang kayu
- -
- -
- -
- -
Penyadap getah 13
3,87 3,85 4,21
4,20 3,62
3,77 3,45
Petani 9
3,55 3,73 4,50
4,55 3,93
3,94 3,85
Buruh 7
3,74 3,84 4,60
4,88 4,15
3,84 3,97
Ibu rumah tangga -
- -
- -
- -
- Wiraswastapedagang
- -
- -
- -
- -
Pegawai 1
4,84 4,31 5,00
3,66 3,73
4,47 4,00
Sako Suban Penebang kayu
4 2,83
3,17 2,98 3,51
2,80 2,71
2,73 Penyadap getah
8 3,39
4,06 4,16 3,05
4,15 3,88
3,95 Petani
18 3,73
3,97 4,11 3,24
4,02 3,39
3,82 Buruh
- -
- -
- -
- -
Ibu rumah tangga 4
3,62 4,21 4,47
2,90 3,90
4,00 3,94
Wiraswastapedagang 6
2,63 2,95 3,54
3,65 3,01
2,25 2,82
Pegawai 5
2,97 4,37 4,68
3,16 3,81
3,87 3,84
Tanjung Sari Penebang kayu
- -
- -
- -
- -
Penyadap getah -
- -
- -
- -
- Petani
9 3,72
3,86 3,80 3,12
2,89 3,72
3,35 Buruh
- -
- -
- -
- -
Ibu rumah tangga -
- -
- -
- -
- Wiraswastapedagang
1 4,09
3,91 5,00 3,13
1,52 2,83
2,94 Pegawai
4 3,39
3,27 3,96 2,49
2,90 3,54
3,56 Keterangan : 1= Sangat tidak setuju; 2= Tidak setuju; 3= Cukup setuju; 4= Setuju; 5= Sangat
setuju; FH= Fungsi hutan; RE= Restorasi ekosistem; PM= Peran masyarakat; DKH= Dampak kerusakan hutan; PNRE= Pertanyaan negatif tentang restorasi
ekosistem; dan PPRE= Pertanyaan positif tentang restorasi ekosistem.
Tabel 10 menjelaskan persepsi responden Batin Sembilan, Sako Suban dan Tanjung Sari berdasarkan jenis pekerjaan yang dimiliki masing-masing
responden. Secara umum, pekerjaan mempengaruhi persepsi yang diberikan oleh responden Batin Sembilan, tetapi pekerjaan tidak mempengaruhi persepsi yang
diberikan responden Sako Suban dan Tanjung Sari. Persepsi responden Batin Sembilan terhadap manfaat ekologi umumnya
positif. Nilai rata-rata yang tergolong tinggi menunjukkan responden cenderung setuju bahkan sangat setuju apabila hutan rusak maka fungsi hutan akan
terganggu. Fungsi hutan yang dimaksud yaitu sebagai tempat penyimpanan dan persediaan cadangan air, persediaan dan penyimpanan udara segar, satwa liar dan
tumbuhan, mencegah bencana banjir dan longsor. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya dalam mengatasi permasalahan yang ditimbulkan dari kerusakan hutan,
maka dilakukan proyek bersama dalam rangka pemulihan kawasan hutan yang rusak supaya berfungsi sebagaimana mestinya. Kegiatan restorasi ekosistem dapat
menjadi salah satu upaya atau solusi untuk mengatasi masalah tersebut dan responden cenderung setuju dengan pernyataan bahwa kegiatan restorasi
ekosistem merupakan salah satu upaya dalam memulihkan kondisi hutan yang rusak sehingga dapat kembali berfungsi sesuai peruntukkannya. Responden
mendukung kegiatan restorasi dengan bersedia apabila dilibatkan dalam kegiatan tersebut, karena seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa responden Batin
Sembilan menganggap hutan sebagai tempat tinggal sehingga menjaga kelestarian hutan menjadi salah satu tugas bagi masyarakat Batin Sembilan.
Nilai rata-rata yang diperoleh pada persepsi masyarakat terhadap peran serta masyarakat dalam melestarikan hutan juga menunjukkan bahwa pekerjaan
mempengaruhi persepsi responden Batin Sembilan. Nilai rata-rata tersebut menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat ketergantungan dari suatu pekerjaan
yang dimiliki responden maka semakin tinggi nilai rata-rata yang diperoleh dan semakin positif persepsi yang diberikan. pernyataan tersebut berbanding terbalik,
karena diasumsikan bahwa responden dengan pekerjaan yang memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap hutan dan sumberdayanya maka responden
akan semakin waspada untuk setiap program yang masuk dari perusahaan yang bersangkutan. Namun, apabila program atau kegiatan dari perusahaan sesuai
dengan karakteristik masyarakat maka akan lebih mudah bagi masyarakat untuk mendukung dan ikut terlibat demi kelancaran kegiatan tersebut.
Menurut responden Batin Sembilan, apabila terjadi kerusakan hutan maka sangat berpengaruh terhadap pekerjaan masyarakat Batin Sembilan. Hal tersebut
dapat dilihat dari nilai rata-rata yang tergolong tinggi yang menunjukkan responden cenderung setuju bahkan sangat setuju apabila terjadi kerusakan hutan
maka sumberdaya hutan yang menjadi sumber utama kehidupan mengalami penurunan. Masalah itu juga dapat mengakibatkan kebutuhan hidup tidak
terpenuhi dan sulitnya memperoleh pekerjaan lain selain memanfaatkan sumberdaya yang ada di hutan. Oleh karena itu, responden juga cenderung
menyatakan setuju bahwa kegiatan restorasi ekosistem dapat membantu masyarakat Batin Sembilan dalam mengatasi masalah yang ditimbulkan karena
kerusakan hutan. Kegiatan penanaman menjadi fokus dari kegiatan restorasi ekosistem dan jenis yang ditanam yaitu jenis pohon hutan yang umumnya dapat
dimanfaatkan masyarakat, dua diantaranya yaitu karet dan jelutung yang biasa disadap getahnya oleh masyarakat Batin Sembilan. Kegiatan penanaman tersebut
menjadi salah satu kegiatan yang sangat diharapkan masyarakat Batin Sembilan, selain pembuatan peta partisipatif yang sudah dijelaskan sebelumnya. Selain itu,
responden juga setuju dan bersedia jika dilibatkan dalam kegiatan tersebut sebagai tenaga kerja karena dengan demikian terdapat peluang pekerjaan yang baru dan
dianggap lebih baik dari pekerjaan sebelumnya. Selain persepsi terhadap peran masyarakat, nilai rata-rata yang diperoleh
untuk persepsi responden terhadap pertanyaan positif dari restorasi ekosistem juga memperlihatkan adanya pengaruh dari pekerjaan yang dimiliki responden. Nilai
rata-rata tersebut menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat ketergantungan dari suatu pekerjaan terhadap hutan maka semakin tinggi nilai rata-rata yang
diperoleh dan semakin positif persepsi yang diberikan. Hal ini dikarenakan responden yang memiliki pekerjaan dengan tingkat ketergantungan yang tinggi
terhadap hutan maka lebih sulit untuk menerima kegiatan restorasi ekosistem yang cukup membatasi pekerjaan masyarakat terutama sebagai penyadap getah, seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pihak PT REKI menghimbau masyarakat untuk tidak menyadap getah balam. Himbauan tersebut dipenuhi dan dipatuhi oleh
masyarakat, namun pendapatan masyarakat menjadi berkurang. Oleh karena itu, responden yang mewakili masyarakat menyatakan cukup setuju bahwa kegiatan
restorasi diterima dan bermanfaat bagi masyarakat karena umumnya responden belum merasakan secara langsung manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan ini.
Bagi responden yang memiliki pekerjaan yang tidak tergantung pada hutan cenderung setuju dengan dilakukannya kegiatan restorasi ekosistem, karena pada
dasarnya kegiatan tersebut tidak akan mengganggu pekerjaan yang dimiliki responden. Bahkan kegiatan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat Batin Sembilan. Tabel 10 menjelaskan bahwa pekerjaan yang dimiliki responden Sako
Suban tidak mempengaruhi persepsi yang diberikan terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang dilakukan PT REKI. Nilai rata-rata yang diperoleh tidak ada yang
menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat ketergantungan dari suatu pekerjaan terhadap hutan maka semakin tinggi nilai rata-rata yang diperoleh dan semakin
positif persepsi yang diberikan. Responden dengan pekerjaan yang berbeda-beda umumnya memperoleh nilai rata-rata yang beragam.
Umumnya responden Sako Suban cenderung menyatakan cukup setuju terhadap manfaat ekologi yang terkait dengan fungsi hutan. Responden
memberikan persepsi demikian dikarenakan belum merasakan secara langsung dan nyata bahwa kerusakan hutan dapat berdampak buruk pada fungsi hutan yang
sebenarnya. Responden masih menganggap bahwa hutan yang menjadi salah satu sumber mata pencaharian masyarakat Sako Suban kondisinya masih baik dan
tidak terjadi perubahan. Hanya responden yang bekerja sebagai petani yang cenderung menyatakan setuju bahwa kerusakan hutan dapat berdampak buruk
bagi kehidupan. Pada dasarnya, responden yang diwawancarai menyadari dan mengetahui permasalahan tersebut, tetapi responden umumnya masih kurang
peduli dan seolah tidak ingin tahu adanya permasalahan tersebut. Namun demikian, responden cenderung setuju dengan dilakukannya kegiatan restorasi
ekosistem, maka masalah-masalah yang diuraikan sebelumnya dapat teratasi. Nilai rata-rata persepsi responden terhadap peran serta masyarakat
menunjukkan bahwa responden juga cenderung setuju apabila dalam memanfaatkan hasil hutan harus didasarkan pada peraturan supaya hutan tetap
terjaga kelestariannya. Menurut responden, kelestarian hutan merupakan salah satu tanggung jawab masyarakat. Namun, responden yang bekerja sebagai
penebang kayu cenderung menyatakan cukup setuju karena responden belum dapat menerima sepenuhnya apabila dalam memanfaatkan hasil hutan terdapat
peraturan yang diberlakukan sehingga dalam menjalankan pekerjaannya terdapat suatu batasan-batasan. Batasan tersebut memungkinkan dapat merugikan
responden yang memiliki pekerjaan sebagai penebang kayu liar di dalam hutan. Terkait dengan manfaat ekonomi dari restorasi ekosistem, responden sempat
memberikan pernyataan bahwa responden mendukung kegiatan restorasi ekosistem dengan tidak melakukan penebangan kayu lagi, namun responden
menginginkan pekerjaan sebelumnya sebagai penebang kayu dialihkan ke pekerjaan yang lain. Jika pekerjaan tersebut dialihkan ke pekerjaan yang
memanfaatkan hasil hutan buka kayu seperti memanen madu hutan, responden mengharapkan adanya perhatian dan bantuan dari pihak PT REKI berupa
perlengkapan pengaman untuk melindungi diri ketika memanen madu yang terdapat pada pohon sialang.
Kerusakan hutan tidak cukup mempengaruhi kehidupan perekonomian masyarakat Sako Suban. Oleh karena itu, pada Tabel 10 dijelaskan bahwa nilai
rata-rata yang diperoleh responden untuk manfaat ekonomi dari restorasi khususnya mengenai dampak kerusakan hutan terhadap perekonomian masyarakat
tergolong sedang. Seluruh responden cenderung cukup setuju bahwa kerusakan hutan dapat berdampak buruk bagi kehidupan perekonomian masyarakat Sako
Suban, namun dampak buruk tersebut tidak berpengaruh besar terhadap kehidupan perekonomian masyarakat. Hal ini dikarenakan sebagian besar
responden memiliki pekerjaan yang tidak memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap hutan, walaupun banyak responden yang bekerja sebagai petani.
Para petani tersebut awalnya memang sangat tergantung pada lahan hutan untuk dijadikan sebagai perkebunan. Oleh karena itu, saat ini umumnya responden
sudah menggantungkan hidupnya pada perkebunan yang dimiliki walaupun sebagian besar lahan perkebunan yang dimiliki responden statusnya milik seorang
pengusaha bahkan juga milik PT REKI. Permasalahan tenurial yang terjadi dapat diatasi salah satunya dengan
melakukan kesepakatan antara masyarakat dengan pihak perusahaan yang bersangkutan. Bentuk kesepakatan yang dibuat dapat berdasarkan tujuan dari
perusahaan dan tipe perkebunan masyarakat. Dua hal tersebut dapat diselaraskan, apabila memang dari kedua belah pihak menginginkan seperti itu. Selain itu,
responden juga sempat menyatakan bahwa masyarakat Sako Suban berharap kepala desa beserta pihak perusahaan bersama-sama membuat tata batas yang
jelas supaya masyarakat tidak resah dengan status lahan yang dimiliki sekarang karena ada beberapa masyarakat yang lahannya overlap dengan lahan perusahaan.
Hal tersebut dapat diatasi salah satunya proses jual beli lahan lebih diperjelas, kepala desa sangat berperan penting dalam hal ini karena menurut responden
proses jual beli lahan dilakukan melalui kepala desa. Penguatan kelembagaan juga dapat menjadi salah satu program untuk mengatasi masalah tersebut.
Persepsi responden terhadap manfaat sosial dari restorasi ekosistem baik persepsi terhadap pertanyaan negatif maupun pertanyaan positif Lampiran 1
bagian C, terlihat adanya konsistensi dari responden dalam memberikan persepsi terhadap kegiatan restorasi ekosistem oleh PT REKI. Responden umumnya
menerima adanya kegiatan restorasi ekosistem yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kehidupan sosial masyarakat Sako Suban dan merupakan upaya yang baik
dilakukan dalam pemulihan kondisi kawasan hutan. Namun, sebagian kecil responden masih ada yang menyatakan cukup setuju bahkan setuju bahwa
kegiatan restorasi ekosistem tidak diterima oleh masyarakat karena dapat memberikan dampak yang buruk bagi masyarakat. Pernyataan tersebut
berdasarkan pengalaman responden selama berinteraksi dengan masyarakat lainnya dan menyampaikan persepsi masyarakat lainnya mengenai penolakan
terhadap kegiatan restorasi ekosistem. Penolakan tersebut umumnya diungkapkan masyarakat yang memiliki pekerjaan yang bertentangan dengan tujuan utama dari
kegiatan restorasi ekosistem. Persepsi responden terhadap kegiatan restorasi ekosistem selain yang telah
diuraikan sebelumnya, persepsi responden juga diberikan berdasarkan pada harapan masyarakat Sako Suban secara umum bahwa dengan dilakukannya
kegiatan restorasi ekosistem maka pihak PT REKI dapat memenuhi janji mengenai bantuan berupa bibit karet seperti yang sudah disosialisasikan pada
masyarakat Sako Suban. Menurut responden, hal tersebut belum dipenuhi oleh pihak PT REKI sehingga mengakibatkan masyarakat cukup kecewa. Masyarakat
sudah memenuhi hal yang diminta oleh pihak PT REKI yaitu penyediaan lahan untuk menyimpan bibit karet, tetapi pihak PT REKI belum memenuhi bantuan
yang dijanjikan. Dalam memberikan bantuan pada masyarakat memang harus melalui tahapan-tahapan yang sudah menjadi prosedur atau peraturan perusahaan.
Oleh karena itu, diperlukan persiapan yang matang sebelum melakukan sosialisasi supaya tidak terjadi kesalahan dalam penyampaian informasi pada masyarakat
yang dapat menyebabkan kesalahpahaman di masyarakat sehingga menimbulkan kekecewaan. Walaupun demikian, responden tetap berharap pada pihak
perusahaan untuk memenuhi janji dengan memberikan bantuan tersebut.
Tabel 10 juga menjelaskan responden Tanjung Sari yang terbagi pada tiga jenis pekerjaan saja, yaitu responden yang bekerja sebagai petani,
wiraswastapedagang dan pegawai. Pekerjaan sebagai petani terutama petani sawit yang mendominasi jenis pekerjaan yang dimiliki responden. Jenis-jenis pekerjaan
tersebut juga tidak mempengaruhi persepsi responden terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang dilakukan PT REKI.
Responden Tanjung
Sari baik
yang bekerja
sebagai petani,
wiraswastapedagang dan pegawai memberikan persepsi yang baik terhadap manfaat ekologi terutama yang terkait dengan fungsi hutan. Nilai rata-rata yang
diperoleh setiap responden tergolong sedang hingga tinggi. Responden cenderung setuju, kerusakan hutan dapat mengganggu fungsi hutan sebagai salah satu sumber
kehidupan bagi masyarakat. Bagi sebagian masyarakat Tanjung Sari, hutan dapat berfungsi sebagai penyedia lahan untuk perkebunan tanah, air, udara, satwa liar
dan tumbuhan. Namun, memang pada dasarnya dampak buruk dari kerusakan hutan tidak dirasakan langsung oleh masing-masing responden karena pekerjaan
yang responden miliki tidak tergantung pada hutan. Persepsi yang diberikan responden berdasarkan pengetahuan yang responden peroleh dari bangku sekolah,
karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat Tanjung Sari lebih terbuka untuk menerima informasi dari bangku sekolah maupun dari luar
sekolah. Berdasarkan pengetahuan umum yang dimiliki, responden juga menyetujui
apabila kegiatan restorasi ekosistem dilakukan, maka akan memberikan manfaat yang baik karena kegiatan tersebut bertujuan untuk memulihkan kondisi kawasan
hutan yang rusak. Kegiatan restorasi juga diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang ditimbulkan karena terjadinya kerusakan hutan yang
disebabkan penebangan pohon secara liar dan berlebihan, serta pemanfaatan sumberdaya hutan lainnya seperti satwa liar dan tumbuhan secara berlebihan.
Umumnya responden Taanjung Sari bersedia untuk mendukung dan ikut serta apabila dilibatkan dalam kegiatan restorasi yang dilakukan PT REKI.
Namun, sebelumnya responden berharap PT REKI melakukan sosialisasi dan pendekatan terlebih dahulu kepada masyarakat untuk mempermudah dalam
penyampaian informasi. Salah seorang perangkat desa juga sempat menyatakan
bahwa untuk melakukan sosialisasi pada masyarakat tidak hanya dengan membuka lowongan pekerjaan saja, karena hanya sedikit orang dari masyarakat
yang mampu dan diterima untuk bekerja. Sosialisasi juga tidak dilakukan secara konvoi dari pihak PT REKI, karena hal tersebut hanya akan menakuti masyarakat.
Tingkat interaksi antara pihak PT REKI dengan masyarakat Tanjung Sari memang tidak tinggi dan belum terjalin hubungan yang baik. Hal tersebut sempat
terungkap dari jawaban untuk satu pertanyaan yang sama yang diberikan kepada salah seorang perangkat desa dan pihak PT REKI. Jawaban yang diberikan tidak
sesuai satu sama lain. Pernyataan tersebut memang wajar apabila diungkapkan karena memang belum terjalinnya suatu hubungan yang baik. Selain itu,
dikarenakan sempat ada warga Tanjung Sari yang bermasalah dengan pihak PT REKI sehingga ini menjadi kendala juga dalam proses sosialisasi. Oleh karena itu,
perlu dilakukan persiapan yang matang untuk melakukan sosialisasi dan pendekatan pada masyarakat yang disesuaikan dengan karakteristik masyarakat
setempat. Sebagian besar responden Tanjung Sari tidak merasakan langsung dampak
buruk dari kerusakan hutan pada kehidupan perekonomian. Oleh karena itu, responden cenderung menyatakan cukup setuju dengan nilai rata-rata yang
tergolong sedang yaitu 3,12 petani, 3,13 wiraswastapedagang dan 2,49 pegawai. Responden cukup setuju bahwa kerusakan hutan dapat berdampak
buruk pada kehidupan perekonomian masyarakat yang memiliki pekerjaan yang bergantung pada hutan dan sumberdayanya, tetapi tidak mempengaruhi
perekonomian responden. Pada dasarnya memang pekerjaan yang dimiliki responden tidak berhubungan dengan hutan. Namun demikian, responden
memberikan pernyataan bahwa responden cenderung cukup setuju dengan dilakukannya kegiatan restorasi ekosistem maka dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat, karena dengan adanya kegiatan tersebut yang dilakukan oleh suatu perusahaan maka akan tersedianya lapangan pekerjaan yang baru bagi masyarakat
yang memang membutuhkannya. Akan tetapi, bagi responden yang bekerja sebagai wiraswastapedagang, kegiatan restorasi tidak dapat meningkatkan
kehidupan perekonomian. Oleh karena itu, responden yang bersangkutan menyatakan tidak setuju dengan nilai rata-rata yang tergolong rendah yaitu 1,52.
Responden tidak setuju karena memang pekerjaan responden sama sekali tidak ada hubungannya dengan hutan, sehingga dengan dilakukannya kegiatan restorasi
juga tidak akan mempengaruhi pada peningkatan pendapatannya. Terkait dengan persepsi responden terhadap manfaat sosial dari restorasi
ekosistem Lampiran 1 bagian C, umumnya responden Tanjung Sari belum dapat mengatakan bahwa kegiatan restorasi ekosistem ini diterima atau tidak oleh
masyarakat, sesuai atau tidak dengan nilai-nilai budaya masyarakat, bermanfaat atau tidak bagi kehidupan sosial masyarakat dan masyarakat dapat memperoleh
keuntungan atau justru kerugian dengan adanya kegiatan ini. Hal tersebut dikarenakan pada dasarnya kegiatan restorasi ekosistem belum dilakukan di
wilayah sekitar Desa Tanjung Sari dan pihak PT REKI juga belum melakukan sosialisasi pada masyarakat Tanjung Sari. Oleh karena itu, masyarakat khususnya
yang menjadi responden belum mengetahui secara jelas tujuan dan pentingnya restorasi ekosistem. Akan tetapi, apabila kegiatan tersebut dilakukan dan tidak
menimbulkan pengaruh yang negatif pada masyarakat maka masyarakat akan mendukung berjalannya kegiatan restorasi tersebut.
5.2.3 Persepsi Masyarakat Berdasarkan Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan masyarakat yang diukur, yaitu mulai dari tingkat pendapatan terendah Rp 50.000 sampai yang tertinggi Rp 1.000.000. Sebagian
besar tingkat pendapatan responden Batin Sembilan dan Tanjung Sari tergolong sedang, sedangkan pendapatan responden Sako Suban tergolong sedang hingga
tinggi. Pendapatan yang tinggi yang diperoleh responden Sako Suban pada umumnya yaitu responden yang bekerja sebagai penebang kayu. Tabel 11
menjelaskan tingkat persepsi masyarakat berdasarkan pendapatan.
Tabel 11 Tingkat Persepsi Masyarakat Berdasarkan Pendapatan
Masyarakat PendapatanBulan
Jumlah Responden
orang Persepsi terhadap Manfaat Restorasi Ekosistem
Ekologi Ekonomi
Sosial Rata-rata
Rata-rata Rata-rata
FH RE
PM DKH
RE PNRE
PPRE Batin Sembilan
Rp 50.000 2
3,92 3,96
5,00 5,00
4,68 4,00
4,37 Rp 50.000-Rp 500.000
10 3,56
3,65 4,33
4,61 3,84
3,86 3,56
Rp 500.001-Rp 1.000.000 17
3,82 3,93
4,30 4,33
3,75 3,80
3,70 Rp 1.000.000
1 4,84
4,31 5,00
3,66 3,73
4,47 4,00
Sako Suban
Rp 50.000 7
3,40 4,31
4,06 2,60
4,40 3,44
3,98 Rp 50.000-Rp 500.000
11 3,02
3,69 3,73
3,15 3,53
3,68 3,37
Rp 500.001-Rp 1.000.000 16
3,71 3,85
4,38 3,55
3,90 3,23
3,73 Rp 1.000.000
11 3,22
3,64 3,77
3,62 3,26
3,13 3,36
Tanjung Sari
Rp 50.000 -
- -
- -
- -
- Rp 50.000-Rp 500.000
3 3,99
3,47 3,66
2,46 2,38
3,24 3,04
Rp 500.001-Rp 1.000.000 10
3,70 3,72
3,99 3,01
2,79 3,80
3,42 Rp 1.000.000
1 2,44
4,00 4,00
3,72 4,00
2,83 3,48
Keterangan : 1= Sangat tidak setuju; 2= Tidak setuju; 3= Cukup setuju; 4= Setuju; 5= Sangat setuju; FH= Fungsi hutan; RE= Restorasi ekosistem; PM= Peran masyarakat;
DKH= Dampak kerusakan hutan; PNRE= Pertanyaan negatif tentang restorasi ekosistem; dan PPRE= Pertanyaan positif tentang restorasi ekosistem.
Tabel 11 menjelaskan persepsi responden terhadap kegiatan restorasi ekosistem berdasarkan tingkat pendapatan responden. Tingkat pendapatan tidak
mempengaruhi persepsi responden Batin Sembilan. Secara umum, responden memberikan persepsi yang positif. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata
yang diperoleh tergolong tinggi. Hutan berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Apabila hutan rusak maka
fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan akan terganggu. Hal tersebut disepakati dan disetujui oleh responden Batin Sembilan, karena memang pada
dasarnya responden sangat bergantung pada keberadaan hutan beserta sumberdayanya. Apabila hutan rusak diharapkan segera dipulihkan dan restorasi
ekosistem menjadi salah satu upaya yang dapat mengatasi permasalahan kerusakan hutan.
Dilihat dari nilai rata-rata yang diperoleh pada persepsi terhadap peran serta masyarakat tergolong tinggi, dengan demikian responden Batin Sembilan
dapat dikatakan sangat setuju bahwa kelestarian hutan merupakan salah satu tanggung jawab masyarakat. Oleh karena itu, dalam memanfaatkan hasil hutan
harus berdasarkan peraturan yang berlaku supaya tidak dilakukan secara
berlebihan karena dapat mengakibatkan kelangkaan dari sumberdaya hutan. Hal tersebut berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat hutan.
Kerusakan hutan juga sangat berpengaruh bagi kehidupan perekonomian masyarakat Batin Sembilan. Dampak buruk akan dialami masyarakat, seperti
sumberdaya hutan yang dapat dimanfaatkan menjadi lebih sedikit bahkan tidak ada, sehingga kebutuhan hidup tidak dapat terpenuhi. Tingkat ketergantungan
yang tinggi terhadap hutan menyebabkan masyarakat Batin Sembilan cukup mengalami kesulitan untuk memperoleh pekerjaan yang lain selain memanfaatkan
sumberdaya hutan yang ada. Oleh karena itu, kehadiran PT REKI dengan kegiatan utamanya yaitu restorasi ekosistem diharapkan dapat membantu dalam mengatasi
permasalahan ekonomi masyarakat Batin Sembilan. Responden bersedia apabila dilibatkan pada kegiatan restorasi ekosistem. Terutama bagi responden yang
memiliki pendapatan rendah yaitu Rp 50.000, responden berharap dapat dilibatkan sebagai tenaga kerja di PT REKI walau memang cukup sulit untuk melibatkan
masyarakat Batin Sembilan karena tidak memiliki pendidikan yang formal. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa responden
Batin Sembilan menerima kegiatan restorasi ekosistem karena dapat bermanfaat bagi kehidupan serta sesuai dengan nilai-nilai budaya masyarakatnya. Hal tersebut
dapat dilihat dari nilai rata-rata yang diperoleh yang memperlihatkan adanya konsistensi dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan manfaat sosial
yang dapat diperoleh masyarakat dari kegiatan restorasi ekosistem Lampiran 1 bagian C.
Sama halnya dengan persepsi responden Batin Sembilan, persepsi responden Sako Suban juga tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan responden.
Baik responden yang memiliki pendapatan yang rendah maupun pendapatan yang tinggi, umumnya responden cenderung menyatakan cukup setuju bahwa fungsi
hutan dapat terganggu karena terjadinya kerusakan hutan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, responden Sako Suban masih menganggap bahwa kondisi hutan di
sekitarnya tidak mengalami kerusakan dan masyarakat juga belum merasakan hal yang buruk secara langsung. Responden menyatakan bahwa apabila hutan benar-
benar rusak pasti akan berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat, namun tidak pada saat ini.
Apabila hutan mengalami kerusakan dan diperkirakan akan mempengaruhi kehidupan masyarakat, maka diharapkan adanya solusi untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Responden cenderung setuju apabila restorasi ekosistem dapat membantu dalam mengatasi masalah kerusakan hutan yang suatu saat
mungkin akan terjadi. Sebagian besar responden menyadari bahwa keberadaan hutan dan kelestarian hutan menjadi salah satu tanggung jawab masyarakat. Oleh
karena itu, untuk menjaga kelestarian hutan maka dalam memanfaatkan hasil hutan harus ada peraturannya. Namun, di satu sisi lain masih banyak juga
responden yang mengetahui akan hal tersebut tetapi seolah tidak ingin mengetahuinya karena responden masih berpikir untuk kepentingan diri sendiri
bukan untuk kepentingan khalayak banyak. Sebagian responden Sako Suban yang tergolong memiliki pendapatan
rendah dan sedang cenderung menyatakan cukup setuju apabila hutan mengalami kerusakan maka akan berdampak buruk bagi perekonomian masyarakat. Hal
tersebut karena responden memiliki pendapatan yang bukan bersumber dari hutan tetapi dari hasil kebunnya. Oleh karena itu, kerusakan hutan tidak cukup
berpengaruh bagi perekonomian responden tersebut, kecuali bagi kebutuhan hidup lainnya seperti air dan udara. Sebagian responden lagi cenderung menyatakan
setuju, karena umumnya responden yang memiliki pendapatan tinggi yaitu responden yang memiliki pekerjaan sebagai penebang kayu di hutan. Apabila
hutan sudah gundul, maka tidak ada lagi sumber pendapatan bagi responden yang bersangkutan.
Kegiatan restorasi ekosistem memang cukup membatasi masyarakat Sako Suban terutama yang bekerja sebagai penebang kayu yang memiliki pendapatan
tinggi. Namun, responden cenderung menyatakan setuju bahwa kegiatan restorasi ekosistem ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satunya yaitu
dengan melibatkan masyarakat dan membuka lapangan pekerjaan yang baru bagi masyarakat.
Pada dasarnya, masih banyak masyarakat Sako Suban yang belum sepenuhnya menerima kegiatan restorasi ekosistem yang dilakukan PT REKI.
Walaupun masyarakat memperoleh informasi bahwa kegiatan ini dapat bermanfaat, tetapi masyarakat belum merasakan manfaatnya secara langsung.
Akan tetapi, sebagian masyarakat juga ada yang telah menerima kegiatan restorasi ini. Pihak PT REKI harus dapat meyakinkan kembali pada masyarakat supaya
masyarakat dapat mendukung kegiatan restorasi ekosistem ini. Lainya halnya dengan persepsi responden Batin Sembilan dan Sako
Suban, persepsi responden Tanjung Sari dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Nilai rata-rata yang diperoleh responden Tanjung Sari umumnya menunjukkan
bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin tinggi nilai rata-rata yang diperoleh dan semakin positif persepsi yang diberikan. Hal tersebut dapat dilihat
pada persepsi responden terhadap manfaat ekologi dari restorasi ekosistem. Responden memperoleh nilai rata-rata 3,47 hingga 4,00 yang menunjukkan
responden cukup setuju bahkan menyatakan setuju bahwa kegiatan restorasi ekosistem merupakan salah satu upaya dalam memulihkan kondisi hutan yang
rusak ke kondisi semula. Selain itu, pada manfaat ekologi responden juga cenderung menyatakan setuju bahwa kelestarian hutan merupakan salah satu
tanggung jawab masyarakat. Persepsi responden Tanjung Sari terhadap manfaat ekonomi dari restorasi
ekosistem juga memperlihatkan bahwa persepsi tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin tinggi nilai rata-
rata yang diperoleh dan semakin positif persepsi yang diberikan. responden yang memiliki tingkat pendapatan Rp 1.000.000 cenderung setuju terhadap kegiatan
restorasi ekosistem dengan nilai rata-rata 4,00. Responden tidak merasakan pengaruh yang besar terhadap pendapatan yang diperoleh dengan adanya kegiatan
restorasi ekosistem. Responden yang memperoleh pendapatan yang tergolong tinggi tersebut yaitu responden yang bekerja sebagai pegawai sehingga responden
mendukung adanya kegiatan restorasi ekosistem karena pada dasarnya kegiatan ini tidak mengganggu pekerjaan dan tidak berpengaruh terhadap pendapatan
responden. Responden yang cenderung tidak setuju terhadap pernyataan bahwa
kerusakan hutan dapat menyebabkan sumberdaya alam menjadi sedikit dan kebutuhan menjadi tidak terpenuhi, serta tidak ada lapangan pekerjaan lain selain
memanfaatkan sumberdaya hutan. Responden juga cenderung tidak setuju bahwa kegiatan restorasi ekosistem dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Responden yang memberikan persepsi demikian, umumnya responden yang memiliki pekerjaan yang tidak bergantung pada hutan dan memiliki pendapatan
yang tergolong rendah. Pada dasarnya persepsi yang diberikan responden Tanjung Sari tidak
hanya dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, tetapi dipengaruhi juga oleh tingkat interaksi antara responden dengan pihak PT REKI. Pihak PT REKI belum
melakukan sosialisasi dan pendekatan terhadap masyarakat Tanjung Sari. Sosialisasi dan perkenalan baru dilakukan pada kepala desa. Hal tersebut juga
dapat dilihat dari Tabel 11 untuk persepsi responden terhadap manfaat sosial dari restorasi ekosistem yang menunjukkan responden Tanjung Sari belum dapat
mengatakan bahwa masyarakat menerima kegiatan restorasi dan juga belum dapat mengatakan restorasi bermanfaat bagi kehidupan, responden baru sebatas
memiliki harapan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh PT REKI tersebut. Umumnya masyarakat mengharapkan sesuatu dari perusahaan terutama
berupa materi. Pada dasarnnya program-program yang dilakukan pada masyarakat juga merupakan program pendukung untuk mendukung program utama supaya
berjalan lancar dan berhasil sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Program utama dalam hal ini yaitu restorasi ekosistem untuk melestarikan hutan dan
mengembalikan fungsi hutan sesuai dengan peruntukkannya. Program yang dilakukan terhadap masyarakat baiknya tidak berupa
program yang instan supaya tidak menimbulkan pernyataan bahwa perusahaan baru merupakan sumber pendapatan yang baru juga bagi masyarakat. Masyarakat
umumnya masih berpikir pendek untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja, tidak berpikir panjang untuk masa depan. Oleh karena itu, dapat dilakukan
suatu program untuk merubah cara berpikir masyarakat. Program seperti ini memang sulit dilakukan, terutama jika berbenturan dengan karakter masyarakat
setempat yang sangat keras dan sulit menerima perubahan. Program ini dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan karakteristik masyarakat.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN