Total emisi karbon tahunan merupakan fungsi dari faktor-faktor, yaitu: 1 Luas areal yang ditebang per tahun; 2 Jumlah kayu yang dipanen per unit area
ha per tahun; 3 Jumlah limbah per ha per tahun yang merupakan sisa penebangan, pohon yang rusakmati akibat penebangan, kematian pohon akibat
jalan sarad, jalan angkut, TPn, logyard; 4 Biomassa kayu yang dipakai lama sebagai produk kayu GOFC – gold 2009.
2.4 Mengapa Karbon C Tersimpan Perlu Diukur
Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan
tersebut dipengaruhi, antara lain: peningkatan gas-gas asam arang atau karbondioksida CO
2
, metana CH
4
, dan nitrogen oksida N
2
O yang lebih dikenal dengan gas rumah kaca GRK. Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai
tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem Hairiah Rahayu 2007.
Konsentrasi GRK di atmosfir meningkat sebagai akibat adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain: pembakaran vegetasi hutan
dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan-kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna
lahan hutan menjadi lahan pertanian. Kebakaran hutan dan lahan serta gangguan lahan lainnya telah menempatkan Indonesia dalam urutan ketiga negara penghasil
emisi CO
2
terbesar di dunia. Indonesia berada di bawah Amerika Serikat dan China dengan jumlah emisi yang dihasilkan mencapai dua miliar ton CO
2
per tahun atau menyumbang 10 dari emisi CO
2
di dunia Hairiah Rahayu 2007. Tumbuhan memerlukan sinar matahari, gas asam arang CO
2
yang diserap dari udara, serta air dan hara yang diserap dari dalam tanah untuk
kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis, CO
2
di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh
tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah. Proses penimbunan C dalam tubuh tanaman hidup
dinamakan proses sekuestrasi C – sequestration. Dengan demikian mengukur jumlah C yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup biomassa pada suatu lahan
dapat menggambarkan banyaknya CO
2
di atmosfir yang diserap oleh tanaman Hairiah Rahayu 2007.
Lebih lanjut Hairiah dan Rahayu 2007 mengatakan, tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun campuran agroforestry
merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan C rosot C = C sink yang jauh lebih besar daripada tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan
keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak merupakan gudang penyimpanan C tertinggi baik di atas maupun di dalam
tanah. Hutan juga melepaskan CO
2
ke udara lewat respirasi dan dekomposisi pelapukan serasah, namun pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar
bila ada pembakaran yang melepaskan CO
2
sekaligus dalam jumlah yang besar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau
ladang pengembalaan maka C tersimpan akan merosot. Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO
2
di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO
2
oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan emisi CO
2
ke udara serendah mungkin. Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam pepohonan pada lahan-lahan
pertanian dan melindungi lahan gambut sangat penting untuk mengurangi jumlah CO
2
yang berlebihan di udara. Jumlah “C tersimpan” dalam setiap penggunaan lahan tanaman, serasah dan tanah, biasanya disebut juga sebagai “cadangan C”.
Jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya, serta cara pengelolaannya.
Penyimpanan C suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di atas tanah biomasa tanaman
ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah bahan organik tanah Hairiah Rahayu 2007.
Penebangan hutan akan menyebabkan terbukanya permukaan tanah terhadap radiasi dan cahaya matahari. Dampak langsungnya adalah meningkatnya
suhu tanah dan turunnya kadar air tanah. Dampak langsung lainnya dari kegiatan penebangan hutan adalah menurunnya cadangan karbon atas permukaan above-
ground carbon stocks dan selanjutnya akan mempengaruhi penyusutan cadangan
karbon bawah permukaan below-ground carbon stocks Murdiyarso et al. 2004.
Aliran karbon dari atmosfir ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu: pengikatan CO
2
ke dalam biomasa melalui fotosintesis dan pelepasan CO
2
ke atmosfir melalui proses dekomposisi dan pembakaran. Diperkirakan sekitar 60 Pg 1 Pg = 1 Gt karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir
setiap tahunnya, dan sebesar 0,7 ± 1,0 Pg karbon diserap oleh ekosistem daratan. Alih guna lahan dan konversi hutan merupakan sumber utama emisi CO
2
dengan jumlah sebesar 1,7 ± 0,6 Pg karbon per tahun. Apabila laju konsumsi bahan bakar
dan pertumbuhan ekonomi global terus berlanjut seperti yang terjadi pada saat ini, maka dalam jangka waktu 100 tahun yang akan datang suhu global rata-rata akan
meningkat sekitar 1,7 - 4,50 C Rahayu et al. 2007. Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertanian melepaskan cadangan
karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO
2
yang mampu diserap oleh hutan dan daratan secara keseluruhan. Dampak konversi hutan ini baru terasa
apabila diikuti dengan degradasi tanah dan hilangnya vegetasi, serta berkurangnya proses fotosintesis akibat munculnya hutan beton serta lahan yang dipenuhi
bangunan-bangunan dari aspal sebagai pengganti tanah atau rumput. Meskipun laju fotosintesis pada lahan pertanian dapat menyamai laju fotosintesis pada
hutan, namun jumlah cadangan karbon yang terserap lahan pertanian jauh lebih kecil. Selain itu, karbon yang terikat oleh vegetasi hutan akan segara dilepaskan
kembali ke atmosfir melalui pembakaran, dekomposisi sisa panen maupun pengangkutan hasil panen. Masalah utama yang terkait dengan alih guna lahan
adalah perubahan jumlah cadangan karbon. Pelepasan karbon ke atmosfir akibat konversi hutan berjumlah sekitar 250 Mg per ha C yang terjadi selama
penebangan dan pembakaran, sedangkan penyerapan kembali karbon menjadi vegetasi pohon relatif lambat, hanya sekitar 5 Mg per ha C. Penurunan emisi
karbon dapat dilakukan dengan cara, yaitu: 1 Mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dengan: mengelola hutan lindung, mengendalikan deforestasi,
menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut, dan memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah, 2 Meningkatkan
cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu, dan 3 Mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbarui secara langsung maupun
tidak langsung angin, biomasa, aliran air, radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi Rahayu et al. 2007.
Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut: 1 Meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, 2
Menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan 3 Mengembangkan hutan dengan jenis pohon
yang cepat tumbuh. Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomasa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan
karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon Hairiah Rahayu 2007.
Untuk memperoleh potensial penyerapan karbon yang maksimum perlu ditekankan pada kegiatan peningkatan biomasa di atas permukaan tanah bukan
karbon yang ada dalam tanah, karena jumlah bahan organik tanah yang relatif lebih kecil dan masa keberadaannya singkat. Hal ini tidak berlaku pada tanah
gambut Rahayu et al. 2007. Cadangan karbon pada suatu sistem penggunaan lahan dipengaruhi oleh
jenis vegetasinya. Suatu sistem penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomasanya akan lebih
tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah. Biomasa pohon dalam berat kering dihitung
menggunakan allometric equation berdasarkan pada diameter batang setinggi 1,3 m di atas permukaan tanah Rahayu et al. 2007.
2.5 Potensi Stok Karbon di Hutan Alam Tropika