BAB IV TINJAUAN HUKUM NASIONAL INDONESIA TERKAIT DENGAN
PENGELOLAAN PERIKANAN REGIONAL DAN INTERNASIONAL
A. UU No 45 Tahun 2009 Perubahan Undang-Undang No. 31 tahun 2004
tentang Perikanan.
Wilayah Indonesia yang sering disebut dengan kepulauan nusantara archipelago; group of many island merupakan wilayah yang sangat strategis .
kesatuan wilayah yang terdiri atas daratan, perairan, dan dirgantara adalah salah satu kesatuan yang menyatu dalam bangsa Indonesia dalam rangka wawasan
nusantara. Dari tiga matra wilayah Republik Indonesia maka wilayah perairan lautan merupakan bagian yang terluas dibanding dengan wilayah daratannya.
Kondisi riel ini yang membuat sejak zaman nenek moyang dahulu Negara dan bangsa Indonesia dikenal sebagai negara dan bangsa bahari maritime, dimana
sangat banyak kegiatan yang berhubungan dengan lautan.
97
Sebagai Negara maritim yang membentang luas di khatulistiwa yakni dari 94
BT – 141 BT dan 6
LU – 11 LS, Indonesia memiliki luas daratan
191.093.132 km
2
dengan luas laut territorial 284.210,90 km
2
, luas Zona Ekonomi Eksklusif 2.981.211,00 km
2
dan luas laut 12 mil 279..322,00 km
2
dengan garis pantai Indonesia 104.000,00 km
2
merupakan garis pantai terpanjang ke dua di dunia setelah Kanada, dengan karakteristik sebagai negara kepulauan yang terdiri
dari 17.504 pulau besar dan kecil. Selain itu Indonesia memiliki wilayah yuridiksi
97
Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Press,Media, 2005, hal. 1
nasional yang meliputi Zona Ekonomi Eksklusif ZEE sejauh 12 mil dan landas kontingen sampai 350 mil dari garis pantai. Dengan ditetapkannya konvensi PBB
tentang hukum laut Internasional 1982 wilayah laut yang dapat dimanfaatkan diperkirakan dapat mencapai 5,8 juta km
2
merupakan perairan ZEE dan termasuk di dalamnya sektor perikanan
98
Sebelum keluar UU No. 91985 tentang Perikanan, berdasarkan aturan peralihan Pasal II UUD 1945 tercantum bahwa segala badan Negara dan
peraturan yang ada masih langsung berlaku, selain belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini. Hal tersebut merupakan suatu upaya hukum
akibat terjadinya kekosongan hukum recht vacuum. artinya, sebelum pemerintah bersama dengan Dewan Perakilan Rakyat melahirkan undang-undang yang baru,
maka ordonansi yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda masih diberlakukan, termasuk ordonansi perikanan. Namun, sejak awal kemerdekaan
kehidupan perikanan di Indonesia memberikan kenampakan yang semakin berkembang, ordonansi perikanan tersebut sudah tidak sesuai lagi. Oleh karena itu
Mengingat bahwa Indonesia adalah Negara maritime tentu Indonesia memiliki sumber daya ikan yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Meskipun sumber daya ikan dapat dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia maupun bangsa lain, akan tetapi tetap
harus ada aturan yang mengaturnya agar pelestarian dan pengelolaan ikan di Negara Indonesia tetap baik.
98
Dahuri Rokhmin, Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia
, PT. Gramedia Pustaka Utaman, Jakarta, 2003, hal 412.
perlu adanya Undang-undang perikanan sebagai penggantinya yang disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan.
99
Setelah kemerdekaan RI dibentuklah suatu Undang-undang Perikanan pada tanggal 19 Juni 1985 yaitu Undang-Undang No. 9 tahun 1985 tentang
Perikanan. Sebelum Negara Republik Indonesia bereaksi dengan membuat Undan-unadng perikanan, masyarakat internasionaldunia sudah terlebih dahulu
menyadari pentingnya melindungi laut dan sumber daya yang ada di dalamnya. Kesadaran masyarakat internasional ini tertuang dengan dibuatnya UNCLOS
United Nations of the Law of the Sea pada tahun 1982, yang memuat berbagai
aturan mengenai laut. Munculnya UNCLOS 1982 dalam dunia Internasional sangat penting dan membaa pengaruh bagi Negara-negara di dunia, termasuk
Indonesia. Dengan diratifikasinya UNCLOS 1982 oleh Indonesia pada tanggal 31 Desember 2014 melalui UU No. 17 tahun 1985, perjuangan Negara RI dalam
memiliki hak untuk memanfaatkan, konservasi, dan pengelolaan sumber daya ikan Mengenai aturan tentang perikanan sebenarnya sudah ada sejak zaman
kolinial Belanda yang membentuk lima peraturan hukum nasional meliputi STAATSBLAND Tahun 1916 Nomor 157, STAATSBLAND Tahun 1920 Nomor
396, STAATSBLAND tahun 1927 Nomor 144, STAATSBLAND Tahun 1927 Nomor 145, dan STAATSBLAND Tahun 1939 Nomor 442. Setelah Indonesia
merdeka peraturan-peraturan tersebut masih tetap diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945 karena sepanjang peraturan yang
baru belum dibentuk, peraturan yang lama masih berlaku.
99
Djoko Tribawono, Hukum Perikanan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, hal. 4.
di zona ekonomi eksklusif Indonesia dan laut lepas didukung dan dilaksanakan berdasarkan persyaratan atau standar Internasional yang berlaku.
Akan tetapi dengan perkembangan waktu dan zaman, Undang-Undang perikanan ini dirasa memiliki kekurangan dan undang-undang ini dirasa belum
mampu menampung semua aspek pengelolaan sumber daya ikan, mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum serta perkembangan teknologi dalam rangka
pengelolaan sumber daya ikan. Sehingga UU No 9 tahun 1995 diganti dengan Undang-undang perikanan yang baru yakni UU No 31 tahunn 2004.
Dalam kurun waktu 5 lima tahun setelah UU Perikanan berlaku, Negara kita mengalami kemajuan pesat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan
kebutuhan hukum dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya ikan, maka UU perikanan tersebut dilakukan perubahan dengan UU No 45
tahun 2009 tentang perubahan Undang-undang Np. 31 tahun 2004 tentang perikanan UU Perikanan 2009 yang diundangkan tanggal 29 Oktober 2009
dalam Lembaran Negara Tahun 2009 No. 154 dan Tambahan Lemabaran Negara No. 5073 dan berlaku sejak saat diundangkan.
Adapun meneganai perubahan yang diatur dalam UU Perikanan 2009 yaitu meliputi, Pertama menegai pengaasan dan penegakan hukum yang menyangkut
masalah mekanisme koordinasi antara instansi penyidik dalam penanganan penyidikan tindak pidana di bidang perikanan, penerapan sanksi piudana pidana
penjara atau pidana denda, hukum acara terutama mengenai bataas aktu pemeriksaan perkara, dan fasilitas dalam penegakan hukum di bidang perikanan,
termasuk kemungkinan penerapan tindakan hukum berupa peneggelaman kapal
asing yang beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan Negara RI. Kedua, adalah masalah pengelolaan perikanan antara lain kepelabuhan perikanan dan konservasi,
perizinan, dan yang ketiga mengenai perluasan yurisdiksi pengadilan sehingga mencakup seluruh wilayah pengelolaan perikanan Negara RI.
100
Yang dimaksud dengan perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan
lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengelolaan, sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. pengelolaan
perikanan merupakan bagian dari hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan perikanan.
101
Dari defenisi diatas jelas bahwa perikanan memiliki banyak aspek kajian, salah satunya ialah pengelolaan ikan. Pengelolaan perikanan adalah semua upaya,
termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis dan perencanaan, konsultasi , pembuatan keputusan , alokasi sumber daya ikan , dan
implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang
diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.
102
100
Gatot Supramono, Hukum Acara Pidana dan Hukum Pidana di Bidang Perikanan, Rineka Cipta, Jakarta, 2011, Hal 8-9
101
Pasal 1 UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
102
pasal 1 angka 7, UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
Pada perinsipnya pengelolaan perikanan mengadopsi serta mengedepankan konservasi dan pemanfaatan sumber
daya perikanan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, semua kebijakan, baik mulai dari tingkat lokal , nasional, sub regional, regional maupun internasional, disusun
berdasarkan hasil penelitiankajian ilmiah, misalnya hasil penelitian dirancang demi kelestarian sumber daya perikanan serta mendukung pemanfaatan secara
optimal. Sesuai ruang lingkup dan kewenangan Negara pembuat kebijakan menetapkan mekanisme yang efektif untuk melakukan pemantauan , pengawasan,
dan pengendalian perikanan secara konsekuen yang akan menjamin kepatuhan melakukan tindak konservasi dan pengelolaan sumber daya perikanan.
103
a. pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan,
kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan;
Mengingat perkembangan perikanan pada saat ini, maka hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan ikan yang diatur dalam undang-undang No. 31 tahun 2004
ialah :
b. pengelolaan perikanan wajib didasarkan pada prinsip perencanaan dan
keterpaduan pengendaliannya; c.
pengelolaan perikanan dilakukan dengan memperhatikan pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah;
d. pengelolaan perikanan yang memenuhi unsur pembangunan yang
berkesinambungan, yang didukung dengan penelitian dan pengembangan perikanan serta pengendalian yang terpadu;
e. pengelolaan perikanan dengan meningkatkan pendidikan dan pelatihan serta
penyuluhan di bidang perikanan;
103
Djoko Tribawono, Hukum Perikanan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, hal. 80.
f. pengelolaan perikanan yang didukung dengan sarana dan prasarana
perikanan serta sistim informasi dan data statistik perikanan; g.
penguatan kelembagaan di bidang pelabuhan perikanan, kesyahbandaran perikanan, dan kapal perikanan;
h. pengelolaan perikanan yang didorong untuk memberikan kontribusi bagi
pembangunan kelautan dan perikanan; i.
pengelolaan perikanan dengan tetap memperhatikan dan memberdayakan nelayan kecil atau pembudi daya-ikan kecil;
j. pengelolaan perikanan yang dilakukan di perairan Indonesia, zona ekonomi
eksklusif Indonesia, dan laut lepas yang ditetapkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dengan tetap memperhatikan persyaratan atau standar
internasional yang berlaku; k.
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan, baik yang berada di perairan Indonesia, zona ekonomi eksklusif Indonesia, maupun laut lepas
dilakukan pengendalian melalui pembinaan perizinan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan internasional sesuai dengan
kemampuan sumber daya ikan yang tersedia; Sebagai salah satu cara untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya
hayati perairan yang baik maka pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:
a. meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudi daya ikan kecil;
b. meningkatkan penerimaan dan devisa negara;
c. mendorong perluasan dan kesempatan kerja;
d. meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan;
e. mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan;
f. meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing;
g. meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan;
h. mencapai pemanfataan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan
lingkungan sumber daya ikan secara optimal; dan i.
menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan tata ruang.
104
Dalam rangka tercapainya pemanfaatan yang optimal dan berkelanjutan dalam pengelolaan perikanan serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan dan
lingkungannya, perlu ada kajian potensi , pemanfaatan, konservasi , penelitian , dan pengembangan, serta pengaasan terhadap sumber daya ikan dan li9ngkungan yang
dikelola dengan sistem yang tgerukur; serta mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungan yang sesuai dengan pasal 7 UU No 45 tahun 2009
jo UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan; maka perlu ditetapkan ilayah
pengelolaan perikanan RI WPPRI.
105
104
Pasal 3, UU NO 31 tahun 2004 tentang perikanan
105
Djoko Tribawono, Op.Cit, hal. 80.
Dalam Pasal 5 1 UU No. 31 tahun 2004
Wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia untuk penangkapan ikan danatau pembudidayaan ikan meliputi:
a. perairan Indonesia;
b. ZEEI; dan
c. sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat
diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah Republik Indonesia.
Pengelolaan perikanan di luar wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud pada ayat 1, diselenggarakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan, persyaratan, danatau standar internasional yang diterima secara umum.
Pasal 6 1 dan 2 UU No. 31 tahun 2004 menyatakan bahwa, pengelolaan perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dilakukan
untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan
106
dan dalam pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat
danatau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat.
107
Jadi apabila hendak melakukan kegiatan ataupun usaha yang berkaitan dengan pengelolaan ikan, tidak boleh melakukannya diluar dari batas-batas aturan
hukum yang berlaku di daerah masyarakat tempat dilakukannya usaha atau kegiatan pengelolaan ikan tersebut. Hal ini berkaitan pula dengan kebuadayaan Indoesia yang
106
Pasal 6 ayat 1, UU No. 31 tahun 2004
107
Pasal 6 ayat 2 UU No 31 tahun 2004
memiliki beragam kebiasaan, dimana kebiasaan itu juga dapat menjadi hukum yang berlaku di masyarakat setempat dan harus dihormati.
Pengelolaan perikanan yang bermanfaat, optimal dan mendukung kelestarian sumber daya ikan serta untuk meujudkan pembagunan perikanan yang baik tentunya
tidak terlepas dari campur tangan dan peran pemerintah atau pihak-pihak terkait stakeholder. Dalam pasal 7 1 UU No. 45 tahun 2009 jo UU No. 31 tahun 2004,
dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan, Menteri menetapkan:
a. rencana pengelolaan perikanan;
b. potensi dan alokasi sumber daya ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia; c.
jumlah tangkapan yang diperbolehkan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia;
d. potensi dan alokasi lahan pembudidayaan ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia; e.
potensi dan alokasi induk serta benih ikan tertentu di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia;
f. jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan;
g. jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan;
h. daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan;
i. persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan;
j. pelabuhan perikanan;
k. sistem pemantauan kapal perikanan;
l. jenis ikan baru yang akan dibudidayakan;
m. jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta penangkapan ikan
berbasis budi daya; n.
pembudidayaan ikan dan perlindungannya; o.
pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya;
p. rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan serta lingkungannya;
q. ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap;
r. kawasan konservasi perairan;
s. wabah dan wilayah wabah penyakit ikan;
t. jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan, dan
dikeluarkan ke dan dari wilayah Negara Republik Indonesia; dan u.
jenis ikan yang dilindungi. Selain harus ikut campur tangannya stakeholder dalam pengelolaan ikan,
pada pasal 7 2 UU No. 45 tahun 2009 jo UU No. 31 tahun 2004, setiap orang yang melakukan usaha danatau kegiatan pengelolaan perikanan pun ajib wajib
mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengenai: a.
jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan; b.
jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan; c.
daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan; d.
persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan; e.
sistem pemantauan kapal perikanan; f.
jenis ikan baru yang akan dibudidayakan;
g. jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta penangkapan ikan
berbasis budi daya; h.
pembudidayaan ikan dan perlindungannya; i.
pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya;
j. ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap;
k. kawasan konservasi perairan;
l. wabah dan wilayah wabah penyakit ikan;
m. jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan, dan
dikeluarkan ke dan dari wilayah Negara Republik Indonesia; dan n.
jenis ikan yang dilindungi. Dengan adanya berbagai aturan dalam Undang-udang perikanan,
pemerintah Indonesia secara langsung ataupun tidak langsung turut serta memperhatikan dan perduli tehadap perkembangan dan pelestarian sumber daya
ikan regional maupun internasional. Selain membuat Undang-Undang No 45 tahun 2009 jo UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan untuk pelestarian dan
memperhatikan perikanan regional atau nasional, ada peran-peran pemerintah yang dilakukan di bidang internasional untuk turut serta melestaerikan dan
memperhatikan sumber daya ikan internasional. Dalam pasal 10 1 UU No. 31 tahun 2004 dinyatakan baha untuk kepentingan kerja sama internasional,
pemerintah : a.
dapat mempublikasikan secara berkala hal-hal yang berkenaan dengan langkah konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan;
b. bekerja sama dengan negara tetangga atau dengan negara lain dalam rangka
konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan di laut lepas, laut lepas yang bersifat tertutup, atau semi tertutup dan wilayah kantong;
c. memberitahukan serta menyampaikan bukti-bukti terkait kepada negara
bendera asal kapal yang dicurigai melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan hambatan dalam konservasi dan pengelolaan sumber daya
ikan. Kemudian pada pasal 10 2 dinyatakan baha Pemerintah ikut serta secara
aktif dalam keanggotaan badan lembagaorganisasi regional dan internasional dalam rangka kerja sama pengelolaan perikanan regional dan internasional.
Hal tersebut menandakan baha pemerintah Indonesia memiliki kepedulian terhadap pelestarian dan hal-hal yang terkait dengan sumber daya ikan.
Setelah diratifikasinya UNCLOS 1982 oleh Indonesia melalui UU No. 17 tahun 1985, terjadi beberapa Konferensi Internasional yang menghasilkan
berbagai aturan yang lebih spesifik lagi mengenai laut terutama sumber daya ikan yang berada di dalamnya. UNCLOS 1982 masih memiliki kekurangan dalam
penanganan ikan bermigrasi terbatas dan migrasi jauh, sehingga dibentuklah UNFSA tahun 1995 United Nation Fish Stocks Agreement or Agreement for the
Implementation of the provisions of the United Nation Convention on the Lax of the Sea Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks
and Highly Migratory Fish Stocks 1995 .
Meskipun UNFSA 1995 telah diratifikasi Indonesia pada tanggal 18 Juni 2009 melalui UU No. 21 tahun 2009 sebelum keluarnya UU NO 45 tahun 2009
tanggal 29 Oktober 2009, akan tetapi bukan berarti isi daripada UU No. 45 tahun 2009 sudah mencakup aturan dalam UNFSA 1955. Undang-Udnang Perikanan
belum melaksanakan keajiban yang ditentukan dalam UNFSA 1995, antara lain tentang pendekatan kehati-hatian , yang belum tercantum dalam salah satu asa
dalam Undang-Undang Perrikanan dan langkah-langkah pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan khususnya jenis ikan bermigrasi jauh sesuai standar
UNFSA.
108
Salah satu masalah terbesar dalam dunia perikanan adalah adanya krisis perikanan global yang mulai dirasakan sejak awal tahun 1990-an. Ketika
permintaan ikan dunia meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dunia, maka intensitas penangkapan ikan dunia pun meningkat secara signifikan
B. Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan