b Bekerjasama dalam penyedian Informasi ilmiah kepada komisi, statistik
hasil tangkapan, upaya penangkapan dan data lainnya yang berhubungan dengan upaya penangkapan dan data lainnya yang berhubungan dengan
konservasi tuna sirip biru selatan dan spesies lain yang terkait secara ekologi.
B. Keanggotaan Indonesia dalam
Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna CCSBT
CCSBT Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna adalah sebuah organisasi antar pemerintah yang bertanggungjawab atas
pengelolaan dan konservasi ikan tuna sirip biru selatan secara global dan termasuk distribusinya.
Pembentukan CCSBT didasari oleh menurunnya jumlah ikan tuna sirip biru southern bluefin tuna dewasa, dan tangkapan tahunan mulai jatuh secara
cepat pada awal tahun 1960-an. Penurunan hasil tangkapan semakin meningkat, dimana pada pertengahan tahun 1980-an diperlukan pembatasan tangkapan. Hal
inilah yang menuntut Australia, Jepang dan Selandia Baru melakukan tindakan pengelolaan dan konservasi untuk meningkatkan stok ikan SBT pada tahun 1985,
dengan cara membatasi kuota hasil tangkapan kapal ikannya.
39
CCSBT 1993 ditandatangani di Canberra, Australia disepakati tanggal 10 Mei 1993, yang beranggotakan 3 negara yaitu Australia, Jepang dan Selandia
38
Pasal 5 ayat 1 CCSBT 1993
39
Mardia, Manfaat Keanggotaan Indonesia Dalam Indian Ocean Tuna Commision IOTC,
Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, tidak diterbitkan, 2011
Baru. CCSBT 1993 mulai berlaku secara efektif pada tanggal 20 Mei 1994. Negara-negara anggota CCSBT terdiri dari full members, yaitu Australia, Jepang,
Selandia Baru, Taiwan Fishing Entity of Taiwan, Korea Selatan, Indonesia dan Cooperating Non-Members
yaitu Afrika Selatan, Filipina, dan Uni Eropa. Indonesia telah menjadi anggota tetap CCSBT sejak tanggal 8 April 2008
dan telah meratifikasi Convention of Southern Bluefin Tuna 1993 melalui Peraturan Presiden RI No. 109 tahun 2007 tentang Pengesahan CCBT 1993 pada
tanggal 6 Desember 2007 L.N. Tahun 2007 No.148.
40
Wilayah kompetensi pengelolaan CCSBT terhadap ikan tuna sirip biru selatan berada pada wilayah 57 dan 58 Samudera Hindia dan barat Australia
yaitu 30 LS – 50
LS Indonesia sebagai salah
satu negara anggota CCSBT memiliki potensi yang sangat besar dalam produksi tuna dikarenakan wilayah laut lepas yang berdampingan dengan perairan
Indonesia.
41
sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini.
42
40
Chomariyah, Op.Cit. hal.19
41
Ibid.hal.157
42
http:www.un.orgdeptslosconsultative_processdocuments6_meltzer.pdf diakses 5 Februari 2015
Dari sejarah pembentukkannya, CCSBT merupakan salah satu organisasi pengelolaan perikanan regional yang berdiri sebelum disepakatinya UNFSA 1995,
namun tetap memiliki kewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam persetujuan tersebut.
43
Tujuan utama CCSBT sudah jelas sesuai dengan isi Konvensi Pasal 3 CCSBT 1993 yaitu “The objective of this Convention is to ensure, through
appropriate management, the conservation and optimum utilisation of southern bluefin tuna”.
Permasalahan penurunan jumlah tangkapan ikan tuna sirip biru selatan juga disebabkan adanya kondisi overfishing dan praktik illegal fishing
yang bersifat borderless tanpa batas karena sifat ikan yang selalu bergerak atau berpindah tempat yang jangkauannya melintasi batas negara.
44
1. Unsur pertama, organisasi pengelolaan perikanan regional, CCSBT dibentuk
berdasarkan perjanjian internasional yaitu Conservation for the Conservation of Southern Bluefin Tuna 1993
dan berlaku mengikat pesertanya. CCSBT dilengkapi degan organ dan diatur oleh hukum internasional, yaitu:
Dengan kata lain, untuk memastikan, memalui pengelolaan yang tepat, konservasi dan pemanfaatan yang optimal tuna sirip biru selatan.
Sebagaimana organisasi internasional umumnya, CCSBT memiliki legal personality
yang artinya organisasi tersebut memiliki hak dan kewajibannya menurut hukum internasional. Legal personality CCSBT ini dapat dianalisis
sebagai berikut :
43
Chomariyah, Op.Cit, hal. 22
44
Pasal 3 CCSBT 1993
a. Komisi the Commission yang terdiri dari ketua dan wakil
ketua komisi,
45
b. Badan penasehat Komisi, yaitu Komite Keilmuan Scientific
Committee ;
dipilih pada setiap pertemuan tahunan;
46
c. Sekretariat terdiri dari Sekretaris Eksekutif, yang diangkat oleh
Komisi, dan staf yang memadai, yang diangkat oleh Sekretaris Eksekutif;
47
2. Unsur kedua, CCSBT memiliki legal personality,
48
3. Unsur ketiga, adanya pembagian kewenangan hukum anatara organisasi
internasional dengan Negara-negara anggota. Organisasi internasional memiliki kewenangan untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengikat
bahwa sebagai subjek hukum internasional CCSBT memiliki hak dan kewajiban. Legal personality
diperlukan oleh Komisi CCSBT dalam hubungannya dengan organisasi- organisasi internasional lain dan di wilayah negara-negara pihak memiliki
kemampuan hukum sebagaiman diperlukan untuk melaksanakan fungsinya dan mencapai tujuannya. Kekebalan hukum immunities dan hak istimewa
priviliges yang didapatkan oleh Komisi dan pegawai-pegawainya dalam
wilayah negara-negara CCSBT harus tunduk pada perjanjian antara Komisi dengan Negara-negara anggota yang bersangkutan.
45
Pasal 6 ayat 4 CCSBT 1993
46
Pasal 9 CCSBT 1993
47
Pasal 10 CCSBT 1993
48
Pasal 6 ayat 9 CCSBT 1993
Negara-negara anggotanya. CCBT sendiri melalui Komisinya berwenang untuk mengambil keputusan yang mengikat Negara-negara aggotanya, yaitu:
49
a Untuk mengumpulkan dan menghimpun informasi ilmiah, data
statistik dan informasi lain yang berkaitan dengan tuna sirip biru selatan;
b Informasi yang berkaitan dengan hukum, peraturan-peraturan
dan langkah-langkah administrative tentang perikanan tentang perikanan tuna sirip biru selatan;
c Setiap informasi lain yang berkaitan dengan tuna sirip biru
selatan. Indonesia pada awalnya bukan merupakan anggota CCSBT, tetapi
Indonesia beberapa kali diundang dalam pertemuan CCSBT dengan status sebagai peninjau bersama-sama Korea Selatan dan Taiwan. Hal ini mengingat ketiga
negara tersebut dianggap banyak melakukan kegiatan penangkapan ikan tuna sirip biru selatan di wilayah kompetensi pengelolaan CCSBT, sehingga dituntut untuk
menjadi anggota agar dapat turut bertanggung jawab dalam pengelolaan tuna sirip biru selatan.
50
Sanksi perdagangan internasional akibat status Indonesia yang bukan anggota CCSBT telah terjadi, seperti embargo tuna sirip biru selatan oleh Jepang
sejak tahun 2009.
51
49
Pasal 8 CCSBT 1993
50
Arif Satria, Ekologi Politik Nelayan, LKis Yogyakarta, Yogyakarta, 2009, hal.188
51
Ibid.
Dengan adanya embargo tersebut maka kemungkinan
ancaman pemboikotan tuna Indonesia di negara-negara lain juga akan semakin besar apabila status Indonesia masih belum menjadi anggota CCSBT. Namun
Indonesia masih memiliki “senjata” bahwa spawning ground tuna ada di wilayah Selatan Indonesia, dimana hal tersebut masih memungkinkan bagi Indonesia
untuk melakukan negoisasi dengan anggota CCSBT. Alasan ini memiliki konsekuensi cukup serius bagi Indonesia, dikarenakan
dengan tidak menjadi anggota, Indonesia akan dianggap tidak memiliki goodwill untuk mau memerhatikan aspek konservasi sumber daya ikan tuna di wilayah
tersebut.
52
Dengan kondisi ilegal, tentu hasil produksi tuna Indonesia yang dilakukan di wilayah perairan tersebut akan tergolong unreported. Hasil produksi
yang tidak terlaporkan itu akan mengganggu proses fisheries management yang selama ini diupayakan oleh negara-negara anggota.
53
Illegal Unreported and Unregulated Fishing IUU Fishing merupakan
bentuk-bentuk praktik penangkapan ikan yang dihindari dan dicegah oleh Indonesia maupun organisasi pengelolaan perikanan internasional dan regional
termasuk CCSBT karena merusak sumber daya ikan, terumbu karang serta rusaknya mangrove.
54
Setelah bergabungnya Indonesia, posisi Indonesia dalam CCSBT belumlah menguntungkan karena masalah-masalah dalam negeri sendiri, seperti pencurian
ikan, peningkatan kapasitas penangkapan, dan otonomi daerah dalam pengelolaan perairan.
55
52
Ibid.
53
Ibid.
54
Ibid.
55
Ibid.
Tanggungjawab dalam pengelolaan dan konservasi perikanan regional dan internasional yang berkelanjutan di laut lepas maupun Zona Ekonomi Eksklusif
ZEE terutama di wilayah laut yang berdampingan dengan perairan Indonesia tidak hanya milik anggota CCSBT tetapi juga milik Indonesia sehingga didalam
ketentuan ”menimbang” PerPres RI No.109 tahun 2007 tentang Pengesahan CCSBT 1993 menyebutkan :
56
a Bahwa dalam rangka menjamin dan mendukung konservasi dan
pengelolaan secara tepat sumberdaya perikanan tuna sirip biru selatan untuk pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan, di Canberra,
Australia, pada tanggal 10 Mei 1993 telah ditandatangani Conservation for the Conservation of Southern Bluefin Tuna
Konvensi tentang Konservasi Tuna Sirip Biru Selatan. b
Bahwa Indoneisa sebagai Negara pantai memiliki potensi sumberdaya ikan tuna sirip biru selatan, yang perlu dikelola dan dimanfaatkan bagi
kepentingan nasional. c
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a dan b, perlu mengesahkan Konvensi tersebut dengan dengan
Peraturan Presiden. CCSBT dalam menetapkan TAC Total Allowable Catch dan alokasi
diantara Negara-negara anggota didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :
57
a Bukti ilmiah yang berhubungan dengan jumlah tangkapan;
56
Pepres No.109 tahun 2007 tentang Pengesahan CCSBT
57
Pasal 8 ayat 4 CCSBT 1993
b Kebutuhan pembangunan perikanan tuna sirip biru selatan yang
berkelanjutan dan teratur; c
Kepentingan-kepentingan Negara anggota yang ZZEnya dilalui oleh migrasinya tuna sirip biru selatan;
d Kepentingan-kepentingan Negara anggota yang kapalnya melakukan
penangkapan tuna sirip biru selatan termasuk mereka yang secara historis melakukan penangkapan dan mereka yang perikanan tuna sirip
biru selatannya belum berkembang; e
Kontribusi Negara anggota untuk konservasi dan penelitian ilmiah. Berdasarkan Pasal 8 ayat 3 b CCSBT, Komisi dapat, apabila
diperlukan, memutuskan langkah-langkah tambahan lain. Langkah-langkah tambahan lain tersebut berupa resolusi-resolusi terkait dengan pengelolaan,
konservasi dan pemanfaatan optimal tuna sirip biru selatan. Salah satunya ialah Resolution on establishing the CCSBT Vessel Monitoring System
.
58
Pertimbangan yang mendasari resolusi tentang establishing the CCSBT Vessel Monitoring System
VMS
59
adalah pentingnya system pemantauan kapal sebagai bagian integral dari Monitoring, Control and Surveillance MCS yang
efektif untuk tuna sirip biru selatan ,khususnya untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang dari stok.
60
58
Chomariyah, Op.Cit, hal.159
59
Resolusi diterima pada Pertemuan Tahunan ke-15, 14-17 Oktober 2008, di Auckland, New Zealand.
60
Ibid. hal.160
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan TAC yang telah ditetapkan Komisi pada pertemuan tahunan Komisi Tuna Sirip Biru Selatan ke-16, 20-23
Oktober 2009, di Jeju Island, Korea Selatan telah menetapkan TAC untuk keseluruhan negara anggota CCSBT dan Cooperating Non-Members, tahun 2009
sebesar 11.810 ton, Pada pertemuan tahunan ke-17, 15 Oktober 2010, di Narita , Jepang, Komisi menetapkan TAC global menjadi 9.449 ton, pengurangan alokasi
tersebut untuk tahun 2010-2011, bagi anggota dan Cooperating Non-Members, penetapannya mulai tahun 2009-2011 sebagai berikut :
a Jepang 3.000 ton; 2.261 ton
b Australia 5.265 ton; 4.270 ton
c Korea Selatan 1.140 ton; 859 ton
d Taiwan 1.140 ton; 859 ton
e Selandia Baru 420 ton; 754 ton
f Indonesia 750 ton; 651 ton
Sedangkan untuk Cooperating Non-Members and Observers : g
Filipina 45 ton; 45 ton h
Afrika Selatan 40 ton; 40 ton
i Uni Eropa 10 ton; 10 ton
Perkembangan terakhir pada pertemuan tahunanan CCSBT ke-18, pada tanggal 10-13 Oktober, di Bali, Indonesia, alokasi yang didapatkan masing-
masing negara anggota dan Cooperating Non-Members and Observers, mengalami kenaikkan untuk tahun 2014, yaitu :
61
Pada tahun 2012 sampai tahun 2014, penetapan alokasi TAC global adalah 10.449 ton, 10.949 ton dan 12.449 ton, yang kemudian dibagi kepada masing-
masing anggota CCSBT sebagai berikut : Jepang 3.366 ton, Australia
5.147 ton, Selandia Baru 909 ton, Korea Selatan 1.036 ton, Taiwan 1.036 ton, Indonesia 750 ton dan untuk Cooperating Non-Members and Observers
Filipina 45 ton, Afrika Selatan 150 ton dan Uni Eropa 10 ton.
62
a Jepang 2.519 ton; 2.689 ton; 3.366 ton
b Australia 4.528 ton; 4.698 ton; 5.147 ton
c Selandia Baru 800 ton; 830 ton; 909 ton
d Korea Sealatan 911 ton; 945 ton; 1.036 ton
e Taiwan 911 ton; 945 ton; 1.036 ton
f Indonesia 685 ton; 707 ton; 750 ton
Pertemuan tahunan CCSBT ke-21 pada tanggal 13-16 Oktober 2014, di Auckland, New Zealand menyepakati bahwa adanya kenaikan jumlah TAC tuna
sirip biru selatan untuk tahun 2015-2017 yaitu :
63
61
Ibid, hal.159
62
Ibid, hal.161
63
Report of the Twenty First Annual Meeting of the Commission, 13-16 October 2014, Auckland, Newzealand
Jepang 4.337 ton; 4847 ton, Australia 5.665 ton; 5.665 ton, Selandia Baru 1.000 ton; 1.000 ton, Korea
Selatan 1.140 ton; 1.140 ton, Taiwan 1.140 ton; 1.140 ton, Indonesia 750 ton;
750 ton, sedangkan Cooperating Non-Members Afrika Selatan 150 ton; 40 ton, Filipina 45 ton; 45 ton dan Uni Eropa 10 ton; 10 ton. Untuk Afrika Selatan
diberikan kesempatan untuk menjadi anggota CCSBT per 31 Mei 2015 agar angka alokasi penangkapan tuna sirip biru selatannya tetap sebesar 150 ton dan
apabila tidak maka akan turun menjadi 40 ton. Ketentuan tentang Scientific Committee, diatur dalam Pasal 9 CCSBT
1993, yang mempunyai kewajiban untuk : a
Mengkaji dan menganalisa status dan kecenderungan-kecenderungan dengan populasi tuna sirip biru selatan;
b Mengkoordinasikan penelitian dan pengkajian tuna sirip biru selatan;
c Melaporkan kepada Komisi penemuan-penemuan termasuk konsensus,
pandangan-pandangan mayoritas dan minoritas terhadap status persediaan tuna sirip biru selatan;
d Membuat rekomendasi-rekomendasi, kepada Komisi melalui
consensus terhadap hal-hal mengenai pengelolaan, konservasi dan pemanfaatan optimal tuna sirip biru selatan;
e Mempertimbangkan hal-hal lain yang dirujuk oleh Komisi.
Resolusi yang berkaitan dengan pengelolaan dan konservasi tuna sirip biru selatan diterima pada pertemuan tahunan ke-16, yaitu Resolution on Action to
Ensure Compliance with Conservation and Management Measures , terdiri dari
lima penetapan yaitu :
64
a Masing-masing negara anggota dan Cooperating Non-Members
harus menyerahkan rencana kegiatan untuk memastikan pentaatan terhadap langkah-langkah pengelolaan dan konservasi tuna sirip
biru kepada sekretariat pada tanggal 1 April 2010; Rencana kegiatan harus meliputi skema verifikasi data penangkapan tuna
sirip biru selatan dan Ecologically Related SpeciesERS, secara sistematis;
b Negara bendera dan Cooperating Non-Members,dari kapal-kapal
longline harus menjelaskan rencana perbaikan kegiatannya;
c Pada musim penangkapan 2011, negara Cooperating Non-
Members , harus menjalankan Stereo Video System, untuk
mengawasi 10 tuna sirip biru selatan yang menuju kandang cage;
d Komisi harus menggali semua kemungkinan dan pengembangan
program penelitian regional untuk diterapkan ke semua kegiatan perikanan dan budi-daya tuna sirip biru selata; dan
e Semua negara anggota dan Cooperating Non-Members harus
mengumpulkan laporan pelaksanaan dan hasil rencana kegiatan tahun 2010 pada pelaksanaan rapat Komisi 2010.
64
Chomariyah, Op.Cit, hal.162
CCSBT melaksanakan pendekatan kehati-hatian precautionary approach melaui strategi pengelolaan yang disebut Management Procedure, yang dimana
resolusi tentang pelaksanaan strategi tersebut juga dikenal sebagai Bali Procedure diterima pada pertemuan tahunan ke-18 tahun 2011. Dalam strategi Management
Procedure terdapat pedoman tentang batas tangkapan global dan menyediakan
industry perikanan agar menangkap ikan secara periode waktu yang telah tersedia. Parameter Management Procedure adalah
65
CCSBT melakukan tindakan penegakkan hukum untuk memberantas IUU Fishing
, dengan menetapkan Resolution on Establishing a Program for Transshipment by Large Scale Fishing Vessels
berisi tentang pengawasan kegiatan transshipment yang dilakukan oleh large scale fishing vessels dengan
cara mengumpulkan data tangkapan ikan kapal-kapal tersebut untuk penilaian imiah stok ikan tuna sirip biru selatan. Selain itu CCSBT juga bekerja sama
dengan FAO untuk mengembangkan system pemantau sumber daya perikanan Fishery Resources Monitoring System-FIGIS.
Tidak hanya kerja sama dengan 1 untuk membangun
kembali status stok menuju target reference point sebesar 20 dari original spawning biomass
pada tahun 2035; 2 ditetapkan kemungkinan 70 untuk mencapai sasaran pembangunan kembali sementara; 3 minimum kenaikan atau
penurunan TAC sebesar 100 ton; 4 maksimum kenaikan atau penurunan sebesar 3000 ton; 5 TAC ditetapkan untuk periode 3 tahun berdasarkan resolusi tentang
TAC global, tahun 2010-2011 sebesar 9.449 ton; tahun 2012 sebesar 10.449 ton; tahun 2013 sebesar 10.949 ton dan tahun 2014 sebesar 12.449 ton.
65
Ibid, hal.163
organisasi lain, CCSBT juga mengajak Cooperating Non-Members untuk menjadi anggota organisasi, melaui cara yang disebut allocation set asides.
66
Dalam hal langkah-langkah terkait perdagangan atau Trade Related Measures
TRM terhadap ikan tuna sirip biru selatan CCSBT memberlakukan Catch Documentation Scheme
CDS list of approved vessels. Pelaksanaan TRM oleh CCSBT tidak diskriminasi dikarenakan putusan didasarkan pertimbangan
bukti ilmiah terbaik yang tersedia pada saat pertemuan tahunan sesuai dengan Pasal 6 ayat 3 CCSBT 1993. CDS
67
CDS adalah menyediakan data penelusuran dan validasi perdagangan tuna sirip biru selatan yang legal mulai dari penjualan pertama, baik di pasar domestic
maupun pasar ekspor. Tujuan CDS adalah sendiri mulai diberlakukan sejak tanggal 1
Januari 2010 menggantikan Trade Information Scheme TIS yang sudah berlaku sejak tahun 2000 dan digantikan karena tidak efektif.
68
66
Metode ini digunakan dengan cara memberi alokasi penangkapan kepada Cooperating Non-Members
secara bertahap menaikkan besaran alokasi penangkapan dengan harapan adanya insentif negara Cooperating Non-Members untuk segera bergabung.
67
Diterima pada pertemuan tahunan ke-15, 14-17 Oktober 2008, di Auckland, New Zealand.
68
. Chomariyah, Op.Cit , hal.170
untuk mengawasi perdagangan internasional tuna sirip biru selatan, untuk mengidentifikasi asal-usul tuna sirip
biru selatan, di impor atau di ekspor kea tau dari wilayah pengelolaan CCSBT, untuk menentukan tangkapan yang dilakukan di wilayah pengelolaan CCSBT
dengan cara sesuai dengan tindakan konservasi yang ditetapkan oleh CCSBT, mengumpulkan data penangkapan oleh masing-masing Negara anggota dan Non-
Contracting Members .
Southern Bluefin Tuna Thunnus maccoyii atau dalam bahasa Indonesia
sering disebut ikan tuna sirip biru selatan merupakan jenis ikan pelagis besar dan termasuk dalam kategori ikan bermigrasi jauh Highly Migratory Species. Tuna
ini merupakan tuna besar, perenang cepat, ikan pelagis hidup di laut lepas. Tuna sirip biru selatan dapat ditemukan di seluruh belahan bumi bagian selatan
terutama di perairan antara 30 dan 50
selatan tapi jarang di Samudera Pasifik Timur. Daerah berkembang biak tuna ini berada di Samudera Hindia, selatan-
timur dari pulau Jawa, Indonesia. Tuna sirip biru selatan
69
a Mereka berenang dengan kecepatan rata-rata 2-3 kmjam;
dapat hidup sampai empat puluh tahu, mencapai berat 200 kg dan berukuran panjang lebih dari dua meter.Namun ada
ketidakpastian dalam hal ukuran dan kapan rata-rata usia ikan tersebut menjadi dewasa. Inilah subjek penelitian oleh anggota Komisi. Masa pembiakan
berlangsung dari bulan Sepetember sampai April di perairan hangat selatan pulau Jawa. Hingga usia 5 tahun, ikan-ikan tuna remaja ini suka berkumpul bersama
dalam kawanan dan beraktifitas di dekat permukaan laut namun setelah berumur lebih dari 5 tahun mereka tidak lagi berenang di dekat permukaan.
Beberapa fakta lain yang dikenal tentang tuna sirip biru selatan adalah :
b Pertumbuhan rata-rata untuk umur 3 tahun adalah 1,5 cm per bulan
pertumbuhan ikan sudah lebih cepat sejak tahun 1980 dari sebelumnya; c
Mereka dapat menjaga suhu tubuhnya lebih hangat dari pada air disekitarnya;
69
http:www.ccsbt.orgsiteabout_bluefin_tuna.php diakses 5 Februari 2015
d Mereka dapat menyelam sekurangnya 500 meter ke bawah laut.
Status konservasi ikan tuna sirip biru ini adalah kritis Critically Endangered
70
dikarenakan pada habitat liar sudah mencapai penangkapan overfishing
dan overexploited.
Gambar
ikan tuna sirip biru selatan southern bluefin tuna
71
Commission for the Conservation and Management of Highly Migratory Fish Stock in the Western and Central Pacific Ocean
WCPFC atau yang disebut dengan Konvensi tentang Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan Beruaya Jauh
di Samudera Pasifik Barat dan Tengah merupakan organisasi internasional antar pemerintah Negara-negara yang memiliki pantai di Pasifik Barat dan Pasifik
Tengah dan negara-negara yang menangkap ikan di wilayah tersebut. Konvensi ini ditandatangani pada tanggal 5 September 2000
C. Keanggotaan Indonesia dalam Western and Central Pacific Fisheries