Sistematika Penulisan Prosedur dan Persyaratan dalam Organisasi Perikanan Internasional

ini menggunakan data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

H. Sistematika Penulisan

Secara sistematis penelitian ini dibagi dalam beberapa bab dan tiap-tiap bab dibagi atas sub bab yang dapat diperinci sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pusataka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : KEANGGOTAAN INDONESIA DALAM ORGANISASI PERIKANAN INTERNASIONAL Bab ini menguraikan tentang prosedur, persyaratan dalam organisasi perikanan internasional serta keanggotaan Indonesia dalam CCSBT dan WCPFC. BAB III : HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN REGIONAL DAN INTERNASIONAL Bab ini menguraikan tentang pengaturan High Seas Fishing Convention 1958, United Nation Convention on the Law of the Sea 1982 dan United Nation Fish Stock Agreement 1995 dalam pengelolaan perikanan regional dan internasional. BAB IV : TINJAUAN HUKUM NASIONAL INDONESIA TERKAIT DENGAN PENGELOLAAN PERIKANAN REGIONAL DAN INTERNASIONAL Bab ini menguraikan tentang UU No.45 Tahun 2009 tentang Perikanan, Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, Peraturan Presiden No.61 Tentang Pengesahan WCPFC dimana hukum nasionak tersebut mengatur pengelolaan perikanan yang merupakan implementasi hukum internasional ke hukum nasional. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Merupakan bab terakhir yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran. BAB II KEANGGOTAAN INDONESIA DALAM ORGANISASI PERIKANAN INTERNASIONAL

A. Prosedur dan Persyaratan dalam Organisasi Perikanan Internasional

Berdasarkan hukum organisasi internasional akan dianalisis terkait dengan Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna CCSBT dan Western and Central Pasific Fisheries Commision WCPFC sebagai organisasi internasional yang merupakan subjek hukum internasional. Organisasi internasional merupakan suatu organisasi yang beranggotakan negara-negara sebagai institusi yang mempunyai kapasitas sebagai pengemban hak dan kewajiban internasional. 23 Pengertian lainnya, organisasi internasional adalah himpunan negara- negara yang terkait dalam suatu perjanjian internasional yang dilengkapi dengan suatu anggaran dasar dan organ-organ bersama serta mempunyai suatu personalitas hukum yang berbeda dari yang dimiliki oleh negara-negara anggota. 24 23 Melda Kamil Ariadno, Hukum Internasional, Hukum yang hidup, Diadit Media, Jakarta, 2007, hal. 221 24 Boer Mauna, Pengertian Hukum Internasional, Peranan dan Fungsi dalam Era dinamika Globalisasi , Alumni, Bandung, 2000, hal 419-420 . Landasan konstitusional dalam pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan adalah pasal 33 Undang-Undang Dasara Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat”. Negara mengatur pemanfaatan sumber daya ikan agar dapat berkelanjutan dan untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Dalam perkembangannya ternyata rakyat Indonesia tidak hanya memanfaatkan sumber daya ikan di dalam wilayah pengelolaan perikanan saja namun juga diluar wilayah pengelolaan perikanan yaitu laut lepas. Dengan demikian negara harus mengawasi rakyatnya yang memanfaatkan sumber daya ikan dilaut lepas sebagai bentuk tanggung jawab perlindungan terhadap mereka agar tidak terkena tuduhan melakukan illegal fishing. Wilayah pengelolaan perikanan diatur dalampasal 5 UU perikanan meliputi, a perairan Indonesia, b ZEE indonesia, c sungai, danau, waduk, rawa, genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang pontensial di wilayah Indonesia. Sebagai landasan hukum pengelolan sumber daya ikan di ZEE Indonesia diatur dalam Undang-undang ZEE ZEEI pada tanggal 18 Oktober 1983 UU no.5 Tahun 1983, LNRI 1983, No 44 dan TLNRI no 3260. Undang-undang ZEEI diundangkan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dengan memanfaatakan segenap sumber daya alam yang tersedia, baik hayati maupun non hayati; melindungi dan mengelola dengan cara yang tepat, terarah dan bijaksana terhadap sumber daya alam ZEE. Menyadari akan hal ini, maka Indonesia memperkuat sistem pengelolaan perikanan dengan masuknya Indonesia kedalam organisasi internasional yang mengatur mengenai pengelolaan ikan yakni Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna CCSBT 2008 dan Western and Central Pasific Fisheries Commision WCPFC 2013. Amanat pasal 64 Unclos 1982 untuk bekerjasama berkaiatan dengan pengelolaan dan konservasi suberdaya ikan di laut lepas telah mendapat respon sejumlah negara di dunia dengan dibentuknya organisasi – organisasi pengelolaan perikanan regional. Menurut Satya N Nanda, Amanat pasal 64 UNCLOS 1982 ini lahir karena adanya: 1 kesadaran keadaan penurunan stok ikan tidak hanya berbahaya bagi ekosistem laut, namun juga mengancam pasokan pangan ketahanan pangan; 2 penurunan stok akan pangan akan mempengaruhi kesejahteraan ekonominelayan dan industri perikanan; 3 keputusan negara-negara terhadap usaha untuk melindungi pengelolaandilaut lepas. Namun tentunya sebelum masuk kedalam organisai tersebut ada prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi Indonesia agar dapat bergabung menjadi bagian CCSBT dan WCPFC. Keanggotaan untuk CCSBT terdiri dari dua bagian. Yang peratama full members yaitu Australia, Jepang, Slandia baru, Taiwan, Korea Selatan, Indonesia. Yang kedua Coorporeting Non-Members yaitu Afrika selatan dan Philipina dan Uni Eropa. Dalam keanggotaan penuh full members maka anggota akan ikut serta dalam semua keanggotaan organisasi dengan segala hak- haknya. Sedangkan dalam keanggotaan luar biasa associate members, anggota dapat berpartisipasi namun tidak mempunyai hak suara di alat perlengkapan utama organisasi internasional.Di dalam praktik, prinsip keanggotaan suatu organisasi internasional tergantung pada maksud dan tujuan organisasi, fungsi yang akan dilaksanakan dan perkembangan apakah yang diharapkan dari organisasi internasioanl tersebut. Prinsip keanggotaan dapat dibedakan antara prinsip universalitas dan terbatas selective 25 1. keanggotaan yang didasarkan pada kedekatan letak geografis. Namun pengertian kedekatan geografis ini kadang tidak hanya didasarkan pada kedekatan geografis semata, namun sering juga didasarkan pada pertimbangan politis. . Prinsip keanggotaan Universalitas dan terbatas tidak membedakan sistem pemerintahan, ekonomi ataupun politik yang dianut oleh negara anggota. Sedangkan dalam prinsip terbatas selective menekankan syarat- syarat tertentu bagi keanggotaan. Syarat tersebut adalah sebagai berikut: 26 2. Keanggotaan yang didasarkan pada kepentingan yang akan dicapai 3. Keanggotaan yang didasarkan pada sistem pemerintahan tertentu atau pada sistem ekonomi tertentu 4. Keanggotaan yang didasarkan kerena adanya persamaan kebudayaan, agama, etnis, dan pengalaman sejarah. 5. Ketetapan yang diterapkan didasarkan pada penerapan hak-hak asasi. 25 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, hal 37 26 D.W. Bowett, The Law of International Institusional, Steven sons, London, 1982, hal 11 Satu prasyarat untuk berdirinya suatau organisasi internasional adalah adanya keinginan untuk bekerja sama yang jelas-jalas kerjasama internasional tersebut akan bermanfaat dalam bidangnya dengan syarat organisasi tidak melanggar kekuasaan dan kedaulatan negara anggota. Suatu organisasi internasional semakin supranasional, maka semakin sedikit aspirasi negara dapat ambil bagian didalamnya. Persyaratan pendirian organisasi internasional dapat dikembangkan dari unsur-unsur perjanjian internasional sebagaimana tertuang dalam Konvensi Wina 1969 yang menegaskan bahwa: “ an internasional agreement conclude between states in written form and governed by internasional law, whether embodied in a single instrument or in two or more related instrument, and whatever its particular designation ”. 27 1. Setiap anggota harus diwakili oleh extended komisi, dengan tidak lebih dari tiga delegasi yang dapat didampangi oleh para ahli dan penasihat. Namun tentunya prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi Indonesia agar dapat bergabung menjadi bagian CCSBT dan WCPFC. Yang menjadi persyaratan dan prosedur masuk sebagai full member CCSBT, berdasarkan anggaran dasar yang menjadi pedoman bagi CCSBT, antara lain adalah: 2. Setiap anggota wajib menginformasikan kepada komisi sekretaris eksekutif nama-nama delegasi kepada komisi termasuk identitas kepala delegasi dan para ahli dan penasihat yang menyertai delegasi tersebut dan 27 Artikel 2 1 Vienna Convention 1969. perubahan-perubahannya sejauh belum dimulainya setiap pertemuan komisi. 3. Setiap anggota wajib menunjukan seorang koresponden yang akan memiliki tanggung jawab utama untuk penghubung dengan sekretaris eksekutif selama priodepertemuan dan akan segera menginformasikan sekretaris eksekutif nama dan alamat koresponden tersebut dan setiap perubahan daripadanya. 4. Kecuali untuk aturan 4 ayat 3 dan peraturan 9, peraturan tata tertib komisi untuk konservasi Southerm Bluiten Tuna berlaku mutatis mutandis kepada komisi sepanjang ada hal-hal lain yang tuduk pada hal berikut : a. Ganti Aturan 2 1 Sampai saat sekretaris didirikan dan lokasi markas besar komisi ditentukan, maka pertemuan yahunan komisi akan dilaksanakan oleh rotasi atau seperti yang telah disetujui. b. Aturan pergantian 2 b: Setelah sekretris telah dibentuk dan lokasi markas besar komisi telah ditentukan, setiap pertemuan tahuanan komisi akan dilaksanakan oleh salah satu anggota melalui rotasi. Dalam hal anggota tidak berkeinginan menjadi tuan rumah pertemuan tahunan,pertemuan itu akan diadakan dimarkas extended komisi, sepanjang tidak ditentukan oleh komisi. Syarat dan prosedur manjadi anggota CCSBT berstatus Co-Operation Non Anggota ialah: “Suatu negara, organisasi integrasi ekonomi regional atau badan yang diakui komisi dalam kapasitas co-opretion no-anggota akan memiliki hak untuk berpartisipasi aktif dalam pertemuan Komisi, Komite Ilmiah Extended dan termasuk pertumbuhan mereka, namuun tidak terbatas pada hak untuk membuat proposal dan hak untuk bicara tetapi bukan hak untuk memilih. Komisi dapat memutuskan untuk membatasi partisipas dan kerjasama non- anggota dalam item agenda tertentu”. Akibat hukum terdaftarnya indonesia sebagai anggota Convention for the conservation of southern bluefin secara tersendiri diatur sabagai berikut: 28 1. Hak negara anggota Convention for the conservation of southern bluefin 1993 adalah : a Menempatkan perwakilan dalm komisi dengan tidak melebihi tiga delegasi didampingi oleh ahli dan penasihat, 29 b Mendapatkan hak uuntuk mengajukan adanyapertemuan khusu komisi dengan didukung sedikitnya oleh dua negara pihak lainnya, 30 28 Diambil dari naskah penjelasan pengesahan CCSBT, “Draft Final 22 Maret 2007”, Departemen kelautan dan perikanan, Jakarta, 2007. 29 Pasal 7 CCSBT 1993 30 Pasal 7 CCSBT 1993 c Mempunyai kesempatan untuk megajukan adanya pertemuan khusus komisi dengan didukung sedikitnya oleh dua negara Pihak lainnya, 31 d Sebagai anggota dalam komite ilmiah, dimana Komite ilmiah merupakan badan penasihat komisi, 32 e Menempatkan perwakilan yang memiliki kualifikasi ilmiah dalam komite Ilmiah atau diwakilkan oleh ahli dan penasihat, 33 f Mendapatkan alokasi jumlah tangkapan tuna sirip biru selatan yang diperbolehkan kuota seuai dengan hasil rekomendasi Komite Ilmiah, 34 g Memiliki kesempatan dalam mengusulkan amandemen konvensi, 35 h Hak mendapatkan data perikanan, sampel biologis dan informasi lain yang berhubungan dengan penelitian ilmiah tuna sirip biru selatan, 36 i Hak mendapatkan informasi tentang setiap penangkapan ikan tuna sirip biru selatan oleh warga negara, penduduk dan kapal-kapal dari setiap negara bukan konvensi. 37 2. Kewajiban Negara Anggota anatara lain a Melakukan tindakan penting untuk menjamin penegakan Konvensi serta memenuhi ketentuan dalam konvensi secara mengikat, 38 31 Pasal 6 ayat 5 CCSBT 1993 32 Pasal 9 ayat 5a CCSBT 1993 33 Pasal 9 ayat 5a CCSBT 1993 34 Pasal 8 ayat 3 CCSBT 1993 35 Pasal 21 ayat 1 CCSBT 1993 36 Pasal 5 ayat 3 CCSBT 1993 37 Pasal 5 ayat 4 CCSBT 1993 b Bekerjasama dalam penyedian Informasi ilmiah kepada komisi, statistik hasil tangkapan, upaya penangkapan dan data lainnya yang berhubungan dengan upaya penangkapan dan data lainnya yang berhubungan dengan konservasi tuna sirip biru selatan dan spesies lain yang terkait secara ekologi.

B. Keanggotaan Indonesia dalam