Latar belakang Keanggotaan Indonesia Di Organisasi Perikanan Internasional Dalam Rangka Kerja Sama Pengelolaan Perikanan Regional Dan Internasional

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sumber daya ikan di laut lepas merupakan salah satu sumber pangan dan komoditi industri kelautan yang sangat penting di dunia. Laut lepas merupakan zona maritim yang berada di luar wilayah yuridiksi nasional suatu negara. Kebebasan di laut bebas didasari oleh prinsip “freedom of the high seas” termasuk didalamnya terdapat prinsip kebebasan menangkap ikan freedom fishing . 1 Salah satu sejarah perdagangan dunia yang tertua yaitu perdagangan ikan Akibat dari prinsip tersebut terjadi penangkapan ikan yang berlebih overfishing . Penyebab overfishing ada dua, yaitu pemahaman yang keliru terhadap prinsip “freedom of the high seas” dan perkembangan teknologi armada perikanan dan alat penangkap ikan. Ketergantungan manusia atas sumber daya hayati laut terutama pada sumber daya ikan sangatlah besar, dapat dilihat dari sejarah-sejarah penangkapan dan perdagangan ikan jauh sebelum masehi dan tetap dilakukan hingga saat ini. cod kering dari daerah Lofoten ke bagian selatan Eropa, Italia, Spanyol dan Portugal. Perdagangan ikan ini dimulai pada periode Viking atau sebelumnya, yang telah berlangsung lebih dari 1000 tahun, namun masih merupakan jenis perdagangan yang penting hingga sekarang. Di India, Pandyas, kerajaan Tamil 1 Pasal 87 UNCLOS 1982. Dravidian tertua, dikenal dengan tempat perikanan mutiara diambil sejak satu abad sebelum masehi. Pelabuhan Tuticorin dikenal dengan perikanan mutiara laut dalam. Paravas, bangsa Tamil yang berpusat di Tuticorin, berkembang menjadi masyarakat yang makmur oleh karena perdagangan mutiara mereka, pengetahuan ilmu pelayaran dan perikanan. 2 Masalah-masalah tersebut menjadi semakin sulit apabila ada sengketa mengenai sumber daya alam termasuk sumber daya ikan yang terdapat di wilayah perairan laut masing-masing negara. Perbedaan paham dan cara untuk membatasi wilayahnya masing-masing menjadi masalah yang terus berkembang ke arah yang tidak terkendali sehingga menimbulkan ketidakpastian, antara lain, adanya klaim- klaim sepihak atas laut yang berupa tindakan pelebaran laut territorial. PBB sebagai organisasi internasional yang mengganti peran Liga Bangsa-Bangsa Perkembangan zaman dan teknologi yang semakin maju dan modern juga mempengaruhi sektor perikanan dunia terutama dalam cara penangkapan ikan dan jarak tempuh kapal yang semakin jauh untuk mengikuti pergerakkan migrasi ikan- ikan yang menjadi sumber pangan dan komoditi industri kelautan serta semakin tingginya konsumsi ikan oleh negara-negara berkembang maupun maju. Pengaruh berakhirnya Perang Dunia I dan II serta berdirinya negara-negara baru juga menjadi faktor pendorong munculnya masalah-masalah baru tentang kepentingan masing-masing negara dalam membatasi setiap wilayah teritorialnya mulai dari darat, udara dan laut. 2 http:id.wikipedia.orgwikiPerikanancite_note-1 diakses tanggal 25 Januari 2015 sebagai penjaga perdamaian dan keamanan dunia melalui Majelis Umumnya menyerukan negara-negara anggotanya melalui sebuah resolusi, supaya menyelenggarakan Konferensi internasional untuk membahas dan merumuskan konvensi internasional yang hasilnya akan mengatur masalah-masalah sengketa termasuk masalah kelautan secara utuh dan terpadu sebagai satu kesatuan. Setelah berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB pada tanggal 24 Oktober 1945, di dalam Pasal 13 ayat 1 huruf a Piagamnya mengamanatkan kepada Majelis Umum, supaya melakukan pengembangan secara progresif hukum internasional dan pengodifikasiannya. Berdasarkan amanat ini, Majelis Umum pada tahun 1947 membentuk Komisi Hukum Internasional International Law Commission. Berdasarkan amanat dari pasal 13 ayat 1 huruf a Piagam PBB dan juga berdasarkan Statutanya sendiri, Komisi Hukum Internasional yang telah berhasil menyiapkan rancangan naskah dari beberapa instrumen hukum internasional pada masa-masa awal berdirinya, antara lain sebagai berikut. a. Draft Declaration on the Rights and Duties of States: b. Ways and Means for Making the Evidence of Customary International Law More Readily Available; c. Formulation of Nurenberg Principles; d. Question of International Criminal Jurisdiction; e. Reservation to Multilateral Conventions; f. Question of Defining Aggression; g. Draft Code of Offences against the Peace and Security of Mankind; h. Nationality, including Statelessness; i. Law of the Sea. 3 Dalam bidang hukum laut, Komisi Hukum Internasional telah berhasil menyiapkan rancangan naskah konvensi hukum laut yang meliputi : a. Rancangan naskah Konvensi tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan; b. Rancangan naskah Konvensi tentang Laut Lepas; c. Rancangan naskah Konvensi tentang Perikanan dan Pengonservasian Sumber-Sumber Daya Hayati Laut Lepas; dan d. Rancangan naskah Konvensi tentang Landas Kontinen. Pada 24 Februari sampai 27 April 1958 diselenggarakanlah Konferensi Hukum laut Internasional di Jenewa yang berhasil menyepakati empat konvensi tentang hukum laut termasuk di dalamnya ialah Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of the High Seas Konvensi tentang Perikanan dan Perlindungan Sumber-Sumber Daya Hayati Laut Lepas. 4 Namun dalam perkembangannya Konferensi Hukum Laut Jenewa 1958 gagal mencapai kata sepakat mengenai lebar laut territorial yang seragam, sehingga keempat Konvensi menjadi kehilangan maknanya. Kemudian 3 I Wayan Pathiana, Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia, Penerbit Yrama Widya, Bandung, 2014, hal.16 4 Ibid. diselenggarakannya Konferensi Hukum Laut Jenewa 1960 yang juga berujung pada ketidaksepahaman. Akhirnya, Konferensi Hukum Laut PBB yang mulai diselenggarakan di Caracas, Venezuela, pada tahun 1973 kemudian dilanjutkan di New York dan Jenewa secara silih berganti, dan akhirnya berhasil menyepakati naskah final Konvensi yang ditandatangani dalam Konferensi di Montego Bay, Jamaika, pada tanggal 10 Desember 1982. 5 Konferensi Hukum Laut PBB 1982 United Nations Conventions on the Law of the Sea 1982UNCLOS terdiri atas 17 Bagian Part yang terbagi lagi dalam seksi-seksi sections dan selanjutnya dalam pasal-pasal articles yang terdiri dari 320 pasal, mulai pasal 1 sampai dengan 320 yang disertai lampiran annexes sebanyak 9 lampiran. Di dalam Pasal 87 ayat 1 huruf e UNCLOS 1982 yang mengatur tentang kebebasan menangkap ikan di sertai dengan kewajiban yang diatur dalam bab VII bagian 2 Konvensi. Bagian 2 Konvensi mengatur tentang pengelolaan dan konservasi sumber daya hayati di laut lepas terdiri dari Pasal 116 sampai Pasal 120. Pada bagian 2 tersebut ditetapkan kerangka hak dan kewajiban yang berkaitan dengan pemanfaatan perikanan di laut lepas, yaitu hak kebebasan untuk menangkap ikan harus diimbangi dengan kewajiban negara dalam pengawasan kegiatan warga negaranya agar tidak melanggar ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi di laut lepas. 6 Tujuan dari pengaturan pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan di laut lepas adalah untuk menghindari terjadinya konflik antara masyarakat internasional dimana sifat dari sumber daya ikan jenis bermigrasi jauh yang 5 Ibid. 6 Dr. Chomariyah, SH.,MH., Hukum Pengelolaan Konservasi Ikan – Pelaksanaan Pendekatan kehati-hatian oleh Indonesia .,Setara Press, Malang, 2014, hal. 3 melintasi batas negara. Di dalam UNCLOS sendiri terdapat dua pasal yang mengatur tentang pengelolaan dan konservasi sumber daya jenis ikan bermigrasi terbatas dan jenis ikan bermigrasi jauh yaitu Pasal 63 ayat 2 dan Pasal 64 ayat 1 UNCLOS 1982. Inti dari Pasal 64 adalah tentang jenis ikan bergerak melalui daerah luas ruang laut, baik di dalam dan di luar zona ekonomi eksklusif. Jenis ikan ini disebut “jesnis ikan bermigrasi jauh,” termasuk ikan tuna, ikan todal dan marlin. Respon positif ditunjukkan sejumlah negara di dunia dengan membentuk organisai-organisasi pengelolaan perikanan regional Regional Fisheries Management Organization RMFAOs menurut amanat Pasal 64 UNCLOS 1982 untuk bekerjasama berkaitan dengan pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan di laut lepas . Saat ini ada sekitar 11 organisasi pengelolaan perikanan regional Regional Fisheries Management Organization RMFAOs yang terbentuk, terutama yang berada di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik yaitu: Indian Ocean Tuna Commission IOTC, Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna CCSBT dan Western and Central Pacific Fisheries Commission WCPFC. Selain diatur dalam UNCLOS, beberapa persetujuan internasional dengan tujuan membentuk kerangka hukum pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan di laut lepas sudah dilakukan, beberapa diantaranya yaitu: Agreement to Promote Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing Vessels on the High Seas 1993Compliance Agreement 1993 dan Agreement for the Implementation of the Provisions of the UNCLOS of 10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks 1995 United Nations Fish Stocks AgreementUNFSA 1995. Compliance Agreement 1993 adalah persetujuan internasional dalam kerangka Food and Agriculture Organizations FAO dengan pengaturan mengenai tanggungjawab Negara bendera untuk membuat suatu pengaturan guna memastikan bahwa kapal-kapal perikanan yang mengibarkan bendera suatu negara di laut lepas tidak melakukan aktivitas yang dapat melemahkan efektivitas langkah-langkah pengelolaan dan konservasi internasional. 7 Dalam prinsip-prinsip umumnya UNFSA 1995 menyatakan bahwa Negara pantai dan negara yang melakukan penangkapan iakn di laut lepas, harus bekerjasama dalam melaksanakan kewajibannya sesuai ketentuan Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982 yang sebagaimana prinsip- prinsip umum tersebut tercantum dalam Pasal 5 UNFSA 1995. UNFSA 1995 sendiri memiliki hubungan langsung dengan UNCLOS 1982 yang dijelaskan dalam Pasal 4 UNFSA 1995, bahwa persetujuan ini “harus diartikan dan diterapkan dalam konteks dan cara yang konsisten dengan UNCLOS 1982”. 8 Beberapa RMFAOs memiliki tujuan yang sama, yaitu melakukan pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan bermigrasi terbatas dan bermigrasi jauh serta mereka harus melaksanakannya sesuai dengan UNFSA 1995, antara 7 Ibid. 8 Pasal 4, UNFSA 1995 lain pelaksanaan pendekatan kehati-hatian dalam pengelolaan perikanan dan pelaksanaan prinsip-prinsip umum lainnya dalam Pasal 5 UNFSA 1995. 9 Hingga saat ini Indonesia telah tercatat secara resmi menjadi anggota dari 3 organisasi pengelolaan perikanan regional yang melingkupi perairan Indonesia, yaitu Indian Ocean Tuna Commission IOTC, Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna CCSBT dan Western and Central Pacific Fisheries Commission WCPFC. 10 Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.487 pulau 11 dengan luas wilayahnya 1.913.578 km² serta luas perairannya 3.257.483 km² memiliki sumber daya ikan yang besar mulai dari ikan yang beruaya jauh dan yang beruaya terbatas. Letak geografis Indonesia yang juga diapit oleh dua benua dan dua samudera menjadikan wilayah perairan Indonesia sebagai wilayah migrasinya. Ikan-ikan ini ialah tuna dan sebangsa tuna. Komoditas ikan tuna maupun sebangsa ikan tuna merupakan komoditas ekspor yang penting dari hasil perikanan laut Indonesia yang mampu menyumbangkan devisa negara mencapai 40 triliun rupiah dengan data produksi tuna lima tahun terakhir rata-rata mencapai lebih dari 1,1 juta ton pertahun dari jenis tuna cakalang dan tongkol. 12 Berdasarkan laporan resmi Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2010 ekspor tuna sebesar 9 Chomariyah, Op.Cit. 10 http:www.antaranews.comberita425059indonesia-semakin-kuat-di-organisasi-tuna- dunia diakses tanggal 10 Januari 2015 11 http:nasional.kompas.comread2011110114162754Indonesia.Daftarkan.13.487.Pul au.ke.PBB, diakses tanggal 25 Januari 2015 12 http:laut.co.idindustri-ikan-tuna-hasilkan-devisa-rp40-triliun , diakses tanggal 25 Januari 2015 122.450 ton dengan nilai US 499 juta Rp 4,5 triliun pertahun, tahun 2011 sebesar 141.774 ton dengan nilai US 383 juta, terdapat kenaikan sebesar 30,1. Produksi tuna dan sebangsa tuna pada tahun 2011 sebesar 955.520 ton dan tuna sebesar 230.580 ton, serta untuk kawasan ASEAN, produksinya mencapai 26,2 dari produk tuna dunia yang mencapai 1,7 juta ton. 13 Data ini menunjukkan bahwa sektor perikanan di Indonesia bertumbuh dan berkembang pesat menjadi devisa negara yang besar. Namun dalam perkembangannya terjadi over exploitation, hal ini dipertegas dalam laporan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan bekerjasama dengan Balitbang Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang menyatakan: “…sebagian wilayah pengelolaan perikanan WPP Indonesia mengalami over exploitation, terutama WPP yang berdekatan dengan laut lepas”. Sumber daya ikan yang mengalami over exploited antara lain, jenis ikan demersal kakap merah, kerapu, dan lainnya, tuna besar cakalang, albakora, madidihangyellowfin tuna, tuna mata besarbigeye tuna , dan tuna sirip biru selatan. 14 Kondisi over exploitation ini juga disebabkan over fishing yang prakteknya dilakukan secara illegal yang dimana praktek tersebut sangat merugikan dan membahayakan keberlanjutan sumber daya ikan terkhusus sumber daya ikan bermigrasi jauh. Hukum internasional dengan jelas melarang adanya praktek illegal fishing begitu juga peran serta organisasi-organisasi pengelolaan perikanan regional dalam mengatur regulasi pembatasan jumlah penangkapan 13 Chomariyah, Op.Cit. 14 Ibid. ikan demi tetap menjaga kelestarian ikan dan penangkapan ikan yang berdasarkan pendekatan kehati-hatian precautionary approach. Indonesia dengan sumber daya ikan yang besar terutama di laut memiliki kepentingan yang sangat besar untuk dapat mengeksplorasi, mengeksploitasi, mengelola serta mengkonservasi sumber daya ikannya secara baik dan benar maka Indonesia meratifikasi ketentuan-ketentuan hukum internasional mengenai pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan, antara lain: UNCLOS 1982 diratifikasi melalui Undang-Undang No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982, UNFSA 1995 diratifikasi melalui Undang-Undang No. 21tahun 2009 tentang Pengesahan UNFSA 1995 dan menjadi anggota resmi dalam organisasi pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan regional CCSBT diratifikasi melalui Peraturan Presiden RI No. 109 tahun 2007 tentang Pengesahan CCSBT 1993 serta WCPFC 2000 diratifikasi melalui Peraturan Presiden RI No.61 tahun 2013 tentang Pengesahan Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan Beruaya Jauh di Samudera Pasifik Barat dan Tengah.

B. Rumusan Masalah