Penangkaran Labi-labi TINJAUAN PUSTAKA

invertebrata air lainnya. Namun, menurut penelitian Jensen dan Das 2008 terlihat bahwa labi-labi adalah omnivora. 2.1.5 Status perlindungan Menurut Lim dan Das 1999, labi-labi biasanya dieksploitasi secara berlebihan untuk dimanfaatkan dagingnya dan dipercayai oleh etnis Cina bahwa daging dan karapasnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pengobatan tradisional. Berdasarkan Undang-undang RI No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan disebutkan bahwa labi-labi, bulus atau kura-kura air tawar merupakan salah satu sumber daya ikan Amri Khairumman 2002. Labi-labi merupakan satwa yang belum dilindungi oleh perundang-undangan RI, namun telah masuk dalam dalam daftar CITES pada tahun 2005 Kusrini et al. 2009. Labi-labi digolongkan oleh ke dalam kategori Appendix II CITES CITES 2010 dan digolongkan pula dalam kategori vulnerable rentan pada Red List Data Book IUCN 2010 yang berarti rawan atau tidak kritis berbahaya atau berbahaya tetapi beresiko tinggi terhadap kepunahan di alam liar di masa yang akan datang.

2.2 Penangkaran Labi-labi

Berdasarkan PP No. 8 Tahun 1999 tentang pemanfaatan tumbuhan dan satwaliar Ditjen PHKA 2004, penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran tumbuhan dan satwaliar dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. PP No. 8 Tahun 1999 juga menyebutkan penangkaran untuk tujuan pemanfaatan jenis dilakukan melalui kegiatan: a pengembangbiakan satwa atau perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam lingkungan yang terkontrol; b penetasan telur dan atau pembesaran anakan yang diambil dari alam. Seperti yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah diatas, perkembangbiakan jenis di luar habitat aslinya wajib memenuhi syarat menjaga kemurnian jenis, menjaga keanekaragaman genetik, melakukan penandaan dan sertifikasi serta laporan berupa pencatatan secara terstruktur. Pemeliharaan diluar habitat alaminya wajib memenuhi syarat standar kesehatan satwa, menyediakan tempat yang memadai, aman dan nyaman, memiliki tenaga ahli dalam bidang medis dan pemeliharaan satwa dan selalu memperhatikan kesejahteraan satwa. Kesejahteraan satwa berhubungan dengan kualitas hidup kondisi dan perlakuan terhadap satwa tersebut Dallas 2006 dan mencakup antara lain bebas dari rasa haus, lapar dan kekurangan nutrisi; perlengkapan yang tepat untuk kenyamanan dan ketersediaan shelter; pencegahan atau diagnosa yang cepat dan bebas luka, penyakit dan parasit; bebas dari rasa tertekan dan stress; dan mampu menunjukan pola perilaku alami seperti di habitat aslinya Gregory 1998. Menurut Amri dan Khairumman 2002, dalam budidaya labi-labi idealnya dikenal empat tempat yang harus disediakan pihak penangkaran, diantaranya adalah kolam pemeliharaan dan pemijahan, tempat penetasan telur inkubator, tempat pemeliharaan larva pendederan dan tempat pembesaran. Ukuran kolam bervariasi tergantung tujuan pembuatan kolam. Pemberian pakan di penangkaran dapat mengacu kepada pakan asli labi- labi di alam yaitu ikan kecil, krustasea kecil, kepiting, udang-udangan lumpur dan satwa air lainnya. Menurut Amri dan Khairumman 2002, pakan yang cocok dan disenangi labi-labi adalah ikan rucah atau ikan yang tidak layak konsumsi untuk manusia. Cara pemberian pakan adalah dengan cara meletakan pakan di beberapa tempat di tepi kolam atau daratan yang mudah dijangkau oleh labi-labi. Pada kegiatan reproduksi dalam penangkaran, harus ditentukan perbandingan ideal antara induk jantan dan betina agar reproduksi dapat optimal. Ujicoba perkembangbiakan di kolam oleh pihak pengusaha labi-labi di Kalimantan dan Sumatra dilakukan dengan perbandingan jantan dan betina sebesar 1 : 4, dan menunjukan jumlah telur yang dihasilkan rendah berkisar antara 5 sampai 15 BBAT 1998. Labi-labi dewasa dapat bertelur lebih dari satu kali dalam setahun. Hama yang merugikan labi-labi adalah hewan yang termasuk predator, yang mengancam labi-labi baik dari tahap telur, larva anakan maupun labi-labi dewasa Amri Khairumman 2002. Lebih lanjut dikatakan dalam Amri dan Khairumman 2002 bahwa hewan yang tergolong hama adalah pacet, linsang, biawak dan ular. Selain hama, penyakit juga adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kondisi dan pertumbuhan labi-labi. Menurut Amri dan Khairumman 2002, ciri-ciri labi-labi yang terkena penyakit adalah gerakannya lemah, hilang keseimbangan, nafsu makan berkurang, menggosok-gosokkan tubuhnya pada benda yang keras, kulit dan bagian badannya rusak sehingga berwarna pucat, dan terlihat bintik-bintik pucat pada permukaan tubuhnya. Berdasarkan Amri dan Khairumman 2002, penyakit yang sering menyerang labi-labi diantaranya adalah parasit Ichthyopthyrius multifilis yang menyebabkan penyakit bintik putih dan penyakit bercak merah yang disebabkan oleh jamur, parasit dan kutu air.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan yakni dimulai pada tanggal 3 Juli 2012 sampai dengan 3 Oktober 2012 di Penangkaran PT. Ekanindya Karsa di Cikende Kabupaten Serang, Jawa Barat. Perusahaan ini terletak pada areal seluas 14.000 m²1,4 Ha, yang tepatnya terletak di Jl. Raya Serang km 62 Desa Parigi Kecamatan Cikende, Kabupaten Serang Provinsi Serang.

3.2 Jenis dan Teknik Pengambilan Data

Objek yang diamati selama penelitian adalah berupa sembilan induk labi- labi dewasa, 25 telur labi-labi hasil peneluran labi-labi dewasa serta 45 ekor anakan labi-labi 15 anakan uji untuk preferensi pakan dan 30 anakan non uji untuk melihat bentuk pemeliharaan yang dilakukan pihak penangkaran yang berumur kurang lebih 1-2 bulan.

3.2.1 Karakteristik dan pemeliharaan labi-labi

3.2.1.1Pengukuran karakteristik morfometri dan identifikasi karakteristik morfologis labi-labi Pengukuran karakteristik morfometri telur dilakukan dengan mengukur diameter cm dengan menggunakan kaliper dan bobot telur gram dengan mengggunakan timbangan digital. Pengukuran karakteristik morfometri labi-labi dilakukan dengan pengukuran panjang lengkung karapas cm, lebar lengkung karapas cm serta pengukuran bobot tubuh gram untuk anakan dan kilogram untuk dewasa pada setiap individu. Pengukuran panjang dan lebar lengkung karapas dilakukan menggunakan meteran jahit. Pengukuran berat badan dilakukan menggunakan timbangan digital untuk anakan labi-labi sedangkan timbangan gantung untuk individu dewasa. Pengukuran terhadap telur dan individu dewasa dilakukan sekali selama penelitian. Identifikasi karakteristik morfologis kualitatif dilakukan dengan pengamatan langsung dan pengambilan gambar terhadap individu labi-labi. Karakteristik morfologis kualitatif yang diamati meliputi bentuk tubuh dan jenis kelamin dewasa dengan melihat ciri ekor Gambar 6.