Metode Location Quotient LQ

kurang dibawah 35 jamminggu, karena pendapatan rendah dibawah Upah Minimum Propinsi, dan karena jabatan tidak sesuai dengan pendidikan. Angkatan kerja yang tumbuh sangat cepat tentu saja akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian, yakni penciptaan atau perluasan lapangan kerja. Jika lapangan kerja baru tidak mampu menampung semua angkatan kerja baru, atau dengan kata lain tambahan permintaan akan tenaga kerja lebih sedikit daripada tambahan penawaran angkatan kerja, maka sebagian angkatan kerja baru itu akan memperpanjang barisan penganggur yang sudah ada Dumairy, 1996. Menurut pandangan kaum Neoklasik, sebenarnya secara teori masalah pengangguran tidak perlu terjadi. Dengan asumsi bahwa pasar tenaga kerja sama halnya dengan pasar barang, yaitu harga dari pasar tenaga kerja upah cukup fleksibel seperti harga barang, maka permintaan tenaga kerja akan selalu seimbang dengan penawaran tenaga kerja. Tidak ada pengangguran artinya pada tingkat upah riil yang berlaku di pasar tenaga kerja, semua orang yang bersedia untuk bekerja pada tingkat upah tersebut akan memperoleh pekerjaan. Pengangguran hanya terjadi pada mereka yang memang dengan suka rela menganggur.

2.4. Metode Location Quotient LQ

Metode ini berguna untuk menentukan sektor basis dan sektor non-basis dengan cara menghitung perbandingan antara tenaga kerja di sektor i pada daerah bawah terhadap tenaga kerja total semua sektor di daerah bawah dengan tenaga kerja di sektor i pada daerah atas terhadap tenaga kerja total semua sektor di daerah atasnya. Daerah bawah dan daerah atas yang dimaksud adalah daerah administratif. Contohnya dalam penelitian ini analisis dilakukan pada tingkat provinsi, maka yang menjadi daerah bawah adalah provinsi dan daerah atasnya adalah nasional Indonesia Priyarsono, et al., 2007. Dua asumsi utama yang digunakan dalam metode LQ : 1 Pola konsumsi rumah tangga di daerah bawah identik sama dengan pola konsumsi rumah tangga di daerah atasnya. 2 Daerah atas maupun daerah bawah mempunyai fungsi produksi yang linier dengan produktivitas di tiap sektor yang sama besarnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwiastuti 2004 dengan judul ”Analisis Perubahan Struktur ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Klaten”, yang bertujuan : 1 Menganalisis perubahan struktur perekonomian Kabupaten Klaten periode 1993-2002; 2 Mengidentifikasi sektor- sektor ekonomi unggulan Kabupaten Klaten periode 1993-2002, disimpulkan bahwa terdapat empat sektor yang merupakan sektor basis, yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor bangunan. Berdasarkan penelitian Usya 2006 dengan judul ”Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Subang”, yang bertujuan untuk : 1 Menganalisis terjadinya perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang pada kurun waktu 1993-2003; 2 Mengidentifikasi sektor unggulan di Kabupaten Subang pada kurun waktu 1993-2003, disimpulkan bahwa ada empat sektor basis yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Subang, yaitu sektor pertanian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan sektor jasa-jasa. Penelitian Sondari 2007 yang berjudul ”Analisis Sektor Unggulan dan kinerja Ekonomi Provinsi Jawa Barat”, bertujuan untuk : 1 Mengidentifikasi sektor yang menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat; 2 Menganalisis dampak pengganda sektor ekonomi basis terhadap pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat; 3 Menganalisis kinerja ekonomi di Provinsi Jawa Barat; 4 Menganalisis keterkaitan dan implikasi yang akan ditimbulkan dari perkembangan sektor ekonomi basis terhadap pembangunan wilayah. Dalam penelitian ini, melalui hasil analisis LQ menunjukkan bahwa terdapat tiga sektor yang merupakan sektor basis di Jawa Barat yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran.

2.5. Analisis Shift Share