V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Sektor Unggulan di Provinsi DKI Jakarta
Sektor yang menjadi unggulan wilayah pada dasarnya adalah sektor yang dapat memberikan kontribusinya, bukan saja untuk mencukupi kebutuhan daerah
itu sendiri, namun juga mampu mengekspor outputnya untuk memenuhi kebutuhan daerah lain, atau dikatakan sebagai sektor basis. Selain itu sektor
unggulan tersebut dapat menghasilkan pendapatan dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang relatif besar. Setiap wilayah umumnya memiliki satu sektor
atau lebih yang menjadi sektor unggulan.
5.1.1. Analisis Location Quotient LQ
Analisis LQ lazim digunakan untuk menentukan sektor basis di suatu daerah. Nilai LQ berkisar dari nol sampai dengan positif tak terhingga. Nilai LQ
lebih besar dari satu LQ 1 memiliki makna bahwa output pada sektor yang bersangkutan lebih berorientasi ekspor dan sektor tersebut dikategorikan sebagai
sektor basis. Apabila nilai LQ kurang dari satu LQ 1 mengandung arti bahwa sektor yang bersangkutan diklasifikasikan sebagai sektor non basis.
Berdasarkan perhitungan nilai LQ sembilan sektor ekonomi di provinsi DKI Jakarta terdapat enam sektor yang menjadi sektor basis dan tiga sektor
lainnya yang menjadi sektor non basis Tabel 5.1. Enam sektor yang dikategorikan sebagai sektor basis adalah sektor industri pengolahan, sektor
listrik, gas, dan air bersih, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor
pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor pertanian, sektor pertambangan dan
penggalian, serta sektor bangunan termasuk kategori sektor non basis.
Tabel 5.1. Nilai Location Quotient LQ di Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2003-2007
Lapangan Usaha 2003
2004 2005
2006 2007
Pertanian 0,01
0,01 0,01
0,02 0,01
Pertambangan dan Penggalian
0,39 0,25
0,20 0,25
0,22 Industri Pengolahan
1,63 1,77
1,52 1,34
1,49 Listrik, Gas dan Air Bersih
2,65 1,65
1,19 2,03
1,80 Bangunan
0,90 0,86
0,72 0,95
0,83 Perdagangan, Hotel, dan
restoran 1,99
1,74 1,94
1,87 1,82
Pengangkutan dan Komunikasi
1,71 1,52
1,56 1,37
1,61 Keuangan, Persewaan, dan
Jasa Perusahaan 4,27
5,15 6,11
5,30 5,34
Jasa-jasa 2,12
2,05 2,03
2,02 1,81
Sumber : Sakernas tahun 2003-2007, BPS Provinsi DKI Jakarta diolah.
Sektor industri pengolahan memiliki nilai LQ yang cenderung menurun, dengan kisaran nilai LQ berturut-turut sebesar 1,63; 1,77; 1,52; 1,34; dan 1,49.
Hal ini dikarenakan peran sektor industri pengolahan yang semakin menurun pada tahun 2003-2007. Menurunnya peran sektor industri pengolahan adalah karena
adanya kebijakan jangka panjang pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menginginkan sektor jasa menjadi andalan perekonomian Jakarta. Juga karena
peningkatan sektor industri di daerah lain, baik akibat investasi baru, maupun akibat relokasi industri dari DKI Jakarta.
Sektor listrik, gas, dan air bersih merupakan lapangan usaha yang melakukan kegiatan jasa distribusi tenaga listrik, gas, dan air bersih. Nilai LQ
sektor listrik, gas, dan air bersih secara berturut-turut adalah 2,65; 1,65; 1,19; 2,03; dan 1,80. Berfungsinya tiga sumur bor di daerah rawan air bersih, instalasi
pengolahan air bersih di Kamal Muara, dan ribuan hidran umum membantu berkembangnya subsektor air bersih. Selain itu, kebutuhan energi listrik dan gas
yang relatif besar menyebabkan peran sektor ini sangat diperlukan. Sektor basis berikutnya adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran
dengan nilai koefisien LQ secara berurutan adalah 1,99; 1,74; 1,94; 1,87; dan 1,82. Pelabuhan laut dan udara dengan fasilitasnya yang relatif baik, fasilitas
perbankan yang memadai, dan lain sebagainya memungkinkan aktivitas perdagangan berkembang dengan pesat di Jakarta. Demikian pula dengan
pendirian pusat-pusat bisnis dan usaha perhotelan yang dilakukan oleh pihak swasta. Di samping itu, volume perdagangan di DKI Jakarta sangat tinggi seiring
dengan padatnya penduduk DKI Jakarta. Kemudian diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi dengan nilai
LQ dari tahun 2003-2007 berturut-turut sebesar 1,71; 1,52; 1,56; 1,37; dan 1,61. Subsektor pengangkutan dapat berkembang dengan baik karena didorong oleh
pembangunan fisik yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta, seperti pembangunan fly over, under pass, dan sarana Trans Jakarta. Sedangkan subsektor
komunikasi berkembang dengan pesat karena meningkatnya pengguna telepon seluler.
Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan merupakan sektor dengan nilai LQ tertinggi selama tahun 2003-2007, yaitu 4,27; 5,15; 6,11; 5,30;
dan 5,34. Salah satu faktor pendorongnya adalah karena Provinsi DKI Jakarta secara nasional menjadi pusat dari kegiatan sektor ini. Selain itu, kegiatan di
sektor keuangan, khususnya fungsi intermediasi perbankan menunjukkan perkembangan dan kinerja yang membaik, disertai dengan perkembangan yang
membaik di sisi sistem pembayaran non tunai. Terakhir adalah sektor jasa-jasa dengan kisaran nilai LQ secara berturut-
turut sebesar 2,12; 2,05; 2,03; 2,02; dan 1,81. Sekalipun DKI Jakarta tidak memiliki potensi alam yang cukup berarti, namun sebagai pusat pemerintahan
DKI Jakarta mempunyai sarana fisik maupun administrasi yang baik untuk berkembangnya sektor jasa-jasa.
Sektor pertanian memiliki nilai koefisien LQ yang paling kecil dengan kisaran nilai sepanjang tahun 2003-2007 yaitu sebesar 0,01; 0,01; 0,01; 0,02; dan
0,01. Dapat dikatakan, sektor ini kurang berkembang di DKI Jakarta. Hal ini disebabkan antara lain oleh keterbatasan lahan pertanian di Provinsi DKI Jakarta,
serta adanya peralihan lahan pertanian menjadi lahan industri atau bisnis. Begitu pula dengan sektor pertambangan dan penggalian yang memiliki nilai LQ
berturut-turut sebesar 0,39; 0,25; 0,20; 0,25; 0,22. Sektor ini tidak mengalami perkembangan cukup berarti antara lain karena terbatasnya sumber daya alam
untuk sektor pertambangan dan penggalian di Jakarta.
5.1.2. Pendapatan Domestik Regional Bruto PDRB Sektoral DKI Jakarta Tahun 2003-2007