Identifikasi dan Peran Sektor Ungggulan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta
IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN
TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI
DKI JAKARTA
OLEH
GITA IRINA ARIEF H14050032
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
(2)
RINGKASAN
GITA IRINA ARIEF. Identifikasi dan Peran Sektor Ungggulan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta (dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL).
Provinsi DKI Jakarta adalah daerah yang mempunyai keistimewaan sebagai ibukota negara Indonesia. DKI Jakarta mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pusat pemerintahan dan pusat perekonomian. Sebagai pusat pemerintahan, DKI Jakarta merupakan tempat kedudukan hampir seluruh perangkat pemerintahan tingkat nasional, serta perwakilan negara-negara asing. Sebagai pusat perekonomian, potensi ekonomi DKI Jakarta termasuk paling tinggi dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia, sebagaimana terlihat dari besarnya kontribusi PDRB-nya terhadap PDB Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2008), pada triwulan IV tahun 2007, secara umum pulau Jawa masih merupakan kontributor terbesar terhadap perekonomian Indonesia, dimana DKI Jakarta merupakan provinsi penyumbang PDB terbesar, yakni sebanyak 15,9 persen.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2008), pada Agustus 2007, tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia terjadi di Provinsi Banten, diikuti oleh Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta, masing-masing sebesar 15,75 persen, 13,08 persen, dan 12,7 persen.Meski pada tahun 2007 sempat terjadi penurunan dibandingkan keadaan pada Februari 2006, tingkat pengangguran di DKI Jakarta masih terbilang besar, bahkan melebihi tingkat pengangguran di lingkup nasional. Tingginya tingkat pengangguran diantaranya disebabkan oleh tingginya arus urbanisasi ke DKI Jakarta.
Untuk mengurangi pengangguran, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan lapangan kerja baru. Dan lapangan kerja baru dapat diciptakan melalui investasi. Kebutuhan investasi di daerah dibiayai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat (swasta). Akan tetapi, dalam pelaksanaan pembangunan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghadapi kendala keterbatasan dana. Peranan investasi yang dilakukan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta rata-rata hanya mencapai 10 persen dari total investasi yang dibutuhkan tiap tahunnya. Sementara sisanya bergantung pada investasi oleh pihak swasta, terutama oleh investasi asing.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sektor-sektor yang menjadi sektor ekonomi unggulan di Provinsi DKI Jakarta dan mengetahui peran sektor unggulan tersebut dalam penyerapan tenaga kerja. Selain itu akan dianalisis kinerja sektor-sektor ekonomi unggulan di Provinsi DKI Jakarta, baik dilihat dari pertumbuhan maupun daya saingnya sehingga dapat dilihat sektor unggulan mana yang perlu lebih diprioritaskan oleh pemerintah daerah dan rekomendasi kebijakan pengembangannya agar turut membantu upaya pengurangan pengangguran di DKI Jakarta. Data yang digunakan adalah data
(3)
sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), BPS Provinsi DKI Jakarta, berbagai literatur, internet, dan sumber-sumber lainnya.
Pada penelitian ini, untuk mengidentifikasi sektor ekonomi unggulan digunakan analisis Location Quotient, analisis PDRB DKI Jakarta, dan analisis kesempatan kerja. Sedangkan untuk melihat kinerja sektor ekonomi unggulan digunakan analisis shift share. Indikator ekonomi yang digunakan adalah tenaga kerja yang bekerja pada sembilan sektor ekonomi utama di DKI Jakarta pada tahun 2003-2007 dengan menggunakan software Microsoft Excel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2003-2007, sektor yang menjadi sektor ekonomi unggulan di Provinsi DKI Jakarta adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa, dimana sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam penyerapan tenaga kerja adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Selama tahun 2003-2007, kelima sektor unggulan yang ada di DKI Jakarta rata-rata menyerap tenaga kerja sekitar 95 persen dari jumlah penduduk yang bekerja.
Pada tahun 2003-2007, sektor-sektor di DKI Jakarta memiliki pertumbuhan positif dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan kesempatan kerja tercepat adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sedangkan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan adalah sektor yang laju pertumbuhannya paling lambat. Dilihat dari daya saing, sektor pertanian dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan adalah sektor yang berdaya saing baik pada tahun 2003-2007. Sedangkan sektor-sektor ekonomi lainnya kurang memiliki daya saing. Sektor pertanian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan termasuk sektor yang progresif .
Apabila pemerintah ingin memprioritaskan investasi pada sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar maka sektor yang direkomendasikan adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran, yang secara riil memiliki kontribusi besar dalam menyerap tenaga kerja di DKI Jakarta. Oleh karena itu, perlu ada kebijakan yang mendukung perkembangan sektor ini seperti melalui peningkatan kualitas pelayanan hotel-hotel dan restoran, serta peningkatan fasilitas penunjang dari sektor ini, diantaranya yaitu fasilitas perbankan dan fasilitas pelabuhan laut dan udara agar semakin memudahkan akses perdagangan di DKI Jakarta. Selain itu perlu adanya perbaikan dari kualitas produk perdagangan yang dihasilkan agar tidak kalah dengan produk impor, serta dengan meningkatkan peran masyarakat dan kalangan profesional dalam penyelenggaraan urusan perdagangan.
(4)
IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA
Oleh
GITA IRINA ARIEF H14050032
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
(5)
Judul Skripsi : IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA
Nama : Gita Irina Arief
NIM : H14050032
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Manuntun Parulian Hutagaol, Ph.D NIP. 19570904 198303 1 005
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D 19641023 198903 2 002
(6)
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
Gita Irina Arief H14050032
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Gita Irina Arief, lahir di Depok pada tanggal 18 Desember 1986. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara yang terlahir dari pasangan Arifuddin Aty dan Elma Irianty. Penulis menamatkan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Mekar Jaya XI pada tahun 1999, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Depok dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Depok dan lulus pada tahun 2005.
Pada tahun 2005 penulis melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pada tahun kedua penulis diterima di mayor Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, dan mengambil program minor Manajemen Fungsional di Departemen Manajemen. Semasa kuliah penulis aktif di beberapa organisasi seperti BEM TPB, BEM FEM, dan Hipotesa. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan seperti BGTC dan Hipotex-R.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah “Identifikasi dan Peran Sektor Unggulan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak M. Parulian Hutagaol, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Alla Asmara selaku dosen penguji dan Bapak Syamsul H. Pasaribu dari Komisi Pendidikan atas kritik dan sarannya yang sangat bermanfaat.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua (Arifuddin Aty dan Elma Irianty) dan kakak-kakak penulis yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tulus. Kepada Nada selaku pembahas seminar, Lina dan Arisa yang banyak memberikan masukan dan bantuan. Terima kasih kepada Hans yang telah menemani dalam pencarian data dan membantu penulis selama proses pengetikan. Terakhir penulis ingin berterima kasih kepada pihak Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta yang telah memberikan data. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009
Gita Irina Arief
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Sektor Unggulan dan Perannya dalam Perekonomian Regional .... 9
2.2. Definisi Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja ... 10
2.3. Definisi Pengangguran ... 11
2.4. Metode Location Quotient (LQ) ... 12
2.5. Analisis Shift-Share ... 14
2.6. Kerangka Pemikiran ... 17
III. METODE PENELITIAN ... 20
3.1. Lokasi Penelitian ... 20
3.2. Waktu Penelitian ... 20
3.3. Jenis dan Sumber Data ... 20
3.4. Metode Analisis ... 21
3.4.1. Analisis Location Quotient (LQ) ... 21
3.4.2. Analisis Shift Share ... 22
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 27
4.1. Kondisi Geografi ... 27
(10)
4.3. Perekonomian Provinsi DKI Jakarta ... 32
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
5.1. Sektor Unggulan di Provinsi DKI Jakarta ... 34
5.1.1. Analisis Location Quotient (LQ) ... 34
5.1.2. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektoral DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 38
5.1.3.Penyerapan Tenaga Kerja oleh Sektor-sektor Perekonomian di Provinsi DKI Jakarta ... 40
5.2. Kesempatan Kerja di Indonesia Tahun 2003-2007 ... 43
5.3. Rasio Kesempatan Kerja DKI Jakarta dan Nasional Tahun 2003-2007 ... 45
5.4. Pertumbuhan Sektor-sektor Unggulan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 47
5.4.1. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 47
5.4.2. Pergeseran Bersih (PB) dan Profil Pertumbuhan Kesempatan Kerja Sektor-sektor Perekonomian di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 51
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
6.1. Kesimpulan ... 56
6.2. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 59
(11)
IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN
TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI
DKI JAKARTA
OLEH
GITA IRINA ARIEF H14050032
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
(12)
RINGKASAN
GITA IRINA ARIEF. Identifikasi dan Peran Sektor Ungggulan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta (dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL).
Provinsi DKI Jakarta adalah daerah yang mempunyai keistimewaan sebagai ibukota negara Indonesia. DKI Jakarta mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pusat pemerintahan dan pusat perekonomian. Sebagai pusat pemerintahan, DKI Jakarta merupakan tempat kedudukan hampir seluruh perangkat pemerintahan tingkat nasional, serta perwakilan negara-negara asing. Sebagai pusat perekonomian, potensi ekonomi DKI Jakarta termasuk paling tinggi dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia, sebagaimana terlihat dari besarnya kontribusi PDRB-nya terhadap PDB Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2008), pada triwulan IV tahun 2007, secara umum pulau Jawa masih merupakan kontributor terbesar terhadap perekonomian Indonesia, dimana DKI Jakarta merupakan provinsi penyumbang PDB terbesar, yakni sebanyak 15,9 persen.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2008), pada Agustus 2007, tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia terjadi di Provinsi Banten, diikuti oleh Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta, masing-masing sebesar 15,75 persen, 13,08 persen, dan 12,7 persen.Meski pada tahun 2007 sempat terjadi penurunan dibandingkan keadaan pada Februari 2006, tingkat pengangguran di DKI Jakarta masih terbilang besar, bahkan melebihi tingkat pengangguran di lingkup nasional. Tingginya tingkat pengangguran diantaranya disebabkan oleh tingginya arus urbanisasi ke DKI Jakarta.
Untuk mengurangi pengangguran, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan lapangan kerja baru. Dan lapangan kerja baru dapat diciptakan melalui investasi. Kebutuhan investasi di daerah dibiayai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat (swasta). Akan tetapi, dalam pelaksanaan pembangunan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghadapi kendala keterbatasan dana. Peranan investasi yang dilakukan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta rata-rata hanya mencapai 10 persen dari total investasi yang dibutuhkan tiap tahunnya. Sementara sisanya bergantung pada investasi oleh pihak swasta, terutama oleh investasi asing.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sektor-sektor yang menjadi sektor ekonomi unggulan di Provinsi DKI Jakarta dan mengetahui peran sektor unggulan tersebut dalam penyerapan tenaga kerja. Selain itu akan dianalisis kinerja sektor-sektor ekonomi unggulan di Provinsi DKI Jakarta, baik dilihat dari pertumbuhan maupun daya saingnya sehingga dapat dilihat sektor unggulan mana yang perlu lebih diprioritaskan oleh pemerintah daerah dan rekomendasi kebijakan pengembangannya agar turut membantu upaya pengurangan pengangguran di DKI Jakarta. Data yang digunakan adalah data
(13)
sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), BPS Provinsi DKI Jakarta, berbagai literatur, internet, dan sumber-sumber lainnya.
Pada penelitian ini, untuk mengidentifikasi sektor ekonomi unggulan digunakan analisis Location Quotient, analisis PDRB DKI Jakarta, dan analisis kesempatan kerja. Sedangkan untuk melihat kinerja sektor ekonomi unggulan digunakan analisis shift share. Indikator ekonomi yang digunakan adalah tenaga kerja yang bekerja pada sembilan sektor ekonomi utama di DKI Jakarta pada tahun 2003-2007 dengan menggunakan software Microsoft Excel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2003-2007, sektor yang menjadi sektor ekonomi unggulan di Provinsi DKI Jakarta adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa, dimana sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam penyerapan tenaga kerja adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Selama tahun 2003-2007, kelima sektor unggulan yang ada di DKI Jakarta rata-rata menyerap tenaga kerja sekitar 95 persen dari jumlah penduduk yang bekerja.
Pada tahun 2003-2007, sektor-sektor di DKI Jakarta memiliki pertumbuhan positif dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan kesempatan kerja tercepat adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sedangkan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan adalah sektor yang laju pertumbuhannya paling lambat. Dilihat dari daya saing, sektor pertanian dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan adalah sektor yang berdaya saing baik pada tahun 2003-2007. Sedangkan sektor-sektor ekonomi lainnya kurang memiliki daya saing. Sektor pertanian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan termasuk sektor yang progresif .
Apabila pemerintah ingin memprioritaskan investasi pada sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar maka sektor yang direkomendasikan adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran, yang secara riil memiliki kontribusi besar dalam menyerap tenaga kerja di DKI Jakarta. Oleh karena itu, perlu ada kebijakan yang mendukung perkembangan sektor ini seperti melalui peningkatan kualitas pelayanan hotel-hotel dan restoran, serta peningkatan fasilitas penunjang dari sektor ini, diantaranya yaitu fasilitas perbankan dan fasilitas pelabuhan laut dan udara agar semakin memudahkan akses perdagangan di DKI Jakarta. Selain itu perlu adanya perbaikan dari kualitas produk perdagangan yang dihasilkan agar tidak kalah dengan produk impor, serta dengan meningkatkan peran masyarakat dan kalangan profesional dalam penyelenggaraan urusan perdagangan.
(14)
IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA
Oleh
GITA IRINA ARIEF H14050032
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
(15)
Judul Skripsi : IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA
Nama : Gita Irina Arief
NIM : H14050032
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Manuntun Parulian Hutagaol, Ph.D NIP. 19570904 198303 1 005
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D 19641023 198903 2 002
(16)
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
Gita Irina Arief H14050032
(17)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Gita Irina Arief, lahir di Depok pada tanggal 18 Desember 1986. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara yang terlahir dari pasangan Arifuddin Aty dan Elma Irianty. Penulis menamatkan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Mekar Jaya XI pada tahun 1999, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Depok dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Depok dan lulus pada tahun 2005.
Pada tahun 2005 penulis melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pada tahun kedua penulis diterima di mayor Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, dan mengambil program minor Manajemen Fungsional di Departemen Manajemen. Semasa kuliah penulis aktif di beberapa organisasi seperti BEM TPB, BEM FEM, dan Hipotesa. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan seperti BGTC dan Hipotex-R.
(18)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah “Identifikasi dan Peran Sektor Unggulan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak M. Parulian Hutagaol, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Alla Asmara selaku dosen penguji dan Bapak Syamsul H. Pasaribu dari Komisi Pendidikan atas kritik dan sarannya yang sangat bermanfaat.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua (Arifuddin Aty dan Elma Irianty) dan kakak-kakak penulis yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tulus. Kepada Nada selaku pembahas seminar, Lina dan Arisa yang banyak memberikan masukan dan bantuan. Terima kasih kepada Hans yang telah menemani dalam pencarian data dan membantu penulis selama proses pengetikan. Terakhir penulis ingin berterima kasih kepada pihak Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta yang telah memberikan data. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009
Gita Irina Arief
(19)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Sektor Unggulan dan Perannya dalam Perekonomian Regional .... 9
2.2. Definisi Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja ... 10
2.3. Definisi Pengangguran ... 11
2.4. Metode Location Quotient (LQ) ... 12
2.5. Analisis Shift-Share ... 14
2.6. Kerangka Pemikiran ... 17
III. METODE PENELITIAN ... 20
3.1. Lokasi Penelitian ... 20
3.2. Waktu Penelitian ... 20
3.3. Jenis dan Sumber Data ... 20
3.4. Metode Analisis ... 21
3.4.1. Analisis Location Quotient (LQ) ... 21
3.4.2. Analisis Shift Share ... 22
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 27
4.1. Kondisi Geografi ... 27
(20)
4.3. Perekonomian Provinsi DKI Jakarta ... 32
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
5.1. Sektor Unggulan di Provinsi DKI Jakarta ... 34
5.1.1. Analisis Location Quotient (LQ) ... 34
5.1.2. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektoral DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 38
5.1.3.Penyerapan Tenaga Kerja oleh Sektor-sektor Perekonomian di Provinsi DKI Jakarta ... 40
5.2. Kesempatan Kerja di Indonesia Tahun 2003-2007 ... 43
5.3. Rasio Kesempatan Kerja DKI Jakarta dan Nasional Tahun 2003-2007 ... 45
5.4. Pertumbuhan Sektor-sektor Unggulan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 47
5.4.1. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 47
5.4.2. Pergeseran Bersih (PB) dan Profil Pertumbuhan Kesempatan Kerja Sektor-sektor Perekonomian di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 51
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
6.1. Kesimpulan ... 56
6.2. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 59
(21)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Perbandingan Penduduk yang bekerja dan Pengangguran
di DKI Jakarta dan Indonesia Tahun 2006-2007 ... 2 4.1. Pembagian Wilayah Provinsi DKI Jakarta ... 28 4.2. Penduduk DKI Jakarta, Sex Ratio, dan Kepadatan
Penduduk Menurut Kotamadya/Kabupaten Tahun 2002-2006 ... 29 4.3. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan
Utama di DKI Jakarta Tahun 2005 – 2007 ... 30 4.4. Proporsi Penduduk Bekerja di DKI Jakarta menrut Sektor
Perekonomian Tahun 2004-2007 ... 31 4.5. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Provinsi DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut
Lapangan Usaha 2003-2007 ... 33 5.1. Nilai Location Quotient (LQ) di Provinsi DKI Jakarta,
Tahun 2003-2007 ... 35 5.2. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi DKI Jakarta
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Sektor Perekonomian, 2003-2007 ... 39 5.3. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama
Seminggu yang Lalu Menurut Sektor Perekonomian di Provinsi
DKI Jakarta Tahun 2003 dan 2007 ... 40 5.4. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Unggulan dan Non Unggulan
di Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2003-2007 ... 43 5.5. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama
Seminggu yang Lalu Menurut Sektor Perekonomian di Indonesia
Tahun 2003 dan 2007 ... 45 5.6. Rasio Kesempatan Kerja DKI Jakarta dan Nasional (Ra, Ri, ri) ... 46
(22)
5.7. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Provinsi DKI Jakarta Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Nasional,
Tahun 2003 dan 2007 ... 48 5.8. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Provinsi
DKI Jakarta Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional,
Tahun 2003 dan 2007 ... 49 5.9. Analisis Shift-Share Menurut Sektor Perekonomian di Provinsi
DKI Jakarta Berdasarkan Komponen Pangsa Wilayah, Tahun
2003 dan 2007 ... 51 5.10. Pergeseran Bersih Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 52
(23)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Model Analisis Shift share ... 16 2.2. Skema Kerangka Pemikiran ... 19 3.1. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian ... 25 5.3. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Provinsi
(24)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di DKI Jakarta,
Tahun 2003-2007 ... 61 2. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja selama Seminggu
yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Indonesia,
Tahun 2003-2007 ... 62 3. Location Quotient (LQ) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 63 4. Analisis Shift Share Perubahan Kesempatan Kerja di Provinsi DKI Jakarta
dan Indonesia, Tahun 2003 dan 2007 ... 64 5. Analisis Shift Share Rasio Kesempatan Kerja DKI Jakarta dan Nasional
(Nilai Ra, Ri, dan ri) ... 65 6. Analisis Shift Share Komponen Pertumbuhan Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 (Pertumbuhan Nasional, Pertumbuhan
Proporsional, Pertumbuhan Pangsa Wilayah) ... 66 7. Pergeseran Bersih Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 68
(25)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengangguran adalah masalah yang sering kali terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi tidak hanya dapat mengganggu stabilitas keamanan tetapi juga stabilitas politik, sebab pengangguran yang tinggi berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kemiskinan, kriminalitas, dan masalah-masalah sosial ekonomi lainnya. Oleh karena itu, pemerintah di semua negara selalu berusaha untuk meminimalkan tingkat pengangguran yang terjadi agar stabilitas keamanan, politik, dan ekonomi dapat terkendali.
Pengangguran juga menjadi salah satu masalah pokok yang dihadapi Indonesia. Menurut Dumairy (1996), besarnya angka pengangguran di Indonesia disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan penciptaan kesempatan kerja. Hal itu terjadi karena dominasi penduduk usia muda di dalam struktur kependudukan.
Masalah ketenagakerjaan (termasuk pengangguran) di Indonesia sangat besar dan kompleks. Besar karena menyangkut jutaan jiwa, dan kompleks karena masalahnya mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor demografis. Indonesia telah cukup berhasil dalam menurunkan angka kelahiran dan kematian secara berkesinambungan. Akan tetapi, hal ini justru berdampak pada pertumbuhan penduduk usia kerja yang jauh lebih cepat daripada pertumbuhan penduduk secara keseluruhan. Di sisi lain,
(26)
pertumbuhan ekonomi secara nasional masih termasuk rendah untuk dapat menyediakan lapangan pekerjaan baru secara memadai. Akibatnya, jumlah pengangguran di Indonesia masih tetap terbilang tinggi (Silalahi, 2004).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2008), pada Agustus 2007, tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia terjadi di Provinsi Banten, diikuti oleh Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta, masing-masing sebesar 15,75 persen, 13,08 persen, dan 12,7 persen. Meski pada tahun 2007 sempat terjadi penurunan dibandingkan keadaan pada Februari 2006, tingkat pengangguran di DKI Jakarta masih terbilang besar, bahkan melebihi tingkat pengangguran di lingkup nasional. Tingginya tingkat pengangguran diantaranya disebabkan oleh tingginya arus urbanisasi ke DKI Jakarta.
Tabel 1.1 Perbandingan Penduduk yang bekerja dan Pengangguran di DKI Jakarta dan Indonesia Tahun 2006-2007 (dalam ribuan)
Kegiatan Utama 2006 2007
DKI JAKARTA
1. Penduduk Usia Kerja (15 +) 6.571,73 6.692,35
2. Angkatan Kerja 4.121,82 4.251,85
a. Bekerja 3.531,80 3.709,84
b. Pengangguran 590,02 542,00
3. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 14,3 12,7 INDONESIA
1. Penduduk Usia Kerja (15 +) 159.257,68 162.352,05
2. Angkatan Kerja 106.281,80 107.930,70
a. Bekerja 95.177,10 97.403,27
b. Pengangguran 11.104,69 10.527,44
3. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 10,4 9,8
(27)
Menurut Dumairy (1996), arus urbanisasi yang deras menimbulkan masalah bagi kota yang didatangi, menyangkut penyediaan lapangan kerja, pemukiman, kriminalitas, dan masalah-masalah sosial lainnya. Terbukti, besarnya arus urbanisasi ke DKI Jakarta memang telah menimbulkan sejumlah permasalahan, diantaranya ketidakseimbangan antara lapangan kerja yang tersedia dengan jumlah orang yang mencari pekerjaan, ketidakseimbangan antara kebutuhan akan pelayanan kota dengan kemampuan penyediaan prasarana dan sarana kota, serta kualitas kebanyakan sumber daya pendatang yang kurang sesuai dengan kebutuhan kota. Akibatnya, terjadi peningkatan jumlah pengangguran, yang mendorong timbulnya masalah sosial lain seperti semakin meluasnya pemukiman kumuh dan padat (slum area), kemiskinan, berkembangnya sektor informal yang tidak terkendali, dan meningkatnya kriminalitas.
Untuk mengurangi pengangguran, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan lapangan kerja baru. Dan lapangan kerja baru dapat diciptakan melalui investasi. Kebutuhan investasi di daerah dibiayai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat (swasta). Akan tetapi, dalam pelaksanaan pembangunan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghadapi kendala keterbatasan dana. Peranan investasi yang dilakukan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta rata-rata hanya mencapai 10 persen dari total investasi yang dibutuhkan tiap tahunnya. Sementara sisanya bergantung pada investasi oleh pihak swasta, terutama oleh investasi asing.
(28)
1.2. Perumusan Masalah
Provinsi DKI Jakarta adalah daerah yang mempunyai keistimewaan sebagai ibukota negara Indonesia. DKI Jakarta mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pusat pemerintahan dan pusat perekonomian. Sebagai pusat pemerintahan, DKI Jakarta merupakan tempat kedudukan hampir seluruh perangkat pemerintahan tingkat nasional, serta perwakilan negara-negara asing. Sebagai pusat perekonomian, potensi ekonomi DKI Jakarta termasuk paling tinggi dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia, sebagaimana terlihat dari besarnya kontribusi PDRB-nya terhadap PDB Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2008), pada triwulan IV tahun 2007, secara umum pulau Jawa masih merupakan kontributor terbesar terhadap perekonomian Indonesia, dimana DKI Jakarta merupakan provinsi penyumbang PDB terbesar, yakni sebanyak 15,9 persen.
Lokasi Provinsi DKI Jakarta yang strategis dan merupakan pintu gerbang utama dalam perdagangan antar pulau dan hubungan internasional turut mendorong Jakarta menjadi pusat kegiatan perdagangan dan jasa dengan cakupan nasional dan internasional. Namun demikian, DKI Jakarta juga menyimpan sejumlah masalah serius, antara lain masalah kemacetan lalu lintas, banjir yang tiap tahun terjadi, serta banyaknya perumahan kumuh. DKI Jakarta juga dihadapkan pada masalah tingginya angka pengangguran. Banyaknya pengangguran di DKI Jakarta disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya pertumbuhan angkatan kerja yang melebihi pertumbuhan kesempatan kerja, dan derasnya laju urbanisasi dari daerah ke Jakarta. Hal itu terlihat dari fenomena
(29)
yang terjadi setiap tahun. Seusai lebaran, Jakarta akan menampung kaum pendatang dari daerah lain sebanyak 205 ribu hingga 300 ribu orang (beritajakarta.com, 2008).
Timbulnya arus urbanisasi ke Jakarta secara besar-besaran terutama didorong oleh motif ekonomi, yaitu keinginan memperbaiki nasib dengan hidup di kota besar. Keberadaan sektor-sektor unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja tinggi menjadi insentif utama bagi para pendatang. Tingkat pendapatan yang relatif tinggi di kota Jakarta juga menjadi insentif yang sangat menjanjikan. Selain itu, pengangguran juga diakibatkan oleh banyaknya lulusan SMA yang tidak mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Terakhir, pengangguran disebabkan jumlah pencari kerja lebih banyak dari lowongan kerja yang ditawarkan. Sementara kualifikasi pencari kerja terkadang tidak memenuhi kriteria yang disyaratkan perusahaan-perusahaan.
Jumlah penduduk DKI Jakarta berumur 15 tahun ke atas yang menganganggur tiap tahunnya berfluktuatif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, angka pengangguran di Jakarta hingga bulan Agustus 2008 tercatat 580.510 orang. Jumlah ini mengalami peningkatan 28.130 orang dibanding bulan yang sama pada tahun 2007 yang hanya mencapai 552.380 orang. Kondisi ini pada gilirannya akan meningkatkan angka kemiskinan karena kemiskinan memang berkaitan erat dengan masalah pengangguran.
Apabila sasaran pembangunan yang ingin dicapai oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah terciptanya pengurangan pengangguran, maka pemerintah perlu mengalokasikan sumber daya yang dimiliki secara tepat.
(30)
Menurut Tarigan (2005), pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah harus dapat menentukan skala prioritas tentang sektor apa yang perlu dikembangkan di wilayah tersebut berdasarkan sasaran yang ingin dicapai. Penetapan skala prioritas sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan wilayah karena keterbatasan dana, terutama yang berasal dari anggaran pemerintah.
Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai sektor-sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan di Provinsi DKI Jakarta. Adanya sektor-sektor ekonomi unggulan yang antara lain bercirikan memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar dan laju pertumbuhan yang tinggi akan menciptakan kesempatan kerja. Kesempatan kerja yang lebih besar akan membantu upaya pengurangan jumlah pengangguran. Penelitian tersebut akan dapat memberikan informasi bagi penentuan prioritas pengembangan yang dapat menjadi tujuan utama investasi dalam mengatasi masalah sosial ekonomi, khususnya masalah pengangguran di DKI Jakarta. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Sektor apa saja yang merupakan sektor ekonomi unggulan di Provinsi DKI Jakarta?
2. Bagaimana peran sektor unggulan tersebut dalam penyerapan tenaga kerja di Provinsi DKI Jakarta?
3. Bagaimana kinerja sektor ekonomi unggulan di Provinsi DKI Jakarta, baik dilihat dari pertumbuhan maupun daya saingnya?
(31)
4. Sektor unggulan apa yang perlu menjadi prioritas pemerintah daerah dan bagaimana rekomendasi kebijakan pengembangannya agar turut membantu upaya pengurangan pengangguran di DKI Jakarta?
1.3. Tujuan Penelitian
1) Mengidentifikasi sektor-sektor yang menjadi sektor ekonomi unggulan di Provinsi DKI Jakarta.
2) Menganalisis peran sektor unggulan dalam penyerapan tenaga kerja di Provinsi DKI Jakarta.
3) Menganalisis kinerja sektor-sektor ekonomi unggulan di Provinsi DKI Jakarta, baik dilihat dari pertumbuhan maupun daya saingnya.
4) Menganalisis sektor unggulan yang perlu menjadi prioritas pemerintah daerah dan rekomendasi kebijakan pengembangannya agar turut membantu upaya pengurangan pengangguran di DKI Jakarta.
1.4. Manfaat Penelitian
Kegunaan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sektor-sektor apa saja yang menjadi sektor unggulan di Provinsi DKI Jakarta sekaligus sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi aparat pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menentukan arah dan strategi pembangunan ekonomi yang terencana, tepat sasaran, dan sesuai dengan potensi yang dimiliki DKI Jakarta. Bagi masyarakat, diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran umum terkait masalah yang dihadapi DKI Jakarta supaya dapat merangsang
(32)
kepedulian dan peran serta masyarakat dalam pembangunan. Selain itu penelitian ini juga bermanfaat sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
(33)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sektor Unggulan dan Perannya dalam Perekonomian Regional
Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya : pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuhan yang tinggi; kedua, sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga, sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang; keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi (Sambodo dalam Sondari, 2007).
Saragih dan Krisnamurthi (1992) mengungkapkan bahwa dalam konsep pembangunan ekonomi, suatu sektor dapat dikatakan sebagai suatu sektor andalan (leading sector) jika sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang relatif tinggi dan mampu menarik pertumbuhan banyak sektor lain sehingga mampu memberikan pengaruh yang besar kepada seluruh perekonomian. Sektor tersebut dicirikan dengan tingginya elastisitas permintaan, penawaran dan harga atas produk tersebut, memiliki multiplier pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif besar, menyerap bahan baku dan memberikan sumbangan input yang besar, dan
(34)
memiliki keterkaitan yang erat dengan kegiatan ekonomi yang relatif besar dalam struktur ekonomi.
2.2. Definisi Tenaga Kerja dan kesempatan Kerja
Mengacu pada batasan International Labour Organization (ILO) dan ketentuan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan, penduduk usia kerja atau disebut tenaga kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas. Tenaga kerja digolongkan ke dalam angkatan kerja atau penduduk yang aktif secara ekonomi, dan bukan angkatan kerja atau penduduk yang tidak aktif secara ekonomi. Penduduk yang digolongkan sebagai angkatan kerja adalah yang kegiatan utamanya bekerja dan atau mencari pekerjaan. Sebaliknya, jika kegiatan utamanya adalah selain dari bekerja dan mencari pekerjaan, maka digolongkan sebagai bukan angkatan kerja (BPS Provinsi DKI Jakarta, 2007).
Kesempatan kerja didasarkan pada data sensus penduduk, dimana jumlah penduduk yang bekerja mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Ini berarti bahwa kesempatan kerja bukanlah lapangan usaha yang masih terbuka (Rusli, 1995). Istilah kesempatan kerja menurut Dinas Tenaga Kerja (2007) mengandung pengertian lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi (produksi).
Secara umum penciptaan kesempatan kerja dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu proses produksi dan pasar. Untuk adanya proses produksi diperlukan investasi. Dan diperlukan pasar untuk mendistribusikan hasil produksi kepada yang menggunakannya serta agar produsennya memperoleh pendapatan. Faktor
(35)
produksi tenaga kerja berkualitas yang memiliki produktivitas tinggi sangat menentukan tingkat pendapatan. Pendapatan akan memberikan efek pengganda terhadap pembangunan dalam bentuk investasi dan pengeluaran, dan keduanya diperkirakan akan berdampak positif terhadap kesempatan kerja (Fudjaja, 2002).
2.3. Definisi Pengangguran
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta (2007), pengangguran dibedakan menjadi beberapa kategori, diantaranya adalah pengangguran terbuka (open unemployment), dan setengah pengangguran (under unemployment).
Pengangguran Terbuka
Pengangguran terbuka adalah banyaknya orang yang mencari pekerjaan (dalam time reference), baik sudah pernah bekerja maupun belum pernah bekerja. Di samping itu ditambah dengan mereka yang tidak bekerja, tetapi sedang mempersiapkan usaha, atau mereka yang sudah mendapat pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, atau mereka yang merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan. Perkembangan tingkat pengangguran dapat digambarkan dengan menggunakan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT/Open Unemployment Rate), yaitu perbandingan jumlah orang yang menganggur terhadap total angkatan kerja.
Setengah Pengangguran
Ada beberapa definisi mengenai istilah setengah pengangguran (under unemployment), antara lain setengah pengangguran karena jam kerja
(36)
kurang (dibawah 35 jam/minggu), karena pendapatan rendah (dibawah Upah Minimum Propinsi), dan karena jabatan tidak sesuai dengan pendidikan.
Angkatan kerja yang tumbuh sangat cepat tentu saja akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian, yakni penciptaan atau perluasan lapangan kerja. Jika lapangan kerja baru tidak mampu menampung semua angkatan kerja baru, atau dengan kata lain tambahan permintaan akan tenaga kerja lebih sedikit daripada tambahan penawaran angkatan kerja, maka sebagian angkatan kerja baru itu akan memperpanjang barisan penganggur yang sudah ada (Dumairy, 1996).
Menurut pandangan kaum Neoklasik, sebenarnya secara teori masalah pengangguran tidak perlu terjadi. Dengan asumsi bahwa pasar tenaga kerja sama halnya dengan pasar barang, yaitu harga dari pasar tenaga kerja (upah) cukup fleksibel seperti harga barang, maka permintaan tenaga kerja akan selalu seimbang dengan penawaran tenaga kerja. Tidak ada pengangguran artinya pada tingkat upah riil yang berlaku di pasar tenaga kerja, semua orang yang bersedia untuk bekerja pada tingkat upah tersebut akan memperoleh pekerjaan. Pengangguran hanya terjadi pada mereka yang memang dengan suka rela menganggur.
2.4. Metode Location Quotient (LQ)
Metode ini berguna untuk menentukan sektor basis dan sektor non-basis dengan cara menghitung perbandingan antara tenaga kerja di sektor i pada daerah bawah terhadap tenaga kerja total semua sektor di daerah bawah dengan tenaga
(37)
kerja di sektor i pada daerah atas terhadap tenaga kerja total semua sektor di daerah atasnya. Daerah bawah dan daerah atas yang dimaksud adalah daerah administratif. Contohnya dalam penelitian ini analisis dilakukan pada tingkat provinsi, maka yang menjadi daerah bawah adalah provinsi dan daerah atasnya adalah nasional (Indonesia) (Priyarsono, et al., 2007).
Dua asumsi utama yang digunakan dalam metode LQ :
1) Pola konsumsi rumah tangga di daerah bawah identik (sama dengan) pola konsumsi rumah tangga di daerah atasnya.
2) Daerah atas maupun daerah bawah mempunyai fungsi produksi yang linier dengan produktivitas di tiap sektor yang sama besarnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwiastuti (2004) dengan judul
”Analisis Perubahan Struktur ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Klaten”, yang bertujuan : (1) Menganalisis perubahan struktur
perekonomian Kabupaten Klaten periode 1993-2002; (2) Mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi unggulan Kabupaten Klaten periode 1993-2002, disimpulkan bahwa terdapat empat sektor yang merupakan sektor basis, yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor bangunan.
Berdasarkan penelitian Usya (2006) dengan judul ”Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Subang”, yang bertujuan
untuk : (1) Menganalisis terjadinya perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang pada kurun waktu 1993-2003; (2) Mengidentifikasi sektor unggulan di Kabupaten Subang pada kurun waktu 1993-2003, disimpulkan bahwa ada empat sektor basis yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Subang, yaitu sektor
(38)
pertanian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan sektor jasa-jasa.
Penelitian Sondari (2007) yang berjudul ”Analisis Sektor Unggulan dan kinerja Ekonomi Provinsi Jawa Barat”, bertujuan untuk : (1) Mengidentifikasi
sektor yang menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat; (2) Menganalisis dampak pengganda sektor ekonomi basis terhadap pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat; (3) Menganalisis kinerja ekonomi di Provinsi Jawa Barat; (4) Menganalisis keterkaitan dan implikasi yang akan ditimbulkan dari perkembangan sektor ekonomi basis terhadap pembangunan wilayah. Dalam penelitian ini, melalui hasil analisis LQ menunjukkan bahwa terdapat tiga sektor yang merupakan sektor basis di Jawa Barat yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
2.5. Analisis Shift Share
Analisis Shift Share (SS) merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis struktur perekonomian di suatu wilayah. Selain itu, dapat juga digunakan untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah selama dua periode waktu. Analisis ini dapat dilakukan pada tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional. Di tingkat kabupaten, analisis ini berguna untuk melihat kecamatan-kecamatan mana saja yang memberikan kontribusi pertumbuhan paling besar terhadap perekonomian kabupaten tersebut. Selain itu, melalui analisis ini juga dapat diketahui sektor mana saja yang mengalami pertumbuhan yang paling cepat di masing-masing wilayah kecamatan tersebut. Di
(39)
tingkat provinsi, dapat diketahui kabupaten-kabupaten mana saja beserta sektor-sektornya yang memberikan kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan di tingkat provinsi.
Menurut Budiharsono (2001), secara umum terdapat 3 (tiga) komponen pertumbuhan wilayah dalam analisis SS, yaitu: komponen Pertumbuhan Nasional (PN), komponen Pertumbuhan Proporsional (PP), dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).
Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) adalah perubahan produksi/ kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi/ kesempatan kerja nasional, perubahan kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah. Contohnya antara lain kecenderungan inflasi, pengangguran dan kebijakan perpajakan.
Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) timbul karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri seperti kebijakan perpajakan, subsidi dan price support serta perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.
Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.
(40)
Apabila PP + PPW ≥ 0 maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah ke j termasuk ke dalam kelompok progresif (maju). Sementara itu, PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ke i pada wilayah ke j tergolong lambat.
Sumber : Budiharsono, 2001
Gambar 2.1. Model Analisis Shift Share
Penelitian yang dilakukan oleh Dwiastuti (2004) dengan judul ”Analisis Perubahan Struktur ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten
Klaten” dengan menggunakan analisis shift share menunjukkkan bahwa terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Klaten. Perubahan struktur tersebut ditunjukkan dengan peranan sektor primer yang semakin menurun meskipun kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Klaten masih besar.
Penelitian yang dilakukan oleh Usya (2006) dengan judul ”Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Subang”
Wilayah ke-j sektor ke-i
Komponen Pertumbuhan
Proporsional
Wilayah ke-j sektor ke-i
Maju PP + PPW ≥ 0
Lambat PP + PPW < 0 Komponen
Pertumbuhan Pangsa Wilayah Komponen Pertumbuhan Nasional
(41)
dengan menggunakan analisis shift share menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang.
Penelitian yang dilakukan oleh Sondari (2007) yang berjudul ”Analisis Sektor Unggulan dan kinerja Ekonomi Provinsi Jawa Barat” dengan
menggunakan analisis shift share menunjukkan bahwa kinerja pembangunan wilayah Jawa Barat termasuk baik, dilihat dari perkembangannya yang hampir menyamai pembangunan nasional.
2.6. Kerangka Pemikiran
Provinsi DKI Jakarta yang berkedudukan sebagai ibukota negara Indonesia menghadapi sejumlah permasalahan dalam proses pembangunan ekonominya, diantaranya adalah masalah angka pengangguran yang cukup tinggi. Di sisi lain, jumlah dana investasi yang terbatas mengharuskan pemerintah daerah untuk memilih sektor yang perlu diprioritaskan dalam pembangunan ekonomi agar investasi tersebut dapat lebih fokus pada sektor ekonomi yang memiliki peranan besar terhadap kesejahteraan masyarakat. Peran yang utama adalah dapat menyerap tenaga kerja yang besar, sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran.
Penentuan sektor prioritas dilakukan berdasarkan identifikasi kegiatan ekonomi yang merupakan sektor unggulan daerah dan yang bukan merupakan sektor unggulan daerah. Kategori sektor yang menjadi unggulan di daerah penelitian diperoleh dengan menggunakan analisis sektor basis berdasarkan indikator tenaga kerja dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 dengan
(42)
menggunakan analisis location quotient (LQ), serta dengan melihat pendapatan dan penyerapan tenaga kerja oleh masing-masing sektor. Kemudian akan dilihat seberapa besar peranan sektor unggulan terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi DKI Jakarta. Dilanjutkan dengan menggunakan analisis shift share untuk mengevaluasi kinerja sektor-sektor unggulan tersebut, baik dilihat dari pertumbuhannya di wilayah DKI Jakarta maupun jika dibandingkan daya saingnya dengan sektor di daerah lainnya.
Hasil analisis selanjutnya dapat digunakan untuk memberikan arahan kebijakan prioritas investasi dan pengembangan bagi pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dengan mengetahui sektor yang layak menjadi prioritas investasi diharapkan pemerintah dapat lebih fokus dan tidak salah sasaran dalam mengalokasikan dana investasi pemerintah yang jumlahnya terbatas. Dengan begitu, secara perlahan masalah pengangguran di DKI Jakarta diharapkan akan teratasi. Secara skematis, kerangka pemikiran dapat dijelaskan pada Gambar 2.2.
(43)
Gambar 2.2. Sistematika Kerangka Pemikiran Perkembangan Perekonomian DKI
Jakarta
Keterbatasan dana investasi pemerintah
Masalah ketenagakerjaan
(pengangguran)
Rekomendasi prioritas investasi &
kebijakan pembangunan Perlu penentuan
sektor prioritas Perlu meningkatkan
kesempatan kerja Identifikasi sektor
unggulan DKI Jakarta
Analisis LQ
Penyerapan tenaga kerja oleh sektor
unggulan Analisis
shift share Analisis
PDRB
Analisis tenaga
(44)
III. METODE PENELITIAN
3.1.Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Provinsi DKI Jakarta. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan cara sengaja dengan mempertimbangkan tersedianya data tenaga kerja sembilan sektor ekonomi utama di Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2003 sampai tahun 2007 dan data pendukung lainnya yang relatif lengkap.
3.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2009, meliputi kegiatan pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, hingga penyusunan laporan dalam bentuk skripsi.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data jumlah penduduk yang bekerja pada sembilan sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), BPS Provinsi DKI Jakarta, berbagai literatur, internet, dan sumber-sumber lainnya.
(45)
3.4. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Location Quotient (LQ) dan analisis shift share dengan menggunakan software Microsoft Excel pada saat pengolahan data.
3.4.1.Analisis Location Quotient (LQ)
Dalam analisis ini dilakukan perbandingan antara tenaga kerja di sektor i pada Provinsi DKI Jakarta terhadap tenaga kerja total semua sektor di Provinsi DKI Jakarta dengan tenaga kerja di sektor i pada tingkat nasional terhadap tenaga kerja total semua sektor di tingkat nasional. Rumus LQ adalah sebagai berikut :
LQ =
a ia
b ib
S S
S S
/ /
(3.1)
dimana :
Sib = Tenaga kerja sektor i pada Provinsi DKI Jakarta,
Sb = Tenaga kerja total semua sektor pada Provinsi DKI Jakarta,
Sia = Tenaga kerja sektor i pada tingkat nasional,
Sa = Tenaga kerja total semua sektor pada tingkat nasional.
Jika nilai LQ > 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor basis. Nilai LQ yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa output pada sektor i di Provinsi DKI Jakarta lebih berorientasi ekspor. Sebaliknya, apabila nilai LQ < 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor non-basis, yang berarti bahwa luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor non-basis hanya bersifat lokal.
(46)
3.4.2. Analisis Shift Share
Dalam menggunakan analisis Shift Share, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah :
1) Menentukan wilayah yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini, wilayah yang akan dianalisis adalah wilayah Provinsi DKI Jakarta.
2) Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis. Indikator kegiatan ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tenaga kerja yang bekerja pada sembilan sektor ekonomi utama di Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan periode analisis yang digunakan adalah dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007.
3) Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis. Sektor ekonomi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sektor ekonomi berdasarkan lapangan usaha utama yang terdiri dari 9 sektor, yaitu : sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa. 4) Menghitung perubahan indikator kegiatan ekonomi, dengan menghitung
persentase perubahan kesempatan kerja :
% ∆Yij = [(Y'ij – Yij)/ Yij] • 100% (3.2)
dimana :
∆Yij = Perubahan kesempatan kerja sektor i pada wilayah j,
Yij = Kesempatan kerja dari sektor i pada wilayah j pada tahun
(47)
Y'ij = Kesempatan kerja dari sektor i pada wilayah j pada tahun
akhir analisis.
5) Menghitung rasio indikator kegiatan ekonomi yang terdiri dari: a) ri (rasio kesempatan kerja sektor i pada wilayah j)
ri = (Y'ij– Yij) / Yij (3.3)
b) Ri (rasio kesempatan kerja (nasional) dari sektor i)
Ri = (Y'i - Yi)/ Yi (3.4)
c) Ra (rasio kesempatan kerja (nasional))
Ra = (Y'..-Y..) / Y.. (3.5)
6) Menghitung Komponen Pertumbuhan Wilayah a) Komponen Pertumbuhan Nasional (PN)
PNij = (Ra)Yij (3.6)
dimana :
PNij = komponen pertumbuhan nasional sektor i untuk wilayah j,
Yij = kesempatan kerja dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar
analisis
b) Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)
PPij = (Ri-Ra)Yij (3.7)
dimana :
PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah j
apabila:
PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya lambat,
(48)
PPij > 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya cepat.
c) Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
PPWij = (ri-Ri)Yij (3.8)
dimana :
PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah
j apabila:
PPWij < 0, berarti sektor i pada wilayah j mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan wilayah lainnya,
PPWij > 0, berarti sektor i pada wilayah j memiliki daya saing yang kurang baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya. 7) Persentase ketiga pertumbuhan wilayah dapat dirumuskan :
%PNij = Ra (3.9)
%PPij = Ri – Ra (3.10)
%PPWij = ri – Ri (3.11)
atau :
%PNij = (PNij) / Yij * 100% (3.12)
%PPij = (PPij) / Yij * 100% (3.13)
%PPWij = (PPWij) / Yij * 100% (3.14)
8) Penjumlahan PP dan PPW akan menghasilkan nilai pergeseran bersih.
PBij = PPij + PPWij (3.15)
(49)
PBij = Pergeseran bersih sektor i pada wilayah j
PPij = Komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah j
PPWij = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah j
apabila :
PBij > 0 = pertumbuhan progresif (maju),
PBij < 0 = pertumbuhan lamban.
9) Untuk mengevaluasi profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat dilakukan dengan menggunakan persentase PP dan PPW dengan menggunakan bantuan empat kuadran yang terdapat pada garis bilangan. Pada sumbu horizontal terdapat komponen PP sebagai absis, sedangkan pada sumbu vertikal terdapat PPW sebagai ordinat.
Sumber : Budiharsono, 2001
Gambar 3.1. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian PPW
PP
Kuadran I
Kuadran II Kuadran III
(50)
Penjelasan masing-masing kuadran adalah sebagai berikut :
a)Kuadran I merupakan kuadran di mana PP dan PPW sama-sama bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor di wilayah bersangkutan memiliki pertumbuhan yang cepat dan daya saing yang baik.
b)Kuadran II menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan pertumbuhannya cepat, tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut kurang baik.
c)Kuadran III merupakan kuadran di mana PP dan PPW bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat dengan daya saing yang kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lain.
d)Kuadran IV menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi pada wilayah bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat, tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya.
(51)
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Kondisi Geografi
Secara geografis, Provinsi DKI Jakarta terletak pada koordinat 5°19’12” sampai 6°23’54” Lintang Selatan dan 106°22’42” sampai 106°58’18” Bujur Timur. Jakarta terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian 0-7 meter di atas permukaan laut dan dilalui 26 sungai. Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1227 Tahun 1989, Provinsi DKI Jakarta memiliki luas wilayah sebesar 7.659,02 km2, yang terdiri dari daratan seluas 661,52 km2 dan lautan seluas 6.997,5 km2, serta terdapat tidak kurang dari 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu. Batas wilayah Kota Jakarta adalah sebagai berikut :
sebelah utara : Laut Jawa,
sebelah timur : Provinsi jawa Barat,
sebelah selatan : Kota Depok,
sebelah barat : Kabupaten/Kota Tangerang.
Keadaan DKI Jakarta secara umum beriklim tropis, dengan suhu udara maksimum berkisar antara 32,7°C-34°C pada siang hari, dan suhu udara minimum berkisar antara 23,8°C–25,4°C pada malam hari. Rata-rata curah hujan tahunan adalah 237,96 mm, dengan tingkat kelembaban udara mencapai 73-78 persen. Puncak musim kemarau adalah pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan 60 milimeter dan suhu yang dapat mencapai hingga 40°C.
Secara administratif, Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi lima kotamadya yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan
(52)
Jakarta Selatan, serta satu kabupaten administratif yaitu Kepulauan Seribu. Di seluruh wilayah DKI Jakarta terdapat 43 kecamatan dan 265 kelurahan, dengan pembagian sebagai berikut :
Tabel 4.1. Pembagian Wilayah Provinsi DKI Jakarta
Wilayah Kecamatan Kelurahan
Jakarta Selatan 10 65
Jakarta Timur 10 65
Jakarta Pusat 8 44
Jakarta Barat 8 56
Jakarta Utara* 7 35
Wilayah DKI 43 265
Keterangan : *) termasuk Pulau Seribu.
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2008.
4.2. Perkembangan Penduduk dan Tenaga Kerja
Tingginya pergerakan penduduk dari Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek) ke Jakarta telah membawa konsekuensi terhadap laju pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta. Jika pada tahun 1961 jumlah penduduknya hanya mencapai 2,74 juta jiwa, pada tahun 2000 dan 2006 jumlah penduduknya telah mencapai 13,59 juta jiwa dan 8,97 juta jiwa (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2007).
Dengan jumlah penduduk yang besar dan wilayah yang tidak terlalu luas menyebabkan kepadatan penduduk DKI Jakarta relatif tinggi. Kepadatan penduduk pada tahun 2002 mencapai 12.652 jiwa per km2.Tahun 2006 meningkat menjadi 13.565 jiwa per km2. Dan diperkirakan pada tahun 2011 kepadatan penduduk DKI Jakarta mencapai 13.756 jiwa per km2. Tabel 4.2 menyajikan data
(53)
jumlah penduduk, sex ratio, dan kepadatan penduduk menurut kotamadya/kabupaten di DKI Jakarta pada tahun 2002-2006.
Tabel 4.2. Penduduk DKI Jakarta, Sex Ratio, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kotamadya/Kabupaten Tahun 2002-2006
Kotamadya/ Kabupaten Penduduk Sex ratio (L)/(P) Kepadatan Penduduk Laki-laki (L) Perempuan
(P) L+P
Kep. Seribu 16.510 14.852 31.362 111,16 2.656 Jakarta Selatan 1.020.828 1.032,856 2.053.684 98,84 14.092 Jakarta Timur 1.234.020 1.179.855 2.413.875 104,59 12.857 Jakarta Pusat 434.970 456.808 891.778 95,22 18.502 Jakarta Barat 1.061.308 1.069.388 2.130.696 99,24 16.890 Jakarta Utara 721.865 730.420 1.452.285 98,83 10.236
DKI Jakarta
2006 4.489.501 4.484.179 8.973.680 100,12 13.565 2005 4.401.337 4.463.142 8.864.519 98,62 13.346 2004 4.372.337 4.353.293 8.725.630 100,44 13.190 2003 4.312.158 4.291.618 8.603.776 108,48 13.158 2002 4.216.271 4.153.229 8.369.500 101,52 12.652
Sumber : Sakernas 2004-2007, BPS Provinsi DKI Jakarta.
Besarnya jumlah penduduk DKI Jakarta antara lain disebabkan oleh tingginya arus migrasi dan urbanisasi dari daerah lain. Sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi yang relatif lengkap dibandingkan daerah lainnya di Indonesia dengan segala atribut kemegahan metropolitannya menjadi salah satu faktor penarik bagi para migran untuk mengadu nasib di kota ini.
Jumlah penduduk usia kerja atau biasa disebut tenaga kerja terkait dengan pola struktur umur penduduk suatu daerah. Seiring dengan mengecilnya jumlah penduduk usia muda, jumlah penduduk usia kerja akan mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, penduduk usia kerja (berusia 15 tahun ke atas) di DKI Jakarta
(54)
mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya yaitu menjadi sekitar 6,7 juta jiwa. Jika dibandingkan dengan keadaan tahun 2006, jumlah penduduk usia kerja meningkat 120,6 ribu jiwa atau meningkat sebesar 1,84 persen.
Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa di tahun 2007 sekitar 4,08 juta jiwa penduduk usia kerja digolongkan ke dalam angkatan kerja. Jumlah ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2006 (4,12 juta jiwa), 2005 (4,18 juta jiwa), dan 2004 (4,10 juta jiwa). Jumlah pengangguran pada tahun 2005 sempat mengalami peningkatan menjadi 615.917 jiwa dibandingkan keadaan tahun 2004 yang hanya sebanyak 602.741 jiwa. Namun pada tahun 2006 dan 2007 jumlah pengangguran menurun menjadi 590.022 jiwa dan 542.002 jiwa.
Tabel 4.3. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama di DKI Jakarta Tahun 2004 – 2007
Kegiatan Utama 2004 2005 2006 2007
1. Penduduk Usia Kerja (15 +) 6.620.210 6.628.815 6.571.734 6.692.347 2. Angkatan Kerja (jiwa) 4.100.100 4.181.248 4.121.821 4.085.030 a) Bekerja 3.497.359 3.565.331 3.531.799 3.543.028 b) Pengangguran 602.741 615.917 590.022 542.002 3. Bukan Angkatan Kerja
(jiwa) 2.520.110 2.447.567 2.449.913 2.607.317 4. Tingkat Pengangguran
Terbuka (%) 14,70 14,73 14,31 13,27
Sumber : Sakernas 2004-2007, BPS Provinsi DKI Jakarta.
Struktur penduduk bekerja selama tahun 2004-2007 menunjukkan bahwa proporsi penduduk bekerja di DKI Jakarta yang terbesar adalah di sektor perdagangan,hotel dan restoran, sektor jasa-jasa, dan sektor industri pengolahan. Selama tahun 2004 hingga tahun 2007 proporsi penduduk yang bekerja di sektor perdagangan, hotel, dan restoran adalah yang terbesar. Bila pada tahun 2004
(55)
proporsi penduduk yang bekerja di sektor ini ada sebanyak 35,58 persen, pada tahun 2005 proporsinya meningkat menjadi 38,60 persen. Pada tahun 2006 dan 2007 proporsi penduduk yang bekerja di sektor ini turun menjadi 37,59 persen dan 37,36 persen.
Pada periode yang sama, proporsi penduduk yang bekerja di sektor jasa-jasa cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2004 proporsinya adalah sebesar 23,05 persen, kemudian pada tahun 2005 menurun menjadi 22,66 persen. Pada tahun 2006 proporsinya meningkat kembali menjadi 24,03 persen, namun pada tahun 2007 terjadi penurunan menjadi 21,72 persen (Tabel 4.4).
Tabel 4.4. Proporsi Penduduk Bekerja di DKI Jakarta menrut Sektor Perekonomian Tahun 2004-2007 (dalam persen)
Sektor Perekonomian 2004 2005 2006 2007
Pertanian 0,59 0,56 0,71 0,52
Pertambangan dan Penggalian 0,27 0,17 0,24 0,22
Industri Pengolahan 20,88 18,60 16,69 18,44
Listrik, Gas dan Air Bersih 0,41 0,23 0,49 0,31
Konstruksi 4,17 3,37 4,67 4,35
Perdagangan, Hotel, dan restoran 35,58 38,60 37,59 37,36 Pengangkutan dan Komunikasi 8,88 9,10 8,10 9,61 Keuangan, Persewaan, dan Jasa
Perusahaan 6,19 6,71 7,48 7,47
Jasa-jasa 23,05 22,66 24,03 21,72
Total 100 100 100 100
Sumber : Sakernas 2004-2007, BPS Provinsi DKI Jakarta.
Proporsi penduduk yang bekerja di sektor industri pengolahan juga cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2004 proporsi penduduk yang bekerja di sektor ini adalah 20,88 persen dari total penduduk DKI Jakarta yang bekerja. Pada
(56)
tahun 2005 dan 2006 proporsinya menurun menjadi 18,60 persen dan 16,69 persen. Pada tahun 2007 proporsinya meningkat menjadi 18,44 persen.
4.3. Perekonomian Provinsi DKI Jakarta
DKI Jakarta memiliki peran yang cukup besar terhadap perekonomian nasional. Dilihat dari nilai Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB), peranan Jakarta terhadap nilai Produk Domestik Bruto (PDB) nasional mencapai 16-17 persen. Hal ini menjadikan DKI Jakarta sebagai penyumbang terbesar PDB dibanding provinsi-provinsi lain di Indonesia.
Perekonomian Provinsi DKI Jakarta didominasi oleh sektor tersier, dan kontribusinya cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Besarnya peran sektor tersier atau yang berbasis pelayanan ini sesuai dengan keinginan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menjadikan Jakarta sebagai kota jasa (service city). Dalam menjalankan fungsinya sebagai pusat bisnis nasional maupun internasional, kegiatan perdagangan menjadi salah satu andalan Provinsi DKI Jakarta. Untuk menopang kegiatan perdagangan dan kegiatan bisnis lainnya, jasa perhotelan dan restoran turut mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa selama periode 2003 sampai 2007, pertumbuhan PDRB DKI Jakarta bernilai positif dan relatif meningkat. Selama tahun 2003-2007, laju pertumbuhan PDRB sektor pengangkutan dan komunikasi adalah tertinggi dibandingkan sektor yang lain, bahkan pada tahun 2007 laju pertumbuhan PDRB sektor pengangkutan dan komunikasi paling tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pertumbuhan sektor pengangkutan dan
(57)
komunikasi yang cukup signifikan antara lain didorong oleh maraknya penggunaan telepon seluler, yang memberikan dampak sangat besar terhadap pertumbuhan subsektor komunikasi.
Tabel 4.5. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha 2003-2007 (dalam Persen)
Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006 2007
1.Pertanian -15,71 -1,27 1,05 1,13 1,55
2.Pertambangan/Penggalian -14,08 -6,81 -7,24 1,87 0,46 3.Industri Pengolahan 5,05 5,74 5,07 4,97 4,60 4.Listrik, Gas dan Air
Bersih 5,70 5,66 6,95 4,99 5,20
5.Bangunan 4,04 4,42 5,89 7,12 7,81
6.Perdagangan, Hotel dan
Restoran 6,60 6,96 7,89 6,47 6,88
7.Pengangkutan dan
Komunikasi 12,57 12,63 13,28 14,36 15,25
8.Keuangan, Persewaan
dan jasa Perusahaan 3,97 4,17 4,10 3,82 4,47
9.Jasa-jasa 5,24 4,65 5,06 5,56 6,08
PDRB 5,31 5,65 6,01 5,95 6,44
(58)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Sektor Unggulan di Provinsi DKI Jakarta
Sektor yang menjadi unggulan wilayah pada dasarnya adalah sektor yang dapat memberikan kontribusinya, bukan saja untuk mencukupi kebutuhan daerah itu sendiri, namun juga mampu mengekspor outputnya untuk memenuhi kebutuhan daerah lain, atau dikatakan sebagai sektor basis. Selain itu sektor unggulan tersebut dapat menghasilkan pendapatan dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang relatif besar. Setiap wilayah umumnya memiliki satu sektor atau lebih yang menjadi sektor unggulan.
5.1.1. Analisis Location Quotient (LQ)
Analisis LQ lazim digunakan untuk menentukan sektor basis di suatu daerah. Nilai LQ berkisar dari nol sampai dengan positif tak terhingga. Nilai LQ lebih besar dari satu (LQ > 1) memiliki makna bahwa output pada sektor yang bersangkutan lebih berorientasi ekspor dan sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor basis. Apabila nilai LQ kurang dari satu (LQ < 1) mengandung arti bahwa sektor yang bersangkutan diklasifikasikan sebagai sektor non basis.
Berdasarkan perhitungan nilai LQ sembilan sektor ekonomi di provinsi DKI Jakarta terdapat enam sektor yang menjadi sektor basis dan tiga sektor lainnya yang menjadi sektor non basis (Tabel 5.1). Enam sektor yang dikategorikan sebagai sektor basis adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor
(59)
pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor bangunan termasuk kategori sektor non basis.
Tabel 5.1. Nilai Location Quotient (LQ) di Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2003-2007
Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006 2007
Pertanian 0,01 0,01 0,01 0,02 0,01
Pertambangan dan
Penggalian 0,39 0,25 0,20 0,25 0,22
Industri Pengolahan 1,63 1,77 1,52 1,34 1,49 Listrik, Gas dan Air Bersih 2,65 1,65 1,19 2,03 1,80
Bangunan 0,90 0,86 0,72 0,95 0,83
Perdagangan, Hotel, dan
restoran 1,99 1,74 1,94 1,87 1,82
Pengangkutan dan
Komunikasi 1,71 1,52 1,56 1,37 1,61
Keuangan, Persewaan, dan
Jasa Perusahaan 4,27 5,15 6,11 5,30 5,34
Jasa-jasa 2,12 2,05 2,03 2,02 1,81
Sumber : Sakernas tahun 2003-2007, BPS Provinsi DKI Jakarta (diolah).
Sektor industri pengolahan memiliki nilai LQ yang cenderung menurun, dengan kisaran nilai LQ berturut-turut sebesar 1,63; 1,77; 1,52; 1,34; dan 1,49. Hal ini dikarenakan peran sektor industri pengolahan yang semakin menurun pada tahun 2003-2007. Menurunnya peran sektor industri pengolahan adalah karena adanya kebijakan jangka panjang pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menginginkan sektor jasa menjadi andalan perekonomian Jakarta. Juga karena peningkatan sektor industri di daerah lain, baik akibat investasi baru, maupun akibat relokasi industri dari DKI Jakarta.
(60)
Sektor listrik, gas, dan air bersih merupakan lapangan usaha yang melakukan kegiatan jasa distribusi tenaga listrik, gas, dan air bersih. Nilai LQ sektor listrik, gas, dan air bersih secara berturut-turut adalah 2,65; 1,65; 1,19; 2,03; dan 1,80. Berfungsinya tiga sumur bor di daerah rawan air bersih, instalasi pengolahan air bersih di Kamal Muara, dan ribuan hidran umum membantu berkembangnya subsektor air bersih. Selain itu, kebutuhan energi listrik dan gas yang relatif besar menyebabkan peran sektor ini sangat diperlukan.
Sektor basis berikutnya adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan nilai koefisien LQ secara berurutan adalah 1,99; 1,74; 1,94; 1,87; dan 1,82. Pelabuhan laut dan udara dengan fasilitasnya yang relatif baik, fasilitas perbankan yang memadai, dan lain sebagainya memungkinkan aktivitas perdagangan berkembang dengan pesat di Jakarta. Demikian pula dengan pendirian pusat-pusat bisnis dan usaha perhotelan yang dilakukan oleh pihak swasta. Di samping itu, volume perdagangan di DKI Jakarta sangat tinggi seiring dengan padatnya penduduk DKI Jakarta.
Kemudian diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi dengan nilai LQ dari tahun 2003-2007 berturut-turut sebesar 1,71; 1,52; 1,56; 1,37; dan 1,61. Subsektor pengangkutan dapat berkembang dengan baik karena didorong oleh pembangunan fisik yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta, seperti pembangunan fly over, under pass, dan sarana Trans Jakarta. Sedangkan subsektor komunikasi berkembang dengan pesat karena meningkatnya pengguna telepon seluler.
(61)
Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan merupakan sektor dengan nilai LQ tertinggi selama tahun 2003-2007, yaitu 4,27; 5,15; 6,11; 5,30; dan 5,34. Salah satu faktor pendorongnya adalah karena Provinsi DKI Jakarta secara nasional menjadi pusat dari kegiatan sektor ini. Selain itu, kegiatan di sektor keuangan, khususnya fungsi intermediasi perbankan menunjukkan perkembangan dan kinerja yang membaik, disertai dengan perkembangan yang membaik di sisi sistem pembayaran non tunai.
Terakhir adalah sektor jasa-jasa dengan kisaran nilai LQ secara berturut-turut sebesar 2,12; 2,05; 2,03; 2,02; dan 1,81. Sekalipun DKI Jakarta tidak memiliki potensi alam yang cukup berarti, namun sebagai pusat pemerintahan DKI Jakarta mempunyai sarana fisik maupun administrasi yang baik untuk berkembangnya sektor jasa-jasa.
Sektor pertanian memiliki nilai koefisien LQ yang paling kecil dengan kisaran nilai sepanjang tahun 2003-2007 yaitu sebesar 0,01; 0,01; 0,01; 0,02; dan 0,01. Dapat dikatakan, sektor ini kurang berkembang di DKI Jakarta. Hal ini disebabkan antara lain oleh keterbatasan lahan pertanian di Provinsi DKI Jakarta, serta adanya peralihan lahan pertanian menjadi lahan industri atau bisnis. Begitu pula dengan sektor pertambangan dan penggalian yang memiliki nilai LQ berturut-turut sebesar 0,39; 0,25; 0,20; 0,25; 0,22. Sektor ini tidak mengalami perkembangan cukup berarti antara lain karena terbatasnya sumber daya alam untuk sektor pertambangan dan penggalian di Jakarta.
(62)
5.1.2. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektoral DKI Jakarta Tahun 2003-2007
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai neto dari barang dan jasa (nilai produksi dikurang biaya antara) yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi yang melakukan kegiatan produksi dalam batas wilayah suatu provinsi. Dalam pengertian sektoral, PDRB merupakan penjumlahan dari nilai tambah yang diciptakan oleh seluruh sektor ekonomi.
PDRB Provinsi DKI Jakarta disumbang oleh sembilan sektor ekonomi perekonomian, yaitu : (1) sektor pertanian, (2) sektor pertambangan dan penggalian, (3) sektor industri pengolahan, (4) sektor listrik, gas, dan air bersih, (5) sektor bangunan, (6) sektor perdagangan, hotel, dan restoran, (7) sektor pengangkutan dan komunikasi, (8) sektor sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan (9) sektor jasa-jasa. Pada tahun 2002, DKI Jakarta memasuki tahap pemulihan (recovery stage) pasca krisis ekonomi. Sejak memasuki tahapan tersebut, perekonomian DKI Jakarta kian membaik dan sektor-sektor perekonomian yang ada umumnya mengalami pertumbuhan yang positif.
Tabel 5.2 memperlihatkan pendapatan sektor-sektor perekonomian di DKI Jakarta pada tahun 2003 hingga tahun 2007. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB DKI Jakarta adalah sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor industri pengolahan, sektor jasa-jasa, sektor bangunan, dan sektor pengangkutan dan komunikasi.
(1)
Lampiran 4. Analisis Shift Share
Perubahan Kesempatan Kerja di Provinsi DKI Jakarta dan Indonesia, Tahun 2003 dan 2007
Lapangan Usaha
Provinsi DKI Jakarta Indonesia Kesempatan Kerja Perubahan Kesempatan Kerja Kesempatan Kerja Perubahan Kesempatan Kerja 2003 2007 Jiwa Persen 2003 2007 Jiwa Persen 1 16932 19945 3013 17,79 42001437 41206474 -794963 -1,89 2 10574 8282 -2292 -21,68 722915 994614 271699 37,58 3 661768 708643 46875 7,08 10927342 12368729 1441387 13,19 4 16056 12094 -3962 -24,68 162490 174884 12394 7,63 5 138192 166999 28807 20,85 4106597 5252581 1145984 27,91 6 1245296 1435739 190443 15,29 16845995 20554650 3708655 22,02 7 316058 369286 53228 16,84 4976928 5958811 981883 19,73 8 205966 287133 81167 39,41 1294832 1399490 104658 8,08 9 768360 834823 66463 8,65 9746381 12019984 2273603 23,33 Total 3379202 3842944 463742 13,72 90784917 99930217 9145300 10,07
Contoh perhitungan :
1. Perubahan kesempatan kerja. Untuk sektor i = sektor pertanian; wilayah ke j = Provinsi DKI Jakarta, maka perubahan kesempatan kerja :
∆Yij = 19945 – 16932
∆Yij = 3013
2. Persentase perubahan kesempatan kerja %∆Yij = [(19945-16932)/ 16932]• 100% %∆Yij = 17,79 %
3. Perubahan kesempatan kerja Indonesia. Untuk sektor i = sektor pertanian; wilayah ke j = Indonesia, maka perubahan kesempatan kerja :
∆Yij = 41206474 – 42001437
∆Yij = -794963
4. Persentase perubahan kesempatan kerja
(2)
%∆Yij = -1.89
Lampiran 5. Analisis Shift Share
Rasio Kesempatan Kerja DKI Jakarta dan Nasional (Nilai Ra, Ri, dan ri)
Lapangan Usaha Ra Ri ri
Pertanian 0,10 -0,02 0,18
Pertambangan dan Penggalian 0,10 0,38 -0,22
Industri Pengolahan 0,10 0,13 0,07
Listrik, Gas dan Air Bersih 0,10 0,08 -0,25
Konstruksi 0,10 0,28 0,21
Perdagangan, Hotel, dan restoran 0,10 0,22 0,15 Pengangkutan dan Komunikasi 0,10 0,20 0,17 Keuangan, Persewaan, dan Jasa
Perusahaan 0,10 0,08 0,39
Jasa-jasa 0,10 0,23 0,09
Total 0,10 0,10 0,14
Contoh perhitungan : 1. Ra
Ra = [99930217 – 90784917]/ 90784917 Ra = 0,10
2. Ri
Untuk sektor pertanian :
Ri = [41206474 – 42001437]/ 42001437 Ri = -0,02
3. ri
Untuk sektor pertanian : ri = [19945 – 16932]/ 16932 ri = 0,18
(3)
Lampiran 6. Analisis Shift Share
Komponen Pertumbuhan Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 (Pertumbuhan Nasional, Pertumbuhan Proporsional, Pertumbuhan Pangsa Wilayah)
Lapangan Usaha
PN PP PPW
Jiwa Persen Jiwa Persen Jiwa Persen
1 1706 10,07 -2026 -11,97 3333 19,69
2 1065 10,07 2909 27,51 -6266 -59,26
3 66664 10,07 20628 3,12 -40416 -6,11
4 1617 10,07 -393 -2,45 -5187 -32,30
5 13921 10,07 24643 17,83 -9757 -7,06
6 125446 10,07 148707 11,94 -83710 -6,72
7 31838 10,07 30516 9,66 -9126 -2,89
8 20748 10,07 -4100 -1,99 64519 31,33
9 77401 10,07 101839 13,25 -112777 -14,68 Total 340407 10,07 322721 9,55 -199386 -5,90
Contoh perhitungan PN :
Diketahui : Ra = 0,10 ; Yij = 16932 1. PNij = (Ra)Yij
PNij = (0,10)*16932 PNij = 1706
2. Total PN = 1706 + 1065 + 66664 + ... + 77401 Total PN = 340407
3. Persentase PN :
%PNij = (PNij) / Yij * 100% %PNij = (1706/16932) * 100% %PNij = 10,07 %
4. Total %PN = (Total PN/Total kesempatan kerja tahun dasar DKI Jakarta)*100%
Total %PN= (340407/3379202)*100% Total %PN= 10,07 %
Contoh perhitungan PP
(4)
1. PPij = (Ri-Ra)Yij Lanjutan Lampiran 6.
PPij = ((-0,02) – 0,10)* 16932 PPij = -2026
2. Total PP = -2026 + 2909 + 20628 +...+ 101839 Total PP = 322721
3. %PPij = (PPij) / Yij * 100% %PPij = ((-2026)/16932)*100% %PPij = -11,97 %
4. Total %PP = (322721/3379202)*100% Total %PP = 9,55 %
Contoh perhitungan PPW :
Diketahui Ri = -0.02 ; ri = 0.50 ; Yij = 16932 1. PPWij = (ri-Ri)Yij
PPWij = (0,18 – (-0,02))* 16932 PPWij = 3333
2. Total PPW = 3333 + (-6266) + (-40416) +...+ (-112777) Total PPW = -199386
3. %PPWij = (PPWij) / Yij * 100% %PPWij = (3333/16932)*100% %PPWij = 19,69 %
4. Total %PPW = ((-199386)/3379202)*100% Total %PPW = -5,90 %
Lampiran 7. Pergeseran Bersih Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007
Sektor PB
Jiwa Persen
(5)
Pertambangan dan Penggalian -3357 -31,75
Industri Pengolahan -19789 -2,99
Listrik, Gas dan Air Bersih -5579 -34,75
Konstruksi 14886 10,77
Perdagangan, Hotel, dan restoran 64997 5,22 Pengangkutan dan Komunikasi 21390 6,77 Keuangan, Persewaan, dan Jasa
Perusahaan 60419 29,33
Jasa-jasa -10938 -1,42
Total 123335 3,65
Contoh perhitungan :
Diketahui : PP = -2026 ; PPW = 3333 1. PB untuk sektor pertanian
PB = PP + PPW PB = -2026 + 3333 PB = 1307
2. % PB = (PB/ Yij)*100% % PB = (3333/16932)*100% % PB = 7,72 %
3. Total % PB = (Total PB/Total kesempatan kerja tahun dasar DKI Jakarta)*100%
Total % PB = (123335/3379202)*100% Total % PB = -3,65 %
(6)