Margin of Safety TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biaya

Gambar 5. Perubahan Volume ProduksiPenjualan Jumingan, 2008 2.4.Penentuan Penjualan Minimal Apabila besarnya keuntungan yang diinginkan telah ditetapkan, maka perlulah ditentukan berapa besarnya penjualan minimal yang harus dicapai untuk memungkinkan diperolehnya keuntungan yang diinginkan tersebut Jumingan, 2008. Penjualan minimal tersebut dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Penjualan minimal dalam rupiah = FC + Keuntungan .. ……….…5 1– Variable costSales

2.5. Margin of Safety

Margin of safety batas keamanan merupakan hubungan antara volume penjualan yang dianggarkan dengan volume penjualan pada titik impas. Apabila volume penjualan pada titik impas telah diketahui, dan kemudian dihubungkan dengan penjualan yang dianggarkan, akan diketahui batas keamanan, yaitu berapa besar volume penjualan boleh turun asal perusahaan tidak menderita kerugian. Selisih antara volume penjualan yang dianggarkan atau tingkat penjualan tertentu dengan volume penjualan pada titik impas merupakan margin of safety MOS bagi perusahaan yang bersangkutan Jumingan, 2008. Dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : MOS = penjualan dianggarkan – penjualan BEP x 100 ...............….…6 Penjualan dianggarkan P 1 P 2 P 3 V T S C 1 C BEP A B B 1 P R Rp Menurut Guan, Hansen, dan Mowen 2009 Margin of safety is the units sold or expected to be sold or the revenue earned or expected to be earned above the breakeven volume. Sedangkan menurut Ricketts dan Gray 1988 Margin of safety is the difference between expected sales volume and the breakeven point in units divided by expected sales volume. Expressed as a percentage, it is used as a measure of the risk inherent in a sales plan. 2.6.Penelitian terdahulu Fridayanti 2006 melakukan penelitian dengan judul skripsi Penerapan Cost-Volume Profit Analysis dalam Menunjang Rencana Pencapaian Laba Tahun 2006 Pada PT X. Tujuan dari penelitian adalah 1 mengetahui dan menganalisis pertumbuhan biaya-biaya operasional yang terjadi pada perusahaan selama periode 2003-2005, 2 mengetahui dan menganalisis pertumbuhan penjualan produk selama periode 2003-2005, 3 menganalisis penerapan analisis CVP pada perusahaan berdasarkan pertumbuhan biaya-biaya operasional dan pertumbuhan penjualan produk yang terjadi selama periode 2003-2005. Analisis data yang dipakai adalah analisis Cost-Volume-Profit dan metode titik impas Breakeven Point. Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa pada tahun 2003 total biaya operasional berjumlah Rp. 670. 792.820, dengan total penjualan sebesar Rp. 593.850.000. BEP tahun 2003 adalah sebesar Rp. 786.212.217 atau berjumlah 304 unit dengan kerugian sebesar Rp. 76.942.861. Pada tahun 2004 total biaya operasional meningkat 42,60 yaitu sebesar Rp. 956.542.991 dengan total penjualan sebesar Rp. 1.041.750.000 atau mengalami peningkatan sebesar 75,42. BEP tahun 2004 adalah Rp. 799.993.670 atau berjumlah 279 unit dengan keuntungan sebesar Rp. 85.207.002. Tahun 2005 total biaya operasional sebesar Rp. 1.984.898.440 atau meningkat sebesar 107,51 dengan total penjualan sebesar Rp. 2.028.600.000 meningkat 94,73 dari tahun sebelumnya. BEP tahun 2005 yaitu sebesar Rp. 43.702.064. Agar perusahaan mencapai nilai BEP, maka dapat dilakukan analisis CVP untuk bulan September sampai Desember 2006. Alternatif pertama yaitu dengan menaikkan harga jual produk Elegancia, Classic Latex, dan Florentina sebesar 6, perusahaan tidak hanya mencapai nilai BEP tetapi juga memperoleh laba sebesar Rp. 31.663.030. Alternatif kedua yaitu dengan meningkatkan volume penjualan sebesar 15 dengan peningkatan iklan sebesar 20, perusahaan hanya memperoleh laba sebesar Rp. 27.811.413. Dari ketiga alternatif dalam upaya mencapai laba maksimal tahun 2006, alternatif menaikkan harga jual 10 dengan penurunan volume penjualan 5 merupakan alternatif terbaik karena tidak hanya memberikan nilai BEP terkecil yaitu Rp. 1.441.637.843 tetapi juga memberikan laba yang terbesar yaitu Rp. 297.504.714. Alternatif ini dapat juga dipakai sebagai pertimbangan dalam penetapan strategi penjualan untuk tahun periode 2007. Wulandari 2006 melakukan penelitian dengan judul skripsi Analisis Biaya-Volume-Laba sebagai Alat Bantu Perencanaan Laba studi kasus pada “Quality” Hotel Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah 1 mengetahui Breakeven Point pada kegiatan operasional “Quality” Hotel Yogyakarta, 2 mengetahui jumlah volume penjualan “Quality” Hotel Yogyakarta pada tingkat laba yang direncanakan, 3 mengetahui berapa tingkat Margin of Safety pada tahun yang dijadikan obyek penelitian. Hasil dari penelitian ini diperoleh nilai Breakeven Point dan nilai Margin of Safety pada periode tahun yang dijadikan obyek penelitian, yaitu pada tahun 2003 anggaran pendapatannya sebesar Rp22.946.410.175,08; MOS Margin Of Safety sebesar Rp10.665.870.293,46 atau sebesar 59,98 ; BEP Break Even Point berdasarkan rupiah adalah sebesar Rp7.117.179.706,54 ; pendapatan yang terjadi sebesar Rp17.783.050.000,00 dengan tingkat laba sebesar Rp7.793.127.000,00. Pada tahun 2004 anggaran pendapatannya sebesar Rp22.946.410.175,08; MOS Margin Of Safety sebesar Rp10.875.596.916,48 atau sebesar 59,03; BEP Break Even Point berdasarkan rupiah adalah sebesar Rp7.549.173.083,52; pendapatan yang terjadi sebesar Rp18.424.770.000,00 dengan tingkat laba sebesar Rp7.681.807.300,00. Dan pada tahun 2005 anggaran pendapatannya sebesar Rp27.431.339.528,53; MOS Margin Of Safety sebesar Rp13.158.663.341,31 atau sebesar 61,40; BEP Break Even Point berdasarkan rupiah adalah sebesar Rp8.271.856.658,69; pendapatan yang terjadi sebesar Rp21.430.529.000,00 dengan tingkat laba sebesar Rp9.037.326.500,00. Persamaan dari kedua penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan alat analisis Break Even Point dalam melakukan perencanaan laba perusahaan, sedangkan perbedaanya adalah penelitian yang dilakukan oleh Wulandari 2006 tidak menganalisis efek perubahan faktor yang mempengaruhi laba terhadap tingkat BEP. Fridayanti 2006 melakukan penelitian terhadap perusahaan dagang sedangkan Wulandari 2006 melakukan penelitian terhadap perusahaan jasa.

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Seiring dengan majunya suatu perusahaan, aktivitas operasional perusahaan juga semakin kompleks. Agar perusahaan tetap konsisten dan dapat terus mampu menjalaninya serta mampu bersaing maka perusahaan harus memperoleh laba yang maksimal. Untuk memperoleh laba yang maksimal, maka perusahaan harus mampu meningkatkan penjualan dan menekan biaya serendah mungkin. Untuk meningkatkan penjualan maka perlu disusun suatu perencanaan penjualan. Penyusunan perencanaan penjualan ini meliputi jumlah unit yang harus terjual atau jumlah rupiah yang ingin diperoleh dalam suatu periode tertentu. Sedangkan unsur yang kedua adalah biaya. Menurut Hansen dan Mowen 2006 disebutkan bahwa ”Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapkan membawa keuntungan masa kini dan masa datang untuk organisasi”. Dalam hal ini biaya dikeluarkan untuk menghasilkan manfaat di masa depan. Manfaat di masa depan biasanya berarti pendapatan. Jadi, biaya digunakan dalam menghasilkan pendapatan. Besarnya laba yang diperoleh dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, biaya, harga jual produk, dan besarnya volume penjualan. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain karena biaya akan menentukan harga jual yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap volume penjualan. Oleh karena itu dalam perencanaan, hubungan antara biaya, volume, dan laba memegang peranan yang penting untuk perumusan kebijakan yang akan datang. Manajemen membutuhkan data yang dapat dipergunakan untuk menilai berbagai macam kemungkinan yang berakibat pada perolehan laba. Salah satu cara yang dapat digunakan oleh manajemen dalam hubungannya dengan biaya, harga jual, dan volume penjualan adalah dengan menggunakan analisis titik impas, dimana penjualan akan sama dengan total biaya. Hal ini berarti perusahaan tidak mendapat keuntungan ataupun mengalami kerugian. Breakeven point ini merupakan cabang dari analisis