Pemerintahan: Hasil penelitian dapat menjadi masukan bagi penentu
yang lebih maju dan menguntungkan. Namun, menurut Syahyuti 2007 kelemahan pengembangan kelompok yang dilakukan pemerintah adalah tidak
dilakukan melalui proses sosial yang matang dan partisipatif. Kelompok dibentuk hanya sebagai alat kelengkapan proyek yang ditumbuhkan dengan proses top-
down, sehingga partisipasi masyarakat tidak tumbuh dan kelompok tani belum berperan menjadi wadah pemberadayaan.
Kelompok tani umumnya hanya berperan sebagai wadah untuk menampung bantuan atau program-program pemerintah, seperti penyaluran pupuk
bersubsidi, penyuluhan teknologi pertanian, kredit usahatani bersubsidi, dan program lainnya. Namun demikian, menurut Nuryanti dan Swastika 2011 peran
kelompok tani seharusnya tidak hanya sebagai media untuk menyalurkan bantuan- bantuan pemerintah, tetapi juga sebagai agen penerapan teknologi baru. Penelitian
Mwaura 2014 menyatakan bahwa keanggotaan kelompok tani tidak serta merta dapat menyebabkan tingkat adopsi teknologi dan produktivitas pertanian yang
tinggi. Namun, keanggotaan kelompok tani dapat berdampak terhadap adopsi pupuk dan meningkatnya kualitas bibit yang digunakan petani.
Individu-individu petani yang tergabung dalam sebuah kelompok dapat membangun produktivitas jika dilandasi lima unsur dasar, yaitu: saling
ketergantungan yang positif, pertanggungjawaban individu, interaksi, penggunaan keterampilan kelompok yang sesuai, dan proses dalam kelompok Johnson 2012.
Produktivitas yang dihasilkan kelompok tidak hanya berupa output hasil pertanian yang lebih menguntungkan dan mensejahterakan petani, namun tumbuhnya modal
sosial dan kelembagaan pertanian yang tangguh.
Johnson dan Johnson 2012 juga mengungkapkan bahwa kelompok yang efektif terdiri dari anggota kelompok yang mampu 1 memastikan komitmen satu
sama lain untuk memperjelas tujuan bersama yang menekankan saling ketergantungan antar anggotanya; 2 memastikan komunikasi yang tepat dan
lengkap antar anggotanya; 3 memberikan sikap kepemimpinan dan pengaruh yang sesuai; 4 menggunakan prosedur pengambilan keputusan yang sesuai
dengan situasinya; dan 5 memecahkan konflik yang ada dengan cara yang membangun.
Beberapa penelitian dilakukan untuk mengukur sejauhmana tingkat kinerja kelompok tani. Wahyuni 2003 menggunakan delapan tolok ukur, yaitu 1 Usia
kelompok; 2 Keanggotaan; 3 Luas areal usaha tani; 4 Bidang usaha; 5 Kerjasama yang dilakukan dalam kelompok; 6 Aset yang dimiliki; 7 Hubungan
petani dengan kelembagaan disekitarnya; 8 Persepsi petani terhadap usaha tani. Sedangkan Syam, et al 2000 dalam Wahyuni 2003 telah melakukan baseline
survei kelompok tani di 13 propinsi di Indonesia dengan tolok ukur, antara lain 1 Usia kelompok; 2 Jumlah anggota kelompok; 3 Struktur organisasi; 4
Hamparan; 5 Tingkatan kelompok. Berdasarkan indikator tersebut, dapat terukur kinerja masing- masing kelompok tani.
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kelompok tani, berdasarkan penelitian Sonam dan Martwanna 2012 terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi kinerja kelompok peternak susu di Bhutan, yakni partisipasi anggota dan komitmen anggota untuk terlibat dalam kegiatan kelompok
mempengaruhi kinerja kelompok sampel penelitian. Dimana kelompok yang memiliki anggota yang aktif berpartisipasi dan komitmen yang kuat menunjukkan