Pola Penyaluran Zakat LANDASAN TEORI

C. Pola Penyaluran Zakat

1. Pola Tradisional Konsumtif Pola tradisional yaitu penyaluran bantuan dana zakat diberikan langsung kepada mustahik. Dengan pola ini penyaluran dana kepada mustahik tidak disertai target, adanya kemandirian kondisi sosial maupun kemandirian ekonomi pemberdayaan. Hal ini dilakukan karena mustahik yang bersangkutan tidak mungkin lagi bisa mandiri seperti pada para orang tua jompo, orang yang cacat dan lain-lain. 16 Jadi, pola ini penyalurannya langsung diberikan kepada mustahik dan dana yang diberikan dapat dimanfaatkan langsung oleh mustahik. 2. Pola Kontemporer Produktif Pola produktif adalah pola penyaluran dana zakat kepada mustahik yang ada dipinjamkan oleh amil untuk kepentingan aktifitas suatu usaha bisnis. Pola penyaluran secara produktif pemberdayaan adalah penyaluran zakat atau dana lainnya yang disertai target merubah keadaan penerima lebih dikhususkan kepada mustahik golongan fakir miskin dari kondisi kategori mustahik menjadi kategori muzakki . 17 Pola ini, dilakukan untuk mengembangkan usahanya sehingga dana yang diberikan bisa mencukupi untuk kebutuhan keluarga dan meningkatkan pola hidupnya. Penyaluran yang dilakukan yaitu : a. Dana zakat yang telah dikumpulkan wajib disalurkan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan hukum Islam. 16 Lili Bariadi, dkk, Zakat Wirausaha Jakarta : CV. Pustaka Amri, 2005, Cet. Pertama, h.34 17 Ibid., h.35 b. Penyaluran zakat kepada mustahik harus bersifat hibah bantuan dan harus memperhatikan skala prioritas kebutuhan mustahik di wilayah masing- masing. c. Penyaluran dana zakat dapat bersifat bantuan sesaat, yaitu membantu mustahik dalam menyelesaikan atau mengurangi masalah yang sangat mendesakdarurat. d. Penyaluran dana zakat dapat bersifat bantuan pemberdayaan, yaitu membantu mustahik untuk meningkatkan kesejahteraannya. 18 3. Orang yang Berhak Menerima Zakat Allah telah menetapkan orang-orang yang berhak menerima zakat telah disebutkan dalam Al- Qur‟an pada surat At-Taubah ayat 60, yaitu :                          ةب تلا : 60 009 Artinya : “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya muallaf, untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana”. 18 Direktorat Pemberdayaan Zakat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI ,Pedoman Zakat 9 seri, h 295 Berikut ini adalah orang yang berhak menerima zakat sebagaimana yang telah diterangkan ayat diatas: a. Fakir dan Miskin Fakir adalah orang yang lemah, akan tetapi ia menghalangi dirinya dari meminta-minta. Sedangkan Miskin adalah orang yang masih bisa memenuhi kebutuhan hidupnya akan tetapi kurang sempurna. 19 Menurut Yusuf Qardhawi yang di kutip dari Mazhab Maliki dan Hanbali yang dimaksud dengan mencukupi bagi fakir miskin ialah yang mempunyai bekal cukup setahun. Sedangka n menurut mazhab Syafi‟i, harus dapat mencukupi seumur hidup, yaitu batas umum pada umumnya di negeri itu. 20 Besarnya dana zakat yang diberikan kepada fakir miskin yaitu : 1 Fakir miskin itu diberi zakat secukupnya, dan tidak ditentukan menurut besarnya harta zakat yang diperoleh. 2 Fakir miskin itu diberi dalam jumlah tertentu dan besar kecilnya disesuaikan dengan bagian mustahik lain. Bagi fakir dan miskin yang tidak dapat bekerja atau menjalankan usaha dapat diberikan zakat secara konsumtif, sementara jika mempunyai usaha dapat diberikan dalam bentuk peralatan yang sesuai dengan keahlian dan usahanya atau alam bentuk modal kerja. Dengan kata lain mereka berhak atas zakat sampai mereka dinyatakan mampu. 21 19 Noor Aflah, Arsitektur Zakat Indonesia Dilengkapi Kode Etik Amil Zakat Indonesia, h. 184, 185 20 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2004, Cet. Ketujuh, h. 514 21 Taufiqullah, Akuntansi Zakat Kontemporer Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003, Cet. Pertama, h. 174 b. Amil Zakat Amil zakat adalah orang yang ditunjuk oleh imam atau wakilnya pemerintah untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. 22 Mengurusi zakat meliputi : menggalang menjaga memilah-milahnya, mengumpulkan, me- nuliskan dalam laporan, menghitung persaldoannya, mengawasinya, memindah- kan, mengelola dan membaginya, dan lain-lain. 23 Syarat amil zakat adalah orang Islam dan ia tidak termasuk orang yang haram menerima zakat. Sesungguhnya zakat amil adalah sebagai upah atas kerjanya. 24 c. Muallaf Muallaf adalah mereka yang baru masuk Islam. Meskipun begitu, ada beberapa pengertian mualaf yang perlu diketahui berdasarkan ilmu fikih klasik, yaitu : 1 Muallaf muslim yang sudah masuk Islam, akan tetapi niat dan imannya lemah. Kondisi ini akan semakin parah bila ia juga lemah secara ekonomi yang dikhawatirkan akan semakin memperlemah imannya. 2 Muallaf Islam, dimana niat dan imannya dalam Islam sudah cukup kuat, dan juga orang terkemuka dikalangan kaumnya. Kaum yang terkemuka ini biasanya diharapkan akan dapat mempengaruhi pengikutnya atau kaumnya yang lain. 3 Muallaf yang memiliki kemampuan dalam rangka menangkal tindak kejahatan yang dilaksanakan oleh kaum kafir. 22 Muhammad Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2009, Cet. Pertama, h. 674 23 Noor Aflah, Arsitektur Zakat Indonesia, h. 186 24 Muhammad Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h.674 4 Muallaf yang memiliki kemampuan dalam mengantisipasi tindak kejahatan yang mungkin datang dari para pembangkang wajib zakat. 25 d. Riqab Riqab adalah bentuk jamak dari raqabah. Dalam Al- Qur‟an yang dimaksud adalah budak. Para ulama mengatakan riqab adalah mukatibun yaitu budak yang membeli dirinya sendiri dari tuannya pada waktu yang sudah ditentukan dengan harta sehingga ia menjadi orang yang merdeka. 26 Harta zakat diberikan untuk membeli budak lalu memerdekakannya. e. Gharimin Gharimin adalah orang-orang yang berutang dan sulit untuk membayarnya. orang yang berhutang ada macam-macamnya, di antaranya orang yang berutang kepada orang lain hingga harus membayarnya dengan menghabiskan hartanya. Atau orang yang terpaksa berutang karena membutuhkannya untuk keperluan hidup atau membebaskan dirinya dari kemaksiatan. Orang-orang seperti itu boleh menerima zakat yang cukup untuk melunasi utang. 27 f. Fisabilillah Sabilillah artinya jalan yang menyampaikan pada ridha Allah, baik akidah maupun perbuatan. Sabilillah adalah kalimat yang bersifat umum, mencakup segala amal perbuatan ikhlas, yang dipergunakan untuk bertakarrub kepada Allah, dengan melaksanakan segala perbuatan wajib, sunat dan bermacam kebajikan lainnya. 28 25 Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, h. 301-302 26 Noor Aflah, Arsitektur Zakat Indonesia, h. 188 27 Al- Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat, Solo: Tiga Serangkai, 2008, Cet. Pertamah. 179 28 Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, h. 610 g. Ibnu Sabil Ibnu Sabil adalah musafir yang pergi dari suatu negara ke negara lain. Sabil artinya jalan. Dan menasabkan musafir kepada sabil karena seorang musafir biasanya terus menerus berada dijalan. Dan yang dimaksud dengan ibnu sabil adalah ibnu sabil yang kehabisan biaya dalam safarnya. Maka, orang yang demikian berhak menerima zakat dan pembiayaan sekedar bisa meluangkannya kembali ke daerah asalnya, walaupun di daerahnya ia orang kaya. 29

D. Peningkatan Ekonomi Keluarga