22
b. Komponen Biaya Ekuitas
1. Debt Hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang 2. Preferred Saham Preferen
3. Common Equity Saham biasa atau Laba ditahan
Biaya ekuitas mencerminkan besar ekuitas yang dimiliki perusahaan. Semakin besar biaya ekuitas yang ditanggung perusahaan
maka semakin tinggi pula ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Pada kondisi seperti ini biasanya perusahaan tidak akan menutup-nutupi
keadaan yang sebenarnya, perusahaan cenderung mengungkap laporan keuangannya tanpa ragu-ragu. Akan tetapi, jika biaya ekuitas kecil
perusahaan cenderung menutupi laporan keuangannya. Tetapi di lain pihak, investor ingin mengetahui kondisi perusahaan pada saat itu
sebagai bahan
pertimbangan dalam
pengambilan keputusan
investasinya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah biaya ekuitas yang ditanggung perusahaan maka perusahaan dituntut untuk
mengungkapkan laporan keuangannya secara lebih luas.
c. Capital Asset Pricing Model CAPM
Biaya ekuitas dapat diukur dengan menggunakan beberapa pendekatan, di antaranya adalah Dividend Growth Model dan Capital
Asset Pricing Model CAPM. Biaya ekuitas sulit diukur karena tidak ada cara untuk mengamati atau mengetahui secara langsung tingkat
return yang diharapkan oleh investor. Apabila menggunakan Dividend Growth Model sebagai proksi dari biaya ekuitas, maka penelitian
23
hanya akan menggunakan perusahaan-perusahaan yang membagikan dividen setiap tahun sehingga membatasi jumlah sampel yang dapat
diteliti. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, pendekatan kedua atau CAPM akan digunakan untuk mengukur biaya ekuitas. Penggunaan
CAPM ini dipilih tidak terlepas dari ketersediaan data-data yang ada di pasar modal Indonesia dan cara penghitungan CAPM yang relatif lebih
mudah dibandingkan metode lainnya. Hingga saat ini CAPM masih tetap banyak digunakan sebagai ukuran dari biaya ekuitas.
Capital Asset Pricing Model CAPM dikembangan oleh William Sharpe, John Lintner, dan Jan Mossin dua belas tahun setelah Harry
Markowitz mengemukakan teori portofolio modern pada tahun 1952 Warsono, 2000. CAPM adalah sebuah model keseimbangan antara
risiko dan expected return suatu sekuritas atau portofolio. Model tersebut dapat digunakan untuk menentukan harga dari asset yang
berisiko. Menurut pendekatan CAPM, risiko yang dinilai oleh investor yang rasional hanyalah systematic risk karena risiko tersebut tidak
dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi. CAPM menyatakan bahwa expected return sebuah sekuritas atau portofolio sama dengan
return sekuritas bebas risiko risk-free asset ditambah dengan risk premium dikalikan dengan systematic risk sekuritas tersebut diukur
dengan beta. Berbeda dengan model portofolio Markowitz yang menggunakan
varian atau deviasi standar sebagai ukuran risiko, yang digunakan
24
dalam CAPM adalah beta. Beta digunakan karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan varian atau deviasi standar.
Kelebihan utama beta terletak pada stabilitasnya Warsono, 2000. Biaya ekuitas dalam Capital Asset Pricing Model CAPM dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:
COE = Rf + βi Rm - Rf
Dimana: COE
= cost of equity atau expected return perusahaan Rf
= Return bebas risiko yang diproksikan dengan tingkat suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia rata-rata selama satu tahun
Rm = Return pasar yang diperoleh dari Indeks Harga Saham
Gabunga IHSG pada hari t ditambah IHSG pada hari t-1 dibagi dengan IHSG pada hari t-1
i = Risiko tidak sistematis untuk setiap saham perusahaan i,
nilai merupakan risiko tidak sistematis
Market risk premium atau Rm - Rf diartikan sebagai return tambahan additional return yang diinginkan oleh investor karena
berinvestasi pada sekuritas yang berisiko. Pendekatan CAPM mengasumsikan beberapa kondisi sebagai berikut:
25
1. Tidak ada biaya transaksi, yaitu biaya-biaya pembelian dan penjualan saham, seperti biaya broker, biaya penyimpanan saham
custodian, dan lain-lain. 2. Tidak ada pajak pendapatan pribadi sehingga bagi investor tidak
masalah apakah mendapatkan return dalam bentuk dividend atau capital gain.
3. Seseorang tidak dapat mempengaruhi harga saham melalui tindakan membeli atau menjual saham yang dimilikinya. Informasi
tersedia untuk semua investor dan dapat diperoleh dengan bebas tanpa biaya sehingga harga saham sudah mencerminkan semua
informasi yang ada. Asumsi ini mengindikasikan bahwa pasar modal analog dengan bentuk pasar persaingan sempurna.
4. Investor adalah orang yang rasional. Mereka membuat keputusan investasi hanya berdasarkan risiko dan expected return portofolio.
Investor mempunyai input yang sama dalam membentuk portfolio yang efisien. Asumsi ini disebut juga sebagai homogeneus
expectations. Semua investor mendefinisikan periode investasinya dengan cara yang persis sama one-period horizon sehingga
expected return dan risiko portofolio pada periode tersebut akan sama untuk setiap investor.
5. Investor adalah risk adverse sehingga jika diberikan pilihan antara dua portofolio dengan expected return yang identik, maka mereka
akan memilih portofolio dengan risiko yang lebih rendah.
26
6. Short-sale dibolehkan dan tidak terbatas. Artinya , semua invetor dapat menjual saham yang tidak dimilikinya sebanyak yang
diinginkannya. 7. Lending dan borrowing pada tingkat bunga bebas risiko dapat
dilakukan dalam jumlah yang tidak terbatas. Investor dapat meminjamkan lending dan meminjam borrowing sejumlah dana
yang diinginkannya pada tingkat bunga yang sama dengan tingkat bunga bebas risiko.
Asumsi-asumsi yang diuraikan di atas memang terlihat kurang realistis karena tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. CAPM
mengasumsikan bahwa pasar saham dan sekuritas lainnya adalah pasar yang berbentuk sempurna sehingga tidak terdapat pajak, tidak ada
biaya transaksi, dan tingkat bunga lending sama dengan borrowing. Dalam prakteknya, jual-beli saham dikenakan biaya transaksi, dividend
dan capital gain dikenakan pajak, serta lending dan borrowing rate lebih tinggi daripada tingkat bunga bebas risiko risk-free rate. Selain
itu, Elton 1999 dan Chen et al. 2003 juga menyatakan bahwa realized return yang digunakan dalam pendekatan CAPM merupakan
ukuran yang kurang tepat dari expected return. Namun, hingga saat ini, belum ditemukan alternatif model yang tepat untuk menggantikan
CAPM Yao dan Sun, 2008. Oleh karena itu, pendekatan CAPM masih sering digunakan untuk menghitung biaya ekuitas dari suatu
perusahaan.
27
3. Asimetri Informasi