Analisis Kesiapsiagaan Perawat dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan Akibat Bencana Alam di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang

(1)

ANALISIS KESIAPSIAGAAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEGAWATDARURATAN SISTEM PERNAPASAN

AKIBAT BENCANA ALAM DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN ACEH TAMIANG

TESIS

Oleh

A J M A I N 117032110/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE ANALYSIS OF NURSES’ PREPAREDNESS AND COMPLETE ALERTNESS IN PROVIDING EMERGENCY SERVICE IN

RESPIRATORY SYSTEM, CAUSED BY NATURAL DISASTER IN THE WORKING AREA OF THE

HEALTH OFFICE OF ACEH TAMIANG DISTRICT

THESIS

By

AJMAIN 117032110/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ANALISIS KESIAPSIAGAAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEGAWATDARURATAN SISTEM PERNAPASAN

AKIBAT BENCANA ALAM DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN ACEH TAMIANG

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

AJMAIN 117032110/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 30 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Amri Amri, Sp.F, S.H, Sp.Ak Anggota : 1. Suherman, S.K.M, M.Si

2. Siti Khadijah, S.K.M, M.Kes 3. Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.N.S


(6)

PERNYATAAN

ANALISIS KESIAPSIAGAAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEGAWATDARURATAN SISTEM PERNAPASAN

AKIBAT BENCANA ALAM DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN ACEH TAMIANG

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

Ajmain 117032110/IKM


(7)

ABSTRAK

Kesiapsiagaan adalah salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan resiko dan dampak bencana, demikian pula halnya dengan kesiapsiagaan perawat dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan sistem pernapasan sangat dibutuhkan pada saat tanggap darurat bencana, pelayanan yang cepat dan tepat dapat membantu dan menyelamatkan korban dari kecacatan dan kematian. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran kesiapsiagaan perawat dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan sistem pernapasan berdasarkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki perawat tersebut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan survei kuantitatif dan sifatnya deskriptif. Populasi adalah seluruh perawat yang terlibat dalam tim penanggulangan bencana di empat Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang, berjumlah 40 orang terdiri dari Puskesmas Kejuruan Muda, Puskesmas Karang Baru, Puskesmas Kota Kuala Simpang dan Puskesmas Bandar Pusaka. Pengumpulan data melalui kuesioner terstruktur dan observasi tindakan yang berpedoman pada kuesioner. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2013. Analisis data menggunakan analisis univariat, data yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan 65,0% responden pengetahuannya baik, 82,5% responden sikapnya positif, 55,0% responden terampil melakukan Heimlich Manuver dan 45,0% responden terampil melakukan prosedur tindakan Resusitasi Jatung Paru. Sedangkan Kesiapsiagaan pengetahuan dan sakap perawat dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan sistem pernapasan 65,0% baik dan kesiapsiapsiagan keterampilan Heimlich Manuver dan Resusitasi Jantung Paru 60% kurang.

Kesimpulan dan implikasi yang penting dalam penelitian ini adalah dapat diasumsikan bahwa pendidikan dan pelatihan Basic Life Support dan Basic Traumatic Coronory Life Support sangat mendukung kesiapsiagaan perawat dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan sisten pernapasan.


(8)

ABSTRACT

Preparedness and complete alertness is one of the important elements of activities in reducing the risk and the impact of disaster. The same is true to nurses’ preparedness and complete alertness in providing emergency service in respiratory system which is urgently needed during the disaster immediate responsiveness. Quick and accurate service can help and save victims from physical defect and death. The objective of the research was to know the condition of nurses’ preparedness and complete alertness in providing emergency service in respiratory system, based on the their knowledge, attitude, and skills.

The research used a descriptive qualitative survey. The population was all 40 nurses who were involved in disaster response team in four Puskesmas working areas of the Health Office in Aceh Tamiang District: Kejuruan Muda Puskesmas, Karang Baru Puskesmas, Kota Kuala Simpang Puskesmas, and Bandar Pusaka Puskemas. The data were gathered by using structured questionnaires and acting observation which was guided by the questionnaires. The research was conducted in April, 2013. The data were analyzed by using univatriate analysis and presented in the frequency distribution tables.

The result of the research showed that 65% of the respondents had good knowledge, 82.5% of them had positive attitude, 55.0% of them were skillful in conducting the acting procedure of Heimlich maneuver, and 45.0% of them were skillful in Lung-Heart Restitution. Meanwhile, 65,0 % Preparedness knowledge and attitude of the nurses’ alertness in providing emergency service in respiratory system was good and 60,0% of them were skillful in conducting the acting procedure of Heimlich maneuver, and skillful in Lung-Heart Restitution was less

The conclusion and the important implication in this research could that the education and the training of Basic Life Support and Basic Traumatic Coronary Life Support highly supported nurses’ alertness in providing emergency service in respiratory system

Keywords: Preparedness and Complete Alertness, Emergency Service in Respiratory System


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Kesiapsiagaan Perawat dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan Akibat Bencana Alam di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang”

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam Penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Amri Amir, Sp.F, S.H, Sp.Ak selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Suherman, S.K.M, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan, dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Ibu Siti Khadijah, S.K.M, M.Kes dan Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.N.S sebagai komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengetahuan yang sangat berarti selama penulis menjalani pendidikan.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang yang telah memberikan kesepatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

8. Kepala Puskesma Kejuruan Muda, Kepala Puskesmas Karang Baru, Kepala Puskesmas Kota Kuala Simpang dan Kepala Puskesmas Bandar Pusaka yang telah membantu penulis penelitian.


(11)

9. Teristimewa buat isteriku tercinta Fauziah, S.K.M, buah hatiku tersayang Ahmad Farhan Ajmain dan Kaisya ‘Iffaturrahmi, dan kedua orang tuaku Muhammad Jabal dan Nurhayatun, serta kedua mertuaku Ust. H. Ibrahim Daud dan Hj. Khairiah yang senantiasa memotivasi dan berdoa demi kesuksesan penulis dalam menempuh pendidikan.

10. Rekan – rekan seperjuangan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, khususnya Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana Angkatan 2011 yang telah membantu penulis selama pendidikan dan proses penyusunan tesis serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan pada penulisan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Oktober 2013

Penulis

Ajmain


(12)

RIWAYAT HIDUP

Ajmain dilahirkan pada tanggal 26 Juni 1976 di Desa Serba, Kecamatan Bandar Pusaka, Kabupaten Aceh Tamiang. Anak kedua dari enam bersaudara, dari pasangan ayahanda Muhammad Jabal dan Ibunda Nurhayatun. Menikah dengan Fauziah, S.K.M pada tahun 2004, dan dikarunia 2 (dua) orang anak, yaitu Ahmad Farhan Ajmain dan Kaisya ‘Iffaturrahmi.

Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar Tahun 1986 – 1991 di SDN Perupuk Kecamatan Bandar Pusaka, Tahun 1991 – 1994 pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Nurul Ulum Peureulak, tahun 1994 – 1997 pendidikan di Madrasah ‘Aliyah Nurul ‘Ulum Peureulak, tahun 1997 – 2000 pendidikan di Akademi Keperawatan Cut Nyak Dhien Langsa, tahun 2004 – 2006 pendidikan di Universitas Muhammadiyah Aceh, dan tahun 2011 – sekarang pendidikan di Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

Sejak tahun 2001 – sekarang bekerja sebagai Staf dan Dosen tetap di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Cut Nyak Dhien Langsa.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………...…… i

ABSTRACK ………... . ii

KATA PENGATAR ………... iii

RIWAYAT HIDUP ……… vi

DAFTAR ISI ………... .. … vii

DAFTAR TABEL ……….. x

DAFTAR GAMBAR ……….. …… xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. …… xiv

DAFTAR ISTILAH ……… xv

BAB 1. PENDAHULUAN ………... ….. 1

1.1.Latar Belakang ………... ….. 1

1.2.Permasalahan ………... ….. 12

1.3.Tujuan Penelitian ………... 12

1.4.Manfaat Penelitian ………... …… 12

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ……… ….. 14

2.1. Bencana Alam ………. 14

2.1.1. Defenisi Bencana Alam ………... 14

2.1.2. Klasifikasi Bencana Alam ……….. ….. 15

2.1.3. Macam-Macam Bencana Alam ……….. ….. 16

2.2. Kesiapsiagaan ……….. 19

2.2.1. Defenisi Kesiapsiagaan ……….. 19

2.2.2. Kesiapsiagaan Perawat ………... …. 22

2.2.3. Pelayanan Gawat Darurat ……… 24

2.3. Teori Pembentukan Kesiapsiagaan ………... ... 40

2.4. Teori Pembentukan Perilaku ………... ……….. …. 41

2.5. Kesiapsiagaan Perawat Menghadapi Bencana ………... 43

2.5.1. Pengetahuan ……….... 43

2.5.2. Sikap ………... 46

2.5.3. Keterampilan ………... …… 48

2.6. Landasan Teori ………...…… 49


(14)

BAB 3. METODE PENELITIAN ………. ….. 52

3.1. Jenis Penelitian ……….….. 52

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ………..……… 52

3.2.1. Lokasi Penelitian ……… .. … 52

3.2.2. Waktu Penelitian ……… ….. 52

3.3. Populasi dan Sampel ……… .………... 52

3.4. Metode Pengumpulan Data ………..………. ….. 53

3.5. Uji Validitas dan Reabilitas ………..……… 53

3.6. Variabel dan Defenisi Operasional ……….. 57

3.7. Metode Pengukuran Variabel ………... 58

3.8. Metode Analisa Data ……… 61

3.8.1. Pengolahan Data ……… 61

3.8.2. Tehnik Analisa Data ………... 62

BAB 4. HASIL PENELITIAN ……….. 63

4.1. Gambaran Umum Dinas Kesehatan Aceh Tamiang ……… . 63

4.2. Struktur Organisasi Penanggulangan Bencana di Puskesmas …….. . 64

4.3. Karakteristik Responden ……….. 64

4.4. Analisis Univariat ………. 66

4.4.1 Pengetahuan ……….. 66

4.4.2 Sikap ……….. 70

4.4.3 Keterampilan ………. 72

4.4.4 Kesiapsiagaan Perawat ……….. 76

4.5. Tabel Silang ………..………. 78

4.5.1 Tabel Silang Karakteristik Responden dengan Pengetahuan… 78

4.5.2. Tabel Silang Karakteristik Responden dengan Sikap ……… 79

4.5.3. Tabel Silang Karakteristik Responden dengan Keterampilan Heimlich Manuver ……… 80

4.5.4. Tabel Silang Karakteristik Responden dengan Keterampilan Resusitasi Jantung Paru ……… 81

4.5.5. Tabel Silang Karakteristik Responden dengan Kesiapsiagaan Pengetahuan dan Sikap Perawat……….. 82

4.5.6. Tabel Silang Karakteristik Responden dengan Kesiapsiagaan Keterampilan Heimlich Manuver dan RJP ….. 83

4.5.7. Tabel Silang Pengetahuan Perawat dengan Sikap ……… 85

4.5.8. Tabel Silang Pengetahuan Perawat dengan Keterampilan Heimlich Manuver ………. 85

4.5.9. Tabel Silang Penegatahuan Perawat dengan Keterampilan Resusitasi Jantung Paru ……… 86

4.5.10.Tabel Silang Sikap Perawat dengan Keterampilan Heimlich Manuver ……….. 86

4.5.11.Tabel Silang Sikap Perawat dengan Keterampilan Resusitasi Jantung Paru ……… 87


(15)

BAB 5. PEMBAHASAN ……… 88

5.1. Kesiapsiagaan Perawat Berdasarkan Pengetahuan dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan……. 88

5.2. Kesiapsiagaan Perawat Berdasarkan Sikap dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan ………. 90

5.3. Kesiapsiagaan Perawat Berdasarkan Keterampilan Heimlich Manuver dan Resusitasi Jantung Paru dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan ………. 93

5.4. Kesiapsiagaan Perawat dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan Akibat Bencana ……… 96

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 100

6.1. Kesimpulan ……… 100

6.2. Saran ………... 101

DAFTAR PUSTAKA ……….. …… 102 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan Perawat dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan ……….... 55 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Sikap Perawat dalam

Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan ……….. 56

3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Keterampilan Perawat dalam Melakukan Heimlich Manuver pada Sistem Pernapasan ………. 56 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Keterampilan Perawat dalam Melakukan RJP pada Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan ………….………. 57 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Dinas

Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang ………..…….. 65 4.2 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Pengetahuan Perawat dalam Kesiapsiagaan Memberikan Pelayanan KegawatdaruratanSistem Pernapasan di Wilayah Dinas Kesehatan Kab. Aceh Tamiang Tahun 2013………... 67 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Katagori Pengetahuan Perawat dalam

Kesiapsiagaan dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem

Pernapasan di Wilayah Dinas Kesehatan Kab. Aceh Tamiang Tahun 2013…... 69 4.4 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Sikap Perawat dalam

Kesiapsiagaan Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan di Wilayah Dinas Kesehatan Kab. Aceh Tamiang Tahun 2013 .………... 70 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Katagori Sikap Perawat dalam Kesiapsiagaan Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan di Wilayah

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh TamiangTahun 2013 ……… 72 4.6 Distribusi Frekuensi Keterampilan Prosedur Heimlich Manuver perawat dalam Kesiapsiagaan Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem

Pernapasan di Wilayah Dinas Kesehatan Kab. Aceh Tamiang Tahun 2013 .... 72 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban Urutan Prosedur

Tindakan Heimlich Manuver yang dilakukan dengan Benar ……… 73 4.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Katagori Keterampilan HeimlichManuver


(17)

perawat tentang Kesiapsiagaan Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan di Wilayah Dinas Kesehatan Aceh Tamiang Tahun... 74 4.9 Distribusi Frekuensi Keterampilan Prosedur Resusitasi Jantung Paru Perawat dalam Kesiapsiagaan Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem

Pernapasan di Wilayah Dinas Kesehatan Kab. Aceh TamiangTahun 2013... 74 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Urutan Prosedur Tindakan

Resusitasi Jantung Paru yang dilakukan dengan Benar ……… 75 4.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Katagori Keterampilan Resusitasi Jantung Paru perawat tentang Kesiapsiagaan Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan di Wilayah Dinas Kesehatan Aceh Tamiang Tahun 2013.. 76 4.12 Distribusi Frekuensi Kesiapsiagaan Penegetahuan dan Sikap Perawat dalam Memberikan PelayananKegawatdaruratan Sistem Pernapasan akibat Bencana di Wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013…………77 4.13 Distribusi Frekuensi Kesiapsiagaan Keterampilan Perawat dalam Memberikan PelayananKegawatdaruratan Sistem Pernapasan akibat Bencana di Wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013………...…. 77 4.14 Tabel Silang Karakteristik Responden dengan Pengetahuan Perawat dalam Kesiapsiagaan Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan SistemPernapasan akibat Bencana di Wilayah Dinkes Aceh Tamiang Tahun 2013………78 4.15 Tabel Silang Karakteristik Responden dengan Sikap Perawat dalam

Kesiapsiagaan Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan akibat Bencana di Wilayah Dinas Kesehatan Aceh Tamiang Tahun 2013…… 79 4.16 Tabel Silang Karakteristik Responden dengan Keterampilan Heimlich Manuver Perawat dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan akibat Bencana di Wilayah DinkesAceh Tamiang Tahun 2013……… 80 4.17 Tabel Silang Karakteristik Responden dengan Keterampilan Resusitasi Jantung Paru Perawat dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem

Pernapasan akibat Bencana di Wilayah Dinkes Aceh Tamiang Tahun 2013…. 81 4.18 Tabel Silang Karakteristik Responden dengan Kesiapsiagaan Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem


(18)

4.19 Tabel Silang Karakteristik Responden dengan Kesiapsiagaan Keterampilan HM dan RJP Perawat dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan

Sistem Pernapasan di Wilayah DinkesAceh Tamiang Tahun 2013………… 83 4.20 Tabel Silang Pengetahuan Perawat dengan Sikap dalam Kesiapsiagaan

Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan di Wilayah Dinas Kesehatan Aceh Tamiang Tahun 2013……….… . 85 4.21 Tabel Silang Pengetahuan Perawat dengan Keterampilan Heimlich Manuver

dalam Kesiapsiagaan Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan di Wilayah Dinas Kesehatan Aceh Tamiang Tahun 2013…. …. 85 4.22 Tabel Silang Pengetahuan Perawat dengan Keterampilan Resusitasi Jantung Paru dalam Kesiapsiagaan MemberikanPelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan di Wilayah Dinas Kesehatan Aceh Tamiang Tahun 2013…….... 86 4.23 Tabel Silang Sikap Perawat dengan Keterampilan Heimlich Manuver dalam Kesiapsiagaan Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan akibat Bencana di Wilayah Dinas Kesehatan Aceh Tamiang Tahun 2013…. 86 4.24 Tabel Silang Sikap Perawat dengan Keterampilan Resusitasi JantungParu dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan akibat Bencana di Wilayah Dinas Kesehatan Aceh Tamiang Tahun 2013… ……... 87


(19)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1.1 Manajemen Siklus Penanggulangan Bencana ……… 6

2.1 Algoritma Bantuan Hidup pada Orang Dewasa ……… 39

2.2 Kerangka Konsep Penelitian ………... 51


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1 Surat Permohon izin Penelitian……… 105

2 Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian……… 107

3 Permohonan Menjadi Responden……… 108

4 Pernyataan Kesedian Menjadi Responden………. 109

5 Kuesioner Penelitian……… 110

6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas………. 117

7 Data Mentah Hasil Penelitian……….. 121


(21)

DAFTAR ISTILAH

ABC : Airway, Breathing, Circulation AGD : Ambulan Gawat Darurat

ARDS : Acute Respiratory Distress Syndrome BNPB : Badan Nasional Penanggulangan Bencana BPBD : Badan Penanggulangan Bencana Daerah

BLS : Basic Life Support

BTCLS : Basic Trauma Cardio Life Support

BVM : Bag Valve Mask

Depkes : Departemen Kesehatan NAD : Nanggroe Aceh Darussalam NTB : Nusa Tenggara Barat NTT : Nusa Tenggara Timur

PPGD : Penanggulangan Penderita Gawat Darurat RJP : Resusitasi Jantung Paru

SPGDT : Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu TRC : Tim Reaksi Cepat


(22)

ABSTRAK

Kesiapsiagaan adalah salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan resiko dan dampak bencana, demikian pula halnya dengan kesiapsiagaan perawat dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan sistem pernapasan sangat dibutuhkan pada saat tanggap darurat bencana, pelayanan yang cepat dan tepat dapat membantu dan menyelamatkan korban dari kecacatan dan kematian. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran kesiapsiagaan perawat dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan sistem pernapasan berdasarkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki perawat tersebut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan survei kuantitatif dan sifatnya deskriptif. Populasi adalah seluruh perawat yang terlibat dalam tim penanggulangan bencana di empat Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang, berjumlah 40 orang terdiri dari Puskesmas Kejuruan Muda, Puskesmas Karang Baru, Puskesmas Kota Kuala Simpang dan Puskesmas Bandar Pusaka. Pengumpulan data melalui kuesioner terstruktur dan observasi tindakan yang berpedoman pada kuesioner. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2013. Analisis data menggunakan analisis univariat, data yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan 65,0% responden pengetahuannya baik, 82,5% responden sikapnya positif, 55,0% responden terampil melakukan Heimlich Manuver dan 45,0% responden terampil melakukan prosedur tindakan Resusitasi Jatung Paru. Sedangkan Kesiapsiagaan pengetahuan dan sakap perawat dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan sistem pernapasan 65,0% baik dan kesiapsiapsiagan keterampilan Heimlich Manuver dan Resusitasi Jantung Paru 60% kurang.

Kesimpulan dan implikasi yang penting dalam penelitian ini adalah dapat diasumsikan bahwa pendidikan dan pelatihan Basic Life Support dan Basic Traumatic Coronory Life Support sangat mendukung kesiapsiagaan perawat dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan sisten pernapasan.


(23)

ABSTRACT

Preparedness and complete alertness is one of the important elements of activities in reducing the risk and the impact of disaster. The same is true to nurses’ preparedness and complete alertness in providing emergency service in respiratory system which is urgently needed during the disaster immediate responsiveness. Quick and accurate service can help and save victims from physical defect and death. The objective of the research was to know the condition of nurses’ preparedness and complete alertness in providing emergency service in respiratory system, based on the their knowledge, attitude, and skills.

The research used a descriptive qualitative survey. The population was all 40 nurses who were involved in disaster response team in four Puskesmas working areas of the Health Office in Aceh Tamiang District: Kejuruan Muda Puskesmas, Karang Baru Puskesmas, Kota Kuala Simpang Puskesmas, and Bandar Pusaka Puskemas. The data were gathered by using structured questionnaires and acting observation which was guided by the questionnaires. The research was conducted in April, 2013. The data were analyzed by using univatriate analysis and presented in the frequency distribution tables.

The result of the research showed that 65% of the respondents had good knowledge, 82.5% of them had positive attitude, 55.0% of them were skillful in conducting the acting procedure of Heimlich maneuver, and 45.0% of them were skillful in Lung-Heart Restitution. Meanwhile, 65,0 % Preparedness knowledge and attitude of the nurses’ alertness in providing emergency service in respiratory system was good and 60,0% of them were skillful in conducting the acting procedure of Heimlich maneuver, and skillful in Lung-Heart Restitution was less

The conclusion and the important implication in this research could that the education and the training of Basic Life Support and Basic Traumatic Coronary Life Support highly supported nurses’ alertness in providing emergency service in respiratory system

Keywords: Preparedness and Complete Alertness, Emergency Service in Respiratory System


(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia terletak di daerah rawan bencana. Berbagai jenis kejadian bencana telah terjadi di Indonesia, baik bencana alam, bencana karena kegagalan teknologi maupun bencana karena ulah manusia (Depkes, 2011). Bencana alam merupakan bencana yang disebabkan oleh perubahan kondisi alamiah alam semesta (angin : topan, badai, puting beliung; tanah: erosi, sedimentasi, longsor, gempa bumi; air: banjir, tsunami, kekeringan, perembesan air tanah; dan api : kebakaran dan letusan gunung berapi) (Priambodo, 2009).

Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN – ISDR) menempatkan Indonesia dalam katagori Negara dengan resiko terjadinya bencana alam terbesar. Dalam peta rawan bencana internasional, bencana alam Indonesia menempati posisi tertinggi untuk bahaya tsunami, tanah longsor dan erupsi gunung berapi (BNPB, 2012).

Catatan dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia memiliki gunung berapi dengan jumlah kurang lebih 240 buah, di mana hampir 70 di antaranya masih aktif. Zone kegempaan dan gunung api aktif Circum Pasifik amat terkenal, karena setiap gempa hebat atau tsunami dahsyat di kawasan itu, dipastikan menelan korban jiwa manusia amat banyak. Di negara ini terdapat 28 wilayah yang dinyatakan rawan


(25)

gempa dan tsunami. Di antaranya NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jateng dan DIY bagian Selatan, Jatim bagian Selatan, Bali, NTB dan NTT. Kemudian Sulut, Sulteng, Sulsel, Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak di Papua serta Balikpapan Kalimatan Timur (Depsos RI, 2009).

Selama beberapa tahun sejak terjadi peristiwa gempa dan tsunami di Aceh tanggal 26 Desember 2004 seolah fenomena gerak alam tidak pernah putus di Indonesia. Manusia yang menjadi korban sudah cukup besar. Kerusakan lingkungan, hilangnya harta benda, dan ratusan ribu manusia meninggal karena gempa dan tsunami di Aceh, gempa Yogyakarta dan Jawa Tengah, banjir, dan angin puting beliung (Depsos RI, 2009).

Berdasarkan laporan yang dibuat oleh Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk kawasan Asia Pasifik (ESCAP) dan Badan PBB Urusan Strategi Internasional untuk penanggulangan bencana (UN - ISDR), Indonesia menempati urutan ke – 4 dalam jumlah kasus bencana alam yang terjadi. Dalam kurun waktu 1980 – 2009, Indonesia tercatat mengalami 312 bencana alam, Negara yang memiliki jumlah terbanyak sepanjang kurun waktu tersebut adalah China dengan 574 kasus, India 416 kasus, Filipina sebanyak 349 kasus dan Indonesia (Supriyantoro, 2011)

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis jumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2011 mencapai angka 1.598. Jumlah tersebut memang terbilang cukup besar namun lebih kecil dibandingkan tahun 2010 dengan jumlah kasus sebanyak 2.232 (BNPB, 2012).


(26)

Berdasarkan data BNPB maupun UN-ISDR, Indonesi dalam hal bencana alam banjir masih menempati posisi tinggi yaitu peringkat ke – 6 dunia dari 162 negara dan sebanyak 1.101.507 orang diprediksi menjadi korban dari bencana ini. Sedangkan dalam hal bencana tsunami Indonesia rangkin pertama dari 265 negara di dunia yang beresiko terhadap bencana tsunami, jumlah penduduk yang akan terkena akibat dampak tsunami ini sebanyak 5.402.239 jiwa. Sementara untuk bencana alam gempa bumi, Indonesia menempati rangking ke – 3 dari 153 negara dengan potensi jumlah yang terkenan dampak gempa bumi tersebut sebanyak 11.056.806 orang (BNPB, 2012)

Tingginya kerawanan Negara Indonesia terhadap bencana dikarenakan posisi geografis Indonesia berada diujung pergerakan 3 (tiga) lempeng dunia, yaitu Euirasia, Indo Australia dan Pasifik. Ditambah dengan kondisi geografis Indonesia yang merupakan Negara kepuluan yang dilalui jalur cincin gunung api dunia (Sukandarrumidi, 2010).

Bencana alam di Indonesia mengakibatkan kerugian yang sangat besar, baik dari segi materi maupun jumlah korban ( meninggal, luka – luka, maupun cacat). Dalam jumlah korban, Indonesia menempati peringkat kedua dunia, yaitu sebanyak lebih kurang 227.898 jiwa dalam periode waktu 1980 – 2009.

Korban gempa bumi dan tsunami di Provinsi Yogyakarta pada tahun 2006, diperkiraakan mencapai 6.234 jiwa, sedangkan tsunami pantai selatan jawa (Pangandaran) menelan korban kurang lebih 341 orang. Korban meninggal umum disebabkan gagalnya oksigenasi adekuat pada organ vital (ventilasi tidak adekuat,


(27)

gangguan oksigenisasi, gangguan sirkulasi, dan perfusi end-organ tidak memadai), cedera SSP masif (mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat dan / atau rusaknya pusat regulasi batang otak), atau keduanya (Supriyantoro, 2011).

Insidensi dan akibat dari gagal napas akut juga tergantung dari disfungsi organ lain. Hasil studi di Jerman dan Swedia melaporkan bahwa insidensi gagal napas akut pada dewasa 77,6 - 88,6 kasus / 100.000 penduduk / tahun. The American-European Consensus on ARDS menemukan insidensi acute respiratory distress syndrome (ARDS) antara 12,6-28,0 kasus / 100000 penduduk /tahun serta kematian akibat gagal napas dilaporkan sekitar 40%.5 (Pusponegoro, 2005).

Berdasarkan data WHO, tahun 2005 terdapat 57,03 juta orang meninggal di seluruh dunia. Sekitar 35.000-50.000 diantaranya karena kecelakaan dan bencana alam yang diakibatkan oleh henti napas dan henti jantung (Supriyantoro, 2011)

Penyebab kematian penderita gawat darurat yaitu 50% meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit dan pada pasien trauma (35 % meninggal dalam 1- 2 jam setelah trauma, disebabkan oleh : trauma kepala berat (hematoma subdural atau ekstradural), trauma toraks (hematoma toraks atau lascriasis hati), fraktur femur atau pelvis dengan perdarahan massif, 15% meninggal setelah beberapa hari atau minggu karena mati otak, gagal organ atau multi organ), 50% meninggal pada saat kejadian atau beberapa menit setelah kejadian (Pusponegoro, 2005).

Kematian dan kesakitan pasien sebenarnya dapat dikurangi atau dicegah dengan berbagai usaha perbaikan dalam bidang pelayanan kesehatan, khususnya


(28)

meningkatkan pelayanan kegawatdaruratan. Kegagalan dalam penanganan kasus kedaruratan umumnya disebabkan oleh kegagalan mengenal risiko, keterlambatan rujukan, kurangnya sarana yang memadai maupun pengetahuan dan keterampilan tenaga medis, paramedis dan penderita dalam mengenal keadaan risiko tinggi secara dini, masalah dalam pelayanan kegawatdaruratan, maupun kondisi ekonomi (Supriyantoro, 2011).

Gangguan sistem pernapasan pada bencana umumnya diakibatkan terjadinya trauma pada jalan napas, seperti masuknya partikel debu, cairan dan gas beracun pada saluran pernapasan. Kasus – kasus gangguan pernapasan banyak terjadi pada korban bencana tsunami, gunung meletus, banjir dan lain lain (Depkes RI, 2006).

Provinsi Aceh merupakan wilayah Indonesia paling barat, yang memiliki karakteristik geografis dan geologis yang sangat rawan terhadap bencana bencana alam ( gempa bumi, banjir, dan banjir bandang ). Berbagai bencana alam telah terjadi di Aceh, yang paling dasyat adalah bencana tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, menewaskan kurang lebih 200.000 jiwa (BNPB, 2012)

Kabupaten Aceh Tamiang merupakan salah daerah di provinsi Aceh yang dalam kurun waktu 10 tahun terakhir sejak 2002, telah mengalami bencana alam sebanyak 38 kali, yang mengakibatkan 103 korban meninggal. Kejadian terberat adalah terjadi banjir bandang pada tahun 2006 yang melanda seluruh kabupaten tersebut dan menyebabkan 36 orang meninggal. Umumnya korban meninggal disebabkan oleh hanyut terbawa arus, trauma, gangguan napas (sesak) dan penyakit jantung (Media Center Aceh, 2012).


(29)

Dari data informasi bencana indonesia (DIBI) Kabupaten Aceh Tamiang merupakan daerah yang rawan terjadi bahaya bencana alam (banjir, banjir bandang dan angin putting beliung), dan untuk bencana banjir menduduki fase kesiapsiagaan dengan prioritas utama di Kabupaten Aceh Tamiang (Media Center Aceh, 2012), Seringnya bencana alam menimbulkan korban jiwa dan meningkatnya masalah kesehatan, maka perlu dilakukan berbagai upaya penanggulangan bencana yang salah satunya adalah berdampak terhadap kedaruratan di bidang kesehatan, terutama pada saat tanggap darurat dibutuhkan kesiapan dari petugas kesehatan untuk memenimalkan jumlah korban.

Dalam upaya penanggulangan bencana, ada tiga siklus kegiatan yang harus dilakukan yaitu pra bencana, saat bencana dan paska bencana, kegiatan ini diperlukan guna untuk mencegah, mengurangi, menghindari, dan memulihkan diri dari dampak bencana (Depkes, 2007; UU No. 24 Tahun 2007). Siklus penanggulangan bencana dapat dilihat seperti gambar dibawah ini :

Gambar 1.1. Siklus penanggulangan bencana


(30)

Tahapan penanggulangan krisis dan masalah kesehatan juga mengikuti pendekatan tahapan Siklus Penanganan Bencana (Disaster Management Cyle), yang dimulai dari waktu sebelum terjadinya bencana berupa kegiatan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan. Pada saat terjadi bencana berupa kegiatan tanggap darurat dan selanjutnya pada saat setelah terjadi bencana berupa kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi (Depkes RI, 2007)

Di semua tahap penanggulangan bencana tersebut sangat butuhkan tenaga perawat yang handal, professional dan berpengalaman yang memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang baik dan dapat difungsikan terutama pada saat terjadinya bencana (tanggap darurat) guna untuk menangani masalah – masalah kesehatan akibat bencana, terutama penanganan kasus – kasus kegawatdarutan yang dapat dilakukan oleh perawat Puskesmas, maupun perawat Rumah Sakit sebagai pelaksana teknis maupun pelaksana kegiatan operasional saat terjadi bencana (Depkes RI, 2006).

Salah bentuk kegiatan yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan sebelum terjadinya bencana adalah kesiapsiagaan dalam penanggulangan krisis kesehatan. (Depkes, 2011).

Kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU RI No.24 Tahun 2007). Sedangkan Kesiapsiagaan menurut IDEP (2007) Kesiapsiagaan adalah upaya untuk memperkirakan kebutuhan dalam rangka menghadapi situasi kedaruratan dan mengidentifikasi sumber daya


(31)

untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ini bertujuan agar sumber daya kesehatan mempunyai persiapan yang lebih baik untuk menghadapi bencana. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil. Kesiapsiagaan dalam pencarian dan penyelamatan korban bencana, petugas kesehatan bekerja sama dengan Basarnas/Basarda yang tergabung dalam TIM Reaksi Cepat dapat melakukan kegiatan seperti : (1) memindahkan korban dari daerah berbahaya ke tempat penampungan jika diperlukan (2) memeriksa status kesehatan korban (triase di tempat kejadian) (3) memberikan pertolongan pertama/bantuan hidup dasar terutama pada korban yang mengalami Kegawatdaruratan Sistem pertanapasan dan trauma yang dapat mengancama jiwa sikorban) dan (4) memindahkan korban ke pos medis lanjutan jika diperlukan (Depkes RI, 2007).

Menurut Depkes RI (2006) Adapun tujuan dari kesiapsiagaan dalam bidang kesehatan antara lain (1) memenimalkan korban (2) mengurangi penderitaan korban (3) mencegah munculnya masalah kesehatan pasca bencana dan (4) memudahkan upaya tanggap darurat dan pemulihan yang cepat.

Pelayanan keperawatan gawat darurat adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metodologi keperawatan gawat darurat yang berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif ditujukan kepada klien/pasien yang mempunyai masalah aktual atau resiko yang disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan (Setiohaji, 2012).


(32)

Pelayanan kegawatdarutan merupakan salah satu upaya yang dilakukan segera sesudah terjadinya suatu bencana, tindakan ini dilakukan guna untuk menyelamatkan korban dan pelayanan gawatdarurat merupakan faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadi kematian, kecacatan dan penyebaran penyakit menular. Namun permasalahan yang sering dijumpai dalam penanggulangan masalah kesehatan di daerah bencana, terutama pelayanan kegawatdaruratanadalah (1) belum semua daerah mempunya TIM Reaksi Cepat penanggulangan krisis akibat kesehatan 2) masih ada daerah yang belum pernah menyelenggarakan pelatihan – palatihan dalam penanggulangan kasus – kasus kegawatdaruratanakibat bencana 3) masih ada daerah yang belum pernah menyelenggaran gladi/simulasi pelayanan kegawatdaruratanakibat bencana dan 4) pelayanan kegawatdaruratanpada saat bencana seringkali terhambat karena tidak siapnya petugas merespon setiap kali kejadian bencana terutama pada saat tanggap darurat, sehingga menyebab korban meninggal (Depkes RI, 2006)

Lingkup pelayanan kegawatdaruratanadalah melakukan primary survey, tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan secondary survey menggunakan tahapan ABCD yaitu: A : Airway management; B : Breathing management; C : Circulation management; D : Drug Defibrilator Disability (Krisanty.dkk, 2009)

Berdasarkan data yang penulis peroleh dari Kasi. Penanggulangan Bencana Dinas Kesehatan Aceh Tamiang, bahwa dari 13 Puskesmas yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang, sejak bulan April 2012 dari 13 Puskesmas, sebagian telah dibentuk


(33)

Brigade Siaga Bencana diantaranya, diantaranya adalah : (1) Puskesmas Kejuruan Muda (2) Puskesmas Kota Kuala Simpang (3) Puskesmas Karang Baru dan (4) Puskesmas Bandar Pusaka, alasan pembentukan Brigade Siaga Bencana atau Tim Penanggulangan Bencana merupakan bagian dari kesiapasiagaan dalam menghadapai bencana, dan di harapkan mampu melaksanakan kegiatan penanggualangan bencana terutama pada fase emergency (akut) seperti : rescue , triase, resusitasi dan stabilisasi korban. Alasan pembentukan Brigade Siaga Bencana di empat Puskesmas tersebut, karena di wilayah Kecamatan tersebut adalah daerah yang sangat rawan terhadap bencana, hampir setiap tahunnya terjadi bencana dan menyebabkan korban meninggal, selain tahun 2006 bencana banjir bandang yang menelan puluhan korban, pada bulan Desember 2012, bencana alam (banjir) mengakibatkan empat orang meninggal akibat tenggelam di Kecamatan Bandar Pusaka. Hasil wawancara peneliti dengan empat petugas kesehatan yang bekerja dalam tim penanggulangan bencana di Puskesmas Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang bulan Desember 2012, diperoleh data, baru delapan bulan berkerja (bergabung) dalam tim penanggulangan bencana, sehingga masih minim pengalaman, selain itu juga masih jarang mengikuti pelatihan – pelatihan dan gladi/simulasi. Peneliti juga menanyakan tentang penanganan Kegawatdaruratan Sistem pernapasan, data yang diperoleh 50% masih belum mampu menjawab dengan dengan benar, begitu juga hal nya tentang sikap 50% masih salah sedangkan untuk mengaplikasikan keterampilan pelayanan Kegawatdaruratan Sistem pernapasan (Heimlich Manuver dan resusitasi jantung paru), belum pernah sama sekali melakukanya pada saat bencana. Hasil wawancara


(34)

dengan kepala desa Kota Lintang Bawah Kecamatan Kota Kuala Simpang mengenai pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan pada saat tanggap darurat, mengatakan bahwa pelayanan kegawatdarutatan masih belum optimal diberikan, setiap kali kejadian bencana, petugas kesehatan sering kali datang terlambat kelokasi bencana sehingga menyebabkan korban meninggal.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gultom (2012) ada hubungan antara pengatahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru dalam menghadapi bencana banjir di Kecamatan Medan Maimun. Selanjutnya penelitian Dewi (2010) tentang kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah masalah kesehatan akibat banjir di provinsi DKI Jakarta yang hasil didapat ada hubungan antara umur, pendidikan, masa kerja dan sering mengikuti pelatihan dengan kesiapsiagaan.

Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006) parameter pertama faktor kritis kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam adalah pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap, keterampilan dan kepedulian untuk siap siaga dalam mengantisipasi bencana.

Berdasarkan paparan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Analisis kesiapsiagaan perawat dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan sistem pernapasan akibat bencana alam di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang.


(35)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : Bagaimana gambaran kesiapsiagaan perawat dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan sistem pernapasan akibat bencana alam di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kesiapsiagaan perawat berdasarkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan sistem pernapasan akibat bencana alam di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang dan faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan perawat.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Ilmu Pengetahuan

Secara teoritis, dapat bermanfaat untuk menambah khasanah ilmu kesehatan masyarakat khususnya tentang kesiapsiagaan perawat dalam memberikan pelayanan Kegawatdaruratan Sistem pernapasan akibat bencana alam.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Sebagai bahan pemikiran yang didasari pada teori dan analisis terhadap kajian praktis untuk meningkatkan sumber daya manusia dalam kesiapsiagaan menanggulangi masalahan kesehatan akibat bencana alam.


(36)

1.4.3 Pemerintah

Sebagai bahan masukan bagi pemerintah terkait dalam menyusun program kesiapsigaan bencana khususnya bidang kesehatan yang berperan menanggulangi masalah kesehatan akibat bencana alam.


(37)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bencana Alam

2.1.1. Defensi Bencana Alam

Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana dapat disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan serius pada masyarakat sehingga menyebabkan korban jiwa serta kerugian yang meluas pada kehidupan manusia baik dari segi materi, ekonomi maupun lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi menggunakan sumber daya yang dimiliki (IDEP, 2007). Berdasarkan penyebabnya, bencana dapat dikatagorikan menjadi tiga, yaitu bencana alam, bencana sosial dan bencana campuran.

Bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh kejadian – kejadian alamiah, seperti gempa bumi, tsunami, gunung berapi, dan angin topan. (IDEP, 2007) Menurut UU No. 24 Tahun 2007, bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan


(38)

tanah longsor (UU No. 24 Tahun 2007). Menurut Priambido (2009) bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh perubahan kondisi alamiah alam semesta (angin : topan, badai, putting beliuang; tanah : banjir, tsunami, kekeringan, perembesan air tanah; api : kebakaran, letusan gunung api). Bencana alam juga didefenisikan sebagai peristiwa yang terjadi akibat kerusakan atau ancaman ekosistem dan terjadi kelebihan kapasitas yang terkena dampaknya. Dapat dijumpai terputusnya alat penunjang kehidupan (lifeline) dan tidak berfungsinya institusi medis (Zailani. Dkk, 2009)

2.1.2. Klasifikasi Bencana Alam

Klasifikasi bencana alam berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Bencana Alam Geologis

Bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal dari dalam bumi (gaya endogen). Yang termasuk dalam bencana alam geologis adalah gempa bumi, letusan gunung berapi, dan tsunami.

2. Bencana Alam Klimatologis

Bencana alam klimatologis merupakan bencana alam yang disebabkan oleh faktor angin dan hujan. Contoh bencana alam klimatologis adalah banjir, badai, banjir bandang, angin puting beliung, kekeringan, dan kebakaran alami hutan (bukan oleh manusia).


(39)

Gerakan tanah (longsor) termasuk juga bencana alam, walaupun pemicu utamanya adalah faktor klimatologis (hujan), tetapi gejala awalnya dimulai dari kondisi geologis (jenis dan karakteristik tanah serta batuan dan sebagainya). 3. Bencana Alam Ekstra-Terestrial

Bencana alam ekstra-terestrial adalah bencana alam yang terjadi di luar angkasa, contoh : hantaman/impact meteor. Bila hantaman benda-benda langit mengenai permukaan bumi maka akan menimbulkan bencana alam yang dahsyat bagi penduduk bumi (Ekawati, 2005)

2.1.3. Macam – macam Bencana Alam 2.1.3.1. Banjir

1. Pengertian Banjir

Banjir adalah bencana akibat curah hujan yang tinggi dengan tidak diimbangi dengan saluran pembuangan air yang memadai sehingga merendam wilayah-wilayah yang tidak dikehendaki oleh orang-orang yang ada di sana. Banjir bisa juga terjadi karena jebolnya sistem aliran air yang ada sehingga daerah yang rendah terkena dampak kiriman banjir (Purwono, 2006).

2. Penyebab Banjir

Menurut Priambodo (2009), secara umum, penyebab terjadinya banjir adalah sebagai berikut :

a.


(40)

c. Pembuangan sampah yang sembarangan, baik ke

d. Pembuatan

e. Pembuatan

f.

3. Masalah Kesehatan dan Kerugian yang Mungkin Timbul

Menurut Sukandarrumidi (2010), Apabila suatu wilayah permukiman dilanda banjir, beberapa masalah kesehatan yang mungkin dialami oleh masyarakat antara lain adalah :

a. Tengggelam

b. Gangguan pernapasan akibat masuknya air pada jalan napas

c. Penyakit diare, leptospirosis, dan gatal – gatal pada kulit akibat lingkungan yang tidak bersih.

d. Penyakit Malaria akibat terbentuknya genangan air yang mengundang nyamuk malaria.

e. Korban harta dan jiwa manusia

f. Munculnya penyakit yang tersebar melalui air 2.1.3.2. Gempa Bumi

1. Pengetian Gempa Bumi

Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, aktivitas gunung api atau runtuhan batuan. Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi


(41)

(pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba tiba (Cahanar, 2005). Priambodo (2009) mendefinisikan gempa bumi sebagai getaran sesaat, bersifat tidak menerus, akibat terjadinya pergeseran secara tiba-tiba pada kerak bumi. Pergeseran ini terjadi karena adanya sumber kekuatan (force) sebagai penyebabnya.

2. Penyebab Gempa Bumi

Menurut Primbodo (2009) gempa bumi disebabkan oleh :

a. Aktivitas tektonik, merupakan proses alamiah bumi yang disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik.

b. Aktivitas vulkanik, merupakan proses alamiah bumi yang disebabkan oleh aktivitas gunung api.

3. Masalah kesehatan dan bahaya yang sering timbul

Menurut Sukandarrumidi (2010), beberapa masalah kesehatan yang sering timbul mengikuti bahaya tektonik dan vulkanik adalah :

a. Keracunan makanan

b. Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) c. Gangguan pernapasan

d. Kematian dan luka

e. Penyakit psikis karna trauma 2.1.3.3. Tsunami

1. Defenisi Tsunami

Tsunami adalah ombak yang sangat besar yang menyapu daratan akibat adanya gempa bumi di laut, tumbukan benda besar/cepat di laut, angin ribut, dan


(42)

lain sebagainya (Rahayu, 2009). Menurut IDEP (2007) Tsunami adalah gelombang besar yang diakibatkan oleh pergeseran bumi di dasar laut.

2. Penyebab Tsunami

Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan

oleh gempa bumi dibawah laut (Cahanar, 2005) 3. Masalah kesehatan yang mungkin timbul.

Zailani. dkk (2009) mengatakan Tsunami mengakibatkan bangunan roboh. Reruntuhan bangunan yang menimpa manusia dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Tsunami juga dapat menimbulkan beberapa masalah kesehatan lainnya, antara lain :

a. Gangguan pernapasan b. Keracunan makanan

c. Korban meninggal akibat tenggelam

2.2 Kesiapsiagaan

2.2.1 Definisi Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna ( UU No. 24 Tahun 2007, BNPB, 2011, Depkes, 2007) Menurut IDEP (2007) Kesiapsiagaan (preparedness) adalah upaya untuk


(43)

memperkirakan kebutuhan dalam rangka menghadapi situasi kedaruratan dan mengidentifikasi kebutuhan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini bentujuan agar perawat mempunyai persiapan yang lebih baik untuk menghadapi bencana alam.

Menurut Depkes RI (2010), kesiapsiagaan dalam wilayah manajemen darurat dapat dinyatakan sebagai pernyataan kesediaan untuk berespon terhadap suatu bencana, krisis atau tipe situasi emergensi lainnya. Kesiapsiagaan bukan hanya pernyataan kesiapan tetapi juga suatu topik dimana didalamnya terdapat banyak aspek-aspek manajemen darurat.

Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana dan didalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadi bencana. Konsep kesiapsiagaan yang digunakan lebih ditekankan pada kemampuan untuk melakukan tindakan persiapan menghadapi kondisi darurat bencana secara cepat dan tepat (LIPI-UNESCO/ISDR dalam Rahayu, 2009).

Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Konsep kesiapsiagaan memiliki berbagai dimensi yang didukung oleh sejumlah aktifitas. Dimensi dari kesiapsiagaan mencakup berbagai tujuan atau pernyataan akhir bahwa kesiapsiagaan berusaha untuk dicapai. Kegiatan-kegiatan adalah tindakan-tindakan nyata yang perlu untuk diambil


(44)

dalam rangka menemukan tujuan-tujuan tersebut. Sumber-sumber bervariasi dalam hal bagaimana dimensi-dimensi tersebut dan aktifitas-aktifitas yang didefinisikan (IDEP, 2007).

Kesiapsiagaan (preparedness) menghadapi bencana alam adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi bencana sehingga tindakan yang dilakukan pada saat dan setelah terjadi bencana dilakukan secara tepat dan efektif (Zailaini. dkk, 2009). Tujuan khusus dari upaya kesiapsiagaan bencana adalah menjamin bahwa sistem, prosedur, dan sumber daya yang tepat siap ditempatnya masing-masing untuk memberikan bantuan yang efektif dan segera bagi korban bencana sehingga dapat mempermudah langkah-langkah pemulihan dan rehabilitasi layanan (Purwono, 2006). Kesiapsiagaan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana agar korban dan dampak bencana dapat diminimalkan. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan dalam upaya kesiapsiagaan adalah melakukan inventarisasi sumber daya yang siap dimobilisasi dan menyiapkan lokasi evakuasi (BNPB, 2011) Fase kesiapsiagaan bencana adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik dengan mikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian yang timbul akibat terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agar dapat melakukan kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana ( Zailani. Dkk, 2009).


(45)

2.2.2. Kesiapsiagaan Perawat 2.2.2.1. Perawat

Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia khusus tenaga kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pelayanan, perawat selalu mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan dan lingkungannya di mana pelayanan tersebut dilaksanakan (Potter dan Perry, 2005).

Nursalam (2007), mendefinisikan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia.

2.2.2.2. Peran dan Fungsi Perawat Gawat Darurat

Menurut Musliha (2009) adapun peran dan fungsi perawat gawat darurat adalah:

1. Melakukan triage, mengkaji dan menetapkan dalam spektrum yang lebih luas terhadap kondisi klinis pada berbagai keadaan yang bersifat mendadak mulai dari ancaman nyawa sampai kondisi kronis.


(46)

3. Memfasilitasi rujukan dalam rangka menyelesaikan masalah kegawatdaruratan. 4. Jika terjadi bencana, komunikasi kepada seluruh tim pelayanan gawat darurat

terkait, baik pelayanan pra rumah sakit, maupun intra rumah sakit. 2.2.2.3. Kompetensi Perawat Gawat Darurat

Berdasarkan peran dan fungsinya, perawat gawat darurat yang bekerja di puskemas maupun di rumah sakit harus memiliki kompetensi khusus, yang diperoleh melalui pelatihan Basic Trauma Life Support (BTLS) dan Basic Cardiology Life Support (BCLS) atau Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD), sedangkan perawat yang bekerja di puskesmas menimal harus memiliki kompetensi Basic Life Support (BLS). Kompetensi tersebut meliputi : pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus ditingkatkan dan dipelihara sehingga menjamin perawat dapat melaksanakan peran dan fungsi secara professional ( Musliha, 2009).

Kompetensi yang harus dimiliki perawat dalam penanggulangan Kegawatdaruratan Sistem pernapasan adalah :

1. Mengatasi obstruksi jalan napas 2. Membuka jalan napas

3. Memberi napas buatan

4. Melakukan resusitasi jantung paru (RJP) dengan didahului penilaian ABC kasi eksternal dan internal


(47)

2.2.3. Pelayanan Gawat Darurat

2.2.3.1. Konsep Pelayanan Gawat Darurat

Pelayanan gawat darurat merupakan salah satu komponen pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan/perawat pada saat tanggap darutat. Adapun tugas dan peran pada situasi tanggap darurat bencana adalah memberikan pelayanan kegawatdaruratandi tempat kejadian bencana sebelum korban di rujuk ke puskesmas maupun rumah sakit (Depkes, 2008). Menurut Setiohaji (2012) Pelayanan gawat darurat merupakan suatu program respon kedaruratan perawat/bidan untuk korban yang cedera atau sakit dan memerlukan perawatan yang medesak (Thygerson.dkk, 2011).

Pelayanan keperawatan gawat darurat adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metodologi keperawatan gawat darurat yang berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif ditujukan kepada klien/pasien yang mempunyai masalah aktual atau resiko yang disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau kecacatan yang mungkin terjadi.

Kegiatan pelayanan keperawatan gawat darurat menunjukkan keahlian dalam pengkajian pasien, setting prioritas, intervensi krisis, dan pendidikan kesehatan masyarakat (Krisyanti, dkk, 2011). Sebagai seorang perawat gawat darurat harus memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk menangani respon pasien pada


(48)

resusitasi, syok, trauma, ketidakstabilan multisystem dan kewatdaruratan yang mengancam jiwa laiannya.

Pelayanan gawat darurat dilokasi bencana dilakukan pada fase akut atau tanggap darurat, pelayanan diberikan langsung ditempat kejadian berupa pertolongan terhadap luka ( menghentikan perdarahan) dan evakuasi dari lokasi bahaya ke tempat yang aman dan memberikan pelayanan bantuan hidup dasar untuk menyelamatkan korban, masa pencarian dan penyelamatan pada pase akut adalah 48 jam (Zailani. Dkk, 2009).

Menurut Setiohaji (2012) Dalam kegawatdaruratandiperlukan 3 kesiapan, yaitu :

1. Siap mental, dalam arti bahwa ”emergency can not wait”. Setiap unsur yang terkait termasuk perawat harus menghayati bahwa aritmia dapat membawa kematian dalam 1 – 2 menit. Apnea atau penyumbatan jalan napas dapat mematikan dalam 3 menit.

2. Siap pengetahuan dan keterampilan. Perawat harus mempunyai bekal pengetahuan teoritis dan patofisiologi berbagai penyakit organ tubuh penting. Selain itu juga keterampilan manual untuk pertolongan pertama.

3. Siap alat dan obat. Pertolongan pasien gawat darurat tidak dapat dipisahkan dari penyediaan/logistik peralatan dan obat-obatan darurat.

Menurut Musliha (2010), persyaratan dan kesiapan yang harus dimiliki oleh perawat pelaksana gawat darurat adalah :


(49)

2. Beriijazah formal keperawatan dari semua tingkat pendidikan yang disahkan oleh pemerintah

3. Memiliki sertifikat pelatihan gawat darurat

4. Tanggap dan cekatan terhadap masalah yang dihadapi 2.2.3.2. Tujuan Pelayanan Gawat Darurat

Menurut Kriyanti,dkk (2011), Tujuan dari penanggulangan gawat darurat adalah :

1. Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat

2. Merujuk pasien gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih memadai

3. Penanggulangan korban bencana

2.2.3.3. Penatalaksanaan Gawat Darurat Sistem Pernapasan 2.2.3.3.1. Penilaian Jalan Napas

1. Jalan Napas yang Normal

Pada orang yang sadar dan dapat berbicara dengan suara yang jelas, dapat dianggap bahwa airway dalam keadaan baik, pada penderita yang tidak sadar penilaian airway dapat dilakukan dengan cara melihat, mendengar dan meraba.

Taruhlah kepala kita (pemeriksa) diatas mulut penderita, dengan melihat mering ke arah kaki penderita. Mata kita melihat naik turunnya dada penderita, pipi kita merasakan adanya hembusan udara dari mulut penderita. Telinga kita


(50)

mendengarkan apakah ada bunyi pernapasan. Cara ini kita lakukan selama 5 detik, dan lakukan hitungan : satu, dua, tiga, empat dan lima (Depkes RI, 2008)

Cara lain adalah dengan menaruh punggung tangan kita di depan hidung penderita untuk merasakan adanya hembusan udara.

2. Jalan Napas yang Tidak Normal

Pernapasan yang berbunyi berarti airway tersumbat, tetapi belum sepenuhnya (belum total), karena ada penyempitan pada airway maka timbul suara saat bernapas. Jenis – jenis bunyi yang dapat timbul adalah :

a. Mengorok (snoring), karena airway tersumbat oleh lidah atau jaringan – jaringan di tenggorokan. Perhatikan bahwa bunyi mengorok terutama terjadi saat mengeluarkan napas.

b. Bunyi kumur – kumur (gurgling), disebabkan adanya muntahan isi lambung, darah atau cairan lain yang mungkin ada di airway. Bunyi ini terjadi saat mengeluarkan dan menarik napas.

c. Stridor adalah suara yang keras dalam menarik napas (inspirasi), kemungkinan karena laring yang membengkak dan menyumbat airway bagian atas. Bisa juga karena tersumbat sebagian (parsial) oleh benda asing.

Pada penderita yang kesadarannya menurun, lidahnya dapat jatuh ke belakang dan menyumbat airway, kemudian timbul bunyi seperti mengorok. Usaha penderita untuk bernapas kemudian menghasilkan tekanan negatif yang menarik lidah, epiglotis atau keduanya kedalam tenggorokan. Apabila kemudian dilakukan pernapasan buatan, maka lidah akan bertambah jatuh ke belakang,


(51)

sehingga semangkin tersumbat, oleh karna itu apabila akan dilakukan pernapasan buatan, airway selalu harus tetap terbuka (Depkes RI, 2008)

Menurut Sampurna (2013) Pada orang dewasa yang airway tersebut sepenuhnya, warna kulit akan membiru (sianosis) lama kelamaan akan kehilangan kesadaran dan jatuh. Apabila tidak segera ditangani, penderita akan meninggal. Pada anak kecil, akan terlihat gelisah, berusaha bernapas tetapi sia – sia, kulit membiru, kehilangan kesadaran dan kemudian meninggal.

2.2.3.3.2. Membebaskan Jalan Napas (Airway)

Menurut AGD 118 (2012), untuk membebaskan jalan napas, terlebih dahulu harus diketahui sumbatan yang terjadi atau yang mungkin akan terjadi. Ada 2 (dua) cara yang umumnya digunakan untuk membebaskan jalan napas yaitu :

1. Dengan cara mendongakkan kepala (head-tilt) sambil mengangkat dagu (chin lift). Cara mendongakkan kepala sambil mengangkat dagu adalah cara utuk membuka airway pada penderita yang tidak cedera. Apabila penderita cedera jangan menggerakkan kepala tetapi dapat dilakukan dengan cara mengangkat dagu ( chin-lift). Cara melakukannya adalah sebagai berikut :

a. Letakkan tangan kiri anda pada dahi korban (bila berada pada sisi kanan kepala korban)

b. Letakkan ujung jari telunjuk dengan jari tangan anda dari tangan kanan di bawah ujung dagu korban.

c. Angkat dagu ke atas pada saat yang sama tekan dahi ke bawah (mendongakkan kepala).


(52)

2. Mendorong rahang bawah ke depan (jaw thrust)

Gerakan ini lebih aman dibandingkan cara head tilt dan chin lift, terutama pada korban dengan cedera, namun lebih sulit dan lebih melelahkan. Gerakan ini sekaligus dapat menstabilkan kepala.

Cara melakukannya :

a. Berlutut di bagian kepala korban, letakkan siku anda di atas permukaan dimana penderita berbaring. Letakkan tangan maisng masing disamping korban.

b. Pegang sudut bagian bawah rahang pada kedua sisinya. (jika penderita bayi atau anak, letakkan 2 atau 3 jari masing masing tangan pada sudut rahang). c. Gunakan gerakan mengangkat untuk menggerakkan rahang ke arah depan

dengan kedua tangan. Kedua tehnik tersebut diatas mendorong pangkal lidah ke depan, dan melepaskannya dari dinding belakang.

2.2.3.3.3. Membebaskan Jalan Napas (Airway) dari Sekret

Ada dua cara untuk membersihkan airway dari sekret/cairan. Dengan posisi miring dan sapuan jari. Tehnik – tehnik tersebut dapat dilakukan sendiri – sendiri, ataupun secara bersamaan, tergantung kondisi korban.

1. Posisi miring

Posisi ini digunakan pada penderita bukan trauma yang tidak sadar tetapi masih bernapas dengan baik. Cara ini tidak mungkin digunakan bila kita hendak melakukan pernapasan buatan atau kompresi jantung.


(53)

2. Sapuan jari

Muntah yang banyak atau benda padat yang ada dalam rongga mulut/faring dapat mengakibatkan kematian kerena airway tersebut.

Sapuan jari dilakukan hanya pada korban yang kesadarannya sama sekali hilang, karena kita akan memasukkan jari kedalam mulut korban. Sapuan jari dapat dilakukan sampai daerah faring, namun hal ini jangan dilakukan pada anak – anak, karena dapat mencederai faring yang lembut , selalu menggunakan sarung tangan ketika melakukan sapuan jari.

Cara melakukan sapuan jari pada korban yang tidak sadar, adalah :

a. Miringkan kepala korban kearah penolong (bila bukan korban cedera), posisi ini dapat mengalirkan/mengeluarkan benda asing, juga membantu pangkal lidah jatuh kebelakang tenggorokan.

b. Buka mulut korban dan lihat kedalam, jika terlihat cairan atau setengah cairan, tutuplah ujung jari telunjuk dan jari tengah anda dengan kain/kasa (jangan memakai sarung tangan)

c. Masukkan jari telunjuk anda dengan menelusuri bagian dalam pipi dan tenggorokan sampai di pangkal lidah (gunakan jari kelingking untuk bayi atau anak) lalu kait semua benda asing keluar. Jangan sampai anda mendorong benda lebih ke dalam tenggorokan korban.


(54)

2.2.3.3.4. Sumbatan Benda Asing pada Jalan Napas

Sumbatan jalan napas karena benda asing sangat berbahaya dalam harus dibersihkan karena apabila korban tidak dapat bernapas, anda tidak dapat memberikan pernapasan buatan.

Sumbatan jalan napas pada korban yang sadar dapat menyebabkan henti jantung. Pada sumbatan total, pernapasan akan berhenti karena benda asing tersebut menyumbat jalan napas sepenuhnya. Beberapa menit kemudian korban yang sadar akan menjadi tidak sadar (karena kekurangan oksigen) dan kematian akan terjadi jika sumbatan tidak diatasi. Sumbatan jalan napas yang paling sering ditemukan adalah disebabkan oleh makanan, penyebab umum lainnya gigi palsu yang lepas (Depkes RI, 2008)

Sumbatan benda asing pada jalan napas dapat parsial (sebagian) dan total. Pada sumbatan parsial korban masih dapat bernapas karena tidak sepenuhnya menyumbat pernapasan. Walaupun penderita tersebut mempunyai pertukaran udara yang bagus, kita tidak boleh meninggalkan korban dengan sumbatan parsial, karna bisa saja berubah menjadi sumbatan total (AGD 118, 2012)

Penatalaksanaan pra rujukan rumah sakit pada korban dengan sumbatan jalan napas dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Sumbatan parsial ( korban masih bernapas cukup baik)

Penderita dengan sumbatan parsial dapat diminta untuk batuk. Pada keadaan ini lakukan hal – hal sebagai berikut :


(55)

b. Jangan pernah meninggalkan korban sampai kita tahu pasti bahwa jalan napas korban sudah bersih.

c. Jika korban tidak dapat mengeluarkan benda sendiri mintalah pertolongan sesuai dengan prosedur rujukan pada SPGDT.

2. Sumbatan total (tidak dapat bernapas), atau parsial dengan pernapasan lemah (penderita masih sadar)

Pada keadaan ini harus dilakukan manuver dan heimlich atau dorongan perut (Abdominal thrusts) Tindakan heimlich akan mendorong diafragma dengan cepat keatas, dan juga memperkecil rongga toraks dengan cepat, sehingga terjadi semacam proses pengeluaran napas paksa yang kemudian diharapkan dapat mengeluarkan benda asing. Jangan lakukan pemukulan punggung (back blow) pada orang dewasa.

Tindakan heimlich dilakukan sebagai berikut :

a. Berdiri di belakang penderita dan peluklah dari belakang, selipkan satu lutut diantara ke dua tungkai korban. Hal ini akan membantu jatuh lebih perlahan apabila kehilangan kesadaran.

b. Kepalkan satu tangan dan letakkan di tengah perut di atas pusar tetap di bawah xifoid.

c. Letakkan tangan yang lain diatas kepalan tangan pertama d. Lakukan pendorongan perut (abdominal thrusts)

Hati – hati pada posisi anda, jika tidak benar atau anda terlalu cepat, anda dapat kehilangan keseimbangan dan jatuh menimpa korban. Jika posisi tangan


(56)

anda terlalu tinggi, anda dapat menyebabkan luka bagian dalam. Pada korban yang hamil dan sangat gemuk lakukan manuver ini dengan meletakkan kepalan tangan di tengah tulang dada korban dan lakukan hentakan dada (chest thrusts)

3. Orang dewasa, sumbatan airway total dan tidak sadar

Penderita tidak sadar seperti ini biasanya terjadi pada keadaan :

a. Sudah dilakukan tindakan heimlich tetapi tidak berasil, dan kemudian korban jatuh dan menjadi tidak sadar.

b. Penderita tidak sadar dan pada saat dilakukan pernapasan buatan, tiupan kita terasa berat (ada hambatan)

Pada keadaan seperti diatas, lakukan hentakan perut (abdominal thrust). Pada saat menemukan korban tidak sadar dan kita belum mengetahui apa penyebabnya lakukan hal – hal sebagai berikut :

1) Usahakan untuk memberikan ventilasi pada penderita

Pertama – tama selalu buka jalan napas, kemudian berikan ventilasi buatan 2 kali, jika tiupan terasa berat, dada korban tidak terangkat, maka ini adalah sumbatan jalan napas).

2) Melakukan hentakan perut

a) Berlututlah dengan menunggangi korban

b) Tempatkan tumit tangan dari satu tangan di tengah perut korban sedikit diatas pusar dan tepat di bawah xifoid. Tempatkan tangan kedua diatas tangan pertama


(57)

3) Lakukan sapuan jari a) Buka jalan napas b) Lakukan sapuan jari

c) Lakukan urutan A – B – C secara terus menerus sampai benda asing keluar.

2.2.3.3.5. Menilai dan Memperbaiki Pernapasan (Breathing)

Pada dasarnya untuk pernapasan ada 3 (tiga) hal yang perlu dilakukan : 1. Menilai pernapasan

Bernapas harus tanpa usaha tambahan

a. Lihat apakah dada turun naik seperti biasanya korban bernapas, bila korban menggunakan otot leher yang berlebihan atau otot – otot antar tulang iga korban terlihat ikut bergerak, kemungkinan korban dalam keadaan sesak.

b. Awasi penderita yang sadar apabila berbicara. Berbicara berarti bahwa udara bergerak melewati pita suara. Jika korban hanya dapat bersuara atau berbicara beberapa patah kata saja, kemungkinan pernapasan tidak cukup (adekuat). Korban yang berbicara dalam kalimat lengkap tanpa kesulitan, pernapasan berarti cukup (adekuat).

Pada korban yang tidak sadar, bukalah airway. Letakkan telinga anda dengan mulut dan hidung korban selama 5 detik dan lihat – dengar – raba (sekaligus menilai airway).

1) Lihat : turun naiknya dada


(58)

3) Raba : rasakan udara yang keluar dari mulut dan hidung korban pada pipi kita

Jika ada sumbatan pada airway baru saja terjadi, dada korban mungkin masih akan turun naik, namun tidak ada arus udara yang keluar dari hidung atau mulut korban.

Pernapasan “agonal” (korban bernapas dengan megap – megap secara lambat) dapat terjadi pada henti jantung atau pernapasan yang sebentar lagi akan berhenti. Bila karena henti jantung mendadak, maka megap – megap ini tidak akan berlangsung lama, dan akan segera diikuti dengan berhentinya pernapasan.

2.2.3.3.6. Tanda – tanda Pernapasan yang tidak Adekuat

Sangat penting bagi kita untuk mengenal tanda – tanda pernapasan yang tidak adekuat. Tanda pernapasan tidak adekuat adalah :

1. Frekuensi pernapasan tidak normal 2. Sesak

3. Sianosis

4. Perubahan kesadaran

5. Denyut jantung yang lambat atau sangat cepat yang disertai dengan jumlah pernapasan yang lambat.

2.2.3.3.7. Memperbaiki Pernapasan 1. Pernapasan buatan (Assisted ventilation)

Jika berhubungan dengan jalan napas korban maka kita potencial terkontaminasi dengan ludah atau muntahan korban, karena itu selalu proteksi diri.


(59)

Jika korban masih bernapas, maka siberikan bantuan pernapasan bila : a. Pernapasan terlalu lambat

b. Pernapasan yang terlalu dangkal c. Pernapasan yang sangat cepat

2. Beberapa cara pernapasan buatan yang harus dikuasai : a. Pernapasan mulut ke mulut

b. Pernapasan mulut ke masker

c. Pernapasan mulut ke Bag Valve Mask (BVM) 2.2.3.6. Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Bila sel tubuh tidak mendapatkan oksigen, jaringan vital seperti otak dan jantung akan rusak. Hal ini dapat menyebabkan kematian

2.2.3.6.1. Pengertian Mati Klinis dan Mati Biologis 1. Mati Klinis

Korban dinyatakan mati secara klinis apabila berhenti bernapas dan jantung berhenti berdenyut. Pada keadaan ini masih dapat diusahakan agar korban hidup kembali apabila dilakukan RJP.

2. Mati Biologis

Kerusakan sel otak dimulai 4 – 6 menit setelah berhentinya pernapasan dan sirkulasi darah. Setelah 10 menit biasanya sudah terjadi kematian biologis. Pada keadaan ini korban tidak dapat ditolong lagi.

Dengan demikian dalam keadaan mati klinis perlu dilakukan tindakan cepat agar tidak menjadi mati biologis. Tindakan yang dilakukan secara umum di sebut


(60)

bantuan hidup dasar yaitu segala hal yang bersangkutan dengan Airway, Breathing, dan Circulation.

2.2.3.6.2. Tanda Kematian Biologis

Walaupun korban belum menunjukkan tanda – tanda pembusukan, namun ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa korban sudah mati biologis, yaitu :

1. Kebiruan (lembam mayat) 2. Kekakuan (rigor mortis)

3. Pembusukan yang nyata, terutama bau busuk.

Bila terlihat tanda – tanda kematian biologis, RJP tidak perlu dilakukan lagi. 2.2.3.6.3. Pemijatan Jantung

Jantung dapat dibuat seolah – olah berdenyut dengan menekan dada dari luar. Pada tindakan ini kita menekan dada sehingga tekanan dalam rongga dada menjadi sangat tinggi, dan saat melepas tekanan pada dinding dada, rongga dada akan kembali ke bentuk semula karena elastis, dan terjadi penurunan tekanan dalam rongga dada. 2.2.3.6.4. Langkah-langkah sebelum Melakukan RJP

Sebelum melakukan RJP pada korban, kita harus : 1. Pastikan bahwa korban tidak sadar

2. Pastikan bahwa korban tidak bernapas 3. Pastikan bahwa nadi korban tidak teraba

Untuk korban tidak sadar, cari denyut nadi karotis, dengan cara : 1. Letakkan dua jari diatas laring, jangan gunakan ibu jari


(61)

2. Geserkan jari penolong ke samping. Hentikan di sela – sela antara laring dan otot leher

3. Rasakan nadi, tekan selama 5 – 10 detik

Resusitasi Jantung Paru merupakan kombinasi pemijatan jantung dan napas buatan. Untuk dapat melakukan RJP dengan seksama, maka baik korban maupun penolong harus dalam posisi yang tepat.

1. RJP dengan satu penolong pada orang dewasa

a. Lakukan penekanan dada dengan perbandingan 2x tiupan diikuti 30x penekanan dada

b. Buka jalan napas, kemudian berikan 2 tiupan yang masing – masing waktunya 1,5 sampai 2 detik. Pastikan kita menarik napas yang dalam sebelum memberikan tiupan napas.

c. Lanjutkan sampai 4 kali putaran dari 15 tekanan dan 2 ventilasi 2. RJP dengan dua penolong pada orang dewasa

Penderita ditidurkan lurus telentang, pada permukaan yang datar dan padat. Jika memakai baju, buka bajunya sehingga kita dapat melihat tulangnya. Penolong pertama berlutut pada ujung kepala korban, penolong kedua berlutut pada sisi kanan dada korban.

Lakukan penekanan dada :

a. Lokasi penekanan pada area , dua jari di atas proxesus xifoideus

b. Penekanan dilakukan dengan menggunakan pangkal telapak tangan. Dengan posisi satu tangan diatas tangan yang lain.


(62)

Dibawah ini adalah algoritma bantuan hidup dasar pada orang dewasa yang menggambarkan langkah – langka Resusitasi Jantung Paru (RJP)

1

2

3 Nadi Teraba 3A

4 Nadi tidak teraba

5

6

shockable unshockable Tidak Respon

Tidak Bernapas atau Bernapas tidak Normal

Aktifkan sistem respon kegawatdaruratan Ambil AED/defibrillator atau

kirim orang kedua

-Beri 1 napas tiap 5 – 6 detik

-Cek nadi kembali tiap 2 menit

AED/defibrillator datang Mulai 30 kompresi dan 2 ventilasi

RJP Kualitas Tinggi

-Kecepatan paling sedikit 100x/m

-Kedalaman kompresi 2 inci (5 cm)

-Biarkan dada recoil setiap setelah kompresi

-Minimalkan interupsi terhadap kompresi dada

-Hindari ventilasi yang berlebihan

Cek nadi selama < 10 detik

Cek irama Irama shockable

Berikan 1 shock

Segera lakukan RJP selama 2 menit

Segera lakukan RJP selama 2 menit Cek irama tiap 2 menit : lanjutkan sampai tim BHL datang atau korban


(63)

Gambar 2.1 Algoritma Bantuan Hidup pada Orang Dewasa Sumber : AHA (Amarican Heart Association)

2.3 Teori Pembentukan Kesiapsiagaan

Menurut Citizen Corps (2006), perilaku kesiapsiagaan dapat diuji dengan menggunakan Transtheoritical Model dari Perilaku Berubah, yang juga disebut sebagai tahap-tahap model perubahan. Pada model ini, individu mendemonstrasikan berbagai tingkat kesiapan untuk berubah atau berbagai tingkat aktifitas saat ini. Model ini menempatkan individu dalam 5 (lima) tahap yang mengindikasikan kesiapan untuk mengupayakan, membuat atau mendukung perubahan perilaku. Kelima tahap tersebut adalah :

1. Precontemplation (Pra Renungan), dimana pada tahap ini individu tidak berniat untuk berubah atau bahkan berfikir tentang perubahan dalam waktu dekat (biasanya diukur 6 bulan berikutnya)

2. Contemplation (Renungan), dimana individu belum dipersiapkan untuk mengambil tindakan pada saat ini, tetapi berniat untuk mengambil tindakan dalam jarak enam bulan kedepan.

3. Preparation (Persiapan), dimana individu secara aktif mempertimbangkan untuk mengubah perilakunya kedepan dengan segera

4. Action (Tindakan), dimana individu benar-benar membuat suatu perubahan perilakunya beberapa waktu yang lalu, namun perubahan tersebut belum dipertahankan dengan baik (dipertahankan 6 bulan atau kurang).


(1)

umur responden * Keterampilan RJP Crosstabulation Keterampilan RJP

Total Tidak Terampil Terampil

umur responden 20-29 tahun Count 9 4 13

% within umur 69.2% 30.8% 100.0%

30-39 tahun Count 4 13 17

% within umur 23.5% 76.5% 100.0%

40-49 tahun Count 8 2 10

% within umur responden

80.0% 20.0% 100.0%

Total Count 21 19 40

% within umur responden

52.5% 47.5% 100.0%

jenis kelamin * Keterampilan RJP Crosstabulation Keterampilan RJP

Total Tidak Terampil Terampil

jenis kelamin Perempuan Count 7 7 14

% within jenis kelamin 50.0% 50.0% 100.0%

Laki – laki Count 14 12 26

% within jenis kelamin 53.8% 46.2% 100.0%

Total Count 21 19 40

% within jenis kelamin 52.5% 47.5% 100.0%

pendidikan * Keterampilan RJP Crosstabulation

Keterampilan RJP

Total Tidak Terampil Terampil

pendidikan SPK Count 3 1 4

% within pendidikan 75.0% 25.0% 100.0%

D - III Keperawatan Count 18 15 33

% within pendidikan 54.5% 45.5% 100.0%

S1 Keperawatan Count 0 3 3

% within pendidikan .0% 100.0% 100.0%

Total Count 21 19 40


(2)

Crosstabs

masa kerja * Keterampilan RJP Crosstabulation Keterampilan RJP

Total Tidak Terampil Terampil

masa kerja 0-5 tahun Count 7 3 10

% within masa kerja 70.0% 30.0% 100.0%

6-10 tahun Count 9 13 22

% within masa kerja 40.9% 59.1% 100.0%

11-15 tahun Count 2 2 4

% within masa kerja 50.0% 50.0% 100.0%

16-20 tahun Count 3 1 4

% within masa kerja 75.0% 25.0% 100.0%

Total Count 21 19 40

% within masa kerja 52.5% 47.5% 100.0% Mengikuti pelatihan * Keterampilan RJP Crosstabulation

Keterampilan RJP

Total Tidak Terampil Terampil

Mengikuti pelatihan

Tidak Pernah Count 17 6 23

% within Mengikuti pelatihan 73.9% 26.1% 100.0%

BLS Count 3 9 12

% within Mengikuti pelatihan 25.0% 75.0% 100.0%

BTCLS Count 1 4 5

% within Mengikuti pelatihan 20.0% 80.0% 100.0%

Total Count 21 19 40

% within Mengikuti pelatihan 52.5% 47.5% 100.0% pendidikan * Sikap Crosstabulation

Sikap

Total Negatif Positif

pendidikan SPK Count 1 3 4

% within pendidikan 25.0% 75.0% 100.0%

D - III Keperawatan Count 6 27 33

% within pendidikan 18.2% 81.8% 100.0%

S1 Keperawatan Count 0 3 3

% within pendidikan .0% 100.0% 100.0%

Total Count 7 33 40


(3)

umur responden * Kesiapsiagaan Perawat Crosstabulation Kesiapsiagaan Perawat

Total Kurang Baik

Baik Sekali

umur responden 20-29 tahun Count 5 6 2 13

% within umur responden 38.5% 46.2% 15.4% 100.0%

30-39 tahun Count 1 12 4 17

% within umur responden 5.9% 70.6% 23.5% 100.0%

40-49 tahun Count 5 5 0 10

% within umur responden 50.0% 50.0% .0% 100.0%

Total Count 11 23 6 40

% within umur responden 27.5% 57.5% 15.0% 100.0%

jenis kelamin * Kesiapsiagaan Perawat Crosstabulation Kesiapsiagaan Perawat

Total Kurang Baik

Baik Sekali

jenis kelamin Perempuan Count 3 10 1 14

% within jenis kelamin 21.4% 71.4% 7.1% 100.0%

Laki – laki Count 8 13 5 26

% within jenis kelamin 30.8% 50.0% 19.2% 100.0%

Total Count 11 23 6 40

% within jenis kelamin 27.5% 57.5% 15.0% 100.0%

pendidikan * Kesiapsiagaan Perawat Crosstabulation Kesiapsiagaan Perawat

Total Kurang Baik

Baik Sekali

pendidikan SPK Count 2 2 0 4

% within pendidikan

50.0% 50.0% .0% 100.0%

D - III Keperawatan Count 9 20 4 33

% within pendidikan

27.3% 60.6% 12.1% 100.0%

S1 Keperawatan Count 0 1 2 3

% within pendidikan

.0% 33.3% 66.7% 100.0%

Total Count 11 23 6 40

% within pendidikan


(4)

Crosstabs

masa kerja * Kesiapsiagaan Perawat Crosstabulation Kesiapsiagaan Perawat

Total Kurang Baik

Baik Sekali

masa kerja 0-5 tahun Count 2 8 0 10

% within masa kerja 20.0% 80.0% .0% 100.0%

6-10 tahun Count 7 10 5 22

% within masa kerja 31.8% 45.5% 22.7% 100.0%

11-15 tahun Count 0 4 0 4

% within masa kerja .0% 100.0% .0% 100.0%

16-20 tahun Count 2 1 1 4

% within masa kerja 50.0% 25.0% 25.0% 100.0%

Total Count 11 23 6 40

% within masa kerja 27.5% 57.5% 15.0% 100.0%

Mengikuti pelatihan * Kesiapsiagaan Perawat Crosstabulation Kesiapsiagaan Perawat

Total Kurang Baik

Baik Sekali Mengikuti

pelatihan

Tdk Pernah Count 9 13 1 23

% within Mengikuti pelatihan 39.1% 56.5% 4.3% 100.0%

BLS Count 2 9 1 12

% within Mengikuti pelatihan 16.7% 75.0% 8.3% 100.0%

BTCLS Count 0 1 4 5

% within Mengikuti pelatihan .0% 20.0% 80.0% 100.0%

Total Count 11 23 6 40


(5)

Crosstabs

Pengetahuan * Sikap Crosstabulation Sikap

Total Negatif Positif

Pengetahuan Kurang Count 3 3 6

% within Pengetahuan 50.0% 50.0% 100.0%

Sedang Count 2 6 8

% within Pengetahuan 25.0% 75.0% 100.0%

Baik Count 2 24 26

% within Pengetahuan 7.7% 92.3% 100.0%

Total Count 7 33 40

% within Pengetahuan 17.5% 82.5% 100.0%

Pengetahuan * Keterampilan Heimlich Crosstabulation Keterampilan Heimlich

Total Tidak Terampil Terampil

Pengetahuan Kurang Count 6 0 6

% within Pengetahuan 100.0% .0% 100.0%

Sedang Count 3 5 8

% within Pengetahuan 37.5% 62.5% 100.0%

Baik Count 9 17 26

% within Pengetahuan 34.6% 65.4% 100.0%

Total Count 18 22 40

% within Pengetahuan 45.0% 55.0% 100.0%

Pengetahuan * Keterampilan RJP Crosstabulation Keterampilan RJP

Total Tidak Terampil Terampil

Pengetahuan Kurang Count 6 0 6

% within Pengetahuan 100.0% .0% 100.0%

Sedang Count 5 3 8

% within Pengetahuan 62.5% 37.5% 100.0%

Baik Count 10 16 26

% within Pengetahuan 38.5% 61.5% 100.0%

Total Count 21 19 40


(6)

Crosstabs

Sikap * Keterampilan Heimlich Crosstabulation Keterampilan Heimlich

Total Tidak Terampil Terampil

Sikap Negatif Count 6 1 7

% within Sikap 85.7% 14.3% 100.0%

Positif Count 12 21 33

% within Sikap 36.4% 63.6% 100.0%

Total Count 18 22 40

% within Sikap 45.0% 55.0% 100.0%

Sikap * Keterampilan RJP Crosstabulation Keterampilan RJP

Total Tidak Terampil Terampil

Sikap Negatif Count 6 1 7

% within Sikap 85.7% 14.3% 100.0%

Positif Count 15 18 33

% within Sikap 45.5% 54.5% 100.0%

Total Count 21 19 40


Dokumen yang terkait

Analisis Kesiapsiagaan Dinas Kesehatan Terhadap Penanggulangan Bencana Di Kota Medan

0 0 17

Analisis Kesiapsiagaan Dinas Kesehatan Terhadap Penanggulangan Bencana Di Kota Medan

0 0 2

Analisis Kesiapsiagaan Dinas Kesehatan Terhadap Penanggulangan Bencana Di Kota Medan

0 0 11

Analisis Kesiapsiagaan Dinas Kesehatan Terhadap Penanggulangan Bencana Di Kota Medan

0 0 22

ANALISIS KESIAPSIAGAAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEGAWATDARURATAN SISTEM PERNAFASAN AKIBAT BENCANA ALAM DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN DELI SERDANG Nagoklan Simbolon

0 0 10

PENGARUH PENERAPAN COMMUNITY MENTAL HEALTH NURSING TERHADAP KEMAMPUAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO

0 1 9

Analisis Kesiapsiagaan Perawat dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan Akibat Bencana Alam di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang

0 0 41

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bencana Alam 2.1.1. Defensi Bencana Alam - Analisis Kesiapsiagaan Perawat dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan Akibat Bencana Alam di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang

0 1 38

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Kesiapsiagaan Perawat dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan Akibat Bencana Alam di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang

0 0 13

Analisis Kesiapsiagaan Perawat dalam Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan Akibat Bencana Alam di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang

0 0 21