menggunakan pernyataan-pernyataan IF premis pernyataan dan THEN aksikesimpulan. Kaidah produksi digunakan untuk pengetahuan prosedural
yang distrukturisasi ke dalam bentuk: Jika, suatu keadaan tertentu kondisi, maka keadaan lain dapat terjadi aksi dengan tingkat kepastian tertentu
certainty factor yang ditulis CF dengan nilai positif dan benar, agar pengguna tidak dapat memberikan nilai negatif dari suatu parameter saat pelacakan. Nilai
CF ditentukan dengan pernyataan yang benilai benar, yaitu nilai CF lebih besar atau sama dengan 0,2. Kristanto, 2004; Arhami, 2005. Knowledge acquisition
para pakar direpresentasikan dalam bentuk program komputer menggunakan rule base berdasarkan kriteria if, then dan else.
5.3. Implementasi Kebijakan Pengembangan Wilayah Pesisir dan Laut yang Berkelanjutan
5.3.1. Kebijakan-Kebijakan terkait Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut
Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menghendaki adanya keberlanjutan sustainability dalam pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki.
Sebagai kawasan yang dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan, wilayah pesisir memiliki kompleksitas isu, permasalahan, peluang dan tantangan.
Melihat hal-hal tersebut, diperlukan suatu kebijakan dalam pengelolaannya sehingga sumberdaya yang terkandung di dalamnya dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan. Beberapa dasar hukum pengelolaan wilayah pesisir antara lain : 1 UUD 1945 pasal 33, menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara
dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat 2 UU No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
3 UU No. 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah 4 UU No. 33 tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 5 UU No. 7 tahun 2004, tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
6 UU No. 24 tahun 2007, tentang Penanggulangan Bencana 7 UU No. 26 tahun 2007, tentang Penataan Ruang
8 UU No. 27 tahun 2007, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil 9 Perpres No. 19 tahun 2006 RKP 2007, salah satu prioritasnya adalah Mitigasi
dan penanggulangan bencana. 10 Perpres No. 18 tahun 2007, tentang RKP 2008, salah satu prioritasnya
adalah Penanganan bencana dan pengurangan risiko bencana.
11 PP No. 69 tahun 1996, tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
12 PP No.25 tahun 2000 , tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Otonom.
13 Keputusan Presiden RI No. 32 tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
14 Permendagri No. 8 tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah.
15 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.10MEN2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu.
16 Berbagai Peraturan Daerah yang relevan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
KEP.10MEN2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, bahwa unsur-unsur utama pengelolaan pesisir terpadu terdiri dari :
1 Penyusunan rencana strategis strategic plan; 2 Penyusunan rencana zonasi ruang pesisir zoning plan;
3 Penyusunan rencana pengelolaan zona spesifikkawasan management plan;
4 Rencana kegiatan action plan sebagai penjabaran dari rencana strategis yang sudah ada.
Jika dikaitkan dengan topik penelitian yaitu pengembangan wilayah pesisir secara berkelanjutan berperspektif mitigasi bencana alam, maka dari
sekian peraturan yang telah disebutkan di atas, hanya empat peraturan yang terkait dengan substansi mitigasi pada undang-undang kebencanaan Forum
Mitigasi Bencana, 2007 yaitu : 1 UU No. 07 tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air SDA,
2 UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana PB, 3 UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang TR, dan
4 UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil PWP3K.
Oleh karena berbagai UU tersebut ternyata masih memiliki berbagai hal yang perlu diselaraskan terutama dalam hal terminologi dan substansi Lampiran 1,
maka upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah bukan dengan melakukan judicial review terhadap UU tersebut. Akan lebih baik jika pemerintah
secepatnya menyusun serangkaian PP yang dapat menutupi berbagai kekurangan yang terdapat dalam UU tersebut.
Wilayah pesisir dan lautan di Jawa Barat memiliki sumberdaya alam yang cukup melimpah, namun demikian terdapat berbagai permasalahan yang perlu
ditangani secara terpadu, salah satunya adalah masalah degradasi lingkungan yang mempengaruhi potensi perekonomian yang ada Bapeda Provinsi Jawa
Barat, 2007 Untuk mencapai pengelolaan secara terpadu bagi setiap pengguna stakeholder, maka diperlukan data dasar yang akurat dan selalu aktual up to
date, sehingga para pengambil keputusan memiliki landasan yang kuat dalam menetapkan kebijakan pengelolaan di wilayah pesisir yang terintegrasi dengan
baik, baik dari segi sumberdaya alam dan lingkungannya maupun bagi kepentingan pembangunan ekonomi masyarakatnya.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan salah satu core business pesisir selatan Provinsi Jawa Barat sebagai daerah yang memiliki
potensi perikanan maupun wisata bahari Kabupaten Ciamis merupakan salah satu daerah di Selatan yang sangat terkenal dengan perikanan tangkap dan
wisata pantai khususnya Pangandaran. Namun demikian, pemerintah juga menyatakan pesisir Selatan merupakan wilayah rawan bencana alam, khususnya
tsunami. Sementara pesisir Utara Jawa Barat secara umum memiliki potensi sumberdaya yang dapat pulih seperti hutan mangrove, terumbu karang, budidaya
tambak, budidaya laut, wisata bahari, perikanan laut dan konservasi serta sumberdaya yang tidak dapat pulih dan relatif baru yaitu migas. Berdasarkan hal
ini maka perhatian terhadap pesisir Utara khususnya perikanan dan migas merupakan hal yang wajar Bapeda Jabar, 2007.
Pemanfaatan sumberdaya pesisir Jawa Barat yang tidak memenuhi kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan secara signifikan mempengaruhi
ekosistemnya. Kegiatan pembangunan di kawasan ini akan dapat mempengaruhi produktivitas sumberdaya akibat proses produksi dan residu, karena
pemanfaatan yang berbeda dari sumberdaya pesisir sering menimbulkan konflik yang dapat berdampak timbal balik. Oleh karena itu pemanfaatan sumberdaya
pesisir untuk tujuan pembangunan nasional akan berhasil jika dikelola secara terpadu integrated
coastal zone
management, ICZM. Pengalaman membuktikan bahwa pengelolaan atau pemanfaatan kawasan pesisir secara
sektoral tidaklah efektif Dahuri et. al 1996 Pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu adalah suatu proses iteratif dan evolusioner untuk mewujudkan
pembangunan kawasan pesisir secara optimal dan berkelanjutan. Tujuan akhir dari ICZM bukan hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi economic
growth jangka pendek, melainkan juga menjamin pertumbuhan ekonomi yang dapat dinikmati secara adil dan proporsional oleh segenap pihak yang terlibat
stakeholders dan memelihara daya dukung serta kualitas lingkungan pesisir, sehingga pembangunan dapat berlangsung secara
lestari. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka unsur esensial dari ICZM adalah keterpaduan
integration dan koordinasi Peng et al., 2006. Setiap kebijakan dan strategi dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir harus berdasarkan kepada: i
pemahaman yang baik tentang proses-proses alamiah eko-hidrologis yang berlangsung di wilayah pesisir yang sedang dikelola; ii kondisi ekonomi, sosial,
budaya dan politik masyarakat; dan iii kebutuhan saat ini dan yang akan datang terhadap barang produk dan jasa lingkungan pesisir.
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu penting dilakukan mengingat banyaknya kegiatan yang dapat diimplementasikan, sehingga perlu dirumuskan
suatu konsep penataan ruang strategic plan serta berbagai pilihan objek pembangunan yang serasi. Keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir
sekurangnya mengandung tiga dimensi: i sektoral, ii bidang ilmu dan iii keterkaitan ekologis. Keterpaduan secara sektoral berarti diperlukan adanya
suatu kooordinasi tugas, wewenang, dan tanggung jawab antarsektor atau instansi horizontal integration; dan antartingkat pemerintahan dari mulai tingkat
desa, kecamatan, kabupaten, provinsi sampai pemerintah pusat vertical integration. Sedangkan keterpaduan sudut pandang keilmuan mensyaratkan
bahwa dalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar interdisiplin ilmu interdisciplinary approaches, yang melibatkan berbagai bidang
ilmu yang relevan. Hal ini wajar mengingat wilayah pesisir pada dasarnya merupakan pertemuan berbagai sistem yang
terjalin secara kompleks dan dinamis.
5.3.2. Analisis Kebijakan Pengembangan Wilayah Pesisir Jawa Barat