dikombinasikan dengan jenis bahan pengawet lain untuk produk saus, sirup, acar timun, keju, dan pangan lain kecuali daging, ikan, dan unggas
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722MenkesPerIX1988 adalah 1000 ppm. Pemakaian natrium
benzoat yang berlebihan selain dapat mengakibatkan bau menyengat yang tidak enak dan rasa pahit juga dapat menimbulkan keracunan yang
ditandai gejala pusing, mual dan muntah Davidson et al.,1993.
2. Bahan Pewarna
Zat warna yang terdapat pada pangan dapat berasal dari: a pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan, sebagai
contoh klorofil yang memberi warna hijau, karoten yang memberi warna jingga sampai merah, dan mioglobin yang memberi warna merah pada
daging, b reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan sehingga akan memberikan warna cokelat sampai kehitaman, contohnya pada
kembang gula karamel, atau pada roti bakar, c reaksi Maillard, yaitu reaksi antara gugus amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi,
reaksi ini memberikan warna gelap misalnya pada susu bubuk yang disimpan lama, d reaksi senyawa organik dengan udara oksidasi yang
menghasilkan warna hitam, misalnya warna gelap atau hitam pada permukaan buah-buahan yang telah dipotong dan dibiarkan di udara terbuka
beberapa waktu, dan e penambahan zat warna, baik alami maupun sintetik Winarno, 1997.
Penggunaan zat pewarna dalam pangan umumnya ditambahkan untuk menyeragamkan warna dan menambah daya tarik dan penerimaan
suatu bahan pangan. Penggunaan zat pewarna dalam pangan perlu diwaspadai karena hanya zat pewarna yang diizinkan saja yang boleh
digunakan. Peraturan mengenai bahan pewarna sintetis yang diizinkan untuk pangan dan minuman di Indonesia diatur dalam Permenkes
No. 722MenkesPerIX88 dapat dilihat pada Tabel 2. Sedangkan bahan pewarna yang dilarang digunakan di Indonesia diatur dalam Peraturan
Menkes RI No. 239MenkesPerV85 dapat dilihat pada Tabel 3.
Menurut Winarno 1993, lebih dari 90 zat pewarna yang digunakan untuk pangan adalah zat pewarna sintetik dan ironisnya sering
kali masih ditemukan produk pangan dan minuman yang mengandung zat pewarna nonpangan. Pemakaian zat pewarna yang tidak diizinkan ini akan
membahayakan kesehatan. Bahan pewarna yang demikian disebut bahan kimia berbahaya Winarno, 1990.
Tabel 2. Zat warna yang diizinkan di Indonesia
Warna Nama
Batas pemakaian ppm Merah
Oranye Hijau
Biru Kuning
Kuning Ungu
Hijau Coklat
Erythrosin Sunset yellow FCF
Fast green FCF Brilliant Blue FCF
Tartrazine Quineline FCF
Violet GB Food green S
Chocolate Brown Hr 15-300
12-300 100-300
100-300 secukupnya
secukupnya secukupnya
secukupnya secukupnya
Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetik non pangan berwarna merah yang banyak disalahgunakan dalam pengolahan bahan
pangan. Hasil penelitian Djarisnawati et al. 2004 menunjukkan 63 cabe giling yang dijual di pasar tradisional di DKI Jakarta positif menggunakan
Rhodamin B. Hastuti 2005 melaporkan 70 terasi yang digunakan pedagang di lingkar kampus IPB Darmaga Bogor positif mengandung
Rhodamin B. Penelitian yang dilakukan Hasanah 2005 menunjukkan kandungan Rhodamin B sebesar 33.39 mg100g dan 1.56 mg100g pada
makanan jajanan makaroni dan sosis di Sekolah Dasar di Bogor Tengah. Rhodamin B memiliki rumus molekul C
28
H
31
N
2
O
3
Cl dan berat molekul 479. Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu-
kemerahan, dapat larut dalam air, alkohol, HCl, dan NaOH dan menghasilkan warna merah kebiruan dan berflouresensi kuat Sihombing,
1987. Zat warna ini memiliki banyak sinonim nama antara lain: D C Red no.19, Food Red 15, Briliant Pink B, ADC Rhodamin B, dan Rheonine B
Anonim, 2006.
Tabel 3. Zat warna sintetik yang dilarang di Indonesia
Nama pewarna Nama pewarna
Ammaranth Auramin
Black 7984 Butter Yellow
Chocolate Brown FB Metanil Yellow
Oil Orange SS Fast Yellow AB
Oil Yellow OB Orchil Oreein
Orange G Orange GGN
Rhodamin B Sudan I
Magenta Violet GB
Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan
RI No. 722MenkesPerIX1988 tentang zat warna, Rhodamin B dinyatakan
sebagai bahan berbahaya. Rhodamin B no. Indeks 45170 C. I. Food red 15 bersifat karsinogenik dan menyerang hati. Rhodamin B bersifat toksik,
menghambat pertumbuhan mencit, menyebabkan diare, urin berflouresensi, bahkan dapat menyebabkan kematian lebih awal sekalipun dosis yang
digunakan cukup rendah 0.117 mgkg berat badan Basrah, 1987. Umumnya pewarna ini digunakan untuk pewarna kertas, wol, dan sutra.
Rhodamin B tidak dapat dicerna oleh tubuh dan akan mengendap secara utuh dalam hati sehingga lambat laun dapat menyebabkan kerusakan
hati. Rhodamin B juga menyebabkan kanker hati pada mencit 16.6, kanker limfa pada tikus 8.3, dan dilatasi kantung kemih pada tikus
11.1 Samsudin, 2004. Menurut Sihombing 1987, tikus yang diberi 1 g Rhodamin B ke dalam setiap 3 kg makanan menunjukkan perubahan
prilaku tikus yang abnormal. Tikus tersebut menjadi cenderung agresif dan menunjukkan tanda-tanda kanibal, diskolorasi dan degradasi warna rambut
dan kulit menjadi kemerah-merahan dan kasar. Menurut studi yang dilakukan oleh Universitas Hokoriku Jepang,
efek Rhodamin B pada kosmetik dapat menghambat proliferasi fibroblas pada kultur sistem. Rhodamin B pada takaran 25 µgml secara signifikan
menyebabkan pengurangan sel setelah 72 jam dalam kultur. Rhodamin B juga dapat mengurangi jumlah sel vaskuler endothelial pembuluh darah sapi
dan sel otot polos pada pembuluh darah hewan berkulit duri setelah 72 jam dalam kultur Anonim, 2006.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. LOKASI DAN WAKTU
Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel di kota Bogor dan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan Januari-Mei 2007.
B. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang diteliti adalah cabe merah giling halus komersial dari pasar-pasar tradisional di kota Bogor, sedangkan untuk membuat cabe giling
kontrol dibutuhkan cabe merah segar, garam dapur, natrium benzoat, dan air. Bahan- bahan yang digunakan untuk analisis kimia adalah aquades,
larutan standar Rhodamin B, amonium hidroksida 2 dalam etanol, dietil eter, NaOH 10, HCl 0.1 M, K
2
CrO
4
5
,
larutan AgNO
3
0.1 M, NaCl, klorofom, NaOH 10, alkohol, fenolftalin, NaOH 0.05 M.
Bahan yang digunakan untuk analisis mikrobiologi adalah larutan pengencer NaCl 0.85, 5 alfa naftol dalam 40 KOH, indikator
merah metil, pereaksi Kovacs dan media pertumbuhan mikroba Plate Count Agar, Acidified Potato Dextrose Agar, Vogel Johnson Agar, Brilliant Green
Lactose Bile Broth, Eosin Methylen Blue Agar, Trypthone Broth , medium
Koser Sitrat, dan medium MR-VP. Alat-alat yang digunakan untuk analisis kimia dan mikrobiologi antara
lain: kertas Whatmann No.4, labu pemisah, rotary evaporator, penangas air, cawan aluminium, cawan porselen, desikator, penangas air, labu takar, oven,
pHmeter Beckmann, spektrofotometer UV 2010, dan alat-alat gelas lainnya.
C. METODE PENELITIAN 1. Kerangka Penelitian
Studi Pendahuluan Perumusan masalah dan tujuan penelitian
Studi pustaka Pengambilan data pasar di kota Bogor Penyusunan kuisioner Lampiran.1
Jumlah pedagang cabe giling di kota Bogor Survei Kondisi Pedagang
Pengumpulan data dengan kuisioner Analisis data
Penentuan pedagang Keamanan Cabe Giling Komersil
Sampling Analisis
Analisis mikrobiologi Analisis kimia
total mikroba TPC, kapang dan kamir, kadar air, kadar NaCl,
S. aureus, E. coli dan koliform,
kadar natrium benzoat, bakteri pembentuk spora
Rhodamin B, nilai pH
Mutu cabe giling komersial Studi Penyimpanan
Pengamatan kerusakan selama penyimpanan suhu ruang Analisis: pH, TPC, kapang dan kamir, bakteri pembentuk spora
cabe giling kode G dan kode K natrium benzoat di bawah batas maksimum, tidak
mengandung Rhodamin B dan E.coli cabe giling yang dibuat dengan
penambahan natrium benzoat 0, 500, 1000 ppm