Kadar air
cabe utuh
menurut Setiadi
1987 adalah
87.0-90.0 bb. Kadar ini lebih tinggi dibandingkan kadar air cabe giling komersial. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam cabe giling
terdapat total padatan yang lebih tinggi dibanding cabe utuh. Padatan ini dapat berasal dari adanya penambahan garam. Selain itu, berdasarkan
pengamatan, para pedagang juga menjual bumbu giling lainnya seperti bawang putih giling, bawang merah giling, dan sebagainya. Residu
bumbu pada alat penggilingan yang tidak dibersihkan dengan benar dapat menyumbangkan padatan pada cabe giling. Keberadaan residu ini juga
terbukti dari beberapa sampel cabe giling yang memiliki aroma bawang putih.
Menurut Hartuti dan Sinaga 1994, saus cabe yang dapat diterima secara organoleptik adalah saus yang memiliki viskositas 24.143 cp dan
kadar air lebih kecil dari 83.3 bb. Berdasarkan penelitian tersebut maka secara umum cabe giling di kota Bogor dapat diterima secara
organoleptik.
d. Kadar Natrium Benzoat
Natrium benzoat merupakan salah satu pengawet yang umum digunakan di masyarakat sebagai antibasi Winarno, 1993. Analisis
natrium benzoat dilakukan karena produk olahan cabe seperti saus cabe biasa menggunakan natrium benzoat sebagai pengawet. Selain itu,
berdasarkan survei daya tahan cabe giling yang dapat bertahan hingga lebih dari 8 hari tetapi dengan kondisi penanganan pengolahan yang
sangat sederhana maka dalam penelitian ini dilakukan analisis natrium benzoat yang mungkin ditambahkan pedagang.
Berdasarkan hasil analisis Tabel 8, semua sampel cabe giling komersial positif menggunakan natrium benzoat sebagai pengawet. Kadar
benzoat pada cabe giling adalah 326-1284 ppm. Hasil analisis ini ternyata bertolak belakang dengan jawaban para pedagang pada saat
menjawab kuisioner bahwa mereka tidak menggunakan pengawet. Hal ini
diperkirakan karena mereka tidak mengetahui bahan yang mereka gunakan adalah salah satu jenis pengawet pangan.
Berdasarkan penelitian Indrianti 2001, hanya 10 pedagang pedagang bakso dan mie ayam yang mengetahui tentang bahan pengawet
dalam saus cabe, sehingga kemungkinan banyak pula pedagang cabe giling yang tidak mengetahui tentang bahan pengawet. Secara fisik,
natrium benzoat mirip dengan garam meja, sehingga kemungkinan pedagang mengenalnya sebagai garam. Natrium benzoat diperjualbelikan
secara eceran di pasar, dikemas dalam kantung plastik dan tidak disertai label.
Natrium benzoat digunakan pedagang sebagai pengawet diperkirakan karena alasan lebih ekonomis dibandingkan penggunaan
garam dapur yang harus ditambahkan dalam jumlah banyak. Selain itu natrium benzoat tidak berbau dan tidak menimbulkan rasa asin seperti
halnya jika menggunakan garam NaCl sebagai pengawet. Kontradiksi antara jawaban dan hasil analisis laboratorium
mungkin juga disebabkan karena pedagang khawatir jawaban mereka akan merugikan dan mengancam usaha mereka, sehingga mereka lebih
memilih jawaban tidak menggunakan pengawet pada cabe gilingnya. Ketika pedagang ditanya apakah menggunakan pengawet dalam cabe
giling, pemahaman pedagang tentang pengawet adalah boraks dan formalin yang selama ini ramai diberitakan sebagai pengawet berbahaya,
sehingga mereka menjawab tidak menggunakan bahan pengawet dalam cabe giling mereka.
Hasil analisis ragam pada taraf 5 Lampiran 5 menunjukkan kadar natrium benzoat cabe giling komersial berbeda nyata antar
pedagang yang berbeda. Pada Tabel 8 terlihat bahwa cabe giling A, B, D, dan I menunjukkan penggunaan benzoat melebihi batas yang diizinkan.
Batas penggunaan benzoat yang diizinkan di Indonesia adalah tidak melebihi 1000 ppm Permenkes RI No. 722MenkesPerIX1988.
Penggunaan natrium benzoat yang berlebihan dapat menimbulkan keracunan
yang ditandai
gejala pusing,
mual, dan
muntah
Davidson et al., 1993. Pengawasan terhadap penggunaan benzoat pada cabe giling perlu dilakukan secara terpadu antara pedagang, pengelola
pasar, dan Dinas Kesehatan kota Bogor agar tidak merugikan konsumen. Nilai standar deviasi yang tinggi 5 pada hasil analisis juga
menunjukkan penambahan benzoat cukup variatif pada beberapa sampel pada pedagang yang sama, terutama pada pedagang A dan E Tabel 8.
Hal ini dapat disebabkan karena pedagang menambahkan benzoat dengan takaran yang tidak baku melainkan dengan perkiraan seperti halnya yang
mereka lakukan ketika menambahkan garam dapur terhadap cabe giling. Penggunaan natrium benzoat sebagai pengawet akan berkorelasi
terhadap umur simpan cabe giling. Hal ini dapat terlihat pada Lampiran 4, cabe giling A dan D yang memiliki daya tahan paling lama dibandingkan
dengan cabe giling lainnya lebih dari 8 hari dikarenakan penambahan natrium benzoat yang tinggi pula. Sebaliknya, pada cabe giling yang
berumur simpan lebih pendek dikarenakan kandungan natrium benzoat yang lebih rendah dibandingkan sampel A dan D. Untuk cabe giling I
meski kadar natrium benzoat terukur cukup tinggi, namun menurut pengakuan pedagangnya daya tahannya hanya 2 hari dapat disebabkan
faktor lain kondisi pengolahan dan penyimpanan yang kurang baik yang mempengaruhi daya tahan cabe giling lebih singkat sehingga peran
natrium benzoat sebagai pengawet tidak efektif. Kasus penggunaan benzoat yang melebihi batas juga masih
ditemukan pada 7.93 pangan yang diuji Badan Pengawasan Obat dan Makanan Badan POM, 2007. Hal ini menunjukkan perlu diberikan
penyuluhan tentang pengetahuan tentang batas penggunaan bahan tambahan pengawet dan pengawasan terhadap produsen pangan agar
tidak merugikan konsumen.
e. Rhodamin B