Umumnya, bahan pengawet yang sering digunakan sebagai pengawet pangan adalah garam dapur, asam dan garam benzoat, sorbat, propionat,
asetat, etilen oksida Winarno, 1990. Berdasarkan batasan konsentrasi penggunaannya, bahan pengawet
terbagi menjadi golongan GRAS Generally Recognize As Safe dan mempunyai nilai ADI Acceptable Daily Intake. Golongan GRAS
merupakan zat yang relatif aman dan tidak berefek toksik misalnya garam, gula, dan asam cuka, sedangkan golongan lainnya yaitu ADI Acceptable
Daily Intake memiliki ketetapan batas penggunaan harian demi menjaga
dan melindungi kesehatan konsumen Winarno, 1990. Bahan pengawet yang sering digunakan untuk mencegah kerusakan oleh mikroba dan
memperpanjang umur simpan produk cabe giling adalah garam dapur NaCl dan benzoat Lubis, 2000.
a. Garam Dapur NaCl
Garam dapur selain bertujuan memberi rasa asin pada pangan, mampu mengurangi kelarutan oksigen dan mempengaruhi A
w
suatu substrat dengan mekanisme penyerapan air dari media sehingga
mengontrol pertumbuhan mikroba. Sifat antimikroba garam dapur dikontribusikan oleh ion klorida. Menurut Soekarto 1985, penggunaan
garam untuk memberi rasa asin pada pangan biasanya digunakan 1-2 bv, sedangkan untuk pengawetan digunakan garam dapur sebanyak
5-15 bv. Ketahanan mikroba terhadap garam NaCl sangat bervariasi.
Konsentrasi NaCl yang relatif rendah akan memacu pertumbuhan mikroba sedangkan konsentrasi yang tinggi akan menghambat
pertumbuhannya. Menurut Fardiaz 1992, penggunaan garam dapur sebanyak 10 dapat menghambat semua galur Clostridium botulinum.
Kadar garam 10 setara dengan A
w
0.94. Bakteri koliform tidak tumbuh pada kadar garam yang cukup tinggi. Nilai A
w
minimum untuk beberapa galur koliform adalah 0.96. Berdasarkan penelitian Lubis 2000,
penambahan garam dapur pada konsentrasi 6 pada cabe giling sudah
mampu memenuhi fungsi garam sebagai pengawet dengan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan bakteri pembentuk spora. Rasa asin
pada kadar tersebut pun dapat diterima panelis.
b. Asam Benzoat
Asam benzoat C
6
H
5
COOH merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering digunakan pada bahan pangan yang asam.
Bahan ini efektif digunakan untuk mencegah pertumbuhan kamir dan bakteri. Benzoat efektif pada pH 2.5-4.0 dan menjadi kurang efektif pada
pH 4.5 Winarno, 1997. Menurut Lewis 1989, mekanisme aktivitas benzoat sebagai
pengawet adalah kemampuan asam benzoat melisis membran sel mikroba sehingga
menghambat aktivitas
metabolisme sel,
mengganggu penggunaan asetat sehingga tidak terbentuk energi untuk metabolisme,
serta kemampuan asam benzoat melepaskan koenzim dengan enzim sehingga enzim menjadi inaktif.
Benzoat lebih sering digunakan dalam bentuk garamnya karena kelarutan benzoat lebih besar dalam bentuk garamnya. Menurut Lewis
1989, kelarutan garam Na-benzoat pada suhu 25 C dalam air sebesar
50 g100ml, sedangkan kelarutan asam benzoat dalam air hanya 0.34 g100ml. Garam benzoat dalam bahan pangan akan terurai menjadi
bentuk efektif, yaitu bentuk asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Natrium benzoat lebih efektif membunuh kamir dibandingkan dengan
bakteri. Kebutuhan Na-benzoat pada pH 2.3-3.4 agar efektif adalah sebesar 0.02-0.03, sedangkan pada pH 3.5-4.0 sebesar 0.06-0.1
Lewis, 1989. Asam benzoat memiliki toksisitas yang rendah bagi hewan dan
manusia karena asam benzoat dalam tubuh mengalami mekanisme detoksifikasi, sehingga tidak terjadi pemupukan di dalam tubuh. Asam
benzoat akan bereaksi dengan glisin menjadi asam hipurat yang akan dibuang oleh tubuh Winarno, 1997. Batas maksimum penggunaan
natrium benzoat
dalam bentuk
tunggal penggunaan
tidak
dikombinasikan dengan jenis bahan pengawet lain untuk produk saus, sirup, acar timun, keju, dan pangan lain kecuali daging, ikan, dan unggas
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722MenkesPerIX1988 adalah 1000 ppm. Pemakaian natrium
benzoat yang berlebihan selain dapat mengakibatkan bau menyengat yang tidak enak dan rasa pahit juga dapat menimbulkan keracunan yang
ditandai gejala pusing, mual dan muntah Davidson et al.,1993.
2. Bahan Pewarna