survei Lampiran 3 sehingga ditentukan pedagang yang akan dijadikan sebagai sampel akan mewakili tiap pasar di kota Bogor dengan daya simpan
yang berbeda-beda. Identitas sampel dapat dilihat pada Lampiran 4. Pengambilan sampel dilakukan dua kali ulangan untuk masing-masing
pedagang dengan selang waktu antara ulangan ke-1 dan ulangan ke-2 adalah dua minggu dari pengambilan sampel ulangan pertama pada pedagang yang
sama. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari ± pukul 06.00 WIB. Sampel dibawa dari pasar ke Laboratorium Mikrobiologi Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan IPB dengan menggunakan es batu dan rice bucket. Untuk analisis Rhodamin B dilakukan pengambilan sampel untuk ulangan
ke-3 yang dilakukan pada akhir bulan Mei karena variasi data pada ulangan ke-1 dan ke-2 yang tinggi.
Analisis keamanan meliputi analisis pH, kadar natrium benzoat, kandungan zat pewarna Rhodamin B, kadar air serta uji mikrobiologi
jumlah total mikroba TPC, kapang dan kamir, bakteri pembentuk spora, Staphylococcus aureus, E. coli
dan koliform. Analisis dilakukan duplo untuk setiap ulangan.
Tabel 4. Data sebaran pedagang cabe giling di kota Bogor Nomor
Lokasi Berjualan Pedagang
Cabe Giling responden
1 Pasar Bogor
12 5
2 Pasar Kebon Kembang
10 7
3 Pasar Padasuka
1 1
4 Pasar Sukasari
1 1
5 Pasar Gunung Batu
3 3
6 Pasar Jambu dua
1 1
7 Pasar Merdeka
2 2
Total 30
20
5. Studi Penyimpanan
Pada tahap ini dilakukan pengamatan kerusakan cabe giling komersial. Sampel yang dipilih untuk diamati adalah sampel cabe giling
kode G dan kode K Lampiran 4 karena memiliki mutu yang lebih baik penggunaan kadar natrium benzoat masih dalam batas yang diizinkan, tidak
mengandung Rhodamin B dan E. coli dibandingkan dengan cabe giling lainnya. Sampel ini dibandingkan dengan cabe giling yang dibuat tanpa
penambahan natrium benzoat, dan dengan penambahan natrium benzoat 500 dan 1000 ppm. Pembuatan cabe giling dilakukan seperti pada Gambar 2.
Penyimpanan dilakukan pada suhu kamar pada wadah tertutup. Pengamatan dilakukan setiap hari dan dihentikan sampai cabe giling tidak
dapat diterima lagi secara organoleptik visual: mulai terbentuk kapang di permukaan atau lendir; aroma: mulai tercium bau busuk seperti asam atau
apek. Parameter kerusakan yang diamati adalah nilai pH, total mikroba, jumlah kapang kamir, dan bakteri pembentuk spora. Analisis dilakukan
duplo.
Disortasi Dicuci
Digiling halus
Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan cabe giling
6. Analisis
a. Nilai pH Apriyantono et al., 1989 Contoh sebanyak 25 g diencerkan dengan 225 ml aquades
kemudian diaduk hingga homogen. Pengukuran pH dilakukan menggunakan alat pHmeter Beckmann.
b. Kadar Natrium benzoat Apriyantono et al., 1989 Natrium benzoat dianalisis secara kuantitatif. Prinsip analisis adalah
menghitung ppm natrium benzoat dari hasil titrasi NaOH standar terhadap 5 air,
6 NaCl bb
Cabe merah giling Cabe merah segar
Natrium benzoat 0, 500, 1000 ppm
residu asam benzoat yang diekstrak dari larutan natrium benzoat yang diasamkan dengan HCl berlebih.
1 Persiapan sampel 25 g sampel ditempatkan ke dalam gelas piala 250 ml dan
ditambahkan 4 g NaCl. Gelas piala dibilas dengan larutan NaCl jenuh 26 bv dan ditambahkan NaOH 10 hingga pH menjadi alkali diukur
dengan pHmeter menunjukkan nilai pH ±8.0. Kemudian ditempatkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan hingga tanda tera dengan larutan
NaCl jenuh. Kemudian dibiarkan semalaman dalam shaker suhu ruang. Larutan disaring dengan kertas Whatmann No.4.
2 Penetapan sampel Filtrat contoh dipipet sebanyak 50 ml dan ditempatkan dalam labu
pemisah. Kemudian dinetralkan dengan penambahan HCl diukur dengan pHmeter menunjukkan nilai pH ±7.0, kemudian ditambahkan 2.5 ml HCl.
Larutan yang telah dinetralkan diekstrak menggunakan klorofom beberapa kali dengan volume kloroform 30, 30, dan 25 ml. Lapisan
klorofom yang terbentuk dipisahkan dari emulsi. Kemudian ekstrak kloroform diuapkan dalam waterbath hingga kloroform menguap dan
diperoleh residu asam benzoat. Residu asam benzoat dilarutkan dalam 50 ml alkohol, ditambahkan 15 ml aquades dan 1-2 tetes fenolftalin
kemudian dititrasi dengan NaOH 0.05 N. Kadar natrium benzoat ppm Na-benzoat anhidrat dihitung dengan rumus
= Vtiter x N NaOH x BM Na-benzoat x V
1
x 10
6
V
2
x berat sampel gram Keterangan:
Vtiter = Volume NaOH titran yang digunakan liter
N NaOH = Normalitas NaOH yang digunakan 0.05 N BM Na-benzoat = Bobot Molekul natrium benzoat 144
V
1
= Volume larutan persiapan sampel ml 10
6
= Faktor konversi bilangan ppm V
2
= Volume penetapan sampel ml
c. Kadar Air Harjadi, 1993 Cawan dikeringkan pada oven suhu 195
C selama 30 menit. Kemudian ditimbang setelah sebelumnya didinginkan dalam desikator
terlebih dahulu. Sebanyak tiga gram contoh dimasukkan kedalam cawan, kemudian dikeringkan pada oven suhu 105
C selama tiga jam. Contoh didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Contoh dikeringkan
kembali selama 15-30 menit, lalu contoh ditimbang kembali hingga diperoleh berat relatif konstan berat dianggap konstan jika selisih berat
sampel kering yang ditimbang 0.0003 g. Kadar air dihitung sebagai persentase kehilangan berat contoh.
d. Kadar NaCl Apriyantono et al., 1989 Kadar NaCl dianalisis dengan metode Mohr. Metode ini dilakukan
dengan mentitrasi sampel kering hasil pengabuan dengan titran perak nitrat AgNO
3
. Cawan dikeringkan pada suhu 550
C selama 15 menit. Kemudian didinginkan dalam desikator. Sampel ditimbang dan dimasukkan kedalam
cawan, kemudian dikeringkan pada suhu 550 C selama enam jam atau
hingga diperoleh abu putih. Contoh didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang hingga diperoleh berat yang tetap.
Abu ditempatkan dalam cawan dan dibilas dengan 10-15 ml aquades. Kemudian larutan abu tersebut dipindahkan kedalam erlenmeyer
100 ml dan ditambahkan 1 ml larutan K
2
CrO
4
5. Titrasi dengan larutan AgNO
3
0.1 M hingga larutan sampel berwarna oranye merah. Kadar NaCl bb dihitung dengan rumus
= M AgNO
3
x V AgNO
3
x BM NaCl x 100 berat sampel gram
Keterangan: M AgNO
3
= Molaritas AgNO
3
yang digunakan 0.1 M V AgNO
3
= Volume AgNO
3
yang terpakai sebagai titran liter
BM NaCl = Bobot Molekul NaCl 58.4 e. Zat pewarna Rhodamin B Metode Analisis 16MM00 PPOMN-BPOM
Prinsip analisis dengan metode ini adalah ekstraksi zat warna Rhodamin
B dalam
sampel. Ekstrak
diidentifikasi dengan
membandingkan profil kurva serapan maksimum sampel dengan kurva serapan maksimum larutan standar Rhodamin B.
1 Persiapan larutan standar Rhodamin B 0.01 gram Rhodamin B BM= 479 dilarutkan dalam 100 ml HCl
0.1 N sehingga diperoleh larutan standar Rhodamin B 2.09 x 10
4
M ±200 ppm Molaritas. Larutan ini diencerkan hingga 5 ppm agar tidak
terlalu pekat sehingga serapan larutan dapat terbaca alat spektrofotometer. 2 Penentuan sampel
20 gram sampel dilarutkan dalam 50 ml larutan NH
4
OH 2 dalam etanol, didiamkan kemudian disaring. Cairan diuapkan dengan rotary
evaporator hingga diperoleh filtrat. Filtrat dilarutkan dalam aquades 30
ml, ditambahkan NaOH 10, dan diekstraksi menggunakan eter 30 ml. Ekstrak eter dicuci dengan 20 ml NaOH 5 dan dilakukan pengekstrakan
menggunakan eter 30 ml sekali lagi. Kemudian ekstrak dicuci dengan 20 ml HCl 0.1 N hingga lapisan asam berwarna merah.
3 Pengukuran spektrofotometri Lapisan berwarna merah diukur absorbansinya untuk memperoleh
kurva serapan maksimumnya dengan alat spektrofotometer HITACHI UV 2010 pada setiap panjang gelombang scanning dengan interval
450-600 nm, sehingga diketahui daerah spektrum yang diserap. Profil serapan maksimum sampel dibandingkan dengan profil serapan
maksimum larutan standar Rhodamin B. Sampel positif mengandung Rhodamin B jika profil serapan maksimum sampel sama dengan profil
serapan larutan standar Rhodamin B. f. Analisis mikrobiologi BAM, 2002
Contoh sebanyak 25 g diencerkan dengan 225 pelarut garam fisiologis NaCl 0.85 kemudian dilakukan pengenceran menjadi
beberapa seri pengenceran. Hasil pengenceran contoh dipipet satu ml dan dipupuk dengan media sebanyak ±10 ml. Untuk uji bakteri pembentuk
spora, sampel dari pengenceran 10
-1
dipanaskan dalam penangas air pada suhu 80
C selama 15 menit. Setelah dibuat seri pengenceran yang sesuai, dilakukan pemupukan
dengan media Plate Count Agar untuk uji total mikroba dan uji bakteri pembentuk
spora, media
Vogel Johnson
Agar untuk
uji Staphylococcus aureus
, dan media Acidified Potato Dextrose Agar untuk uji total kapang dan kamir. Kemudian cawan diputar membentuk angka
delapan. Diamkan hingga agar membeku kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 2 hari. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung berdasarkan
Standard Plate Count . Untuk analisis koliform dan E. coli analisis terdiri
dari uji penduga, penguat dan pelengkap. 1 Uji penduga
Untuk uji penduga, sampel dari pengenceran 10
-1
dibuat menjadi pengenceran 10
-2
, 10
-3
, dan 10
-4
kemudian dipupuk menggunakan media Brilliant Green Lactose Bile Broth
dalam tabung reaksi yang berisi tabung durham. Selanjutnya media tersebut diinkubasi pada suhu 37
C selama 2 hari. Jumlah tabung positif keruh atau terbentuk gas didalamnya
selanjutnya dicocokkan dengan tabel MPN 3 seri. 2 Uji penguat
Tabung positif pada uji penduga dipilih dan diambil 1-2 ose kemudian digoreskan pada media Eosin Methylene Blue EMB dalam
cawan petri. Selanjutnya cawan diinkubasikan pada suhu 37 C selama
2 hari. Koloni koliform fekal E. coli berwarna gelap dengan sinar hijau metalik keemasan berdiameter 0.5-1.5 mm, sedangkan koloni koliform
non-fekal memiliki diameter lebih besar 1.0-3.0 mm dan berwarna merah muda dan bagian tengahnya gelap seperti mata ikan.
3 Uji pelengkap
Uji pelengkap dilakukan dengan uji IMViC untuk mengetahui jenis koliform dalam sampel. Koloni fekal dan non-fekal disuspensikan
kedalam 2 ml larutan pengencer. Selanjutnya 0.5 ml suspensi bakteri tersebut diinokulasikan ke dalam tabung masing-masing berisi media
Tryptone Broth , media Kosser sitrat, dan medium MR-VP.
Tabel 5. Uji IMViC terhadap koliform Uji
Medium Pereaksi
Reaksi Positif Indol
Trypthone Broth Kovacs
Merah Merah metil
MR-VP Merah metil
Merah Voges Proskauer
MR-VP 5 alfa naftol
dan 40 KOH Merah tua
Sitrat Koser Sitrat
Keruh Semua tabung diinkubasi pada suhu 37
C selama 2 hari kecuali satu tabung MR-VP diinkubasi selama 5 hari. Selanjutnya dilakukan uji
IMViC dengan menambahkan pereaksi seperti yang tertera pada Tabel 5. Sedangkan untuk uji jenis koliform dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Uji jenis koliform Jenis koliform
Koliform E. coli
Fekal E.aerogenes
Nonfekal Indol
+ -
Merah metil +
- Voges Proskauer
- +
Sitrat -
+
SMU 50
SD 25
SMP 10
Tidak Tamat SD
15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KONDISI UMUM PEDAGANG CABE GILING DI KOTA BOGOR 1. Profil dan Skala Usaha Pedagang Cabe Giling di Kota Bogor
Berdasarkan data hasil survei pada para pedagang cabe giling, pedagang cabe giling di kota Bogor didominasi pria 85 dan sisanya
15 berjenis kelamin wanita. Sebagian besar 50 pedagang cabe giling di pasar tradisional di kota Bogor memiliki pendidikan terakhir Sekolah
Menengah Umum. Persentase tingkat pendidikan pedagang cabe giling dapat dilihat pada Gambar 3. Data hasil kuisoner selengkapnya disajikan pada
Lampiran 3.
Gambar 3. Tingkat pendidikan pedagang cabe giling Pengalaman pedagang cabe giling dalam menjalankan usahanya
bervariasi. Sebanyak 40 pedagang baru berjualan cabe giling kurang dari 5 tahun Gambar 4. Pedagang umumnya berjualan mulai dari pagi atau
dinihari hingga sore. Namun adapula yang berjualan mulai dari dinihari hingga malam hari, bahkan ada pedagang cabe giling yang berjualan 24 jam.
Pedagang yang berjualan 24 jam berlokasi di Pasar Bogor dan Pasar Anyar karena kedua pasar tergolong pasar yang cukup besar dan banyak pedagang
grosir sehingga roda perekonomian berjalan sehari semalam tanpa henti.
10 tahun 25
5-10 tahun 35
5 tahun 40
Gambar 4. Jangka waktu menekuni usaha berjualan cabe giling Volume cabe giling yang dijual pedagang perhari cukup variatif.
Sebanyak 60 pedagang menjual cabe giling lebih dari 10 kg per hari, sedangkan 35 pedagang menjual cabe giling 5-10 kg per hari, dan 5
pedagang menjual cabe giling kurang dari 5 kg per hari. Hal ini menunjukkan konsumsi cabe giling di kota Bogor cukup banyak, bisa
mencapai lebih dari 275 kg per hari atau lebih dari 2 kwintal per hari. Hal ini membuktikan cabe giling merupakan salah satu komoditi yang banyak
digunakan sebagai bahan berbagai jenis bumbu masakan disamping konsumsi cabe segar.
Harga cabe giling yang dijual di pasar tradisional di kota Bogor berfluktuatif mengikuti harga cabe utuh. Harga cabe giling yang beredar di
pasar tradisional di kota Bogor berkisar lebih dari Rp 20.000 per kg 35, Rp 15.000-Rp 20.000 per kg 60, dan Rp 15.000 per kg 5. Perbedaan
harga dapat disebabkan karena perbedaan varietas cabe yang mereka gunakan, dan dapat pula menjadi indikator baik tidaknya mutu bahan baku
yang mereka pergunakan. Dengan biaya bahan baku yang lebih rendah, dapat menekan harga jual cabe giling. Dengan melihat harga jual cabe giling
per kg maka dapat diperkirakan omset penjualan cabe giling di kota Bogor minimal mencapai Rp 4.125.000 per hari. Hal ini menunjukkan cabe giling
merupakan salah satu komoditi sehari-hari yang cukup berkontribusi dalam perekonomian masyarakat kota Bogor.
2. Produksi Cabe Giling