Penguatan kelembagaan Strategi implementasi kebijakan pengelolaan

102 tugas fungsi dan kewenangannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa konflik dengan pihak lain. 4 Mengembangkan sistem informasi eksekutif pengelolaan mangrove yang terkait dengan semua sektor lainnya di seluruh wilayah Teluk Jakarta. Sistem ini berbasis teknologi informasi yang dapat di akses oleh semua instansi, baik untuk memperoleh informasi maupun untuk memberikan informasi. Potensi dan kondisi wilayah perairan dapat diketahui dengan cepat dan akurat sehingga dapat meningkatkan efektivitas perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pembangunan wilayah Teluk Jakarta.

4. Penguatan kelembagaan

Pemanfaatan hutan dan ekosistem hutan mangrove melibatkan berbagai instansi. Setiap instansi sudah ditentukan perannya, namun penjabarannya terkadang tidak jelas dan seringkali terlihat adanya peranan dan tanggung jawab yang terisolir. Banyak duplikasi dan tumpang tindih antara tanggung jawab dan peranan pada berbagai instansi pemerintah. Terdapat instansi kunci yang berperan dan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dari instansi lainnya, yaitu Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Dalam Negeri, dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Departemen Kehutanan mempunyai tanggung jawab dalam pengelolaan seluruh kawasan hutan pantai termasuk hutan mangrove tetapi tidak menyebutkan tanggung jawab dan otoritas lintas sektoral untuk menjamin keharmonisan dalam pelaksanaan dengan berbagai instansi. Kekosongan kewenangan ini merupakan kewenangan Departemen Dalam Negeri untuk sinkronisasi kegiatan lintas sektor dan lintas wilayah. Departemen Kelautan dan Perikanan mempunyai peranan dalam pengelolaan sumberdaya mangrove khususnya yang berhubungan dengan produksi perikanan. Kementerian Negara Lingkungan Hidup melakukan penyelamatan lingkungan dari kerusakan akibat kegiatan pemanfaatan hutan mangrove. Paradoks kelembagaan yang mendasar dalam pengelolaan mangrove dan sumberdaya wilayah pantai adalah instansi masing-masing bertindak menurut kepentingan sektoralnya dan secara umum tidak memandang situasi secara jernih meskipun pemisahan kepentingan sektoral di wilayah pantai bertentangan dengan prinsip pengelolaan sumberdaya secara lestari. Adanya kepentingan multisektoral memerlukan peran Depdagri untuk melaksanakan 103 kebijakasanaan lintas sektoral. Dengan demikian Depdagri mempunyai kewenangan dalam pengelolaan mangrove di Teluk Jakarta, yang harus bertanggung jawab dalam pengelolaan sumberdaya hutan mangrove. Kerangka kerja instansi sektoral harus terkait secara baik dangan kebijakan yang dibuat oleh lembaga koordinasi seperti Bappenas pada tingkat nasional dan Bappeda untuk tingkat daerah. Kelemahan yang ada saat ini adalah: 1 Kejelasan tentang peranan dan tanggung jawab masing-masing instansi di dalam pengelolaan sumberdaya mangrove secara lestari; 2 Kurangnya pemahaman terhadap peranan pentingnya strategi dan rencana pengelolaan sumberdaya mangrove secara lestari dan wilayah pantai diantara instansi sektor dan bahkan instansi koordinator yang dapat menentukan strategi dan rencana tersebut; dan 3 Kurangnya tenaga perencana dan pakar di Kantor Bappeda dalam memberikan input penting untuk perencanaan tata ruang provinsi dan kabupaten, serta menyiapkan data base sumberdaya alam. Urusan yang menjadi kewenangan pusat adalah penyelenggaraan konservasi alam karena fungsi dan karakteristik pengelolaannya akan lebih aman jika ada di Pusat. Di luar konservasi sumberdaya alam urusan yang termasuk administrasi dan teknis operasional menjadi kewenangan daerah Kabupaten dan Kota, sedangkan daerah provinsi kewenangannya dalam perencanaan makro provinsi, pedoman, pengawasan dan hal-hal lain yang cakupannya melintas batas kabupaten. Pada tingkat provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, belum sepenuhnya menjabarkan dan mengimplementasikan kelembagaan yang dapat berperan dalam pelestarian atau penyelamatan hutan mangrove di wilayahnya. Demikian juga lembaga seperti BPN, Dinas Tata Kota, Bappeda, perlu mengatur penataan ruang dan penggunaan lahan yang berwawasan lingkungan. Guna membantu pelaku usaha kecil mengatasi masalah permodalan diperlukan suatu lembaga keuangan satu lembaga keuangan mikro yang dapat memberi pinjaman dengan persyaratan yang sederhana sehingga mereka dapat segera mendapatkan modal pada saat yang diperlukan. Pelaku usaha tersebut harus tetap dididik untuk selalu bertanggung jawab sehingga mereka dapat mengembalikan pinjamannya dan meningkatkan usahanya. Karena penghasilan mereka tidak tetap dan beragam maka sistem pengembalian sebaliknya dilakukan secara periodik dengan jumlah yang tidak ditentukan tetapi mereka harus melunasi pinjamannya dalam jangka waktu maksimum yang ditentukan. 104 Upaya-upaya yang dapat ditempuh adalah 1 mengembangkan lembaga keuangan yang telah ada dengan memperluas jangkauan sampai ke lokasi sasaran. Lembaga keuangan yang telah ada adalah Bank Rakyat Indonesia, Bank Perkreditan Rakyat, atau Perum Pegadaian atau 2 menciptakan suatu sistem dana bergulir yang dilengkapi dengan kelembagaan kelompok yang dibuat oleh kelompok sendiri, misalnya untuk dana yang bersumber dari pengurangan subsidi BBM atau program lainnya. Peningkatan mutu kelembagaan masyarakat yang dilakukan oleh keluarga, perlu diberi pengetahuan tentang prinsip-prinsip usaha, yaitu pengelolaan sumberdaya modal, bahan baku, dan tenaga kerja untuk menghasilkan suatu produk dan pemasarannya secara berkelanjutan. Walaupun usaha tersebut tetap dilaksanakan dalam lembaga keluarga, tetapi pelaku usaha perlu diberi pengertian tentang pentingnya administrasi usaha dengan baik sehingga perkembangan usahanya dapat dimonitor. Untuk itu, diperlukan pelatihan dan bimbingan secara kontinu sampai mereka menyadari, memahami serta mau dan dapat melaksanakan sendiri. Metode yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut adalah penyuluhan, pelatihan, pendampingan, dan pemagangan. Peningkatan peran perluasan jaringan usaha seperti koperasi, usaha patungan, kelompok usaha, bersama baik di bidang produksi, pengolahan, distribusi dan pemasaran. Upaya lainnya adalah mengintroduksi lembaga perkreditan seperti lembaga keuangan mikro. Lembaga perkreditan yang diintroduksikan harus dapat memberikan pinjaman dengan prosedur yang sederhana dan dalam waktu cepat serta besar pinjaman yang sesuai kelayakan usaha tani. Lembaga yang dapat berfungsi seperti itu adalah lembaga keuangan pemerintah, misalnya Bank Rakyat Indonesia BRI, Bank DKI, Bank Jabar, atau Bank Perkreditan Rakyat BPR dan Perum pengadaian, termasuk koperasi. Meningkatkan kekuatan lembaga yang telah ada di masyarakat penguatan internal dengan membangun dan mengembangkan unsur-unsur lembaga sosial kemasyarakatan yang ada di masyarakat, misalnya kebiasaan orang tua menabung di sekolah, lembaga arisan, lembaga keuangan yang terbentuk dalam pengajian, majelis taklim, organisasi masyarakat, atau mengubah paradigma dan memperbaiki kinerja koperasi yang telah ada agar sesuai dengan sendi-sendi koperasi. 105

5. Penegakan hukum