80 Permasalahan pengelolaan hutan mangrove di Teluk Jakarta yaitu: a
adanya interaksi yang tinggi dari masyarakat karena kebutuhan akan lahan menyebabkan alih fungsi lahan hutan menjadi tambak, sawah, pemukiman, dan
kebun; b lebih dominannya pertimbangan ekonomi sehingga terjadi perubahan penggunaan lahan; c kurangnya dukungan Pemda dalam hal penegakan
hukum; d belum samanya persepsi tentang eksistensi hutan mangrove, baik status maupun fungsi; dan e rendahnya tingkat pendapatan masyarakat di
sekitar hutan mangrove.
4.5 Persepsi dan Keinginan Masyarakat
Aspirasi para pihak pemerintah, pengusaha, LSM, dan masyarakat perlu dikumpulkan dan dikaji secara bersama-sama melalui. Mekanisme penyaringan
aspirasi perlu dipandu fasilitator atau tenaga ahli yang menguasai permasalahan tentang pengembangan kebijakan dan kapasitas kebijakan secara tepat yang
dapat menyelamatkan hutan mangrove serta prinsip-prinsip pengusahaan yang mampu mendorong peran serta para pihak secara adil, transparan dan
berwawasan lingkungan kebijakan pembangunan daerah dan pengembangan kapasitas kebudayaan dalam penyelamatan hutan mangrove.
1. Muara Angke Hasil wawancara terhadap keinginan 100 responden di kawasan Hutan
Muara Angke dan wilayah sekitarnya menunjukkan bahwa diperlukan adanya penanaman kembali berbagai jenis mangrove yang layak tumbuh guna menjaga
kelestarian hutan mangrove pada saat ini dan di masa yang akan datang. Persepsi masyarakat terhadap pengelolaan hutan mangrove di Muara
Angke, 30,0 responden menyatakan sangat setuju untuk menjaga dan melindungi hutan mangrove guna menghindari kerusakan, 65,6 menyatakan
setuju, 3,2 kurang setuju, 1,0 tidak setuju, serta 0,2 menyatakan sangat tidak setuju secara rinci seperti tertera pada Tabel 18. Kenyataan ini
menggambarkan bahwa dalam mengembangkan hutan mangrove di kawasan suaka marga satwa dan wilayah sekitarnya diperlukan peran serta masyarakat.
Untuk itu maka sangat diharapkan adanya upaya perlindungan hutan mangrove secara efisien dan efektif guna menghindari kerusakan yang berkepanjangan
yang pada akhirnya akan berakibat pada perubahan situasi lingkungan.
81 Tabel
18. Persepsi masyarakat tentang penyelamatan hutan mangrove di
Muara Angke
Pertanyaan Jumlah Responden
Sangat Setuju
Setuju Kurang
Setuju Tidak
Setuju Sangat
Tidak Setuju
Penyelamatan hutan mangrove 50
46 4
Zonasi dalam pemanfaatan hutan mangrove
20 72 5 3 Manfaat hutan mangrove bagi
masyarakat 19 79 1 1
Perlu sangsi bagi yang merusak ekosistem hutan mangrove dan habitat
yang ada didalamnya 36 61 2 1
Partisipasi masyarakat dibutuhkan dalam penyelamatan hutan mangrove
25 70 4 0 1
Jumlah 150 328
16 5
1 Persentase
30,0 65,6
3,2 1,0
0,2
Sumber: Hasil analisis 2006 Persepsi masyarakat tentang penyelamatan hutan mangrove tergolong
tinggi yakni mencapai 96. Hal ini menunjukkan besarnya ketergantungan masyarakat pesisir terhadap sumberdaya hutan mangrove. Dalam kegiatan
pengelolaan, masyarakat perlu dilibatkan secara substantif. Persentase masyarakat yang menyatakan bahwa partisipasi masyatakat dibutuhkan
mencapai 95. Kondisi ini menunjukkan perlunya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove dari waktu ke waktu. Selain itu secara langsung
juga akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan pada lokasi tersebut. Untuk itu perlu diupayakan kembali peningkatan luas dan kerapatan hutan mangrove
dalam rangka mengantisipasi perubahan lingkungan yang menyebabkan rusaknya hutan mangrove tersebut. Penyebaran hutan mangrove secara baik
dapat ditentukan oleh kondisi ekologi hutan dan habitat dari jenis hutan mangrove tersebut Istomo, 1992; Dahuri, 2003.
Kawasan hutan mangrove Muara Angke merupakan salah satu jenis hutan kota yang masih relatif terpelihara dengan baik di wilayah Jakarta Utara.
Oleh karena itu diharapkan adanya perlindungan guna penyelamatan hutan pada masa yang akan datang.
82 Tabel 19.
Keinginan stakeholder terhadap pengembangan kawasan hutan
mangrove di Muara Angke
Keinginan Stakeholder Jumlah
Responden Persentase
Perlu menjaga kelestarian kawasan hutan mangrove 26
26,0 Perlu penanaman kembali berbagai jenis mangrove yang
layak tumbuh di lokasi tersebut 31 31,0
Perlu dikembangkan hutan lindung pada lokasi tersebut 18
18,0 Perlu peningkatan sarana dan prasarana penunjang
pembangunan 11 11,0
Meningkatkan lapangan kerja 6
6,0 Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan
8 8,0
Jumlah 100 100,0
Sumber: Hasil analisis 2006 Kegiatan pembangunan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung
kegiatan pembangunan dalam berbagai sektor cukup menentukan keberhasilan suatu pembangunan. Pada penelitian ini terlihat bahwa masyarakat yang
berkeinginan meningkatkan sarana pembangunan hanya 11,0. Rustiadi et al.,
2004 menyatakan bahwa semakin meningkat sarana dan prasarana infrastruktur penunjang pembangunan merupakan suatu pertanda bahwa daerah
tersebut maju dan berkembang dari waktu ke waktu, serta dalam berbagai sektor pembangunan juga meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat Susilo 2003
bahwa peningkatan sarana dan prasarana pembangunan di desa yang berdekatan tidak sama, sehingga perkembangan desa tersebut juga beda.
Untuk itu pada penelitian ini selain kondisi lingkungan yang diperlukan dalam peningkatan suatu kawasan hutan mangrove, faktor penting lain yang perlu
diperhatikan adalah peningkatan sarana dan prasarana untuk pengembangan kawasan hutan tersebut.
Terpeliharanya kawasan hutan mangrove di Muara Angke dan wilayah sekitarnya yang ditunjang dengan peningkatan sarana dan prasarana yang ada
di dalamnya, maka diharapkan akan dapat menggenjot subsektor tenaga kerja melalui ketersediaan lapangan kerja. Keadaan ini sangat diharapkan oleh
masyarakat yang berada di sekitar wilayah kawasan hutan mangrove, seperti yang terlihat pada Tabel 19 yang menunjukkan adanya persentase responden
sebesar 26,0.
83 Partisipasi masyarakat secara langsung dalam setiap kegiatan
pembangunan merupakan bentuk interaksi sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat juga sangat penting dalam menentukan suatu
keberhasilan dalam pembangunan di setiap subsektor. Soetrisno 1995 menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan
kerjasama yang erat antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.
2. Muara Gembong Hasil wawancara di Kecamatan Muara Gembong secara umum terlihat
bahwa keinginan stakeholder untuk menyelamatkan hutan mangrove cukup
besar. Sebanyak 60 responden menginginkan perlunya menjaga kelestarian hutan mangrove dan melakukan rehabilitasi mangorve yang sesuai dengan
kondisi lokasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Keinginan
stakeholder terhadap penyelamatan hutan mangrove Muara Gembong
Keinginan Stakeholder Jumlah
Responden Persentase
Perlu menjaga kelestarian kawasan hutan mangrove 30
30,0 Perlu penanaman kembali berbagai jenis mangrove
yang layak tumbuh di lokasi tersebut 29 29,0
Perlu dikembangkan hutan lindung pada lokasi tersebut 5
5,0 Perlu peningkatan sarana dan prasarana penunjang
pembangunan 10 10,0
Meningkatkan lapangan kerja 11
11,0 Dalam pengelolaan melibatkan masyarakat
15 15,0
Jumlah 100 100,0
Sumber: Hasil analisis 2006 Tabel 21 menunjukkan bahwa dalam upaya penyelamatan hutan
mangrove di Kecamatan Muara Gembong, maka kelestarian hutan mangrove perlu dijaga dengan mencegah terjadinya konversi lahan menjadi peruntukan
lain secara berlebihan, kualitas perairan perlu dijaga dari buangan limbah rumah tangga mengingat umumnya masyarakat Kecamatan Muara Gembong hidupnya
di pesisir pantai Kecamatan Muara Gembong. Aktifitas lain yang diinginkan masyarakat adalah melakukan penanaman kembali anakan berbagai jenis
84 mangrove guna mencegah berkurangnya berbagai jenis hutan mangrove di
pesisir Muara Gembong. Dalam rangka penyelamatan hutan mangrove, pelibatan masyarakat sangat dibutuhkan baik sebagai penyedia tenaga kerja
maupun untuk mengambil keputusan dalam pelaksanaan setiap kegiatan di wilayah pesisir.
Tabel 21. Persepsi masyarakat tentang penyelamatan hutan mangrove di
Muara Gembong
Pertanyaan Jumlah Responden
Sangat Setuju
Setuju Kurang
Setuju Tidak
Setuju Sangat
Tidak Setuju
Penyelamatan hutan mangrove 27
68 2
2 1
Zonasi dalam pemanfaatan hutan mangrove
22 70 5 2 1 Manfaat hutan mangrove bagi
masyarakat 22 74 2 1 1
Perlu sangsi bagi yang merusak ekosistem hutan mangrove dan habitat
yang ada didalamnya 23 58 11 3 5
Partisipasi masyarakat dibutuhkan dalam penyelamatan hutan mangrove
15 75 10 0 0
Jumlah 109 345
30 8
8 Persentase
21,8 69, 0
6,0 1,6
1,6
Sumber: Hasil analisis 2006 Persepsi responden masyarakat 90,8 Kecamatan Muara Gembong
menginginkan adanya perhatian yang serius terhadap kelestarian hutan mangrove. Persepsi ini berkembang karena lahan yang semulanya merupakan
lahan hutan mangrove dialihkan menjadi peruntukan lainnya. Peralihan lahan hutan mangrove menjadi peruntukan lainnya semakin berkembang di Kecamatan
Muara Gembong sejalan dengan keluarnya Perda Kabupaten Bekasi No. 5 tahun 2003 tentang rencana tata ruang kawasan khusus pantai utara. Penilaian
secara ekonomis yang hanya sesaat, Perda ini sangat menguntungkan karena membuka lapangan kerja baru, meningkatnya basis-basis pertumbuhan ekonomi
untuk sub sektor perhubungan, industri, pariwisata, dan perikanan namun secara ekologis menimbulkan kerusakan pada lahan hutan mangrove yang
berdampak pada terjadinya abrasi pantai.
85 Menurut McNelly 1992 dan Suhaeri 2005 peranan hutan mangrove
belum mendapat penghargaan sebagaimana mestinya, sebagaimana terlihat di Kecamatan Muara Gembong. Total PDRB yang bersumber dari mangrove
terus mengalami peningkatan, namun penghargaan mangrove baru dinilai dari kontribusi langsung komoditas kehutanan dan belum dinilai secara utuh sebagai
ekosistem. Tingkat kerusakan hutan mangrove semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan perubahan lahan hutan mangrove menjadi peruntukan lain
sekaligus peningkatan lapangan usaha. 3. Teluk Naga
Kondisi kawasan pesisir pantai utara Pantura Kabupaten Tangerang, DKI Jakarta dan Bekasi telah lama memburuk serta tampak tak terurus dan
cenderung terabaikan sehingga telah kehilangan kemampuannya sebagai agen perlindungan ekosistem pantai. Adanya reklamasi pantai di lokasi tersebut
yang dirintis sejak jaman pemerintahan Soeharto, Sejalan dengan itu, dalam rangka memperbaiki pantai yang rusak ke kondisi semula, telah dilakukan
kegiatan membersihkan sampah yang berlebihan dan memperkaya tumbuhannya, khususnya mengembalikan kemampuan fungsi sebagai
penyangga ekosistem dan perlindungan pantai, maka pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Keppres nomor 32 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah
PP nomor 47 tahun 1997 merupakan kawasan lindung sempadan pantai. Kenyataannya kebijakan tersebut disalahartikan karena dengan adanya
reklamasi, dengan tujuan untuk pembangunan water front city serta pusat bisnis,
bahkan secara illegal diikuti oleh pengembang dengan dalih adanya ijin seperti pemerintah Kabupaten Tangerang untuk membangun pusat wisata. Dengan
perubahan ini, maka sebagian besar lahan di pesisir Kabupaten Tangerang menjadi rusak berat dan secara langsung berakibat pada rusaknya lahan hutan
mangrove. Hal ini sudah disadari oleh masyarakat setempat pesisir Kabupaten Tangerang, sehingga 95 diantara mereka mengatakan perlunya
menyelamatkan kondisi kawasan pesisir dan ekosistem hutan mangrove dari kerusakan yang berkepanjangan.
Hanya sebagian masyarakat yang mempunyai keinginan untuk menyelamatkan hutan mangrove di Teluk Naga. Dari Tabel 22
juga terlihat
adanya sejumlah responden yang tidak memahami manfaat dari pelestarian hutan mangrove. Hal ini terjadi karena didesak oleh keterbatasan lapangan
86 kerja dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga meskipun
kawasan pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang telah memburuk di Kecamatan Teluk Naga masih ada responden yang kurang mendukung upaya
penyelamatan hutan mangrove, secara rinci seperti tertera pada Tabel 22. Tabel 22. Persepsi masyarakat tentang penyelamatan hutan mangrove di Teluk
Naga
Pertanyaan Jumlah Responden
Sangat Setuju
Setuju Kurang
Setuju Tidak
Setuju Sangat
Tidak Setuju
Penyelamatan hutan mangrove 15
85 Zonasi dalam pemanfaatan hutan
mangrove 20 64 5 6 5
Manfaat hutan mangrove bagi masyarakat
23 70 3 4 0 Perlu sangsi bagi yang merusak
ekosistem hutan mangrove dan habitat yang ada di dalamnya
33 55 8 1 3 Partisipasi masyarakat dibutuhkan
dalam penyelamatan hutan mangrove 40 60 0 0 0
Jumlah 131 334
16 11
8 Persentase
26,2 66,8
3,2 2,2
1,6
Sumber: Hasil analisis 2006 Data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang 2005 luas
abrasi di pantai utara Kabupaten Tangerang telah mencapai 193 ha lebih. Kawasan yang terkena abrasi membentang sepanjang 52 km dengan garis
pantai yang telah bergeser antara 15 sampai 50 m ke arah daratan. Abrasi pantai di pesisir utara Kabupaten Tangerang terjadi sangat parah, mulai dari
Tanjung Kait di bagian barat sampai Tanjung Pasir dan Teluk Naga di bagian timur tak luput dari penggalian pasir yang membuahkan abrasi pantai.
Hal ini juga terlihat dari pemandangan di sepanjang jalan raya pantai utara Kabupaten Tangerang sepanjang kurang lebih 15 km dari Tanjung Kait
menuju Tanjung Pasir banyak didapati empang-empang maupun cekungan bekas penambangan pasir.
Stakeholder di Kecamatan Teluk Naga pada umumnya menginginkan adanya perhatian khusus pada kawasan hutan
mangrove yang telah mengalami kerusakan serius Tabel 23.
87 Tabel 23. Keinginan
stakeholder terhadap penyelamatan hutan mangrove di Kecamatan Teluk Naga
Keinginan Stakeholder Jumlah
Responden Persentase
Perlu menjaga kelestarian kawasan hutan mangrove 46
46,0 Perlu penanaman kembali berbagai jenis mangrove
yang layak tumbuh di lokasi tersebut 21 21,0
Perlu dikembangkan hutan lindung pada lokasi tersebut 14
14,0 Perlu peningkatan sarana dan prasarana penunjang
pembangunan 2 2,0
Meningkatkan lapangan kerja 7
7,0 Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan
10 10,0
Jumlah 100
100,0
Sumber: Hasil analisis 2006
Masyarakat di pesisir Kecamatan Teluk Naga telah menyadari bahwa kawasan hutan mangrove di pesisir Kecamatan Teluk Naga telah rusak berat.
46 responden masyarakat mengharapkan adanya perhatian serius terhadap perbaikan kawasan hutan mangrove, dan 21 dari mereka perlu menanam
kembali jenis mangrove yang layak tumbuh di lokasi tersebut, disamping itu 10 dari mereka mengharapkan adanya keterlibatan masyarakat dalam setiap
aktivitas kegiatan pembangunan.
4.6 Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Teluk Jakarta