BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan Mangrove
Hutan mangrove adalah suatu formasi hutan yang dipengaruhi pasang surut air laut, dengan keadaan tanah yang anaerobik. Walaupun keberadaan
hutan ini tidak tergantung pada iklim, tetapi umumnya hutan mangrove tumbuh dengan baik di daerah tropik pada daerah-daerah pesisir yang terlindung, seperti
delta dan estuaria. Lingkup hutan mangrove mempunyai cakupan yang luas, meliputi: 1
satu atau lebih jenis pohon dan semak atau rumput yang hanya tumbuh di habitat mangrove, 2 jenis tumbuhan yang hidup berasosiasi dengan satu atau lebih
jenis pohon dan semak atau rumput, tetapi daerah tumbuhnya tidak terbatas di habitat mangrove, dan 3 biota yang hidup di habitat mangrove, yaitu satwa
darat dan laut, lumut, jamur, alga, bakteri dan lain-lain, baik yang hidupnya bersifat sementara atau tetap.
2.1.1 Struktur dan komposisi vegetasi
Hutan mangrove yang tumbuh baik di pantai berlumpur yang terlindung estuaria, maupun di teluk umumnya memiliki batang lurus dan tingginya dapat
mencapai 35-45 m. Di pantai berpasir atau terumbu karang, mangrove tumbuh kerdil, rendah dan batangnya seringkali bengkok. Daun-daun berbagai jenis
tumbuhan dalam hutan mangrove biasanya mempunyai tekstur yang serupa. Sistem perakarannya khas dan merupakan suatu cara adaptasi terhadap
keadaan tanah yang anaerobik. Sonneratia dan Avicennia mempunyai akar horisontal dilengkapi dengan pneumatofora berbentuk pasak yang muncul ke
permukaan tanah, Bruguiera dan Xylocarpus mempunyai akar horisontal dengan pneumatofora berbentuk kerucut atau penebalan akar di bagian atas, sedangkan
ceriops tidak mempunyai perakaran khusus tetapi akar-akarnya terbuka dan bagian bawah batangnya berlentisel yang cukup besar.
Komposisi mangrove berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, tergantung dari keadaan fisiografis pantai dan dinamika pasang surut, sehingga
di satu tempat terdapat jalur mangrove yang lebih lebar daripada di tempat lainnya. Di sepanjang pantai yang lurus dan tidak berombak, jalur mangrove
13 kebanyakan agak sempit yaitu sekitar 25-50 m. Di delta-delta dimana banyak
arus, lumut ditemukan pada kebanyakan pohon mangrove seperti R. apiculata dan R. mucronata. Lumut yang terdapat di hutang mangrove meliputi 5 jenis
lumut daun dan 21 jenis lumut hati yang sifatnya mirip lumut daun. Hutan mangrove dijumpai zonasi yang dibentuk oleh keadaan topografi,
frekuensi pasang surut, lamanya penggenangan, komposisi dan stabilitas sedimen tempat tumbuh dan tipe tanah, salinitas air dan atau tanah, dinamika
penyebaran propagule, dan dinamika proses pemakanan biji mangrove oleh organisme yang berasosiasi dengan mangrove. Pada keadaan tertentu dapat
dijumpai hanya satu zone. Pembagian zonasi mangrove didasarkan antara lain pada: frekuensi penggenangan oleh pasang surut air, tingkat salinitas dengan
memperhatikan frekuensi penggenangan air, dan berdasarkan nama genus pohon yang dominan.
Jenis-jenis pohon mangrove cenderung untuk tumbuh dalam kelompok- kelompok, zone-zone atau jalur-jalur sejajar pantai. Di pantai yang landai dengan
kemiringan membawa lumpur dan pasir, hutan mangrove merupakan jalur yang lebih lebar. Ada tiga faktor utama yang menentukan tumbuh dan penyebaran
jenis-jenis mangrove adalah: 1 kondisi dan tipe tanah: keras atau lembek, berpasir atau berlumpur, 2 salinitas: variasi rata-rata harian maupun tahunan;
frekuensi, kedalaman dan lamanya penggenangan, dan 3 ketahanan jenis-jenis mangrove terhadap arus dan ombak.
Ketergantungan terhadap jenis tanah ditunjukkan oleh genus Rhizophora. Sebagai contoh, R. mucronata merupakan ciri umum untuk tanah yang
berlumpur dalam R. apiculata berlumpur dangkal, sedangkan R. stylosa erat hubungannya dengan pantai yang berpasir atau berkarang yang sudah memiliki
lapisan lumpur atau pasar. Terhadap kadar garam salinitas, ketergantungan ditunjukkan apabila hubungan antara muara sungai ataupun danau dengan laut
bebas mendadak terputus, sehingga salinitas menurun karena kurangnya pengaruh pasang surut, maka jenis Rhizophora spp., akan mati dan
permudaannya diganti oleh jenis yang dapat bertoleransi terhadap salinitas tanah yang kurang peka terhadap kadar garam, seperti Lumnitzera sp., Xylocarpus
granatum. Meskipun komposisinya berbeda dari satu tempat dengan tempat lainnya, dapat disebutkan bahwa anggota komunitas tumbuhan mangrove di
Indonesia paling sedikit 47 jenis pohon, 5 jenis semak, 9 jenis herba, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit.
14 Disamping tumbuhan tinggi, juga ditemukan berbagai ganggang dan
lumut lumut daun dan lumut hati. Beberapa dari ganggang telah beradaptasi untuk kehidupan dalam kondisi air payau dan jenis-jenis ini dapat melimpah
ringan, khususnya pada hutan yang paling dekat dengan laut, didominasi oleh Avicennia yang seringkali tumbuh berasosiasi dengan Sonneratia jika kondisi
lumpurnya kaya akan bahan organik. Pada zone ini, Avicennia marina umumnya tumbuh pada lumpur yang kokoh, sedangkan pada lumpur yang lebih lunak
tumbuh A. alba. Di belakang zone-zone ini Bruguiera cylindrica dapat membentuk tegakan-tegakan hampir murni pada tanah lempung yang kokoh
yang biasanya sewaktu-waktu dicapai air pasang. Lebih ke arah darat B. cylindrica bercamur dengan R. apiculata, R. mucronata, B. parviflora dan X.
granatum. Zone batas antara hutan mangrove dan hutan pedalaman ditandai oleh adanya Nypa fruticans, Lumnitzera racemosa, X. Moluccensis, Intsia bijuga,
Ficus retusa, Pandanus sp., Calamus sp., dan Oncosperma tigillaria. Hutan mangrove merupakan habitat berbagai jenis satwa liar seperti
primata, reptil dan burung. Hutan mangrove merupakan salah satu komponen ekosistem estuaria yang sangat penting bagi kehidupan burung-burung air
termasuk pula burung-burung yang melakukan migrasi. Disamping sebagai tempat berlindung dan mencari makan, hutan mangrove juga mempunyai peran
yang sangat penting bagi burung-burung air yang tidak melakukan migrasi, yaitu sebagai tempat berkembang biak kawin dan bersarang. Kemunduran potensi
luas, penyebaran dan degradasi hutan mangrove menyebabkan semakin terancamnya kelestarian berbagai jenis burung air. Hasil penelitian Alikodra et al.
1990 di hutan mangrove muara Cimanuk Jawa Barat dan di Segara Anakan Jawa Tengah berturut-turut terdapat 23 jenis dan 16 jenis burung wader, 12
jenis diantaranya termasuk jenis burung yang melakukan migrasi. Di pantai Sulawesi, Whitten 1987 melaporkan adanya 34 jenis burung pantai yang
tergolong dalam burung migrasi. Jenis primata yang seringkali dijumpai di hutan mangrove di Pulau Jawa
dan Pulau Sumatera adalah kera ekor panjang Macaca fascicularis, sedangkan di hutan mangrove di Pulau Kalimantan, selain kera ekor panjang juga terdapat
bekantan Nasalis larvatus sebagai primata yang endemik dan langka. Di beberapa kawasan konservasi, seperti di hutan mangrove Angke Kapuk, Taman
Nasional Baluran dan Taman Nasional Ujung Kulon terdapat Lutung Presbytis cristata merupakan jenis primata yang sering dijumpai. Hutan mangrove dihuni
15 pula oleh berbagai jenis reptil seperti biawak Varanus salvator, kadal Mabouya
fasciata dan berbagai jenis ular Boiga dendrophila. Hewan terbesar yang hidup di rawa-rawa hutan mangrove adalah buaya muara Crocodilus porosus.
Mengenai potensi kayu, Rambe et al., 1983 melaporkan bahwa berdasarkan hasil cruising di 6 provinsi Aceh, Riau, Sulawesi Selatan,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Irian Jaya pada pohon-pohon berdiameter 10 cm ke atas. Secara detail disajikan data seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis, kerapatan dan potensi mangrove di Indonesia Jenis
Kerapatan individuha Potensi
m
3
ha Avicennia spp.
6 - 45 11 . 60
1 - 17 Sonneratia spp.
2 - 23 7 . 58
1 - 12 Rhizophora spp.
37 - 185 40 . 72
19 - 90 Bruguiera spp.
7 - 125 3 . 61
3 - 29 Sumber: Sukarjo 1999
Data Potensi hutan mangrove terbesar yang pernah disurvei 135,5 m
3
ha terdapat di Kalimantan Selatan. Sedangkan kerapatan pohon yang cukup tinggi terdapat di hutan mangrove di Aceh, Riau, Kalimantan Barat estuaria
Sungai Kapuas, Kalimantan Timur estuaria Sungai Sesayap, Jawa Tengah Segara Anakan, Bali Benua, dan Irian Jaya Teluk Bintuni dan Cendrawasih,
potensi rata-ratanya lebih dari 40 m
3
ha Sukarjo, 1999.
2.1.2 Ekosistem hutan mangrove