Prioritas kebijakan pengelolaan Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Teluk Jakarta

92 produktif dan efisien. Arah pengembangan teknologi yang dikembangkan adalah pada pengembangan dan penerapan teknologi budidaya perikanan, mitigasi bencana, pencegahan abrasi pantai, dan penanggulangan illegal fishing. Pengembangan dan penerapan teknologi ini harus dapat menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi nasional, dan kelestarian lingkungan. Untuk itu diperlukan kemitraan dengan dunia usaha, kolaborasi dengan lembaga riset dan partisipasi masyarakat. 4. Pengelolaan terpadu dari aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan yang bersifat lintas sektor dan multistakeholder. Pengelolaan lingkungan untuk menjaga ekosistem kelautan dilakukan secara terpadu dan komprehensif integrated management dari berbagai aspek pembangunan sehingga terwujud suatu mekanisme pengelolaan lingkungan yang optimal dan berkelanjutan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan. Keterpaduan mencakup pengelolaan pada level birokrasi, keterpaduan wilayah, dan keterpaduan antar stakeholder yakni masyarakat, pemerintah, pengusaha, dan lembaga swadaya masyarakat yang menggunakan prinsip-prinsip sistem manajemen nasional. 5. Penguatan kapasitas kelembagaan mencakup kelembagaan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha. Kelembagaan ini perlu ditingkatkan baik kualitas maupun peransertanya dalam pembangunan. Peningkatan kapasitas kelembagaan capacity building untuk menegaskan mekanisme kerjasama antar lembaga guna menghindari konflik kewenangan dan konflik pemanfaatan. Peningkatan kapasitas kelembagaan diarahkan dalam rangka kerjasama yang harmonis diantara semua institusi serta kemampuan dalam pengelolaan lingkungan di wilayahnya masing-masing. Perangkat hukum yang memadai, penegakan hukum yang tegas, dan kapasitas kelembagaan yang sesuai akan berdampak positif secara ekonomi, politik, sosial budaya, dan pertahanan dan keamaman.

4.6.1 Prioritas kebijakan pengelolaan

Penentuan prioritas kebijakan pengelolaan hutan mangrove di Teluk Jakarta disusun menurut urutan prioritas berdasarkan hasil analisis yang melibatkan pakar dan praktisi yang berkompeten dibidangnya. Analisis yang digunakan adalah analytical hierarchy process AHP yang merupakan salah satu metodologi paling efektif dalam penentuan prioritas-prioritas yang strategis 93 karena datanya merupakan representasi dari aspirasi para expert yang juga mewakili instansi-instansi dan kepakaran-kepakaran yang terkait dengan substansi kajian. Ada sembilan expert sebagai responden yang mewakili instansi-instansi terkait, yaitu perguruan tinggi IPB, Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Kehutanan, serta individual pakar. Hirarki analisis AHP disajikan pada Gambar 9. PENENTUAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI TELUK JAKARTA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH 0,637 LEVEL 1 FOKUS PENGUSAHA DAN INVESTOR 0,105 MASYARAKAT DAN LSM 0,258 Penegakan Hukum 0,092 LEVEL 5 KEBIJAKAN Penerapan Teknologi 0,270 Pengelolaan Terpadu 0,220 Penguatan Kelembagaan 0,104 LEVEL 2 AKTOR LEVEL 4 KRITERIA Terpeliharanya habitat mangrove Tercukupinya luas lahan mangrove Peningkatan Pendapatan masyarakat Peningkatan pendidikan dan kesehatan Peningkatan PAD Meningkatnya investasi Berkembangnya sektor informal Terciptanya kesempatan kerja dan berusaha Pemberdayaan Masyarakat 0,314 Kelestarian Ekosistem 0,250 LEVEL 3 TUJUAN Pertumbuhan ekonomi 0,250 Kesejahteraan Masyarakat 0,500 Terjaganya fungsi ekosistem Gambar 9. Hasil AHP penentuan kebijakan pengelolaan hutan mangrove Teluk Jakarta Analisis AHP dalam kajian ini memperhatikan aktor dalam pengelolaan hutan mangrove. Hasil judgement pakar dan stakeholder menunjukkan bahwa aktor yang paling berperan dalam penentuan kebijakan pengelolaan hutan mangrove di Teluk Jakarta adalah pemerintah dan pemerintah daerah bobot 0,637. Hal ini berkaitan dengan fungsi dan kewenangan pemerintah untuk mengatur sumberdaya milik bersama seperti hutan mangrove. Di samping itu, hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat vital sehingga apabila keberadaannya terganggu dapat menghambat proses pembangunan yang akan merugikan semua pihak. Aktor yang juga memiliki peran penting adalah masyarakat bobot 0,258. Masyarakat dalam hal ini adalah pihak yang langsung memanfaatkan hutan mangrove untuk kegiatan sehari-hari. Dengan demikian sangat terkait dengan kebijakan pengelolaan hutan mangrove. 94 Pada level tujuan, yang menjadi prioritas utama adalah kesejahteraan masyarakat bobot 0,500. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa kesejahteraan masyarakat sangat berperan dalam keberhasilan pengelolaan hutan mangrove. Masyarakat sebagai penerima manfaat terbesar dari keberadaan hutan mangrove memerlukan perhatian khusus terkait dengan tingkat kesejahteraannya. Kelestarian pemanfaatan hutan mangrove berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Tingginya pengetahuan tentang konservasi dan tingkat pendapatan masyarakat akan menunjang keberlanjutan pengelolaan mangrove. Tujuan kelestarian ekologi dan pertumbuhan ekonomi memiliki bobot yang sama yakni 0,250. Hal ini menunjukkan bahwa kelestarian ekologi dan pertumbuhan ekonomi harus didorong untuk memenuhi tujuan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat, kriteria yang paling utama adalah peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan pendidikan dan kesehatan. Untuk mencapai tujuan kelestarian ekologi faktor terpeliharanya habitat mangrove dan terjaganya fungsi ekosistem merupakan kriteria yang harus diperhatikan. Sedangkan untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi, faktor yang paling utama adalah perkembangan sektor informal dan tumbuhnya investasi swasta. Hasil analisis AHP pada level alternatif kebijakan berdasarkan judgement pakar dan stakeholder diperoleh hasil seperti pada Gambar 10. Gambar 10. Hasil analisis AHP Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pemberdayaan masyarakat merupakan prioritas tertinggi dalam pengelolaan hutan mangrove di Teluk Jakarta dengan bobot 0,314. Kebijakan ini perlu dilaksanakan secara menyeluruh dengan didukung oleh seluruh stakeholder. Prioritas kedua adalah 95 penerapan teknologi dengan bobot 0,270 dan ketiga adalah pengelolaan terpadu dengan bobot 0,220. Kebijakan penerapan teknologi dan pengelolaan terpadu ini perlu dilakukan untuk mendukung kegiatan pemberdayaan masyarakat.

4.6.2 Strategi implementasi kebijakan pengelolaan