Pergeseran dengan Pergeseran Perdagangan Eceran di Indonesia

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pergeseran Perdagangan Eceran di Indonesia

5.1.1. Pergeseran dengan

Indikator Jumlah Pasar Kegiatan perdagangan eceran merupakan salah satu subsektor dari sektor perdagangan yang menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan ini terjadi seiring dengan peningkatan peran sektor perdagangan besar, eceran dan restoran dalam pembentukan Produk Domestik Bruto PDB Indonesia. Pertumbuhan dari sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam PDB Indonesia senantiasa positif yang mengindikasikan bahwa kinerja sektor tersebut cukup baik dalam perekonomian. Peningkatan kegiatan perdagangan umumnya ditunjukkan oleh peningkatan pertumbuhan pasar modern yang ditandai dengan berdirinya pasar modern di daerah. Meskipun data PDB belum menunjukkan batasan khususnya tentang pasar modern dan pasar tradisional, namun data perkembangan jumlah pasar modern dan tradisional selama kurun waktu 1995-2005 mengisyaratkan bahwa pasar modern tumbuh pesat dibandingkan dengan pertumbuhan pasar tradisional yang relatif moderat. Pada Tabel 5.1 dan 5.2 akan disajikan data mengenai perkembangan jumlah pasar tradisional dan modern baik secara keseluruhan di Indonesia maupun di seluruh propinsi yang terdapat di Indonesia selama satu dekade terakhir. Tabel 5.1. Perkembangan dan Pertumbuhan Jumlah Pasar Modern dan Tradisional di Propinsi dan Indonesia Periode 1995 dan 2000 1995 2000 Perubahan Pertumbuhan PROPINSI I unit II unit I unit II unit I unit II unit I II DI Aceh 10 65 10 157 92 0,00 141,54 Sumut 49 482 62 629 13 147 26,53 30,50 Sumbar 4 381 6 218 2 -163 50,00 -42,78 Riau 11 156 19 158 8 2 72,73 1,28 Jambi 2 250 5 183 3 -67 150,00 -26,80 Sumsel 17 434 17 202 -232 0,00 -53,46 Lampung 8 288 12 288 4 0 50,00 0,00 Bengkulu 31 121 31 113 0 -8 0,00 -6,61 DKI Jakarta 128 453 128 150 -303 0,00 -66,89 Jabar 164 557 165 441 1 -116 0,61 -20,83 Jateng 84 1448 145 782 61 -666 72,62 -45,99 DI Yogya 30 196 152 182 122 -14 406,67 -7,14 Jatim 135 1085 61 1143 -74 58 -54,81 5,35 Kalbar 15 187 15 230 43 0,00 22,99 Kalteng 32 201 32 222 21 0,00 10,45 Kalsel 7 477 19 151 12 -326 171,43 -68,34 Kaltim 5 220 29 51 24 -169 480,00 -76,82 Sulut 50 201 51 222 1 21 2,00 10,45 Sulteng 17 209 17 283 74 0,00 35,41 Sultra 8 304 10 310 2 6 25,00 1,97 Sulsel 26 386 29 1354 3 968 11,54 250,78 Bali 49 428 49 220 -208 0,00 -48,60 NTB 8 174 10 167 2 -7 25,00 -4,02 NTT 9 292 9 222 -70 0,00 -23,97 Maluku 9 72 5 96 -4 24 -44,44 33,33 Irja 17 73 31 135 14 62 82,35 84,93 Indonesia 925 9140 1119 8309 194 -831 20,97 -9,09 Sumber : Diolah dari Departemen Perdagangan, 2005. Keterangan: I: Pasar Swalayan Modern II: Pasar Tradisional Dari Tabel 5.1, diketahui bahwa jumlah pasar tradisional di Indonesia pada dua titik waktu yaitu 1995 dan 2000 mengalami penurunan jumlah sekitar 831 unit dari 9140 unit pada 1995 menjadi 8309 unit pada 2000. Karena terjadi penurunan jumlah pasar tradisional, maka laju pertumbuhannya bernilai negatif yaitu sebesar -9,09 persen. Hal ini bertolak belakang dengan perkembangan jumlah pasar modern di Indonesia yang meningkat sebanyak 194 unit dari 925 unit pada 1995 menjadi 1119 unit pada 2000 dan laju pertumbuhannya bernilai positif yaitu sebesar 20,97 persen. Perbedaan yang terjadi mengindikasikan bahwa secara nasional telah terjadi pergeseran struktur perdagangan eceran dari tradisional ke modern. Bila dilihat perkembangan jumlah dan laju pertumbuhan per propinsi, maka dapat dikatakan bahwa hampir seluruh propinsi di Indonesia telah mengalami pergeseran struktur perdagangan eceran dari tradisional ke modern. Hal ini terlihat dari perkembangan jumlah dan laju pertumbuhan pasar modern yang cenderung meningkat dan bernilai positif di beberapa propinsi sementara perkembangan jumlah serta laju pertumbuhan pasar tradisional cenderung mengalami penurunan dan bernilai negatif. Propinsi yang mengalami pergeseran struktur perdagangan eceran yang cukup besar antara lain adalah Jambi, Lampung, Jawa Tengah, DI Yogya, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara. Hal ini terjadi karena pola hidup masyarakat di beberapa propinsi tersebut telah mengalami modernisasi yang didukung oleh meningkatnya pendapatan sehingga terjadi pergeseran pola belanja masyarakatnya. Propinsi yang nampaknya tetap mempertahankan keberadaan pasar tradisionalnya antara lain di Jawa Timur dan Maluku. Jawa Timur mempertahankan keberadaan pasar tradisional karena menganggapa bahwa pasar tradisional memiliki potensi besar sebagai aset wisata kota. Pelajaran ini diambil dari beberapa kota di dunia yang sukses memanfaatkan pasar tradisional untuk menarik turis mancanegara seperti Bangkok, Singapura dan Venezia, yang memiliki prospek bagus sebagai simpul wisata dan bisnis Lilananda, 1997. Maluku masih mempertahankan pasar tradisional karena pola hidup masyarakat yang masih tradisional dan keadaan perekonomian masyarakat yang belum cukup baik bila dibandingkan dengan propinsi lain. Selanjutnya, akan dilihat perkembangan jumlah dan laju pertumbuhan pada dua titik waktu yaitu tahun 2000 dan 2005. Tabel 5.2. Perkembangan dan Pertumbuhan Jumlah Pasar Modern dan Tradisional di Propinsi dan Indonesia Periode 2000 dan 2005 2000 2005 Perubahan Pertumbuhan PROPINSI I unit II unit I unit II unit I unit II unit I II DI Aceh 10 157 10 157 0,00 0,00 Sumut 62 629 25 635 -37 6 -59,68 0,95 Sumbar 6 218 6 307 0 89 0,00 40,83 Riau 19 158 30 213 11 55 57,89 34,81 Jambi 5 183 7 204 2 21 40,00 11,48 Sumsel 17 202 15 259 -2 57 -11,76 28,22 Lampung 12 288 20 292 8 4 66,67 1,39 Bengkulu 31 113 15 56 -16 -57 -51,61 -50,44 DKI Jakarta 128 150 124 137 -4 -13 -3,13 -8,67 Jabar 165 441 255 539 90 98 54,55 22,22 Jateng 145 782 99 881 -46 99 -31,72 12,66 DI Yogya 152 182 78 191 -74 9 -48,68 4,95 Jatim 61 1143 212 921 151 -222 247,54 -19,42 Kalbar 15 230 59 145 44 -85 293,33 -36,96 Kalteng 32 222 27 72 -5 -150 -15,63 -67,57 Kalsel 19 151 24 213 5 62 26,32 41,06 Kaltim 29 51 64 147 35 96 120,69 188,24 Sulut 51 222 34 80 -17 -142 -33,33 -63,96 Sulteng 17 283 12 243 -5 -40 -29,41 -14,13 Sultra 10 310 22 270 12 -40 120,00 -12,90 Sulsel 29 1354 39 592 10 -762 34,48 -56,28 Bali 49 220 42 220 -7 -14,29 0,00 NTB 10 167 11 167 1 10,00 0,00 NTT 9 222 10 222 1 11,11 0,00 Maluku 5 96 6 96 1 0 20,00 0,00 Irja 31 135 31 135 0,00 0,00 Indonesia 1119 8309 1277 7394 158 -915 14,12 -11,01 Sumber: Diolah dari Departemen Perdagangan, 2005. Keterangan: I: Pasar Swalayan Modern II: Pasar Tradisional Dari Tabel 5.2, diketahui bahwa dibandingkan dengan periode 1995 dan 2000, pada periode 2000 dan 2005 laju pertumbuhan pasar modern secara nasional telah berkurang menjadi sebesar 14,12 persen dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 20 persen. Hal ini berkaitan dengan peningkatan jumlah pasar modern yang lebih sedikit dibandingkan dengan periode 1995 dan 2000. Dalam kurun waktu 2000 dan 2005 jumlah pasar modern hanya meningkat sebanyak 158 unit sedangkan pada periode 1995 dan 2000 meningkat sebanyak 194 unit. Penurunan jumlah pasar modern ini tidak diikuti dengan membaiknya laju pertumbuhan pasar tradisional, justru yang terjadi adalah sebaliknya di mana jumlah pasar tradisional di Indonesia semakin berkurang dari 8309 unit pada 1995 dan 2000 menjadi 7394 unit pada 2000 dan 2005. Hal ini membuat pertumbuhan pasar tradisional di Indonesia semakin bernilai negatif yaitu dari -9,09 pada 1999 dan 2000 menjadi -11,01 persen pada 2000 dan 2005. Jika dilihat laju pertumbuhan per propinsi maka perbedaan laju pertumbuhan antara pasar tradisional dan modern telah berkurang, hal ini terlihat dari pertumbuhan pasar tradisional yang positif di beberapa daerah sedangkan pada periode sebelumnya bernilai negatif serta perkembangan jumlah pasar modern di beberapa daerah cenderung mengalami penurunan. Namun pergeseran yang cukup besar masih terjadi di beberapa daerah yang beberapa diantaranya memiliki pertumbuhan pasar tradisional yang positif pada periode sebelumnya, antara lain Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah.

5.1.2. Pergeseran dengan Indikator Omzet Penjualan