Pergeseran Tenaga Kerja di Sektor Perdagangan

5.2. Pergeseran Tenaga Kerja di Sektor Perdagangan

Secara umum, kondisi ketenagakerjaan di sektor perdagangan dapat dicerminkan dari jumlah tenaga yang terdapat dalam sektor perdagangan, hotel dan restoran. Dilihat dari status pekerjaan utama, usaha kecil di sektor perdagangan merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja dalam periode 1999- 2004 dengan persentase sekitar 30 sampai 40 persen seperti yang terlihat dalam Tabel 5.3. Pada tahun 2004, dari total tenaga kerja sebesar 19.119.156 orang, terdapat diantaranya 7.643.230 unit usaha yang berusaha tanpa dibantu orang lain dan 4.092.828 unit usaha yang dibantu anggota rumah tangga atau buruh tidak tetap. Tabel 5.3. Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Perdagangan Menurut Status Pekerjaan Utama Tahun 1999-2004 Status Pekerjaan Utama 1999 2001 2003 2004 Berusaha sendiri tanpa dibantu orang lain 43,47 41,56 39,42 39,98 Bersaha dengan dibantu anggota rumah tangga buruh tidak tetap 23,14 21,20 22,82 21,41 Berusaha dengan buruh tetap 3,11 3,83 3,95 4,15 Buruhkaryawanpegawai 14,87 17,41 17,33 18,75 Pekerja bebas non pertanian 0,00 0,76 1,29 1,11 Pekerja tidak dibayar 15,41 15,24 15,20 14,61 Sumber : BPS, 1999-2004. Keterangan : Angka penyerapan tenaga kerja dalam bentuk persen. Pergeseran tenaga kerja yang terjadi di sektor perdagangan antara lain dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja berdasarkan tingkat pendidikannya. Seiring dengan berkembangnya sektor perdagangan yang menjadi lebih modern maka tenaga kerja berpendidikan rendah mulai tergantikan oleh tenaga kerja berpendidikan menengah dan tinggi seperti terlihat pada Gambar 5.4 dan Gambar 5.5. 6 15 18 22 3 36 Tidakbelum pernah sekolah Tidakbelum tamat SD SMTP SMTA Universitas Sumber : BPS, 1999. Gambar 5.4. Persentase Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan di Sektor Perdagangan Tahun 1999 Pada tahun 1999, jumlah tenaga kerja di sektor perdagangan yang berpendidikan rendah tidakbelum pernah sekolah, tidakbelum tamat SD dan tamat SD menempati porsi sekitar 57 persen, tenaga kerja berpendidikan menengah sekitar 40 persen sedangkan berpendidikan tinggi sekitar 3 persen. Namun jumlah persentase ini mengalami pergeseran pada tahun 2004. 3 10 34 23 26 4 Tidakbelum pernah sekolah Tidakbelum tamat SD SD SMTP SMTA Universitas Sumber : BPS, 2004. Gambar 5.5. Persentase Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Sektor Perdagangan Tahun 2004 Pada tahun 2004, jumlah tenaga kerja di sektor perdagangan yang berpendidikan rendah tidakbelum pernah sekolah, tidakbelum tamat SD dan tamat SD menempati porsi sekitar 47 persen, tenaga kerja berpendidikan menengah sekitar 49 persen sedangkan berpendidikan tinggi sekitar 4 persen. Bila dilihat dari masing-masing tingkat pendidikan, persentase jumlah tenaga kerja yang berpendidikan rendah memiliki porsi yang semakin berkurang yakni tenaga kerja yang tidakbelum pernah sekolah memiliki pesentase sebesar 6 persen pada tahun 1999 menjadi hanya 3 persen di tahun 2004 sedangkan tenaga kerja yang tidakbelum tamat SD terserap sebesar 15 persen pada 1999 namun pada 2004 hanya sebesar 10 persen begitupula dengan tenaga kerja berpendidikan SD yang sebelumnya berjumlah 36 persen pada 1999 menjadi 34 persen pada 2004. Berbeda dengan porsi tenaga kerja berpendidikan rendah, tenaga kerja berpendidikan menengah daya serapnya meningkat yaitu tenaga kerja berpendidikan SMTP dari 18 persen menjadi 23 persen pada tahun 2004. Untuk SMTA dar 22 persen pada 1999 menjadi 26 persen pada 2004 sedangkan untuk tenaga kerja berpendidikan tinggi dari universitas juga meningkat persentase penyerapannya dari 3 persen pada 1999 menjadi 4 persen pada 2004. Pergeseran persentase tenaga kerja berdasarkan tingkat pendidikan ini cukup beralasan untuk terjadi karena semakin lama sistem perdagangan semakin modern sehingga semakin dibutuhkan tenaga kerja dengan kualifikasi yang cukup tinggi.

5.3. Faktor Pendorong Perkembangan Pasar Modern di Indonesia